Trio baru Indonesia |
Pedagang-Pedagang
Asal Tapanuli di Padang dan Medan
Di
Padang, selain Belanda, yang menguasai media adalah orang-orang Tionghoa dan
orang-orang Tapanuli. Media (surat kabar dan majalah) adalah instrument utama
dalam perdagangan. Perusahaan perdagangan (jasa) pertama di Padang dimiliki
oleh Dja Endar Moeda. Mantan guru, alumni Kweekschool Padang Sidempuan (1884)
ini awalnya mendirikan sekolah swasta (pertama) di Padang, kemudian menjadi
editor surat kabar Pertja Barat tahun 1897. Editor pribumi pertama ini lalu
mengakuisisi surat kabar Pertja Barat beserta percetakannya pada tahun 1900
(dan menerbirkan majalah Insulinde dan surat kabar Tapian Na Oeli. Tiga media
utama pribumi di pantai barat milik Dja Endar Moeda ini menjadi pusat
pertukaran informasi perdagangan. Sejak itu pedagang-pedagang Tapanuli
membanjiri Padang dan Sibolga. Dengan media pribumi ini, di Padang dan Sibolga
pedagang-pedagang asal Tapanuli tidak tengah berhadapan dengan
padagang-pedagang asal Minangkabau, tetapi berhadapan dengan pedagang-pedagang
Tionghoa yang telah memiliki media sendiri.
Sumatra-courant, 08-04-1874 |
Ketika
Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust tahun 1905,
pedagang-pedagang asal Tapanuli di Padang sebagian mulai hijrah ke Medan. Di
Medan, pedagang-pedagang asal Tapanuli menghadapi pedagang-pedagang kuat
Tionghoa. Para pedagang Tionghoa memasang iklan dan mendapat informasi
perdagangan dari dua surat kabar di Medan: Sumatra Post (berbahasa Belanda) dan
Pertja Timor (berbahasa Melayu). Kekuatan pedagang-pedagang Tionghoa di Medan
sangat sulit diimbangi oleh pedagang-pedagang asal Tapanuli.
Pada tahun 1905
pedagang-pedagang asal Tapanuli yang telah lama maupun yang baru datang
bergabung dalam Sarikat Tapanoeli. Sarikat ini kemudian mendirikan perusahaan
surat kabar bernama NV. Sjarikat Tapanoeli pimpinan Dja Endar Moeda dan Sjech
Ibrahim. NV. Sjarikat Tapanoeli kemudian menerbitkan surat kabar bernama
Pewarta Deli tahun 1909. Sejak adanya surat kabar Pewarta Deli,
pedagang-pedagang Tionghoa mulai mendapat pesaing baru. Padagang-pedagang
Tionghoa memperkuat jalur Medan dan Semenanjung Malaya dan Singapore, sedangkan
pedagang-pedagang asal Tapanuli memperkuat jalur perdagangan ke pantai barat
dan ke pedalaman. Ketika pedagang-pedagang Tionghoa mendirikan Bank Kesawan (di
Medan), pedagang-pedagang Tapanuli mendirikan Bataksch Bank (di Pematang
Siantar) pada tahun 1920.
Pedagang-Pedagang
Asal Tapanuli Hijrah ke Batavia
Ketika
Parada Harahap datang ke Medan 1917, pedagang-pedagang asal Minangkabau sudah
menyusul pedagang-pedagang Tapanuli di Medan. Para pedagang asal Minangkabau
ini menganggap Medan sebagai pusat perdagangan utama di Sumatra, sebagaimana
satu dasa warsa sebelumnya pedagang-pedagang asal Tapanuli di Padang hijrah ke
Medan.
Pedagang-pedagang
asal Tapanuli yang terkabung dalam Sjarikat Tapanuli, ketika berasaing dengan
pedagang-pedagang Tionghoa di Medan, pedagang-pedagang asal Minangkabau belum
terlalu menonjol. Pedagang-pedagang asal Tapanuli sangat kuat di bawah bendera
NV Sjarikat Tapanuli yang menerbitkan surat kabar Pewarta Deli.
Lambat-laun,
pedagang-pedagang asal Minangkabau mulai bisa menguntit eksistensi
pedagang-pedagang asal Tapanuli di Medan. Persaingan pun mulai terbuka. Pada
titik-titik tertentu sudah mulai persaingan panas. Ketika, Parada Harahap
menjadi editor surat kabar Benih Mardika, coba meredam persaingan antara
pedagang-pedagang asal Tapanuli dengan pedagang-pedagang asal Minangkabau.
Ditulis oleh Parada Harahap di dalam editorial Benih Mardeka: ‘antara pebisnis
Tapanuli dan Minangkabau harus menghilangkan perasaan ‘semua untuk saya’
menjadi kerjasama yang menguntungkan, karena tujuan perjuangan kita adalah
untuk membangun ‘kesatuan dan persatuan’ bagi anak negeri. Persaingan ‘semua
untuk saya’ di bidang bisnis harus dihilangkan. Perjuangan kita masih jauh dan
banyak tantangan’.
Pedagang-pedagang
asal Minangkabau di Medan bukanlah tandingan bagi pedagang-pedagang asal
Tapanuli. Pedagang-pedagang asal Tapanuli sudah begitu kuat, baik dari segi
volume perdagangan, sjarikat maupun media promosi (surat kabar Pewarta Deli).
Pedagang-pedagang Tionghoa di Medan begitu kuat sehingga sulit dilampau tetapi
terus dikuntit sebagaimana pedagang-pedagang asal Minangkabau terus menguntit
pedagang-pedagang asal Tapanuli. Dalam perkembangan lebih lanjut, untuk
meningkatkan kinerja pedagang-pedagang asal Minangkabau, mereka menjalin
aliansi dengan media Tionghoa di Medan, utamanya Warta Sumatra yang notabene
juga bersaing dengan Pewarta Deli. Kebetulan, orang-orang Tionghoa pemilik
media di Medan yang menjadi partner pedagang-pedagang asal Minangkabau adalah
pers Tionghoa di Padang yang hijrah ke Medan.
Parada Harahap, Ketua Kadin Pribumi di
Batavia
Sukses
membangun bisnis media di Padang Sidempuan hijrah (1919-1923), Parada Harahap hijrah
ke Batavia tahun 1923 untuk meneruskan bisnis media. Kepindahan Parada Harahap
ke Batavia juga didorong oleh keinginan untuk mengembangkan karir di bidang
politik yang telah dimulainya di Sibolga (Sumantranen Bond dan Bataksch Bond).
Sumatranen Bond
didirikan oleh Sorip Tagor Harahap di Belanda pada tahun 1917. Sorip Tagor
Harahap adalah alumni pertama Sekolah Kedokteran Hewan di Bogor yang
melanjutkan studi veteriner di Utrech. Pendirian Sumatranen Bond ini didasarkan
karena pengurus Indisch Vereeniging (VI) sudah mulai loyo sepeninggal Sutan
Casajangan yang pulang ke tanah air tahun 1914. Perhimpunan Pelajar Hindia (VI)
yang bersifat nasional diprakarsai oleh Sutan Casajangan tahun 1908 karena
didirikannya Boedi Oetomo yang bersifat kedaerahan. Namun dalam perkembangannya
di tubuh Sumatranen Bond terjadi kegamangan karena resistensi sejumlah anggota
terhadap orang-orang Tapanuli yang beragama Kristen. Pada tahun 1919, Dr. Abdul
Rasjid Siregar (alumni STOVIA) mendirikan Bataksch Bond untuk mengakomodir
orang Tapanuli beragama Kristen dengan tetap menjalin hubungan baik dengan
Sumatranen Bond.
Di
Batavia, Parada Harahap menerbitkan Bintang Hindia (1923). Surat kabar Parada
Harahap ini mengambil nama majalah yang pernah terbit di Belanda tahun
1903-1909 (yang mana editornya pernah dilakukan oleh Radjioun Harahap gelar
Sutan Casangan. Surat kabar ini terbilang sukses. Kemudian Parada Harahap
menutup Bintang Hindia dan menerbitkan surat kabar Bintang Timur tahun 1926).
Bintang Timur menjadi surat kabar berpengaruh di Batavia dengan oplah terbesar
di era itu.
Sejak didirikan
Bintang Timur, dimana Parada Harahap juga bertindak sebagai editor, telah
banyak menerima tulisan-tulisan Sukarno tentang politik. Sejak itu pula
hubungan Parada Harahap semakin intens dengan Sukarno (yang baru lulus kuliah
di Bandung). Parada
Harahap tidak hanya berdiam di Batavia, kesadaran nasionalnya mulai diperluas
dan mulai melakukan pemetaan (mapping) tentang wilayah-wilayah Indonesia. Pada
tahun 1925 Parada Harahap melakukan perjalanan jurnalistik ke seluruh Sumatra.
Hasil liputan dan penyelidikannya dibukukan dan dicetak dan didistribusi tahun
1926. Buku itu diberi judul Perjalanan Jurnalistik dari Pantai ke Pantai.
Catatan: Parada Harahap melakukan hal yang serupa ke seluruh wilayah di Jawa
pada tahun 1929. Isi laporan itu berisi situasi dan kondisi penduduk setempat,
mata pencaharian, pendidikan, kesehatan, perekonomian dan perdagangan serta
lainnya. Boleh jadi misi Parada Harahap ini terinspirasi dari dua orang
pendahulunya: pertama, Sutan Casajangan yang telah menulis buku dan diterbitkan
di Eropa tahun 1913 berjudul ‘Hindia Belanda Dilihat dari Sisi Penduduk Pribumi’
yang berisi tentang tinjauan situasi dan kondisi penduduk, pendidikan,
perdagangan, pembangunan pertanian. Kedua, Dja Endar Moeda yang pernah menulis
buku berjudul Riwayat Pulau Sumatra yang bercerita tentang adat istiadat,
kehidupan sehari-hari penduduk di beberapa tempat termasuk di dalamnya
pertanian, perdagangan dan kelembagaan-kelembagaannya. Kelak pola serupa ini yang ditiru Sukarno sekitar tahun 1930an yang kerap mengunjungi berbagai daerah di Jawa dan Sumatra.
Trio macan parlemen di Pedjambon |
Trio Founding Father RI |
Parada
Harahap semakin gerah dengan perlakuan pemerintah colonial Belanda terhdap
rakyat. Parada Harahap mulai melirik Jepang sebagai mitra dagang dan industri untuk
menumbuhkan ekonomi rakyat. Lalu kemudian tahun 1933 Parada Harahap memimpin
misi dagang pribumi Indonesia ke Jepang. Di dalam rombongan ini terdapat M.
Hatta yang baru lulus sarjana ekonomi di Belanda. Aksi pribumi di bawah
pimpinan Parada Harahap ini membuat Belanda semakin gerah.
Dua tokoh
pemikir ekonomi rakyat Indonesia sebelum Parada Harahap adalah Dja Endar Moeda
dan Sutan Casajangan. Dja Endar Moeda di surat kabar Pertja Barat yang terbit
di Padang pada tahun 1898 berulang kali di editorial menulis agar penduduk
bangkit, mengusahakan lahan-lahan yang kosong agar penduduk tidak serba
kekurangan, penduduk juga diajak untuk meningkatkan pengetahuannya dengan
membaca teknik-teknik budidaya dan cara-cara perdagangan. Kampanye Dja Endar
Moeda melalui media ini dapat dikatakan sebagai awal dari kesadaran berbangsa
di bidang ekonomi. Tokoh yang kedua adalah Sutan Casajangan di Belanda yang menulis
sebuah buku yang ditulis dalam bahasa Belanda dan diterbitkan di Barn, Belanda
yang diperjual belikan di Eropa. Judul buku itu diterjemahkan sebagai ‘Hindia
Belanda Dilihat Dari Sudut Pandang Pribumi’. Buku ini antara lain berisi
perlunya pemberdayaan ekonomi penduduk baik di bidang pembangunan pertanian, industry
dan perdagangan. Hanya dengan cara begitu penduduk bisa hidup layak tanpa
tergantung dari upah yang rendah dari pengusaha Belanda/Eropa di Nusantara.
Dja
Endar Moeda tidak hanya berjuang di bidang pendidikan dan pers, tetapi juga
berjuang di bidang ekonomi. Demikian juga Sutan Casajangan tidak hanya berjuang
di bidang pendidikan tetapi juga di bidang media dan juga di bidang ekonomi. Dja
Endar Moeda dan Sutan Casajangan, keduanya alumni sekolah guru di Padang
Sidempuan, dua pejuang bidang ekonomi di fase awal pembangunan ekonomi, industry
dan keuangan penduduk pribumi.
Abdul Hakim Harahap, Pejabat Ekonomi di
Era Belanda
Ketika
Parada Harahap mulai berkibar di Batavia, Abdul Hakim Harahap lulusan sekolah
menengah perdagangan di Batavia memulai karir sebagai pegawai bea da cukai
(pabean) di beberapa tempat dan akhirnya ditempatkan di Medan (1927). Tahun
1930 Abdul Hakim Harahap terpilih menjadi anggota Dewan Kota (Gementeeraad)
Kota Medan. Langkah pertama yang dipeloporinya adalah pembangunan pasar sentral
Medan.
Pasar sentral
ini kemudian menjadi pusat perdagangan umum. Selama ini pasar yang menjadi
cikal bakal pasar sentral tersebut dikuasai ole swasta, Tjong A Fie. Setelah
selesai dibangun pasar itu dikelola pemerintah dan retribusi yang di bayar
tidak mahal lagi.
Pada
tahun 1937 Abdul Hakim Harahap dipindahkan ke Batavia untuk menjabat kepala
kantor cabang ekonomi (semacam kepala
dinas) di Bandung yang sebelumnya di Pontianak. Dari Bandung dipindahkan lagi
menjadi menjadi Kepala Kantor Ekonomi di wilayah Indonesia Timur yang ditempatkan
di Makassar (hingga tahun 1942, termasuk era pendudukan Jepang).
Trio Pelopor Kebangkitan Ekonomi Indonesia |
Di
Medan, sebagai Gubernur Sumatera Utara, Abdul Hakim Harahap memprioritaskan
pembangunan ekonomi (setelah porak poranda selama perang).
Rezim Sukarno,
Abdul Haris Nasution dan Mr. Arifin Harahap Digantikan oleh Rezim Suharto, Adam
Malik Batubara dan Hamengkubuwono
Ir. Sukarno, Jenderal Abdul Haris Nasution
dan Mr. Arifin Harahap, tiga orang yang terbilang lama berada di kabinet (orde
lama) lenyap. Satu orang lagi tokoh berpengaruh dengan dengan Sukarno adalah
Zainul Arifin Pohan (yang tertembak di sisi Sukarno). Kini, muncul tiga tokoh
baru yang akan cukup lama berada di kabinet (orde baru) yakni: Suharto, Adam
Malik Batubara dan Hamengkubuwono. Kabinet Ampera I, berakhir 11 Oktober 1967.
Dalam perkembangan kabinet Suharto akan
muncul figur baru: Mayjen Maraden Panggabean (dalam Kabinet Pembangunan I, 10
Juni 1968-28 Maret 1973) sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan
Ketertiban. Jabatan ini lalu dilepas 9 September 1971 untuk mengisi posisi
Menteri Pertahanan yang dilepas Suharto.
The Big Four lama (Sukarno, Zainul Arifin Pohan, Abdul Haris Nasution dan Mr.
Arifin Harahap) digantikan oleh The Big Four baru (Suharto, Adam Malik Batubara,
Hamengkubuwono dan Maraden Panggabean). Kelak wakil presiden dijabat oleh
Hamengkubuwono (Kabinet Pembangunan II) dan Adam Malik Batubara (Kabinet
Pembangunan III).
Mungkin banyak yang bertanya-tanya: Mengapa Sukarno cukup
setia terhadap orang Tapanuli? Demikian juga, mengapa Suharto cukup setiap
terhadap orang Tapanuli? Jawabnya, karena orang Tapanuli termasuk yang setia
terhadap Republik Indonesia. Pada saat RIS, hanya dua daerah yang masih setiap
terhadap Republik Indonesia yakni Jawa Tengah (termasuk Jogjakarta) dan
Tapanuli. Inilah dua sisa wilayah Republik Indonesia sebelum muncul istilah
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) sebagai harga mati. Sukarno dan
Suharto tidak hanya menjunjung tinggi NKRI tetapi juga bagaimana
mempertahankannya dari kaum penjajah. Sukarno merebut Irian Barat (komando
Jenderal Abdul Haris Nasution) dan Suharto merebut Timor Timur (komando Mayjen
Maraden Panggabean).
Abdul Haris Nasution adalah orang sangat
setia kepada Ir. Soekarno. Sejak era Jenderal Sudirman adalah Abdul Haris
Nasution yang tidak tergantikan di seputar Sukarno. Pesain utama Abdul Haris
Nasution kemudian baru muncul yakni Suharto. Dalam peristiwa G 30 S PKI,
Jenderal Abdul Haris Nasution yang menjadi sasaran tembak utama. Abdul Haris
Nasution selamat dari peristiwa pembunuhan para jenderal. Ketika, pamor Suharto
naik pasca G 30 S PKI, Abdul Haris Nasution mulai mundur ke belakang.
Trio Pejuang Pers Indonesia |
Parada Harahap di mata Sukarno bagaikan abang
kandung, seperti halnya Sukarno menganggap Mr. Arifi Harahap bagaikan adik
kandung. Parada Harahap adalah mentor politik dari Sukarno dan Hatta. Di kantor
PPPKI di Jalan Kenari dimana Parada Harahap sebagai sekretaris hanya ada dua
foto yang terpampang, yakni foto Sukarno dan foto M. Hatta (dua anak muda yang
revolusioner). Parada Harahap sejak di Medan 1917 adalah pemuda revolusioner
yang menjadi editor surat kabar Benih Mardeka. Pada tahun 1919 Parada Harahap
di Padang Sidempuan mendirikan surat kabar bernama Sinar Merdeka. Ini artinya
ketika Sukarno dan Hatta masih kanak-kanak (remaja) Parada Harahap sudah
berjuang dengan gayanya sendiri: merdeka atau mati.
Pada saat Ir. Sukarno dan Drs. M. Hatta menjadi Presiden
dan Wakil Presiden, senior Parada Harahap diserahi tugas besar untuk memimpin
misi ekonomi ke 14 negara di Eropa untuk studi dan menyusun formulasi rancangan
pembangunan ekonomi Indonesia. Inilah untuk kali kedua Parada Harahap memimpin
misi ekonomi pribumi ke luar negeri (yang pertama tahun 1933 ke Jepang dengan
mengikutsertakan M. Hatta yang baru lulus sarjana ekonomi di Belanda). Hasil
kunjungan misi ekonomi yang dipimpimpin Parada Harahap pada tahun 1954 kemudian
dirumuskan Parada Harahap dan dibukukan. Judul buku yang dicetak oleh
percetakan Parada Harahap ini diberi judul Rencana Pembangunan Indonesia Lima
Tahun yang diterbitkan tahun 1955. Buku ini dapat dikatakan sebagai buku
Repelita pertama di Indonesia.
Trio Panglima Revolusioner Indonesia |
Ketika Sukarno menasionalisasi perusahaan-perusahaan
Belanda (1952), Parada Harahap mengakuisisi satu perusahaan Belanda yang menerbitkan
surat kabar legendaries: Java Bode. Surat kabar berbahasa Belanda yang
kepemilikannya sudah di tangan pribumi sejak 1953 banyak memberitakan sepak
terjang Sukarno. Inilah bukti persahabatan yang manis antara Parada Harahap dan
Sukarno. Parada Harahap meninggal tahu 1959 yang bersamaan dengan diankatnya
Mr. Arifin Harahap sebagai Menteri Perdagangan.
Parada Harahap adalah seorang negarawan. Musuhnya hanya satu: Belanda. Jelang kemerdekaan, Parada Harahap duduk sebagai anggota BPUPKI. Ketika Presiden Sukarno berseberangan dengan Mayjen AH Nasution yang menengahi adalah Kol. Zulkifli Lubis (1954). Sebaliknya, ketika Presiden berseberangan dengan Zulkifli Lubis, yang menengahi adalah AH Nasution (1957). Anehnya, pada saat kedua kejadian itu terjadi, dua tokoh penting tidak memihak, yakni: Zainul Arifin Pohan dan Parada Harahap. Zainul Arifin Pohan adalah Panglima Hizbullah, sayap kanan Jenderal Sudirman di masa perang kemerdekaan (1946-1949) dan yang menjadi pemimpin politik NU berteman akrab dengan Sukarno sejak pasca pengakuan kedaulatan RI (1950). Sedangkan Parada Harahap jauh sebelumnya sudah berteman akrab dengan Sukarno sejak 1926. Sebagaimana diketahui Parada Harahap adalah mentor politik dari Sukarno dan M.Hatta.
Trio Pendiri Organisasi Mahasiswa |
Dari Mr.
Arifin Harahap ke Dr. Arifin Siregar
Mr. Arifin Harahap sangat terkenal di Negara
tetangga di Australia, Singapura dan Malaysia. Mr. Arifin Harahap sangat dihormati
di tiga Negara tersebut, karena sangat piawai dalam urusan pemulihan ekonomi
dan perdagangan dan menjalin kerjsama yang saling menguntungkan. Di Singapura
namanya selalu disebut His Excellency M. Arifin Harahap.
Adam Malik Batubara sebagai Menteri Perdagangan juga
sangat dikenal di Singapura dan Malaysia. Nama Adam Malik Batubara tidak hanya
dikenal di Singapura dan Malaysia tetapi juga namanya sangat dikenal di seluruh
dunia ketika menjabat sebagai Menteri Luar Negeri. Adam Malik Batubara tidak hanya
menggagas dibentuknya ASEAN tetapi juga pernah menjadi Ketua Sidang PBB di New
York.
Menteri Perdagangan: Arifin Harahap, Adam Malik, Arifin Siregar |
Dr. Arifin Siregar adalah Menteri Perdagangan
di Era Suharto. Dr. Arifin Siregar adalah seorang professional di bidang
ekonomi, perdagangan dan keuangan, seperti BJ Habibie yang dipanggil pulang
oleh Suharto. Dr. Arifin Siregar adalah alumni Belanda yang mendapat gelar doktor
(PhD) seperti Dr. BJ Habibie. Setelah menjadi Gubernur Bank Sentral (Bank
Indonesia), Dr. Arifin Siregar diangkat manjadi Menteri Perdagangan.
Adam Malik Batubara adalah tokoh penting
Indonesia sejak era Sukarno (orde lama)
hingga era Suharto (orde baru). Adam Malik Batubara adalah garis
penghubung antara Mr. Arifin Harahap dan Dr. Arifin Siregar. Di era Sukarno,
Adam Malik Batubara menggantikan Mr. Arifin Harahap sebagai Menteri Perdagangan
dan keduanya cukup lama berada di kabinet. Pada era Suharto, Adam Malik
Batubara juga cukup lama dan cukup lama pula bersama Dr. Arifin Siregar duduk
di kabinet. Adam Malik Batubara tidak tergantikan posisinya sebagai Menteri
Luar Negeri baik di era Sukarno dan era Suharto. Jabatan prestise Adam Malik
adalah pernah menjadi Wakil Presiden di era Suharto. Di era Sukarno, yang
pernah menjabat Perdana Menteri adalah Amir Sjarifuddin Harahap dan Burhanuddin
Harahap.
Riwayat jabatan Arifin Harahap |
Indonesia di masa awal hanya terbagi dua era: Era Sukarno
dan Era Suharto. Era Sukarno adalah masa merebut kemerdekaan. Tiga tokoh utama
yang merupakan the founding father adalah Ir. Sukarno, Drs. M. Hatta dan Mr. Amir
Sjarifoeddin Harahap (yang juga disebut trio lama). Selanjutnya era Suharto,
sebagai masa mengisi kemerdekaan, tiga tokoh utama yang memulai era pembangunan
adalah Suharto, Hamengkubowono dan Adam Malik Batubara (sebagai trio baru). Ini
berarti antara dua era: Sukarno digantikan Suharto, M. Hatta digantikan
Hamengkubuwono dan Amir Sjarifoeddin Harahap digantikan Adam Malik Batubara.
Sebagaimana diketahui Mr. Arifin Harahap adalah adik kandung dari Mr. Amir
Sjarifoeddin Harahap.
Ketika Medan masih kampung, Padang Sidempuan sudah kota |
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap dari berbagai sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar