Pada
waktu yang sama, di Indonesia pernah terjadi suatu yang ganjil: Dua orang
Presiden, dua orang Perdana Menteri dan dua orang Wakil Perdana Menteri.
Kejadian ini terjadi pada tahun 1950. Abdul Hakim Harahap adalah Wakil Perdana
Republik Indonesia (di Yogyakarta) yang mana Perdana Menteri adalah Abdul Halim
dan Presiden adalah Assaat. Sementara itu, Soekarno adalah Presiden dan M.
Hatta Perdana Menteri dari Republik Indonesia Serikat (RIS) di Jakarta. Ini
berarti, Soekarno-Hatta proklamator kemerdekaan Indonesia telah ‘mengingkari’
Republik Indonesia (RI) dan meninggalkannya serta lebih memilih menjadi
Presiden/Perdana Menteri dari RIS.
Mengapa
Sukarno dan M. Hatta ‘mengingkari’ dan ‘meninggalkan’ Republik Indonesia?
Jawabnya adalah Republik Indonesia secara defacto hanya tersisa di dua wilayah,
yakni: Tapanuli dan Yogyakarta. Wilayah lainnya di Indonesia sejak kedatangan
kembali Belanda (aggresi militer) lebih memilih dan ingin membentuk negara sendiri-sendiri
atau negara otonom dan secara sadar meninggalkan Republik Indonesia. Wilayah-wilayah
yang membentuk negara (dan yang menjadi boneka Belanda), antara lain: Negara
Sumatera Timur, Negara Jawa Timur, Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur.
Soekarno
dan M. Hatta boleh jadi beranggapan bahwa Republik Indonesia Serikat termasuk
di dalamnya Republik Indonesia (Tapanuli dan Yogyakarta) tetapi kenyataannya di
wilayah Republik Indonesia masih ada Presiden, Perdana Menteri, Wakil Perdana
Menteri dan menteri-menterinya. Ini bukan redundance, tetapi kenyataannya di
Indonesia terdapat dua republik yang masing-masing memiliki pemerintahannya.
Situasi dan
kondisi ini jelas berbeda ketika Pemerintah Republik Indonesia mengalami
kekosongan, ketika Soekarno menyerah lalu ditangkap Belanda di Yogyakarta dan kemudian
dibuang ke tempat pengasingan. Untuk mengisi kekosongan itu, di Bukittinggi
dibentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesi (PDRI) dengan presidennya
Sjafroeddin Prawiranegara. Dengan demikian tidak mengalami redundance. Dengan
terbentuknya RIS dan RI yang eksistensinya masih ada dan jelas tidak redundance,
tetapi benar-benar ada dua negara, dua pemerintahan dan dua presiden. Ini jelas
tidak lazim.
Republik
Indonesia yang Ditinggalkan Soekarno-Hatta
Seperti
apa sisa Republik Indonesia yang ditinggalkan Soekarno dan M. Hatta. Di Wilayah
Republik Indonesia, Mr. Assaat, Mr. Abdul Halim dan Mr. Abdul Hakim Harahap melakukan
apa yang seharusnya dilakukan sebagai pemimpin Republik Indonesia. Hal yang
pertama dilakukan di Yogyakarta adalah merehabilitasi para pejuang kemerdekaan
dan keluarga. Para pejuang telah banyak yang gugur dan yang masih hidup banyak
yang cacat. Mr. Assaat, Mr. Abdul Halim dan Mr. Abdul Hakim Harahap
mengumpulkan para pejuang yang makamnya terpencar-pencar (selama perang
kemerdekaan) untuk disatukan di dalam satu Taman Makam Pahlawan yang dihiasi
dengan Monumen Perjuangan. Inilah kebajikan para pemimpin yang seharusnya tidak
boleh dilupakan.
Untuk lebih
memuliakan para pejuang kemerdekaan RI tersebut di Yogyakarta, ketiga tokoh
penting ini ditempat yang sama didirikan masjid besar yang diberi nama Masjid
Suhada (masjid orang-orang yang gugur di jalan Allah). Masjid Suhada adalah
masjid besar pertama yang dibangun Pemerintah Republik Indonesia. Biaya
pembangunannya murni diperoleh dari sumbangan masyarakat (karena uang Pemerintah
Republik Indonesia saat itu belum ada).
Di
Tapanuli….. (tunggu deskripsi lengkapnya)
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap dari
berbagai sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar