Kasak kusuk tentang pemerintahan Ali Sastroamidjojo mulai merebak. Kasak kusuk itu semakin kencang sejak ditemukan ada indikasi penyelundupan yang dilakukan tentara di Jawa Barat dan Sulawesi (Het nieuwsblad voor Sumatra, 16-10-1954). Komandan Teritorial Sulawesi telah dipanggil Wakil Perdana Menteri II, Zainul Arifin Pohan ke Jakarta. Moral tentara yang ikut teracuni menambah daftar kegagalan kabinet Ali Sastroamidjojo. Isu kegagalan pemerintah dijadikan Partai PIR untuk mulai menyerang pemerintah. Wakil Perdana Menteri I, Wongsonegoro mundur, Menteri Dalam Negeri, Hazairin ditarik partainya. Wakil Perdana Menteri II, Zainul Arifin (NU) harus diserahi tugas-tugas Wongsonegoro dan Hazairin ketika pemilu semakin dekat. Tidak hanya disitu: Menteri Pertahanan lalu dicopot. Kabinet Ali-Arifin makin lama makin lemah karena karena hilangan mayoritas di parlemen. Perdana Menteri Ali Satroamidjojo akhirnya mundur. Zainul Arifin Pohan lantas menjadi The Last Mochican (dan juga turut mundur). Kabinet Ali tamat jelang pemilu. Partai PIR yang mengincar Perdana Menteri, kenyataannya yang menjadi Perdana Menteri adalah Burhanuddin Harahap (dari Masyumi). NU dibawah pemimpin politiknya, Zainul Arifin Pohan mati langkah (NU beberapa tahun sebelumnya telah keluar dari Masyumi). NU lantas konsentrasi untuk memenangkan pemilu.
Kabinet Ali Mulai Digoyang
Adalah Partai PIR yang memulai serangan
terhadap Kabinet Ali (PNI). Sejak Kongres PIR tanggal 17 Oktober Kabinet Ali
mulai mendapat tekanan, meski di dalam kabinet terdapat Prof. Hazirin (Menteri
Dalam Negeri) dan Ir. Rooseno (Menteri PU). PIR terang-terangan menuntut agar
pemerintah (Ali) mengundurkan diri. Namun diantara PIR sendiri terbagi karena Wakil
Perdana Menteri I, Wongsonegoro adalah juga PIR. Ada usulan agar Wongsonegoro
mulai menyiapkan kabinet tandingan. Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 21-10-1954
menurunkan analisis dari berbagai surat kabar nasional tentang gonjang-ganjing
politik pada akhir-akhir ini
Dari berbagai analisis (di surat kabar) PIR
akan menemui kesulitan sendiri, karena sifatnya yang kekiri-kirian akan dimanfaatkan
penuh oleh kalangan PKI. Ini sangat berbahaya bagi keamanan Negara menurut
sejumlah sumber. Sejauh ini bahkan dunia barat tidak percaya bahwa ada yang
menentang kabinet Ali. Keputusan partai PIR dengan cara kekakuan dan kemutlakan
dipandang sebagai suatu yang mengejutkan. Untuk itu, menurut analisis komposisi
baru harus terdiri dari politisi dan ahli yang berkaliber. Banyak yang bertanya-tanya
mengapa PIR. yang permintaannya telah membuat begitu tajam. Satu sumber
menyebutkan ini adalah permaian dari PIR, padahal dalam Kongres PIR diakui
kebijakan yang telah dijalankan oleh Wongsongeoro.
Pada hematnya, Kabinet Ali-Wongso-Arifin tidaklah tidur.
Pemerintah yang sekarang saat ini sedang melakukan pentingnya untuk
melaksanakan tugas besar (memulihkan keamanan, transformasi ekonomi kolonial
menjadi nasional, pembentukan hubungan perdagangan yang normal mengikuti setiap
negara untuk keuntungan mereka bersama, pelaksanaan konferensi Asia-Africa,
perjuangan untuk oposisi Irian Barat dan pelaksanaan pemilihan umum). Namun
semua itu bagi PIR tidak cukup. Kabinet Ali terus didorong untuk mengundurkan
diri.
Isu mendasar tentang tuntutan PIR adalah
pemerintah (Kabinet Ali-Wongso) telah salah urus pemerintah atau bahkan
bencana, dan kabinet Ali telah membawa tanah dan orang tidak digunakan sebagai
patokan. Kabinet Ali telah dituduh
seakan telah meninggalkan negara dan rakyat untuk kepemimpinan dan
pengaruh negara asing, yang ingin mengembalikan kekuasaan kolonial di
Indonesia.
NU dalam hal ini dan sejauh ini adem-ayem saja. Partai NU
di kabinet tidak terlalu menentukan; Selain Wakil Perdana Menteri II, Zainul
Arifin Pohan, juga ada Menteri Agama. Partai Masyumi tampaknya ‘wait en see’.
Partai PIR terus memborbardir Kabinet Ali.
Tindak PIR yang terakhir adalah menarik Prof. Hazairin (Menteri Dalam Negeri)
dari kabinet. Dengan demikian tiga tokoh utama PIR di cabinet (Wongsongeoro,
Hazairin dan Rooseno) telah mengundurkan diri. Padahal penyelenggaraan pemilu
semakin dekat (yang merupakan tupoksi dari Kementerian Dalam Negeri). Namun
begitu sidang-sidang persiapan pemilu tetap berlangsung (meski tidak ada lagi
nama Prof. Hazairin) dan dari pihak pemerintah dihadiri oleh Zainul Arifin
Pohan. Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo telah mendelegasikan tugas-tugas
Wakil Perdana Menteri I dan Menteri Dalam Negeri kepada Zainul Arifin Pohan.
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 23-10-1954: ‘Parlemen membahas pemilu, Pertemuan tanpa Prof.
Hazairin. Parlemen Jumat membahas
penyelenaggaraan pemilihan umum pertama termasuk aturan pada pemilihan
umum (yang mana sebelumnya sidang serupa telah diberikan oleh Menteri Pertahanan
dan Menteri Dalam Negeri Prof. Mr. Hazairin). Pihak pemerintah dihadiri Wakil
Perdana Menteri II, Zainul Arifin. Dalam siding ini salah satu anggota Yunan
Nasution dari Masyumi berbicara. Speaker umumnya tidak puas dengan keadaan di
persiapan untuk pemilihan umum. Untuk mengisi kekosongan, posisi Hazairin, Presiden
meminta Mr Tambunan mewakii Wakil Perdana Menteri I. Wakil Perdana Menteri II, Zainul
Arifin tidak memberi komentar sehubungan dengan penarikan menteri Hazairin, dan
akan disampaiakan jawaban pemerintah pada sesi tertentu’.
Setelah pertemuan kabinet (Java-bode: nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-10-1954), Menteri
Informasi, Dr. F. Tobing mengatakan pertemuan Kabinet berikutnya akan
tergantung pada perkembangan lebih lanjut dari kesempatan PIR akan ditawarkan lagi untuk mengambil rapat
kabinet. Seperti diketahui, PIR yang sekarang di Kabinet terbagi berorientasi
pada apakah di sebelah kiri Pak Ali Sastroamidjojo dibentuk oleh Mr Wongsonegoro harus tinggal atau tidak. Tampaknya bahwa jika
kelompok PIR di parlemen absen, tidak akan mendukung pemerintah lagi, maka pemerintah
yang sekatang akan kehilangan mayoritas. Posisi Ali dan Kabinet Ali tengah
berada di ujung tanduk.
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 26-10-1954: ‘Posisi Komite Kabinet untuk dipekerjakan
kembali mengadakan pertemuan pertama. Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo
mengharapkan Komite, dimana partai-partai pendukung pemerintah, dibebankan
dengan tugas untuk mengusulkan kepada Pemerintah untuk memperkuat kabinet Ali
Sastroamidjojo-Zainul Arifin’.
Kabinet Ali-Arifin Setelah Wongsonegoro Mengundurkan Diri
Reshuffle Kabinet telah dilakukan setelah
diadakan satu pertemuan di rumah dinas Ali Sastroamidjojo. Meski begitu Kabinet
Ali-Arifin tetap terus bekerja walau seakan tampak tertatih-tatih. Hal yang
mendasar tentang pemilu yang akan digelar. Zainul Arifin Pohan sebagai Wakil
Perdana Menteri dan merangkap Menteri Dalam Negeri ad interim terus mematau
perkembangan persiapan pemilu termasuk berkaitan dengan pembelian barang yang
dibutuhkan untuk pemilihan umum.
Java-bode, 01-11-1954 |
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 01-11-1954: ‘Dalam pertemuan publik Komite Pemilihan
Indonesia di Geduiig Pertemuan I, Sabtu pengajuan dibuat pada prosedur untuk
pemilihan Majelis Konstituante dan Parlemen. Sesuai dengan ketentuan hukum yang
relevan dan berdasarkan jumlah penduduk, itu didirikan bahwa Majelis
Konstituante sebanyak 520 anggota dan Parlemen sebanyak 260 anggota. Pertemuan
publik ini dihadiri oleh perwakilan dari konstituen yang berbeda, Menteri
Kehakiman dan Pekerjaan Umum dan Walikota Sudiro. Jumlah penduduk negara
Indonesia adalah 77.987.879. Menurut ketentuan masing-masing 50.000 penduduk untuk
memilih anggota Majelis Konstituante. Pembagian kursi berdasarkan kebutuhan anggota
Majelis Konstituante setiap 150.000 penduduk, dan anggota dipilih sebagai
anggota parlemen setiap 300.000 penduduk. Zona Kaümantan, Maluku Barat dan Irian
karena populasi mereka yang kecil, di bawah ketentuan khusus. di mana
ditetapkan bahwa mereka dialokasikan setiap enam kursi untuk Majelis
Konstituante dan tiga untuk Parlemen. Setelah pembagian kursi untuk Konstituante
dari 520 tetap menurut ketentuan yang didistribusikan diantara daerah (lihat tabel)’.
Ali
Sastroamidjojo Mundur: Kabinet Ali Bubar Digantikan Kabinet Burhanuddin Harahap
Kenyataannya, tidak hanya Mr. Burhanuddin
Harahap yang mengoreksi pemerintah, juga patriot di bidang pers, Mochtar Lubis.
Dengan bendera Indonesia Raya, nama surat kabarnya, Mochtar Lubis. Hanya
sedikit orang yang konsisten dengan prinsipnya dan hanya beberapa koran yang
mengusung kebenaran. Mochtar Lubis adalah yang terdepan.
De nieuwsgier, 03-01-1955: ‘Pada tanggal 29 Desember,
Indonesia Raya genap lima tahun dan itu adalah fakta yang menyenangkan. Dalam
dunia surat kabar, Indonesia Raya Indonesia menempati tempat yang unik.
Kebanyakan surat kabar di sini, jika tidak berfiliasi partai dalam arti sempit,
atau menjadi bagian dari golongan tertentu. Dalam lagu pertama Indonesia Raya
ditulis antara lain bahwa koran itu akan tetap jauh dari satu sisi pelaporan
yang yang menyenangkan tetapi merugikan yang lain. Hal ini ingin mendidik
masyarakat untuk berpikir jernih. Terhadap tindakan tidak adil dan tidak tepat
dari mereka juga datang, bagaimanapun, akan praktek-praktek ini. Kami tidak
akan ragu-ragu untuk mengusir apa yang salah dan berbahaya, kami mendukung apa
yang harus didukung dan benar dipertimbangkan untuk kebaikan bersama. Mudah
untuk menulis hal seperti itu, tetapi sulit untuk diterapkan. Ini adalah
keutamaan Indonesia Raya di bawah pimpinan energik, Mochtar Lubis, bahwa selalu
berpegang motto ini; ancaman dan intimidasi diabaikan. Indonesia Raya dalam
ketidakadilan berpikir, melihat, bahkan menyerang, secara terbuka dan keras.
Sekarang Indonesia Raya melakukan oposisi terhadap pemerintah saat ini. Ia
melakukannya karena percaya bahwa pemerintah ini terlalu sedikit yang
mengoreksinya, dan menulis di editorial. Jika pemerintah berikutnya, tidak
peduli siapa yang bemar yang akan melakukan sesuai dengan prinsip Indonesia
Raya dia akan vinoen bahwa majalah di antara lawan-lawannya. Dan itulah tradisi
bahwa Indonesia Raya dengan beberapa surat kabar terbaik di dunia memiliki
kesamaan. Selamat berdjoang, Indonesia Raya’
Akhirnya Ali Sastroamidjojo mundur dan
digantikan oleh Mr. Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955). Itu berarti Zainul Arifin
Pohan juga ikut tergusur dari pemerintahan. Lantas apakah kiprah Arifin Pohan
berhenti?
Pada tanggal 29 September 1955 Pemilu pertama Indonesia dilangsungkan.
Tujuannya untuk memilih anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini terbilang
bersih dan pemenangnya adalah Masyumi. Mr. Burhanuddin Harahap adalah pemimpin
politik Masyumi.
Tunggu deskripsi lebih lengkapnya
Bersambung:
Zainul Arifin Pohan (8): Menunaikan Ibadah
Haji Bersama Presiden Sukarno dan Zainul Arifin Pohan Mendapat Gelar Kiai Haji
Zainul Arifin Pohan (9): Ketua DPR Gotong
Royong; Partai Komunis Indonesia Mati Langkah
Zainul Arifin Pohan (10): NU di Tapanuli
Selatan; KH. Zainul Arifin Pohan Sebagai Pahlawan Nasional
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.
1 komentar:
Malam Pak Akhir Matua Harahap. Beberapa sumber menyebut, Zainul Arifin pernah sekolah di Musthafawiyah Purba Baru. Apa itu betul?
Saya tinggal di daerah Jagakarsa. Jika berkenan saya boleh bersilaturahmi dengan Pak Akhir? Boleh kontak saya ke
armidisfahmi@gmail.com
Posting Komentar