*Sejarah Pelajar/Mahasiswa Tapanuli Selatan di Bogor, sejak 1918.
Ida
Nasoetion, anak Padang Sidempoean adalah angkatan pertama mahasiswa Fakultas
Sastra Universitas Indonesia. Ida Nasoetion melanjutkan kurikulumnya di luar
kampus (belajar mandiri) karena kampusnya ditutup oleh tentara Jepang (1941). Ida Nasoetion berjuang
dengan caranya sendiri, menulis dengan pena yang tajam yang kemudian dijuluki
sebagai penulis esai dan kritikus paling berbakat di jamannya. Dengan kemampuan
berbahasa Belanda yang baik, Ida Nasoetion direktut Prof. Berlings menjadi redaktur majalah berbahasa
Belanda (Opbouw) dan bersama Chairil Anwar menjadi redaktur majalah berbahasa
Indonesia (Siasat). Setelah kampusnya dibuka kembali oleh Belanda (1947), Ida Nasoetion
balik ke kampus untuk kuliah dan di dalam tetap berjuang. Ida Nasoetion (sastra) bersama G. Harahap (publisistik) mempelopori dan mendirikan Persatuan
Mahasiswa Universitas Indonesia (kala itu, perguruan tinggi baru satu-satunya
Universiteit van Indonesie yang kampusnya tersebar di Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Surabaija dan Macassar). Belum satu semester menjabat Presiden Persatuan
Mahasiswa Universitas Indonesia itu, Ida Nasoetion, gadis manis usia 26 tahun
ini dinyatakan hilang selamanya sejak tanggal 23 Maret 1948 di Bogor.
Intelektual muda itu diduga kuat diculik dan dibunuh oleh intelijen dan tentara Belanda.
***
Sembilan
bulan kemudian, Dr. Mr. Masdoelhak Nasoetion, anak Padang Sidempoean diculik
dan dibunuh oleh intelijen dan tentara Belanda di Yogyakarta pada tanggal 21
Desember 1948. Dewan Keamanan PBB marah besar atas kematian tidak wajar
intelektual muda ini dan meminta dilakukan penyelidikan segera. Masdoelhak
Nasoetion adalah penasehat pemerintah (Soekarno dan Hatta) di bidang hukum internasional,
doktor lulusan Universiteit Leiden (1943) dengan predikat Cum Laude dengan
desertasi berjudul ‘De plaats van de vrouw in de Bataksche Maatschappij’
(Tempat perempuan dalam masyarakat Batak).
***
Anak-anak Padang Sidempuan (Afdeeling Padang Sidempoean. Residentie Tapanoeli), hilang satu tumbuh seribu. Salah satu generasi penerus
anak-anak Padang Sidempuan adalah Lutfi Ibrahim Nasoetion, lahir tanggal 3 Mei
1947 di Padang Sidempuan. Ketika, usianya jelang masuk sekolah dasar, ayahnya Djohan
Nasoetion pindah tugas ke Medan. Di kota ini, Lutfi menyelesaikan sekolahnya
hingga tamat SMA Negeri 4 Medan tahun 1965. Lalu ibunya menghendaki agar Lutfi
menjadi dokter, dengan kuliah di Fakultas Kedokteran di USU. Untuk menghormati
ibunya diturutinya dengan ikut tes seleksi di USU tetapi dengan kenakalannya sengaja
tidak menjawab soal-soal yang diujikan. Lutfi ingin kuliah di Djawa.