*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Nasional Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Oleh Akhir
Matua Harahap*
Siapa
Bapak Pers Indonesia? Sebagian rakyat Indonesia menunjuk Tirto Adhi Soerjo.
Sebagian yang lain tidak sepakat. Lantas, siapa yang menjadi kakek pers
nasional dan siapa pula cucu pers nasional? Artikel ini mengidentifikasi
sejarah lama: Siapa sesungguhnya kakek dan cucu pers nasional? Untuk menjawab
pertanyaan ini, artikel ini menghadirkan tiga tokoh pers nasional: Dja Endar
Moeda, Tirto Adhi Soerjo dan Parada Harahap sebagai nominator. Kebetulan tiga tokoh pers ini beda
generasi dengan interval kelahiran 19 tahun: Dja Endar Moeda lahir 1861, Tirto
Adhi Soerjo (1880) dan Parada Harahap lahir 1899. Artikel ini kemudian akan membandingkan
peran kakek pers nasional, Dja Endar Moeda dan cucu pers nasional, Parada
Harahap dengan bapak pers Indonesia (Tirto Adhi Soerjo).
***
Setiap
era, pers Indonesia mengikuti jamannya sendiri. Peran yang dimainkan juga
berbeda, karena perihal yang diperjuangkan juga berbeda. Nama medianya juga
berbeda-beda dengan mengikuti jamannya (lihat De nieuwsgier 17-02-1956: Van ‘het
terrein van de ambtenaar’ tot aan de ‘open ogen’ en ‘het Hiernamaals’). Karena
itu, peran dan fungsi masing-masing tiap era secara substansial tidak bisa
diperbandingkan. Yang bisa dipahami adalah bahwa antar era terdapat garis continuum,
yakni: melawan ketidakadilan yang menjadi esensi perjuangan pers Indonesia.
Sejarah
pers pribumi (baca: Indonesia) lahir di tengah-tengah pers Belanda (baca:
pemerintahan colonial). Pengertian pers dalam hal ini mengacu pada tiga
stakeholder: pembuat berita (wartawan, pemilik media dan percetakan), jenis
media (lembaran, majalah dan koran), dan pembaca (pribumi, asing, perempuan dan
golongan lainnya). Tiga stakeholder ini sebagai internal pers, dan stakeholder
yang lain (eksternal) adalah pemerintah (dalam arti institusi, pemerintah
colonial Belanda). Kronologis tiga tokoh pers ini disusun berdasarkan
sumber-sumber pemberitaan (koran-koran berbahasa Belanda) sejak 1883 hingga
1957.