Kamis, Desember 26, 2024

Sejarah Benteng Huraba (10): Pertempuran Benteng Huraba Benteng Terakhir Indonesia; Belanda Mengakui Kedaulatan Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Sejak kehadiran pasukan Inggris di Indonesia dalam rangka membebaskan para interniran Eropa/Belanda dan evakuasi militer Jepang, dan kembalinya orang Belanda (NICA), telah memunculkan banyak perang di berbagai daerah. Namun dalam narasi sejarah Indonesia masa kini tidak semua perang di berbagai daerah terinformasikan. Dalam Kompas.com hanya mengangkat perang kemerdekaan di lima daerah.


Daftar 5 Pertempuran Mempertahankan Kemerdekaan di Sejumlah Daerah. Kompas.com. 01-08-2022. 1. Pertempuran Ambarawa. Pasukan Sekutu pimpinan Brigjen Bethel mendarat di Semarang 20 Oktober 1945. Pertempuran 12-15 Desember 1945 di Palagan Ambarawa, kemenangan TKR tanggal 15 Desember 1945. Tanggal itu dijadikan Hari Juang Kartika TNI-AD. 2. Pertempuran Surabaya. Sekutu pimpinan Brigjen AWS Mallaby tiba di Surabaya 25 Oktober 1945 dimana pertempuran tanggal 28 Oktober 1945 Brigjen AWS Mallaby tewas. Ultimatum 9 November 1945 sebelum pukul 18.00. Pertempuran 10 November 1945. Tanggal itu sebagai Hari Pahlawan. 3. Pertempuran Medan Area. Pasukan sekutu dipimpin Jenderal TED Kelly tiba di Medan 9 Oktober 1945. Insiden di sebuah hotel di Jalan Bali, Medan, akhirnya terjadi penyerangan dan perusakan oleh pemuda tanggal 13 Oktober 1945. Insiden ini menjadi awal Pertempuran Medan Area. 4. Pertempuran Bandung Lautan Api. Pasukan sekutu ke Bandung 13 Oktober 1945. Pada tanggal 27 November 1945 ultimatum untuk meninggalkan area Bandung Utara. Para pemuda melakukan bumi hangus. 5. Pertempuran Puputan Margarana. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pimpinan Gusti Ngurah Rai berupaya bertahan menyebabkan kematian seluruh pasukan. (https://regional.kompas.com) 

Lantas bagaimana sejarah pertempuran benteng Huraba, benteng terakhir Indonesia? Seperti disebut di atas, banyak pertempuran dalam perang kemerdekaan di Indonesia diberbagai wilayah namun tidak semua terinformasikan. Dalam hal inilah mengapa perang kemerdekaan di Padang Sidempoean termasuk di dalam pertempuran di Benteng Huraba. Pertempuran ini terbilang salah satu sisa pertempuran sebelum pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Lalu bagaimana sejarah pertempuran benteng Huraba, benteng terakhir Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, Desember 24, 2024

Sejarah Benteng Huraba (9): Kemerdekaan dan Perang Lawan Inggris - Belanda; Agresi di Jawa dan Ibukota Tapanuli - Sibolga Jatuh


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Konstitusi negara (UUD 1945) sudah disahkan. Pemerintahan Republik Indonesia terbentuk yang mana sebagai Presiden adalah Ir Soekarno dan Wakil Presiden adalah Drs Mohamad Hatta. Kabinet dan posisi Gubernur dalam menjalankan Pemerintahan Daerah sudah ditetapkan. 


Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dimungkinkan Presiden sebagai Kepala Negara untuk menentukan bentuk dan susunan kabinet. Kabinet pertama Republik Indonesia adalah kabinet presidensial dimana Presiden/Wakil Presiden menjalankan langsung pemerintahan dengan menunjuk langsung siapa yang menjadi Menteri. Sementara kabinet parlementer Presiden mengangkat Perdana Menteri untuk menjalankan pemerintahan dengan susunan Menteri dalam kabinet atas dasar koalisi di perlemen (Dewan Perwakilan Rakyat/DPR). Kabinet pertama yang dibentuk di Indonesia (Presidensial) resmi dimulai pada tanggal 2 September 1945. Dalam daftar anggota kabinet yang diumumkan tidak sepenuhnya lengkap. Mengapa? Untuk posisi Menteri Penerangan diplot Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dan Menteri Pertahanan namanya belum disebutkan. Fakta bahwa Mr Amir Sjarifoeddin Harahap masih berada di penjara militer Jepang di Malang. 

Lantas bagaimana sejarah perang kemerdekaan Indonesia melawan Inggris dan Belanda? Seperti disebut di atas, bangsa Indonesia tidak hanya telah memproklamasikan kemerdekaan tetapi juga telah membentuk pemerintahan (Republik Indonesia). Namun saat itu, masih ada yang tersisa dimana terdapat para interniran Belanda dan militer Jepang setelah Kaisar Hirohito menyatakan takluk kepada Sekutu yang dipimpin Amerika Serikat. Dalam konteks inilah terjadi agresi militer di Jawa dan Sumatra. Lalu bagaimana sejarah perang kemerdekaan Indonesia melawan Inggris dan Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, Desember 20, 2024

Sejarah Benteng Huraba (8): Pendudukan Jepang, Akhir Pemerintah Hindia Belanda; Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Perang Asia Pasifik yang dilancarkan (militer) Jepang sejak 1938 telah menyebabkan munculnya panik di Hindia Belanda. Yang paling panik adalah orang Eropa/Belanda. Orang Cina di Hindia agak khawatir juga militer Jepang memasuki Hindia karena orang Cina telah memberi dukungan kepada Tiongkok saat militer Jepang memasuki Tiongkok. Orang Angkola Mandailing yang berada di berbagai kota ada yang mendukung kehadiran Jepang dan ada juga yang mengkhawatirkannya.


Radjamin Nasution was born on 15 August 1892 in the village of Barbaran Julu, today in West Panyabungan District of Mandailing Natal Regency. As his father was a civil servant of decent rank, Nasution was able to enroll at a European school (Europeesche Lagere School) in Padang Sidempuan. In 1912, he enrolled at the STOVIA medical school in Batavia. He then worked at the customs department. He was initially posted in Batavia, and he was reassigned around the Dutch East Indies between 1912 and 1917 when he returned to Batavia. He was then promoted, and was stationed in Medan before moving to Surabaya in 1929. He was elected as a member of the municipal council in 1931. He also continued to work as a bureaucrat, becoming head of the Surabaya customs office by 1938. He was then appointed as an alderman of the city in October 1938. After the Japanese takeover in 1942, he was retained in the municipal government and appointed as deputy to the Japanese-appointed mayor Takahashi Ichiro. In the immediate aftermath of the Pacific War and the proclamation of Indonesian independence on 17 August 1945, Ichiro handed over the mayoral position to Nasution on 17 August 1945. During the Battle of Surabaya, Nasution doubled as the city's health service chief due to his medical training, and coordinated search and rescue operations. He also helped to manage refugees from the city in the nearby towns of Mojokerto and Tulungagung (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut diatas, orang Angkola Mandailing sudah banyak yang berada di berbagai kota di Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang orang Angkola Mandailing ada yang mendukung dan ada juga yang menolaknya. Lalu kekalahan Jepang menjadi pemicu proklamasi kemerdekaan Indonesia. Lalu bagaimana sejarah berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, Desember 19, 2024

Sejarah Benteng Huraba (7): Era Perjuangan Mencapai Kemerdekaan Indonesia; Putra-Putri Angkola Mandailing Berbagai Tempat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Belanda memperjuangkan kepentingannya di Hindia Belanda, juga melibatkan orang pribumi. Para hulubalang Mandailing dan hulubalang Angkola (bersama pasukan Ambon, pasukan Madura dan pasukan Jawa, para hulubalang Melayu dan para hulubalang Minangkabau) dilibatkan dalam perang melumpuhkan Padri. Namun setelah Perang Padri para hulubalang Angkola Mandailing tidak pernah dilibatkan lagi. Mengapa? Yang jelas para pemuda di Angkola Mandailing sudah melihat pendidikan sebagai alat perjuangan yang paling baik untuk dilakukan. Para hulubalang Angkola Mandailing tidak dilibatkan dalam Perang Batak (melawan Sisingamangaradja) dan Perang Atjeh (melawan Teuku Umar).   


Ida Loemongga Nasution lahir di Padang, 22 Maret 1905, perempuan Indonesia pertama bergelar doktor (PhD). Hal ini diberitakan kantor berita Aneta dari Amsterdam, pada 29 April 1932. Dari Universiteiten Van Utrecht en Leiden nama Ida Loemongga Haroen al Rajid Nasution dinobatkan sebagai wanita pribumi pertama yang meraih gelar Doktor. Ayahnya adalah Haroen Al Rasjid Nasution, dokter lulusan Docter Djawa School di tahun 1902. Ibunya adalah Alimatoe Saadiah br. Harahap, perempuan pribumi pertama yang mendapat pelajaran dari kurikulum sekolah Eropa. Kedua orang tua Ida Loemongga Nasution berasal dari Padang Sidimpuan. Ida Loemongga sekolah di ELS Tandjong Karang, dilanjutkan kePrins Hendrik School (afdeeling-B/IPA) di Batavia tahun 1918. Setelah lulus tahun 1922, Ida direkomendasikan untuk melanjutkan pendidikan ke Belanda. Pada usia 18 tahun, Ida berangkat sendiri ke Amsterdam. Pada tahun 1927 Ida memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universiteit Utrecht dan tahun 1931 dipromosikan sebagai doktor di bidang kedokteran dengan disertasi berjudul ‘Diangnose en Prognose van aangeboren Hartgebreken’ (Diagnosa dan Prognosa Cacat Jantung Bawaan) (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia? Seperti disebut di atas, setelah Perang Padri para pemuda Angkola Mandailing tidak lagi mengenal perang, tetapi hanya berusaha untuk meningkatkan pendidikan yang dengan demikian dimungkinkan untuk berjuang untuk mencapai kemerdekaan (bebas dari penjajahan). Dalam konteks itulah mengapa putra-putri Angkola Mandailing terdapat di berbagai tempat. Lalu bagaimana sejarah perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, Desember 18, 2024

Sejarah Benteng Huraba (6): Sekolah Aksara Latin di Angkola Mandailing; Pers dan Awal Permulaan Kebangkitan Bangsa di Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Pendidikan modern di Indonesia bermula sejak introduksi penggunaan aksara latin di sekolah-sekolah. Dalam hal ini Pemerintah Hindia Belanda sangat lamban dan baru kemudian secara intens memperluas pendidikan, membangun banyak sekolah dan kemudian dilanjutkan dengan peningkatan kualitas guru. Seiring dengan peningkatan mutu pendidikan pribumi mulai berkecambah pers diantara orang pribumi. Dja Endar Moeda pada tahun 1897 menyatakan pendidikan dan pers sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa. Dalam konteks inilah kemudian terbentuklah berbagai organisasi kebangsaan Indonesia.


Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging), dikenal juga sebagai Perhimpunan Indonesia atau PI (Bahasa Belanda: Indonesische Vereeniging), adalah organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda yang berdiri pada tahun 1908. Indische Vereeniging berdiri atas prakarsa Soetan Kasajangan Soripada Harahap dan R.M. Noto Soeroto. Sejak Cipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat masuk, pada 1913, mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah Indische Vereeniging memasuki kancah politik. Waktu itu pula Indische Vereeniging menerbitkan sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera, tetapi isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan bernada politik. Semula, gagasan nama Indonesisch (Indonesia) diperkenalkan sebagai pengganti Indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan Indonesiër (orang Indonesia). Pada September 1922, saat pergantian ketua antara Dr. Soetomo dan Herman Kartawisastra organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pendidikan modern aksara latin di wilayah Angkola Mandailing? Seperti disebut di atas, pendidikan dan pers sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa. Dalam konteks inilah awal mula kebangkitan bangsa Indonesia. Lalu bagaimana sejarah pendidikan modern aksara latin di wilayah Angkola Mandailing? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Benteng Huraba (5): Pemerintah Hindia Belanda Bentuk Residentie Tapanoeli; Natal, Mandailing, Angkola, Padang Lawas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Pasca perang terhadap golongan Padri di pantai barat Sumatra (1838), Pemerintah Hindia Belanda memperluas cabang pemerintahan di luar wilayah Pagaroejoeng yakni di Air Bangis, Rau, Mandailing, Natal dan Angkola. Wilayah-wilayah tersebut tahun 1839 disatukan dengan membentuk satu residentie dengan nama Residentie Air Bangis (ibukota di Air Bangis). Pada tahun 1842 dibentuk residentie Tapanoeli dengan ibu kota di Sibolga yang mana kemudian afdeeling Angkola Mandailing dan afdeeling Natal dipisahkan dari Residentie Air Bangis dan kemudian dimasukkan ke Residentie Tapanoeli.


Keresidenan Tapanuli (Residentie Tapanoeli) atau Tapian Nauli adalah wilayah administrasi keresidenan Hindia Belanda yang beribu kota di Sibolga. Wilayah keresidenan ini pernah meliputi wilayah Tapanuli, yakni daerah pesisir barat Sumatera Utara. Keresidenan Tapanuli terbentuk sejak pemerintah Hindia Belanda melakukan ekspansi ke daerah Sumatra dari tahun 1824 sampai 1934. Keresidenan Tapanuli dibentuk pada tahun 1842. Sebelum itu, wilayah tersebut berada di bawah Keresidenan Ajer Bangis dari tahun 1837 sampai 1841. Pada 1902, Afdeling Trumon, berikutnya tahun 1903, Afdeling Singkil disatukan dengan Keresidenan Aceh. Pada 1905, Keresidenan Tapanuli menjadi keresidenan yang berdiri sendiri di bawah Gubernemen Batavia, karena Gubernemen Pantai Barat Sumatra diturunkan statusnya menjadi keresidenan. Tahun 1938, seluruh keresidenan di pulau Sumatra berada di bawah Gouvernment Sumatra Einland yang beribu kota di Medan (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pemerintah Hindia Belanda membentuk pemerintahan di wilayah Tapanoeli? Seperti disebut diatas, residentie Tapanoeli setelah lebih dahulu dibentuk Residentie Air Bangis pasca perang terhadap golongan Padri. Cabang pemerintahan pertama yang terbentuk di Tapanoeli adalah wilayah Natal, Angkola, Mandailing dan Padang Lawas. Lalu bagaimana sejarah Pemerintah Hindia Belanda membentuk pemerintahan di wilayah Tapanoeli? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, Desember 17, 2024

Sejarah Benteng Huraba (4): VOC Berakhir Terbentuknya Pemerintah Hindia Belanda; Perang Padri di Minangkabau di Tanah Batak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Era VOC telah berakhir, era dimana pedagang-pedagang sejak 1619 banyak membuat kontrak-kontrak perdagangan dengan para pemimpin local. Dalam situasi kondisi bangkrut, properti utama VOC di wilayah-wilayah koloni adalah benteng (kasteel/fort) dan logement (fabrik/gudang). Kerajaan Belanda mengakuisiasi semua hak dan kewajiban VOC dan kemudian Kerajaan Belanda membentuk Pemerintah Hindia Belanda tahun 1800. Dalam konteks pembentukam cabang-cabang pemerintahan di berbagai wilayah inilah Pemerintah Hindia Belanda mendapat resistensi di Minangkabau dari golongan agama Padri (golongan yang telah mengentaskan golongan adat di bawah payung Kerajaan Pagaroejoeng).


Perang Padri (juga dikenal sebagai Perang Minangkabau) adalah perang yang terjadi dari tahun 1803 sampai 1837 di Sumatera Barat antara kaum Padri dan Adat. Kaum Padri adalah umat muslim yang ingin menerapkan Syariat Islam di negeri Minangkabau di Sumatera Barat. Sedangkan kaum Adat mencakup para bangsawan dan ketua-ketua adat di sana. Mereka meminta tolong kepada Belanda, yang kemudian ikut campur pada tahun 1821 dan menolong kaum Adat mengalahkan faksi Padri. Perang Padri dianggap dimulai pada tahun 1803, sebelum campur tangan Belanda, dan merupakan konflik yang pecah di negeri Minangkabau ketika kaum Padri mulai memberangus adat istiadat yang mereka anggap sebagai tidak Islami. Namun setelah pendudukan Kerajaan Pagaruyung oleh Tuanku Pasaman, salah satu pemimpin Padri pada tahun 1815, pada tanggal 21 Februari 1821, kaum bangsawan Minangkabau membuat kesepakatan dengan Belanda di Padang untuk melawan mereka memerangi kaum Padri. Pada tahun 1820-an, Belanda belum mengkonsolidasikan kepemilikan mereka di beberapa bagian Hindia Belanda setelah memperolehnya kembali dari Inggris. Hal ini terutama terjadi di pulau Sumatera (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah berakhirnya VOC dan terbentuknya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, saat VOC bangkrut wilayah koloninya diakusisi Kerajaan Belanda dengan membentuk pemerintahan (yang dipimpin seorang Gubernur Jenderal). Dalam upaya pembentukan cabang-cabang pemerintaham di pantai barat Sumatra mendapat perlawanan dari kaum Padri. Awalnya perang Padri di Minangkabau dan kemudian meluas hingga ke Tanah Batak. Lalu bagaimana sejarah berakhirnya VOC dan terbentuknya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, Desember 15, 2024

Sejarah Benteng Huraba (3): Pendudukan di Malaka, Kehadiran Eropa di Hindia Timur; Cheng Ho dan Kerajaan Aru Batak Kingdom


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Pengaruh Hindoe-Boedha di nusantara. khususnya Sumatra dan Jawa mulai memudar, seiring dengan pengaruh Islam yang semakin meluas bahkan hingga Maluku menyebabkan situasi dan kondisi di Sumatra dan khususnya Tanah Batak mendapat tantangan baru dengan kehadiran ekspedisi-ekspedisi Tiongkok (pimpinan Laksamana Cheng Ho). Kehadiran Eropa/Portugis di Malaka, di Tanah Batak, akhirnya Kerajaan Aru Batak Kingdom berhadapan dengan Kerajaan Atjeh.


Bulan April 1511, Afonso de Albuquerque dengan pasukan bertolak dari Goa menuju Malaka. Setelah bertempur 40 hari, Malaka jatuh ke tangan Portugis 24 Agustus. Portugis membangun benteng mengungkungi sebuah bukit, menyusuri garis pantai, di tenggara muara sungai. Sultan Malaka Mahmud Syah di pengungsian minta dukungan Demak. Di bawah pimpinan Pati Unus, kerja sama Melayu–Jawa berakhir gagal. Sultan kemudian mendirikan ibu kota baru di pulau Bintan. Pada 1521, Demak membantu Sultan merebut Malaka, namun gagal, bahkan merenggut nyawa Sultan Demak sendiri (kelak dikenang sebagai Pangeran Sabrang Lor). Portugis pada 1526 meluluhlantakkan Bintan. Sultan mundur ke Kampar, Sumatra, tempat beliau wafat dua tahun kemudian. Dua putera Sultan yakni Muzaffar Shah dijemput dan dijadikan raja di utara semenanjung (terbentuk Kerajaan Perak). Putra mahkota Alauddin mendirikan ibu kota baru di selatan (terbentuk Kerajaan Johor). Sultan Johor coba merebut Malaka pada 1550 dengan dukungan Ratu Kalinyamat dari Jepara namun gagal. Pada 1567, Aceh coba mengusir Portugis di Malaka, tetapi gagal (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pendudukan Malaka, kehadiran Eropa di Hindia Timur? Seperti disebut di atas pasca ekspedisi Cheng Ho situasi dan kondisi cepat berubah, di satu sisi Kerajaan Malaka jatuh pada saat hadirnya Eropa di Hindia Timur dan di sisi lain di Tanah Batak Kerajaan Aru Batak Kingdom bentrok dengan Kerajaan Atjeh. Lalu bagaimana sejarah pendudukan Malaka, kehadiran Eropa di Hindia Timur? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, Desember 12, 2024

Sejarah Benteng Huraba (2): Banua Angkola dan Mandailing Sejak Zaman Kuno; Candi di Simangambat hingga Percandian di Binanga


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Pertempuran di Benteng Huraba (1949) pada masa Perang Kemerdekaan dapat dikatakan sebagai akhir masa lampau dan di sisi lain dapat dikatakan sebagai permulaan masa selanjutnya di wilayah Angkola Mandailing hingga ke masa ini. Mengapa? Rentang waktu sebelum pertempuran di Benteng Huraba sejak masa lampau, sejarah bermula di wilayah daerah aliran sungai Batang Angkola dan daerah aliran sungai Batang Gadis. Salah satu bukti sejarah di daerah aliran sungai Batang Angkola adalah keberadaan candi Simangambat.  


Candi Simangambat, Riwayatmu Kini. 12-10-2016. Askolani Nasution. Ketua Pendiri Gerep Institute. Candi Simangambat diyakini sejak abad ke-9 (Hindu-Budha). Kawasan candi di Padang Lawas dibangun abad ke-11. Ada rentang waktu 200 tahun. Candi Simangambat bukti tentang nama Mandailing dalam Negara Kertagama, 1365. Candi juga membuktikan bahwa penduduk sudah ada di kawasan Mandailing yang usianya jauh lebih tua dari klaim tarombo (legenda silsilah) Toba. Arie Sudewo dari Balai Arkeologi menyebut candi Simangambat memiliki konstruksi sama dengan candi Sewu di Jawa Tengah (abad ke-8), kebudayaan di sekitar candi Sewu setara dengan kebudayaan penduduk di Mandailing. Candi Sewu memiliki ratusan candi, di sekitar Candi Simangambat juga terdapat “banyak” candi lainnya yang belum ditemukan, candi “Saba Siabu” dan rangkaian candi tertimbun di sekitar Aek Milas Siabu hingga sepanjang aliran sungai Aek Siancing – Aek Badan – dan Aek Sipuruk di Bonandolok. Konstruksi dan patahan arca “kepala kala”, Candi Simangambat diyakini merupakan pintu gerbang sebelah Barat dari sebuah kerajaan besar. (https://www.mandailingonline.com).

Lantas bagaimana sejarah wilayah Angkola Mandailing sejak zaman kuno? Seperti disebut di atas, setiap wilayah memiliki sejarahnya sendiri-sendiri termasuk sejarah di daerah aliran sungai Batang Angkola dimana benteng Huraba berada. Mari kita mulai dari candi di Simangambat hingga candi di Binanga di Padang Lawas. Lalu bagaimana sejarah wilayah Angkola Mandailing sejak zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, Desember 09, 2024

Sejarah Benteng Huraba (1): Nama Huraba di Pintu Padang, Angkola Jae, Tapanuli Selatan; Benteng Elout - Benteng Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Ada benteng di Huraba, Pintu Padang, Angkola Jae, Tapanuli Selatan. Benteng ini merupakan benteng perjuangan pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia (Perang Kemerdekaan). Meski benteng ini sudah dikenal lama, tetapi pada masa ini tentang keberadaan benteng ini kurang terinformaikan secara komprehensif. Mengapa? Boleh jadi orang Angkola Mandailing kurang mempromosikannya ke publik nasional. Namun seiring perubahan zaman, orang lain ingin mengetahui bagaimana sejarahnya.   


Monumen Benteng Huraba Bukti Sejarah Perjuangan di Tapsel. Antara, Minggu, 5 Mei 2024. Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, Dolly Pasaribu menyebutkan Monumen Juang Benteng Huraba merupakan simbol dan bukti sejarah perjuangan para pejuang di bumi Tapanuli Selatan. Hal itu disampaikan saat menghadiri peringatan Hari Juang Benteng Huraba Ke-75 di Desa Huraba, Kecamatan Batang Angkola, Tapanuli Selatan, Minggu. Bupati mengatakan bahwa 75 tahun silam tepatnya 5 Mei 1949 adalah hari berkabung pejuang Mobrig yang sekarang menjadi Brimob dan TNI serta pejuang dan masyarakat lainnya di Tapanuli Selatan: ‘Sebanyak 27 pejuang di bawah kepemimpinan Mayor Mas Kadiran rela berkorban nyawa atau gugur sebagai melati kusuma bangsa saat mengusir penjajah di wilayah itu’. Menurut Bupati, Monumen Benteng Huraba merupakan lambang dari semangat perjuangan, patriotisme, dan pantang menyerah masyarakat bersama Polri: ‘Oleh karena itu, kita jangan melupakan sejarah. Semangat patriotisme atau semangat rela berkorban harus kita warisi dengan meningkatkan rasa cinta kita terhadap tanah air melalui semangat nasionalisme’. (https://www.antaranews.com).

Lantas bagaimana sejarah nama Huraba di Pintu Padang, Angkola Jae, Tapanuli Selatan? Seperti disebut di atas, di Huraba, Pintu Padang terdapat benteng, benteng yang terus diletarikan hingga masa ini. Memahami benteng di Huraba perlu memahami benteng Belanda hingga benteng Republik di Tapanuli (Bagian) Selatan. Lalu bagaimana sejarah nama Huraba di Pintu Padang, Angkola Jae, Tapanuli Selatan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, Oktober 22, 2024

Sejarah Pantai Timur (12): Tamiang, Tamjam di Wilayah Utara dan Selatan Pantai Timur Sumatra; Atjeh, Siak, Deli, Sumatera Timur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Pada era Pemerintah Hindia Belanda Residentie Sumatra’s Oostkust dari Siak hingga Tamiang. Demikian juga di province Sumatra’s Westkust, wilayah residentie Tapanoelie dari Natal hingga Singkel. Pada tahun 1887 Siak dan Bengkalis dipisahkan dari Residentie Sumatra’s Oostkust. Lalu pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari province Sumatra’s Westkust. Terakhir pada era Republik Indonesia Tamiang dipisahkan dari Sumatra Timur dan Singkel dipisahkan daru Tapanoeli. Wilayah kabupaten Aceh Tamiang berdekatan dengan wilayah kabupaten Langkat.


Kabupaten Aceh Tamiang di provinsi Aceh di perbatasan Aceh-Sumatera Utara. Kerajaan Tamiang puncak kejayaannya semasa Raja Muda Setia (1330–1366) yang pada masa itu kerajaan dibatasi: sungai Raya di utara, Besitang di selatan, selat Malaka di timur, gunung Segama di barat. Pada masa Kesultanan Aceh, Kerajaan Tamiang telah mendapat cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung dari Sultan Aceh atas wilayah Negeri Karang dan Negeri Kejuruan Muda. Sementara negeri Sultan Muda Seruway, Negeri Sungai Iyu, Negeri Kaloy, dan Negeri Telaga Meuku dijadikan sebagai wilayah pelindung bagi wilayah cap Sikureung. Tahun 1908 wilayah Tamiang dipisakan Oost Sumatra. Nama Tamiang berasal dari Te-Miyang atau "Da-Miyang artinya tidak kena gatal dari miang bambu. Eksistensi wilayah Tamiang pada prasasti Sriwijaya. Sastra Cina karya Wee Pei Shih mencatat keberadaan negeri Kan Pei Chiang (Tamiang) atau Tumihang dalam Kitab Negara Kertagama. Pada masa ini kabupaten Aceh Tamiang satu-satunya kawasan di Aceh mayoritas etnis Melayu Tamiang (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Tamiang, Tamjam di wilayah utara dan wilayah selatan pantai timur Sumatra? Seperti disebut di atas, wilayah Tamiang berada di perbatasan Aceh dan Sumatra, sementara nama Tamjam tempo doeloe berada di batas Sumatra Utara dan Riau. Bagaimana dengan nama-nama Atjeh, Siak, Deli dan Sumatera Timur? Lalu bagaimana sejarah Tamiang, Tamjam di wilayah utara dan wilayah selatan pantai timur Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, Oktober 21, 2024

Sejarah Pantai Timur (11): Sungai Wampu di Langkat, Sungai Lau Biang di Karo; Selesei, Stabat, Tanjungpura dan Nama Teluk Haru


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Sungai Wampu a sungai mengalir melalui di kabupaten Karo dan kabupaten Langkat. Di kabupaten Karo, hulu sungai dikenal Lau Biang (berhulu di Siberaya) bertemu sungai Bohorok, di hilir di Langkat dikenal nama sungai Wampu. Kabupaten Langkat ibu kota di Stabat dan kabupaten Karo di Kabanjahe. Nama Langkat diambil dari nama Kesultanan Langkat.  Bagaimana dengan nama Karo?


Pada era Pemerintah Hindia Belanda, sultan Langkat pertama Musa Almahadamsyah 1865-1892. Di bawah pemerintahan Kesultanan struktur pemerintahan disebut Luhak dan di bawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja Kecil Karo) yang berada di desa. Luhak dipimpin seorang Pangeran, Kejuruan dipimpin Datuk, Distrik dipimpin kepala Distrik. Untuk jabatan kepala kejuruan/Datuk oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya. Kesultanan di Langkat dibagi 3 Luhak: Luhak Langkat Hulu berkedudukan di Binjai terdiri dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik yaitu: Selesai, Bahorok, Sei Bingai, Kwala, Salapian. Luhak Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu: Stabat, Bingei, Secanggang, Padang Tualang, Cempa, Pantai Cermin. Luhak Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik: Besitang, Pulau Kampai, Sei Lepan. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sungai Wampu di Langkat, sungai Lau Biang di Karo? Seperti disebut di atas, Langkat di hilir daerah aliran sungai Wampu, Karo di hulu daerah aliran sungai Lau Biang. Nama tempat di Langkat seperti Selesei, Stabat, Tanjungpura dan Teluk Haru. Lalu bagaimana sejarah sungai Wampu di Langkat, sungai Lau Biang di Karo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, Oktober 18, 2024

Sejarah Pantai Timur (10): Songi Dilly di Deli Tua, Pulau Sicanang Sekarang; Kerajaan Laboehan dan Era Perkebunan di Tanah Deli


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Pada tahun 1822 seorang Inggris John Anderson (dari Penang) melaporkan Kerajaan Laboehan (Melayu) tengah berperang dengan Kerajaan Pulo Brajan (Batak). Inggris memberi bantuan persenjataan kepada Kerajaan Laboehan. Pada permulaan pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di pantai timur Sumatra (1863), Kerajaan Laboehan/Kesultanan Deli hanya memiliki otoritas di Laboehan (Kawasan muara sungai Deli) dan wilayah rawa-rawa di Pertjoet. Pada tahun 1865 Nienhujs membuka perkebunan di Laboehan.   


Kesultanan Deli didirikan tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di Tanah Deli. Menurut hikayat, seorang Aceh Muhammad Dalik atau Gocah Pahlawan bergelar Laksamana Khuja Bintan, keturunan Amir Muhammad Badar ud-din Khan, dari Delhi, India menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan Samudera Pasai. Muhammad Dalik dipercaya Sultan Aceh menjadi wakil di bekas wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah sungai Lalang-Percut. Dalik mendirikan Kesultanan Deli di bawah Kesultanan Aceh tahun 1632. Pada tahun 1653, putranya Tuanku Panglima Perunggit mengambil alih kekuasaan dan tahun 1669 mengumumkan memisahkan kerajaannya dari Aceh. Ibu kota di Labuhan. Pada tahun 1720 pecah Deli dan dibentuk Kesultanan Serdang. Kesultanan Deli sempat direbut Kesultanan Siak dan Aceh. Pada tahun 1858, Tanah Deli menjadi milik Belanda setelah Sultan Siak menyerahkan tanah kekuasaannya. Pada tahun 1861, Kesultanan Deli secara resmi diakui merdeka dari Siak maupun Aceh. Sultan Deli menjadi bebas untuk memberikan hak-hak lahan kepada Belanda/perusahaan perkebunan (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sungai Deli di Deli Tua, pulau Sicanang masa sekarang? Pada masa awal ada kerajaan besar di pedalaman, pulau Sicanang masih kecil di teluk Deli. Pulau ini makin lama makin besar. Pada masa Pemerintah Hindia Belanda pulai ini diperhatikan karena sering banjir. Sejak era Republik Indonesia pulau Sicanang menyatu dengaan daratan. Pulau Sicanang tamat. Dalam konteks inilah munul keberadaan kerajaan di Laboehan dan perkebunan di daeah aliran sungai Deli. Lalu bagaimana sejarah sungai Deli di Deli Tua, pulau Sicanang masa sekarang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, Oktober 17, 2024

Sejarah Pantai Timur (9): Sungai Karang dan Sungai Buaya, Sungai Ular; Kerajaan Nagur dan Laporan Ma Huan Ekspedisi Cheng Ho


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Sungai Ular berada di batas kabupaten Deli Serdang dan kabupaten Serdang Bedagai. Nama Serdang Bedagai gabungan nama Serdang dan nama Bedagai. Sedangkan nama kabupaten Deli Serdang (gabungan nama Deli dan nama Serdang). Nama sungai Ular di hilir dan nama sungai Buaya di hulu (wilayah Dolok Silo). Di daerah aliran sungai Buaya/sungai Ular ini terdapat nama (tempat) Sungai Karang (suatu desa di kecamatan Galang). Dalam hal ini apakah nama Sungai Karang adalah nama terdahulu sungai Ular?


Nama Serdang sangat langka, tetapi nama Serdang juga bukan unik. Ada nama Serdang di pantai timur Sumatra dan ada juga nama Serdang di pantai timur Lampoeng. Seperti disebut sebelumnya, Serdang adalah nama suatu kampong di muara sungai Bedagai (dulu juga ditulis dengan nama Bedageh). Juga awalnya nama Bedagai adalah nama kampong di daerah aliran sungai Bedagai. Kedua nama kampong (Serdang dan Bedagai) menghilang, tetapi nama Serdang dan nama Bedagai tetap lestari sebagai nama wilayah (dulu juga nama kerajaan). Di Lanmpoeng, nama Serdang adalah nama sungai (Way Serdang), tetapi di masa lampau nama sungai Way Serdang ini berawal dari nama kampong. Apakah ada arti kata ‘serdang’ dan kata ‘bedagai’? Dalam kamus bahasa Angkola Mandailing oleh HJ Eggink tahun 1938 kata ‘sordang’ adalah pohon yang daunnya berfungsi sebagai penutup atap (Livistona altissima). Bandingkan dengan KBBI: serdang: nama tumbuhan palem yang hidup di tanah bencah dan daunnya dapat dibuat atap (Pholidocarpus sumatrana).

Lantas bagaimana sejarah sungai Karang, sungai Buaya dan sungai Ular? Seperti disebut di atas sungai Ular berada di perbatasan Deli Serdang dan Serdang Bedagai.Wilayah Serdang berada diantara Deli dan Bedagai. Namun menarik membaca laporan Ma Huan dalam ekspedisi Cheng Ho (1405-1433) yang disebutkan ada nama Nakur dan Sumentala yang diduga kedua nama itu adalah Kerajaan Nagur dan Kerajaan Sungai Karang. Lalu bagaimana sejarah sungai Karang, sungai Buaya dan sungai Ular? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, Oktober 16, 2024

Sejarah Pantai Timur (8): Tebing Tinggi di Sungai Padang, Berhulu di Raya Bermuara di Bandar Kalipa; Rondahaim Radja di Raja


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Ada nama Tebing Tinggi di hulu daerah aliran sungai Musi. Bagaimana dengan nama Tebing Tinggi di daerah aliran sungai Padang. Tebing Tinggi adalah kota baru di pantai timur Sumatra. Sungai Padang berhulu di wilayah (kerajaan) Raya (wilayah Simaloengoen) dengan nama sungai Bolian. Mengapa nama sungai disebut sungai Padang? Yang jelas ada nama kota Padang Sidempoean di lereng gunung Dolok Loeboe Raya.  


Tebing Tinggi sebuah kota di tengah kabupaten Serdang Bedagai elevasi 24-26 m dpl empat sungai: sungai Padang, sungai Bahilang, sungai Kalembah dan sungai Sibaran. Mulai dihuni tahun 1864 orang dari wilayah Bandar Simalungun (kini wilayah Pagurawan) dipimpin Datuk Bandar Kajum di Tanjung Marulak. Ada tekanan dari Kerajaan Raya, pemukiman dipindah ke sebuah tebing yang tinggi (cikal bakal nama Tebing Tinggi). Kerajaan Raya menyerang Kampung Tebing Tinggi namun dibantu Belanda. Dengan perjanjian Belanda dibentuk Kerajaan Padang pusat di Bandar Sakti (pelabuhan sungai dan menjadi pusat perdagangan). Batas Kerajaan Padang dengan Kerajaan Raya di di Sipispis dan ke hilir termasuk Bandar Khalifah. Kerajaan Padang dihuni penduduk dari multi etnis. Pada tahun 1887, oleh pemerintah Hindia Belanda, Tebing Tinggi ditetapkan sebagai kota pemerintahan dimana pada tahun tersebut juga dibangun perkebunan besar yang berlokasi di sekitar Kota Tebing Tinggi. Pada tahun 1903, pemerintah Hindia Belanda menetapkan Tebing Tinggi sebagai daerah gemeente/kota (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Tebing Tinggi di sungai Padang, yang berhulu di Raya dan bermuara di Bandar Khalipa? Seperti disebut di atas ada hubungan masa lalu di daerah aliran sungai Bolian/sungai Padang antara kerajaan Raya di pedalaman dan kerajaan Padang di hilir. Raua terkenal dari Raya adalah Rondahaim. Lalu bagaimana sejarah Tebing Tinggi di sungai Padang, yang berhulu di Raya dan bermuara di Bandar Khalipa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, Oktober 15, 2024

Sejarah Pantai Timur (7): Kota Perdagangan di Pertemuan Dua Sungai, Kota Indrapura di Suatu Pulau? Kerajaan-Kerajaan Pedalaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Perdagangan adalah kota di Simalungun. Namanya perdagangan, tempat pertukaran. Apakah ada sejarahnya? Tidak ada bukti. Hanya ada bukti bahwa kota tersebut berada di daerah aliran sungai besar dimana tiga sungai bertemu. Tinggi permukaan sungai di kota pada elevasi 30 m dpl. Jarak garis lurus antara Perdagangan dan Indrapura 15 Km. Bukti lainnya sungai di wilayah hilir bercabang Km 7 dengan ketinggian 17 m dpl. Di cabang sisi utara di Indrapura (7 m dpl).


Kota Perdagangan, Tempat Transaksi Kerajaan Nagur Masa Lampau. Selasa, 21 September 2021. Tribun-medan.com. Kawasan padat penduduk tertinggi di kabupaten Simalungun, bahkan melampaui ibu kota kabupaten sendiri di Pematang Raya. Seperti namanya, Perdagangan merupakan lokasi transaksi dagang para raja Simalungun dengan bangsa asing pada masa lampau. Hanya saja tak ada dokumen valid mengenai kapan berdirinya daerah yang secara administratif berada di wilayah kecamatan Bandar. Asal nama Perdagangan seperti yang diketahui berasal dari nama Sam Pan Tao (tempat berdagang dengan perahu kayu), Tak ada bukti sejarah yang valid. Kota Perdagangan, sungai cukup lebar pertemuan tiga sungai asal Simalungun atas. Dosen Universitas Simalungun (USI) Jalatuah Hasugian menjelaskan, dahulu sungai di Perdagangan menjadi tempat berjualan Kerajaan Nagur. Kerajaan Nagur merupakan kerajaan Simalungun sejak abad ke-5, cikal bakal berdirinya 7 kerajaan di Simalungun abad ke-13 (https://tribunnews.com).

Lantas bagaimana sejarah kota Perdagangan di pertemuan dua sungai, kota Indrapura di suatu pulau? Seperti disebut di atas, sulit menemukan catatan sejarah kota Perdagangan. Data yang ada hanya elevasi di hilir daerah aliran sungai dimana sungai bercabang. Di hulu daerah aliran sungai ditemukan data sejarah kerajaan-kerajaan yang berada di dataran tinggi (pedalaman). Lalu bagaimana sejarah kota Perdagangan di pertemuan dua sungai, kota Indrapura di suatu pulau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. 

Sabtu, Oktober 12, 2024

Sejarah Sumatra Timur (6): Aek Silau Hulu di Simalungun, Aek Silo Hulu di Dolok Hole; Kerajaan Silo di Simalungun Tempo Dulu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Sungai Aek Silo (kini sungai Silau) adalah batas wilayah Simalungun dan Asahan. Sungai ini berhulu di Dolok Simanuk-manuk dan bermuara di Tanjung Tiram. Sungai ini (sungai Silau Tua) pada era Hindia Belanda dikebiri dan debit airnya dialihkan ke sungai Silau yang bermuara ke Kisaran/Tanjung Balai. Sungai besar lainnya yang bermuara ke pantai timur adalah sungai Bah Bolon di utara (wilayah Simalungun) dan sungai Asahan di selatan (wilayah Asahan). Sungai Asahan berhulu dari danau Toba, sungai Bah Bolon berhulu di dolok Matjaroendoeng (dekat danau Toba).


Batak Simalungun di kabupaten Simalungun bermarga asli dan tiga marga pendatang: Saragih, Sinaga, dan Purba. Orang Batak Karo menyebut etnis ini "Timur" dan menyebut "Simelungen" berarti si sunyi. Pada era Hindia Belanda terbagi tujuh daerah empat kerajaan dan tiga partuanan. Kerajaan tersebut adalah: Siantar tunduk pada Belanda tanggal 23 Oktober 1889; Panei (Januari 1904); Dolog Silou; Tanoh Jawa (8 Juni 1891). Sedangkan partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri atas: Raya (Januari 1904); Purba; Silimakuta, Keempat marga “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) empat raja: Raja Nagur bermarga Damanik; Raja Banua Sobou bermarga Saragih; Raja Banua Purba bermarga Purba; Raja Saniang Naga bermarga Sinaga. Orang Batak Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena partuturan (perkerabatan) di Simalungun hasusuran (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat. Pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sungai Silau berhulu di Simalungun, aek Silo berhulu di Sipirok Dolok Hole? Seperti disebut di atas sungai Aek Silo menjadi batas antara wilayah Simalungun dan Asahan. Satu yang jelas ada nama kerajaan Silo di Simalungun tempo dulu. Lalu bagaimana sejarah sungai Silau berhulu di Simalungun, aek Silo berhulu di Sipirok Dolok Hole? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. 

Sabtu, Oktober 05, 2024

Sejarah Pantai Timur (5): Wilayah Pesisir di Batubara Antara Tanjung Tiram dan Kuala Tanjung; Kota Indrapura di Suatu Pulau


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Di pantai timur Sumatra terdapat nama-nama tempat/wilayah di kabupaten Batu Bara yang sekarang yang dihubungkan dengann nama tempat di Sumatra Barat (Minangkabau): Datuk Lima Puluh, Datuk Tanah Datar, Limapuluh, Lima Puluh Pesisir, Sei Balai, Talawi, Tanjung Tiram. Bagaimana bisa? Ini mengingatkan kita di wilayah Pasaman (Pasaman dan Pasaman Barat) banyak nama-nama tempat yang dihubungkan dengan Sumatra Utara (Batak/Mandailing). Di kabupaten Batu Bara nama Indrapura kini hanya sekadar suatu desa saja. Bagaimana bisa? Ada peradaban lama di pedalaman (sekitar danau Toba) lalu muncul peradaban baru di pesisir/pantai.


Batu Bara disebut nama bekas kerajaan Batu Bara sejak paruh kedua abad ke-17 (berakhir tahun 1946) yang kini menjadi wilayah kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan tahun 2007 dan ibu kota di Lima Puluh. Penduduk kabupaten Batu Bara terdiri Melayu, Jawa, dan Batak terutama Angkola Mandailing, serta Minangkabau. Tanjung Tiram sebuah kecamatan sebagian besar wilayahnya di pingiran laut yang mempunyai dermaga yang dikenal sebagai "BOM", mengacu pada sejarah ketika Jepang masuk ke Sumatera Timur Reruntuhan bekas "pengeboman", berupa pancang-pancang bangunan dari beton yang menjorok ke laut masih bisa dilihat. Wilayah ini dulu mempunyai goo laguna, tetapi penambangan pasir laguna dan pasir kuarsa putih yang sekarang sudah rusak. Kuala Tanjung desa di kecamatan Sei Suka terdapat pabrik [eleburan alumunium PT INALUM serta pelabuhan Kuala Tanjung yang dikelola PT Pelindo I. Indrapura merupakan salah satu kelurahan yang ada di kecamatan Air Putih (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah wilayah pesisir di Batubara antara Tanjung Tiram dan Kuala Tanjung? Seperti disebut di atas ada sejumlah nama tempat yang dihubungkan dengan nama tempat di Minangkabau. Bagaimana dengan Indrapura? Hanya kini suatu desa yangdiduga dulunya adalah suatu pulau. Lalu bagaimana sejarah wilayah pesisir di Batubara antara Tanjung Tiram dan Kuala Tanjung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.