*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini
Perang
Asia Pasifik yang dilancarkan (militer) Jepang sejak 1938 telah menyebabkan
munculnya panik di Hindia Belanda. Yang paling panik adalah orang
Eropa/Belanda. Orang Cina di Hindia agak khawatir juga militer Jepang memasuki
Hindia karena orang Cina telah memberi dukungan kepada Tiongkok saat militer
Jepang memasuki Tiongkok. Orang Angkola Mandailing yang berada di berbagai kota
ada yang mendukung kehadiran Jepang dan ada juga yang mengkhawatirkannya.
Radjamin Nasution was born on 15 August 1892 in the village of Barbaran Julu, today in West Panyabungan District of Mandailing Natal Regency. As his father was a civil servant of decent rank, Nasution was able to enroll at a European school (Europeesche Lagere School) in Padang Sidempuan. In 1912, he enrolled at the STOVIA medical school in Batavia. He then worked at the customs department. He was initially posted in Batavia, and he was reassigned around the Dutch East Indies between 1912 and 1917 when he returned to Batavia. He was then promoted, and was stationed in Medan before moving to Surabaya in 1929. He was elected as a member of the municipal council in 1931. He also continued to work as a bureaucrat, becoming head of the Surabaya customs office by 1938. He was then appointed as an alderman of the city in October 1938. After the Japanese takeover in 1942, he was retained in the municipal government and appointed as deputy to the Japanese-appointed mayor Takahashi Ichiro. In the immediate aftermath of the Pacific War and the proclamation of Indonesian independence on 17 August 1945, Ichiro handed over the mayoral position to Nasution on 17 August 1945. During the Battle of Surabaya, Nasution doubled as the city's health service chief due to his medical training, and coordinated search and rescue operations. He also helped to manage refugees from the city in the nearby towns of Mojokerto and Tulungagung (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut diatas, orang Angkola Mandailing sudah banyak yang berada di berbagai kota di Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang orang Angkola Mandailing ada yang mendukung dan ada juga yang menolaknya. Lalu kekalahan Jepang menjadi pemicu proklamasi kemerdekaan Indonesia. Lalu bagaimana sejarah berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda; Masa Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Seperti disebut sebelum ini, orang Angkola Mandailing sudah ada di berbagai tempat, termasuk di Jawa. Ada yang sedang sekolah atau kuliah, juga ada yang telah berkarir di berbagai bidang, pemerintah atau swasta, termasuk yang tetap aktif dalam kegiatan politik. Dua diantara anggota dewan pusat (Volksraad) di Batavia adalah Dr Abdoel Rasjid dan Mangaradja Soangkoepon. Dalam sidang yang diadakan Voksraad tahun 1940, Dr Abdoel Rasjid meminta perhatian pemerintah untuk menempatkan dokter pribumi di rumah sakit di Padang Sidempoean (lihat De locomotief, 07-02-1940).
Sudah banyak anak Angkola
Mandailing yang menjadi dokter, bahkan sudah beberapa yang telah bergelar doctor
(PhD). Pada tahun 1931, Ida
Loemongga dipromosikan sebagai doktor di bidang kedokteran (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 20-01-1931). Disebutkan Mej. IL Haroen Al Rasjid yang menandai dari
sisi adat sebagai perempuan pribumi pertama yang meraih doktor di bidang
kedokteran. Mej. Haroen adalah putri seorang dokter pribumi di Padang
Sidempoean (mungkin mengacu pada tempat lahir sang ayah Dr Haroen Al Rasjid). Sebelumnya, pada tahun 1930 Dr Sjoeib
Proehoeman berhasil meraih gelar doktor di bidang kedokteran di Universiteit
Amsterdam. Sebagaimana disebut sebelumnya, Ida Loemongga adalah boru panggoaran
Dr Haroen Al Rasjid Nassoetion dan Alimatoe’ Saadiah erta cucu panggoaran Dja
Endar Moeda; sementara Dr Sjoeib Proehoeman adalah puttra dari dokter hewan
Radja Badorang gelar Radja Proehoeman (dari Pakantan). Pada tahun 1932 kembali
dokter asal Padang Sidempoean Dr Aminoedin Pohan meraih gelar doktor (lihat (lihat
Haagsche courant, 15-06-1932). Disebutkan Aminoedin Pohan geboren te Sipirok berhasil
mendapat gelar doctor (bevorderd tot doctor) di Universiteit te Leiden. Masih
pada tahun-tahun ini, beberapa putra Angkola Mandailing dipromosikan menjadi
dokter (spesialis)m antara lain Dr Diapari Siregar (lihat De Telegraaf,
21-10-1932); Gindo Siregar lulus ujian dokter di Leiden 1933 (lihat De
Telegraaf, 18-11-1933). Perrlu dditambahkan di sini pada tahun 1933 di Leiden Todoeng
Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia meraih gelar doktor di bidang filsafat. Dr
Sjoeib Proehoeman kembali ke kantor pusat di Batavia (Departemen Kesehatan) dan
ditempatkan ke kantor regional di Sibolga (lihat De Indische courant,
05-02-1931). Dr. Sjoeib Proehoeman tidak hanya sebagai kepala dinas kesehatan
tetapi juga difungsikan sebagai dokter medis di Sibolga (Bataviaasch
nieuwsblad, 14-01-1932). Pada bulan November 1932 diadakan konferensi di Padang
Sidempoean untuk membahas proposal Dr. Abdoel Rasjid (De Sumatra post,
03-11-1932). Dalam konferensi ini juga turut dihadiri oleh Dr. Offringa, hoofd
van den Dienst der Volksgezondheid (DVG) yang langsung datang dari Batavia.
Hasil konferensi semua sepakat untuk meningkatkan layanan kesehatan dan
menaikkan status kesehatan penduduk di Zuid Tapanoeli yang memiliki populasi
sekitar 300.000 jiwa. Dalam
perkembangannya, Dr. Abdoel Rasjid membuat skema yang memungkinkan (lihat De
Sumatra post, 09-06-1933). Dr. Abdoel Rasjid Zuid Tapanouli akan disediakan
oleh pemerintah seorang dokter pemerintah di Penjaboengan dan juga dokter sipil
di Padang Sidempoean. Menurut
Dr. Abdoel Rasjid, ini akan mendorong inisiatif swasta untuk mengurus perawatan
pasien sendiri. Dr. Abdoel Rasjid menekankan bahwa para dokter yang bekerja di
Zuid Tapanoeli dan Sibolga, salah satu dokternya berasal dari wilayah Zuid
Tapaneoli sendiri. Dokter Sipil yang ditempatkan di Padang Sidempoeam adalah
Dr. Aminoedin Pohan, PhD (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 18-05-1933), sementara dokter
pemerintah di Sibolga adalah Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D. Sedangkan untuk
praktik pribadi di Padang Sidempoean lebih lanjut diselenggarakan oleh Dr.
Mohamad Sen, sedangkan di Penjaboengan akan ditempatkan dokter pemerintahh,
Moh. Arif. Pada tahun 1936 Dr. Aminoedin Pohan diangkat lagi untuk di Padang
Sidempoean (lihat De Sumatra post, 28-11-1936). Dr. Sjoeib Proehoeman, PhD
kemudian dipindahkan dari Sibolga (ibukota Residentie Tapanoeli) ke Tandjong
Pinang, ibukota Residentie Riouw (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-06-1936). Di
Padang Sidempoean Aminoedin Pohan kepala dinas kesehatan diangkat sebagai
anggota dewan Plaatselijken Raad van de Onderafdeeling Angkola en Sipirok
(lihat De locomotief, 09-04-1938). Akhir tahun 1938 Dr Aminoedin Pohan
dipindahkan ke tempatlain. Salah satu upaya Aminoedin Pohan di Padang
Sidempoean adalah didirikan rumah sakit yang dibuka pada tahun 1939 (yang
dikepalai oleh seorang dokter Belanda).
Kepala dinas kesehatan pusat Dr Theunissen yang dihadirkan di Volksraad tahun 1940 ini sangat kaget dan kemudian buru-buru menjawab bahwa akan ditempatkan dokter pribumi sebagai dokter kedua di rumah sakit Padang Sidempoean, namun harus menunggu formasi dapat direalisasikan.
Dr Abdoel Rasjid lulusan
STOVIA tahun 1918 pendiri Bataksch Bond tahun 1919 yang kemudian terpilih
pertama sebagai anggota Volksraad pada tahun1931 dari dapil Noord Sumatra (sampai
sekarang). Boleh jadi abangnya yang juga anggota Volksraaad dari dapil Oost Sumatra
tersenyum simpul melihat gertakan Dr Abdoel Rasjid yang membuat Dr Theunissen
bicaranya manjadi bergetar. Tentu saja sumringah anggota Volksraad lainnya Mr Todoeng
Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, PhD, Direktur Pendidikan HIS Pusat di
Batavia (anggota dewan mewakili golongan pendidikan). Idem dito dengan anggota dewan
yang berasal dari dapil Oost Java, Radjamin Nasoetion. Nada bicara Dr Theunissen
manjadi bergetar, sudah barang tentu Dr Theunissen mengetahui ada empat anggota
dewan yang berasal dari Angkola Mandailing.
Perrmintaan penempatan dokter pribumi di rumah sakit di Padang Sidempoean yang diusulkan Dr Abdoel Rasjid ini mendahului rencana Gubernur Jenderal Hindia Belanda berkunjung ke Tapanoeli. Rencana Gubernur Jenderal Hindia Belanda berkunjung ke Tapanoeli diberitakan pada akhir Februari (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 20-02-1940). Disebutkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Padang Sidempoean tanggal 19 Maret 1940.
AFP Siregar gelar Mangaradja
Onggang Parlindoengan setelah menyelesaikan sekolah menengah atas (HBS) di
Medan tahun 1936 melanjutkan studi ke Belanda. Pada tahun 1937 Mangaradja
Onggang Parlindoengan (MO Parlindoengan) diterima di sekolah tinggi teknik di
Delft (lihat Delftsche courant, 11-09-1937). MO Parlindoengan adalah adik dari Diapari
Siregar lulus ujian akhir mendapat gelar dokter di Leiden 1932 dan juga adik Gindo
Siregar lulus ujian dokter di Leiden 1933. Mangaradja Soangkoepon dan Dr Abdoel
Rasjid yang keduanya adalah anggota Volksraad adalah paman mereka. Ketua Perhimpoenan
Indonesia (PI) di Belanda periode 1937-1940 saat MO Parlindoengan memulai
perkuliahan di Delft adalah Parlindoengan Lubis (mahasiswa kedokteran di
Universiteit Leiden, masuk 1932) dan sebagai bendahara Mohammad Ildrem Siregar
(mahasiswa kedokteran di Universiteit Leiden, masuk 1931). Pada saat Jerman menduduki
Jerman Mei 1940 Dr Parlindoengan Lubis ditangkap dan dimasukkan ke kamp NAZI. Pada
tahun 1941 MO Parlindoengan dengan gelar insinyur teknik kimia sudah berada di
Bandoeng, bekerja di perusahan senjata dan mesiu.
Selama ini orang Angkola Mandailing tidak pernah menjadi tantara. Umumnya yang menjadi tantara (dalam korps KNIL) aantara lain dari Jawa, Minahasa, Ambon dan Madura. Setelah Perang Padri, Pemerintah Hindia Belanda tidak pernah melibatkan orang Angkola Mandailing dalam bagian militer. Mengapa? Bukan tidak ada pemuda Batak termasuk Angkola Mandailing yang ingin menjadi militer, tetapi kebijakan pemerintah menghalanginya. Mengapa?
Selama satu abad pemuda,
tidak hanya tentara yang dihalangi menjadi militerr tetapi juga jabatan bupati
juga di wilayah Tapanoeli tidak pernah diberikan (hanya di wilayah Tapanoeli di
seluruh Hindia Belanda tidak ada bupati). Besar dugaan ini karena pemberontakan
melawan otoritas pemerintah yang terjadi pada tahun 1843 yang mana saat itu
Edward Douwes Dekker, Controleur di afd, Natal harus dicopot. Yang jelas pada
tahun 1940 ini Pemerintah Hindia Belanda melonggarkan kebijakan lama itu.
Pada tahun 1940 ini di Akademi Militer di Bandoeng ada dua anak Tapanoeli yang diterima sebagai kadet, yakni Abdoel Haris Nasoetion daan TB Simatoepang. Jumlah pribumi hanya beberapa siswa yang diterima di akademi. Nama-nama laainnya adalah Karta Koesouma, Mas Mohamad Rachmat, AH Mantiri, AE Kawilarang dan Raden Askari.
AE Kawilarang lulus ujian
naik dari kelas tiga ke kelas empat HBS V Bandoeng (lihat De koerier,
09-06-1936). Dalam berita ini juga disebutkan di Bandoeng terbit pertama surat
kabar Kebangoenan dimana senagao pemmpin redaksi adalah Sanoesi Pane. Anggota
redaksi adalah Liem Koen Hian dan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap. Pemimpin umum
adalah Mr Mohamad Jamin. Pada tahun 1938 AE Kawilarang lulus di sekolah
menengah HBS lima tahun di Bandoeng. Pada tahun 1940 AE Kawilarang diterima di akademi
militer di Bandoeeng.
Pada bulan Maret 1941 AE Kawilatang, sersan milisi di KMA dipromosikan ke tahun kedua untuk pelatihan perwira profesional (lihat De Indische courant, 18-03-1941). Disebutkan dalam korps ini juga ada nama Kartakoesouma, Mas Mohamad Rachmat dan AH Mantiri serta Raden Askari. Pada bulan Juni seluruh korps yang akan dipromosikan mengikuti pelatihan perwira profesional diumumnkan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-06-1941). Dalam Daftar kumulatif ini, selain nama-nama AE Kawilarang dkk, juga terdapat dua nama Abdoel Haris Nasoetion dan TB Simatoepang (dari korps yang berbeda). Disebutkan para kadet ini akan memulai pendidikan terhitung pada tanggal 28 Juni 1941. Catatan: Akademi KMA (Koninklijke Militaire Academie) sebelumnya diselenggarakan di Breda, Belanda. Sejak Mei 1940 Belanda diduduki oleh militer Jerman, Penyelenggaraan akademi ini dipindahkan sejak tahun 1940 ke Hindia Belanda yang ditempatkan di Bandoeng. Salah satu alumni Breda dalah Majoor Oerip Soemohardjo.
TB Simatoepang, BTL dari pelabuhan Sibolga
(ibu kota Residentie Tapanoeli) ke Batavia tahun 1937. TB Simatoepang lulus
ujian akhir di sekolah MULO di Taroetoeng tahun 1937 (lihat De Sumatra post,
23-06-1937). Setelah lulus, TB Simatoepang segera berangkat ke Batavia untuk melanjutkan
studi. TB Simatoepang di Batavia diterima di sekolah AMS Salemba Afdeeling B di
kkelas empat (SMA jurusan IPA). Pada tahun 1938 TB Simatoepang lulus ujian naik
dari kelas empat ke kelas lima; pada tahun 1939 TB Simatoepang lulus ujian naik
ke kelas enam (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-05-1939.
TB Simatoepang lulus tepat waktu dan berhasil ujian akhir di AMS Salemba Afd B
tahun 1940 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-06-1940). Sementara itu, Abdoel Haris Nasoetion
Tampaknya Akademi KMA (Koninklijke Militaire Academie) di Bandoeng ini tidak sepenuhnya menyelesaikan pendidikan lanjutan untuk mendapatkan akta perwira profesional. Hal ini karena pada bulan Desember 1941 invasi militer Jepang sudah memasuki wilayah Indonesia (baca: Hindia Belanda). Hal ini diketahui warga Kota Soerabaja berdasarkan surat dari putri Radjamin Nasution di Tarempa mengirim surat ke Soerabaya yang dimuat surat kabar Soeara Oemoem yang dikutip oleh Indische Courant, 08-01-1942. Putri Radjamin Nasution menikah dengan Dr Amir Hoesin Siagian dan telah memiliki anak satu orrang, Saat ini Dr Amir Hoesin Siagian tengah bertugas sebagai dokter di Tarempa, afdeeling Natoena, Riouw. Berikut isi suratnya:
Tandjong Pinang, 22-12-194l.
Dear all. Sama seperti Anda
telah mendengar di radio Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk ini kita
harus berterima kasih kepada Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang telah kami
alami. Ini mengerikan, enam hari kami tinggal di dalam lubang. Kami tidak lagi
tinggal di Tarempa tapi di gunung. Dan apa yang harus kami makan kadang-kadang
hanya ubi. Tewas dan terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom dua kali dan
rusak parah. Apa yang bisa kami amankan, telah kami bawa ke gunung. Ini hanya
beberapa pakaian. Apa yang telah kami menabung berjuang dalam waktu empat
tahun, dalam waktu setengah jam hilang. Tapi aku tidak berduka, ketika kami
menyadari masih hidup.
Hari Kamis, tempat kami
dievakuasi…cepat-cepat aku mengepak koper dengan beberapa pakaian. Kami tidak
diperbolehkan untuk mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus dilakukan
dengan cepat. Kami hanya diberi waktu lima menit, takut Jepang datang kembali.
Mereka datang setiap hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit controller, karena
pesawat Jepang bisa kembali setiap saat. Aku tidak melihat, tapi terus berlari.
Saya hanya bisa melihat bahwa tidak ada yang tersisa di Tarempa.
Kami mendengar dentuman.
Jika pesawat datang, kami merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan cepat.
Kami meninggalkan tempat kejadian dengan menggunakan sampan. Butuh waktu satu
jam. Aku sama sekali tidak mabuk laut…Di Tanjong Pinang akibatnya saya menjadi
sangat gugup, apalagi saya punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari
saya...Saya mendapat telegram Kamis 14 Desember supaya menuju Tapanoeli...Saya
memiliki Kakek dan bibi di sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa bertemu…Selamat
bertemu. Ini mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda lagi segera.
Setelah serangan pesawat militer Jepang di Tarempah (Natuna) dan Pontianak Desember kemudiaan menyusul militer Jepang melancaarkan serangan di bandara Medan, Gorontalo dan gudang kopra di Manado (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-01-1942).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Masa Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: Parada Harahap, Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dan Radjamin Nasoetion
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar