Selasa, Desember 17, 2024

Sejarah Benteng Huraba (4): VOC Berakhir Terbentuknya Pemerintah Hindia Belanda; Perang Padri di Minangkabau di Tanah Batak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Era VOC telah berakhir, era dimana pedagang-pedagang sejak 1619 banyak membuat kontrak-kontrak perdagangan dengan para pemimpin local. Dalam situasi kondisi bangkrut, properti utama VOC di wilayah-wilayah koloni adalah benteng (kasteel/fort) dan logement (fabrik/gudang). Kerajaan Belanda mengakuisiasi semua hak dan kewajiban VOC dan kemudian Kerajaan Belanda membentuk Pemerintah Hindia Belanda tahun 1800. Dalam konteks pembentukam cabang-cabang pemerintahan di berbagai wilayah inilah Pemerintah Hindia Belanda mendapat resistensi di Minangkabau dari golongan agama Padri (golongan yang telah mengentaskan golongan adat di bawah payung Kerajaan Pagaroejoeng).


Perang Padri (juga dikenal sebagai Perang Minangkabau) adalah perang yang terjadi dari tahun 1803 sampai 1837 di Sumatera Barat antara kaum Padri dan Adat. Kaum Padri adalah umat muslim yang ingin menerapkan Syariat Islam di negeri Minangkabau di Sumatera Barat. Sedangkan kaum Adat mencakup para bangsawan dan ketua-ketua adat di sana. Mereka meminta tolong kepada Belanda, yang kemudian ikut campur pada tahun 1821 dan menolong kaum Adat mengalahkan faksi Padri. Perang Padri dianggap dimulai pada tahun 1803, sebelum campur tangan Belanda, dan merupakan konflik yang pecah di negeri Minangkabau ketika kaum Padri mulai memberangus adat istiadat yang mereka anggap sebagai tidak Islami. Namun setelah pendudukan Kerajaan Pagaruyung oleh Tuanku Pasaman, salah satu pemimpin Padri pada tahun 1815, pada tanggal 21 Februari 1821, kaum bangsawan Minangkabau membuat kesepakatan dengan Belanda di Padang untuk melawan mereka memerangi kaum Padri. Pada tahun 1820-an, Belanda belum mengkonsolidasikan kepemilikan mereka di beberapa bagian Hindia Belanda setelah memperolehnya kembali dari Inggris. Hal ini terutama terjadi di pulau Sumatera (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah berakhirnya VOC dan terbentuknya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, saat VOC bangkrut wilayah koloninya diakusisi Kerajaan Belanda dengan membentuk pemerintahan (yang dipimpin seorang Gubernur Jenderal). Dalam upaya pembentukan cabang-cabang pemerintaham di pantai barat Sumatra mendapat perlawanan dari kaum Padri. Awalnya perang Padri di Minangkabau dan kemudian meluas hingga ke Tanah Batak. Lalu bagaimana sejarah berakhirnya VOC dan terbentuknya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Berakhirnya VOC Terbentuknya Pemerintah Hindia Belanda; Perang Padri di Minangkabau dan Tanah Batak 

Pantai barat Sumatra selama era VOC, berada diantara kekuatan-kekuatan Eropa terutama Belanda, Inggris dan Prancis. VOC/Belanda memulai kontak (kembali) dengan pantai barat Sumatra pada tahun 1665. Ini bermula ketika para pemimpin local di pantai barat Sumatra meminta bantuan VOC di Batavia untuk mengusir Atjeh. Satu ekspedisi dikirim dari Batavia ke pantai barat Sumatra. Pemimpin local yang bekerjasama dengan Atjeh selama ini diasingkan ke Afrika Selatan. Sejak ini VOC mendirikan benteng di Padang.  


Pelaut Eropa pertama yang lalu lalang di pantai barat Sumatra adalah Portugis. Saat itu Portugis memiliki benteng di Malaka (sejak 1511). Perselisihan antara Portugis dengan Atjeh menyebabkan pelaut Portugis di Malaka menurunkan intensitasnya ke pantai barat Sumatra. Adanya kekuatan di selatan (Demak dan Japara) pelaut-pelaut Portugis lebih mengintensifkan ke timur (Maluku hingga Papua) dan ke utara (Canton hingga Formasa). Sejak 1521 pelaut Spanyol datang dari timur (pantai barat Amerika) ke Maluku tetapi kemudian memilih konsentrasi di pulau-pulau Filipina. Sejak kehadiran pelaut Belanda tahun 1596, kekuatan Portugis tergerus. Pada saat pelaut Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman mencapai pulau Enggano, satu kapal melakukan eksplorasi ke utara sepanjang pantai barat Sumatra sebelum bertemu kembali di (teluk) Lampung. Singkatnya pada tahun 1605 pelaut Belanda di bawah pimpinan admiral van Hagen menaklukkan menduduki benteng Portugis diduduki. Pada tahun1613 pelaut Belanda mengusir Portugis di Solor dan Koepang. Dengan jatuhnya Malaka ketangan Belanda tahun 1641, kekuatan Portugis nyaris habis di Hindia Timur. Sejak inilah Belanda dengan bendera VOC yang berpusat di Batavia hampir tidak ada tandingnya di Hindia Timur (baca: wilayah Indonesia masa kini).     

Pada tahun 1666 Barus meminta perlindungan VOC di Padang. Pada tahun 1667 VOC mendirikan benteng di Baroes. Sejak ini komoditi perdagangan semakin meningkat dan jenisnya juga semakin beragam. Produk kamper dan kemenyan serta puli dari Tanah Batak semakin meningkat di pasar lelang Belanda.


Pada era VOC perdagangan kamper (benzoin) masih penting. Ini terlihat dari volume perdagangan di pelabuhan Amsterdam (lihat Oprechte Haerlemsche courant, 16-06-1671). Disebutkan dalam daftar komodiri sebanyak 8.694 pon Benjuyn Baros di Amsterdam. Komoditi lainnya antara lain (yang diduga dari Hindia Timur) adalah indigo, getah poeli, lilin dan gula serta kamper. Dalam daftar komoditi ini disebut benzoin Barus yang mengindikasikan bahwa benzoin berasal dari pelabuhan perdagangan di Barus. Komoditi yang dipasarkan di pelabuhan Barus, selain benzoin adalah getah poeli dan lilin serta kamper yang berasal dan dikumpulkan dari hutan-hutan di Tanah Batak. Indigo dan gula diduga dari (pelabuhan) di Jawa. Ini mengindikasikan produk Tanah Batak seperti benzoin masih eksis sejak zaman kuno.

Setelah VOC membuka perdagangan di pantai barat Sumatra, VOC kemudian mencoba menjalin kerjasama dengan kerajaan Pagaroejoen di pedalaman. Gubernur VOC di Malaka tahun 1684 mengutus seorang Indo Bernama Thomas Diaz dari Malaka ke ibu kota Pagaroejoeng melalui sungai Kampar dan sungai Siak. Tujuan Thomas Diaz untuk menkonfirmasi klaim Johor terhadap Siak dan meminta izin melakukan perdagangan di daerah aliran sungai Siak. Radja Pagaroejoeng menegaskan jangan sekali-kali Johor mengklaim wilayah Siak. Dengan demikian wilayah Pagaroejoeng di pedalaman diapit oleh lalu lintas perdaganganVOC/Belanda.


Padalaman Sumatra mulai terinformasikan kembali sejak Thomas Diaz ke Pagaroejoeng pada tahun 1684. Informasi terakhir hanya ditemukan dalam laporan Portugis Mendes Pinto pada tahun 1537 yang dalamnya terinformasikan Kerajaan Aru Batak Kingdom. Pada tahun 1703 pedalaman Sumatra terinformasikan kembali. Ini didasarkan dari informasi seorang pedagang Cina yang selama 10 tahun tinggal di Angkola yang dicatat di Batavia (lihat Daghregister 01-03-1701). Ini mengindikasikan pedagang Cina datang (tahun 1690) dari Batavia melalui daerah aliran sungai Barumun. Pedagang Cina ini telah menikah dengan gadis Angkola dan mereka memiliki satu putri saat (kembali) ke Batavia melalui Baroes dengan jarak 10 hari perjalanan dari Angkola. Peta: Barus tahun 1695.   

Pedagang-pedagang Inggris yang selama ini terkonsentrasi di India mulai membuat kontak di pantai barat Sumatra. Awalnya Inggris membuka pos perdagangan di Bengkulu.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Perang Padri di Minangkabau dan Tanah Batak: Radja Gadoembang, Yang Dipertuan Kota Siantar dan Yang Dipertuan Batoenadoea

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: