Marga Batak adalah suatu fakta, marga yang telah sejak lama digunakan untuk mengidentifikasi kelompok keluarga. Terminologi marga dalam era modern adalah family name. Marga sejauh ini masih dipakai di belakang nama hingga sekarang. Artikel ini tidak dalam rangka mengusut sejak kapan adanya marga, apalagi dikaitkan dengan mitologi. Itu hanya buang waktu dan tidak relevan di era modern, karena tidak akan cukup data dan informasi untuk merekonstrusinya. Artikel ini hanya memfokuskan untuk mendeskripsikan sejak kapan marga dicatat dan bagaimana penyebarannya.
Kapan pertama
kali marga dicatat dan siapa pemakai marga yang pertama?
Nama
marga sebagai satu kesatuan adat (territorial genealogis) sudah ada sejak lama,
namun kala itu penggunaan nama marga di belakang nama tidaklah lazim. Nama-nama
yang digunakan adalah nama kecil dan nama gelar adat (raja), seperti Sutan,
Mangaradja, Baginda dan sebagainya. Pemakaian marga di belakang nama seseorang
diduga mulai diperkenalkan oleh orang-orang Eropa/Belanda.
Dalam koran Javasche
courant, 23-03-1830 terdapat statistic surat kabar utama di Eropa, dimana salah
satunya adalah De Gazelle de France (koran sore di Prancis bertiras 7.000 exp)
salah satu editornya berinisial (marga) Lubis,
diantara nama-nama editor lainnya. Lubis adalah nama marga Batak tetapi Lubis
sang editor tersebut mungkin bukanlah orang Batak tetapi warga Perancis. Family
name Lubis ada juga yang berasal dari Eropa Tengah.
Sejauh
yang tercatat, orang Batak pertama yang pernah menggunakan marga di belakang
namanya adalah Thomas Siregar di Sipirok. Thomas Siregar adalah pendeta muda (lihat
Gumbu Humene. 1892. Amsterdam: Hoveker). Nama berikutnya adalah pendeta Markus
Siregar (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 02-04-1894). Lalu
diikuti oleh empat calon pendeta, yakni: Jos Harahap, Jafet Harahap Samuel
Tandjong dan Cornelia Pane (lihat Algemeen Handelsblad, 13-09-1894). Thomas, Markus, Jos
Jafet, Samuel dan Cornelia besar kemungkinan adalah nama-nama baptis.
Sketsa sebaran marga (1886) |