Pelajar-pelajar
Tapanuli Selatan pada masa lalu adalah perintis dalam dunia pendidikan di
Hindia Belanda. Sati Nasoetion dari Pidoli, Mandailing yang mengubah namanya
menjadi Willem Iskander adalah pelajar pribumi pertama yang studi di Negeri
Belanda (1857) dan berhasil mendapat diploma guru sekolah (1860). Pada tahun 1874
Willem Iskander kembali berangkat studi ke Negeri Belanda untuk mendapatkan
diploma kepala sekolah (setara S1) namun tidak tercapai, karena meninggal
dunia. Setelah Willem Iskander, baru tahun 1903 orang pribumi datang studi ke Negeri
Belanda dan disusul oleh Radjioen Harahap, dari Batunadua pada tahun 1905. Pada
tahun 1908 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan mendapat diploma guru
sekolah dan langsung melanjutkan pendidikannya dan lulus mendapat izajah kepala
sekolah (setara S1) dari Rijsschool pada tahun 1913. Dan setelah lulus, Soetan
Casajangan kembali ke tanah air dan berkarir sebagai guru di normaalschool (sekilah guru) berbagai
kota.
Pelajar
Tapanuli Selatan berikutnya yang datang ke Negeri Belanda adalah Abdul Firman
Siregar gelar Maharaja Soangkoepon dari Sipirok kelahiran Panyanggar pada tahun 1910. Kemudian datang
lagi Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia dari Padang Sidempuan (1911). Sekembalinya
Abdul Firman ke tanah air (1914), ia meniti karir sebagai pegawai pemerintahan.
Sedangkan Todoeng berkarir sebagai guru Eropa (Europeesch lager onderwijs) di
tanah air. Setelah cukup lama berkarir sebagai guru, Todoeng mendapat beasiswa
untuk kembali studi ke Negeri Belanda. Todoeng mendapat kesempatan menerima
beasiswa untuk studi ke Negeri Belanda untuk mendapatkan gelar PhD. Pada tahun 1933
Todoeng lulus di Rijksuniversiteit dan mendapat doctor di bidang bahasa dan sastra
dengan tesis berjudul: ‘Het primitive denken in de modern wetenschap’.