Kapur Barus, atau kamper hanya ditemukan di Tanah Batak. Paling tidak hal itu disebutkan dalam buku-buku kuno. Buku paling kuno yang menyebutkan kapur barus adalah ‘Den rosegaert van den bevruchten vrouwen. Ghecorrigeert ende…’ terbitan tahun 1560. Dalam buku ini kapur barus disebut kafura (champora). Sejak tahun itu ratusan buku telah membicarakan komoditi kuno ini. Umumnya, para penulis menyatakan kapur barus berasal dari Barus (Baroesh) dan juga dari Sumatra (De Kamferboom van Sumatra, (Dryobalanops camphora Colebr. Terbit tahun 1851). Tidak pernah disebutkan kapur barus berasal dari Tanah Batak, namun semua penulis mendeskripsikannya bahwa kapur barus tersebut diproduksi (sebagai hasil hutan) di daerah antara Batahan dan Singkel (1’10'N-20’20’) dengan ketinggian 1.000-1.200 meter dpl yang lebih dikenal sebagai Tanah Batak. Jung Huhn bahkan menyebut aliran kapur barus ini bermula di Loemoet dan Hoeraba (dua wilayah terluar Angkola).
Data dan Informasi Seputar Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel): Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan; Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas; Kota Padang Sidempuan
Jumat, Desember 30, 2016
Sejarah Tapanuli (Bag-8): Kapur Barus, Hanya Ditemukan di Tanah Batak, Sudah Disebut dalam Al Quran dan Injil
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tapanuli dalam blog ini Klik Disin
Kapur Barus, atau kamper hanya ditemukan di Tanah Batak. Paling tidak hal itu disebutkan dalam buku-buku kuno. Buku paling kuno yang menyebutkan kapur barus adalah ‘Den rosegaert van den bevruchten vrouwen. Ghecorrigeert ende…’ terbitan tahun 1560. Dalam buku ini kapur barus disebut kafura (champora). Sejak tahun itu ratusan buku telah membicarakan komoditi kuno ini. Umumnya, para penulis menyatakan kapur barus berasal dari Barus (Baroesh) dan juga dari Sumatra (De Kamferboom van Sumatra, (Dryobalanops camphora Colebr. Terbit tahun 1851). Tidak pernah disebutkan kapur barus berasal dari Tanah Batak, namun semua penulis mendeskripsikannya bahwa kapur barus tersebut diproduksi (sebagai hasil hutan) di daerah antara Batahan dan Singkel (1’10'N-20’20’) dengan ketinggian 1.000-1.200 meter dpl yang lebih dikenal sebagai Tanah Batak. Jung Huhn bahkan menyebut aliran kapur barus ini bermula di Loemoet dan Hoeraba (dua wilayah terluar Angkola).
Kapur Barus, atau kamper hanya ditemukan di Tanah Batak. Paling tidak hal itu disebutkan dalam buku-buku kuno. Buku paling kuno yang menyebutkan kapur barus adalah ‘Den rosegaert van den bevruchten vrouwen. Ghecorrigeert ende…’ terbitan tahun 1560. Dalam buku ini kapur barus disebut kafura (champora). Sejak tahun itu ratusan buku telah membicarakan komoditi kuno ini. Umumnya, para penulis menyatakan kapur barus berasal dari Barus (Baroesh) dan juga dari Sumatra (De Kamferboom van Sumatra, (Dryobalanops camphora Colebr. Terbit tahun 1851). Tidak pernah disebutkan kapur barus berasal dari Tanah Batak, namun semua penulis mendeskripsikannya bahwa kapur barus tersebut diproduksi (sebagai hasil hutan) di daerah antara Batahan dan Singkel (1’10'N-20’20’) dengan ketinggian 1.000-1.200 meter dpl yang lebih dikenal sebagai Tanah Batak. Jung Huhn bahkan menyebut aliran kapur barus ini bermula di Loemoet dan Hoeraba (dua wilayah terluar Angkola).
Selasa, November 29, 2016
Sejarah Kota Medan (54): Lapangan Merdeka Medan, 17-8-1951 dan Lapangan Medan Merdeka, 17-8-1950; Dua Lapangan Pertama di Indonesia Sukarno Pidato
![]() |
Perayaan pertama HUT RI di Lapangan Merdeka, 1950 |
Lapangan Medan Merdeka, 17 Agustus 1950
Secara resmi Belanda
mengakuai kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949. Sejak itu kemerdekaan
Indonesia tanpa hambatan. Untuk memperingati Hari Kemerdekaan RI yang kelima
(yang pertama setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda) akan dipusatkan di
depan istana negara di Jakarta, tepatnya di lapangan Koningsplein. Nama
lapangan ini awalnya disebut Lapangan Gambir (lihat Java-bode: nieuws, handels-
en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-01-1950).
Di Medan, peringatan Hari
Kemerdekaan RI yang kelima (yang pertama setelah pengakuaan kedaulatan RI) akan
dipusatkan di Lapangan Esplanade. Ketua panitia peringatan adalah Mr. GB Josua.
Minggu, November 27, 2016
Sejarah Kota Medan (53): Monumen Tamiang di Esplanade, 1894; Simbol Kekalahan Militer Belanda di Tamiang; Hulubalang Deli Juga Turut Gugur
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disin
Pada masa ini Tamiang adalah
bagian dari Provinsi Aceh, tetapi Tamiang tidak termasuk dalam Perang Aceh yang
dimulai tahun 1873 dan berakhir tahun 1904. Perang Tamiang tahun 1893 adalah
perang yang setara dengan Perang Sunggal (1974). Perang Tamiang telah membawa
korban banyak diantara tentara Belanda dan para hulubalangan Kesultanan Deli.
Untuk mengenang perang tersebut di Esplanade (kini Lapangan Merdeka) tahun 1894
dibangun sebuah monument yang diberinama Monumen Tamiang.
![]() |
Monumen Tamiang di Esplanade Medan, 1910 |
Ketika peringatan Hari Proklomasi Kemerdekaan RI yang kelima (1950) di Esplanade
monumen ini masih ada. Ketua Panitia Perayaan adalah GB Josua (Het nieuwsblad voor
Sumatra, 18-08-1950). GB Josua adalah salah satu dari empat orang republik yang
menjadi pimpinan komite penyerahan kedaulatan dari Negara Sumatera Timur (NST)
ke Republik Indonesia (Het nieuwsblad voor Sumatra, 23-11-1949). Pada
peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang keenam (1951) yang diketuai oleh
Gubernur Sumatra Utara sempat muncul keinginan untuk membongkar Monumen Tamiang
ketika Esplanade diubah namanya menjadi Lapangan Merdeka. Gubernur Sumatra
Utara yang pertama setelah pengakuan kedaulatan RI adalah Abdul Hakim Harahap
(1951-1953). Monumen Tamiang ini baru dibongkar pada tahun 1958 pada era
Gubernur Gubernur Sumut Sutan Komala Pontas.
Monumen Tamiang Dibangun
Pada tahun 1893 Afdeeling
Tamiang masih bagian dari Residentie Sumatra’s Oostkust (seperti halnya
Afdeeling Singkel bagian Residentie Tapanoeli). Perang Aceh adalah perang yang relatif bersamaan dengan
Perang Batak (Sisingamangaradja). Perang Aceh dalam hal ini tidak termasuk
wilayah Tamiang dan Singkel, tetapi sebaliknya menjadi wilayah luar Perang
Batak.
Kamis, November 24, 2016
Sejarah Kota Medan (52): Banjir Besar 1910, 1925 dan 1931; Pemerintah Kota Membuat Master Plan
Menara
air kota Medan baru setahun (1909) selesai rampung dibangun. Tiba-tiba pada
Februari 1910 reservoir Waterleiding-Mij.
Ajer Beresih di Roemah Soemboel di Sibolangit jebol, akibat batu besar jatuh. Ini
terjadi Februari 1910. Di Medan sempat dikhawatirkan akan terjadi banjir akibat
kecelakaan tersebut. Namun segera dapat ditanggulangi: banjir tidak terjadi dan
aliran air bersih segera dapat tersambung kembali (lihat De Sumatra post,
17-02-1910).
![]() |
Sungai Belawan, 1878 |
Berita
jebolnya reservoir Ajer Beresih di Sibolangit, warga yang sempat cemas boleh
jadi karena Medan sudah sejak lama rawan banjir. Sudah beberapa kali terjadi
banjir sejak kota Medan didirikan tahun 1875. Meski kerap banjir tetapi banjir
yang ada selama ini masih dapat ditanggulangi dan air menyusut segera.
Senin, November 21, 2016
Sejarah Kota Medan (51): Menara Ajer Beresih Sejak 1905; Waterleiding-Maatschappij, Kini PDAM Tirtanadi
![]() |
Menara air Medab (1930) |
NV. Waterleiding-Maatschappij Ajer
Beresih
Namanya
berbau lokal tetapi perusahaan yang mengoperasikannya berada di Amsterdam.
Perusahaan ini muncul karena melihat kebutuhan air bersih di Medan semakin
meningkat. Sistem air bersih yang selama ini dikelola oleh Deli Mij (untuk
kalangan sendiri dan terbatas). Deli Mij (yang dalam hal ini Deli Spoor) akan
terbantu dengan kehadiran NV. Waterleiding-Maatschappij.
Kehadiran perusahan air bersih Waterleiding-Maatschappij
Ajer Beresih muncul kali pertama di surat kabar Algemeen Handelsblad, 14-04-1906
yang terbit di Batavia dalam sebuah iklan pendek: Waterleiding-Maatschappij “Ajer
Beresih”.
![]() |
Iklan pertama (lgemeen Handelsblad, 14-04-1906) |
Minggu, November 20, 2016
Sejarah Kota Medan (50): Penduduk Kota Medan, Kota Melting Pot; Kini, Persentase Tertinggi Etnik Batak
![]() |
Persentase etnik di Kota Medan, 1930 dan 2010 (diolah sendiri) |
Era
Deli
Kota Medan belum ada ketika di Laboehan dilaporkan
terdapat adanya komposisi penduduk. Menurut laporan Netscher (Resident Riaou)
yang kali pertama pemerintah datang ke Deli di Laboehan hanya terdapat beberapa
ratus penduduk.
![]() |
Warga Medan pertama: Nienhuys dan asistenya (1865) |
Dari laporan ini paling tidak sudah terdeteksi,
selain Batak ada Melayu, Tionghoa, India dan Atjeh. Jika dibandingkan dengan
laporan Anderson (1823) yang hanya menyebut Batak dan Melayu, maka kehadiran
Tionghoa, India dan Atjeh adalah suatu yang baru. Komposisi penduduk di Deli
semakin bertambah ketika 1864 Nienhuys (pionir perkebunan tembakau di Deli)
mendatangkan kuli dari Penang. Kuli pertama yang didatangkan Nienhuys adalah
kuli Jawa yang diperoleh di Penang. Kemudian Nienhuys mendatangkan kuli Cina
dari Singapore. Kuli lainnya didatangkan dari Siam dan India (Kling). Diantara
kuli yang menyusul yang paling banyak didatangkan dari Cina dan kemudian
disusul dari Jawa.
Jumat, November 18, 2016
Sejarah Kota Medan (49): Nama Deli Bukan Berasal dari India? Peta Portugis Menyebutnya Dilli
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disin
Nama Deli yang sekarang tampaknya bukan nama sesuai aslinya. Nama Deli adalah akhir dari suatu proses yang panjang sejak kali pertama dipetakan oleh Portugis (1750). Dalam peta Perancis (1752) nama Deli teridentifikasi sebagai nama Delli. Orang-orang Inggris kemudian mengikuti nama Prancis ini. Pada peta buatan Belanda (1818) nama Delli menjadi Deli. Nama yang disebut Belanda inilah yang digunakan hingga sekarang.
Empat
tempat ini terhubung dengan jalur perdagangan komoditi kuno ke daerah pedalaman
dimana penduduk Batak berada. Baros adalah bandar komoditi kemenyan, benzoin
dan kamper (kapor barus) dari penduduk Batak di Silindoeng dan Toba; Batahan
adalah bandar komoditi emas (tampaknya Batahan lebih terkenal dari Natal) dari
penduduk Batak di Mandailing. Aru (Daru) di sepanjang DAS Baroemoen adalah
jalur komoditi emas. kemenyan, kamper dan benzoin dari penduduk Batak di
Angkola. Ambuara atau Jamboe Ajer/di Perlak adalah bandar komoditi kemenyan,
kamper dan benzoin dari penduduk Batak di Alas dan Gajo (Bandar sisi barat
adalah Singkel).
Nama Deli yang sekarang tampaknya bukan nama sesuai aslinya. Nama Deli adalah akhir dari suatu proses yang panjang sejak kali pertama dipetakan oleh Portugis (1750). Dalam peta Perancis (1752) nama Deli teridentifikasi sebagai nama Delli. Orang-orang Inggris kemudian mengikuti nama Prancis ini. Pada peta buatan Belanda (1818) nama Delli menjadi Deli. Nama yang disebut Belanda inilah yang digunakan hingga sekarang.
Deli Tidak Ditemukan Pada Peta Kuno
Sejauh
yang diketemukan, peta paling tua adalah peta yang disusun pelaut Portugis
diterbitkan pada tahun 1619. Dalam peta ini empat tempat yang teridentifikasi
adalah: di pantai barat Sumatra adalah Baros (baca: Barus) dan Bathan (baca:
Batahan); di pantai timur Sumatra adalah Daru (baca: Ara atau Aru) dan Ambuara
(kemudian menjadi Jamboe Ajer/Perlak).
![]() |
Peta kuno Kerajaan Aru, 1619 (peta Portugis) |
Untuk sekadar diketahui nama Batak
(sebagai bangsa dan teritori) sudah terpetakan dalam sketsa perjalanan Cornelis
de Houtman (1595). Dalam peta ini nama Batak ditulis sebagai Bata (sesuai aksara
asli Batak). Peta de Houtman ini besar dugaan menjadi salah satu sumber
permbentukan peta Portugis 1611. Sebab peta Portugis ini dicetak dan
diterbitkan di Belanda.
Peta-peta buatan Portugis itu (yang menjadi rujukan pembuatan
peta-peta selanjutnya) besar kemungkinan didasarkan pada laporan Tome Pires
(1512-1515) yang pernah mengunjungi Malacca.
Sejarah Kota Medan (48): Nama Medan Bukan Asli Tetapi Nama yang Diadopsi dari Eropa?
Sejauh ini
belum ada yang mempertanyakan dari mana asal nama Medan. Sepintas semua tulisan
berasumsi bahwa nama Medan asli dari tempatnya sendiri. Ada yang mengaitkan
dengan Karo, ada juga yang mengaitkannya dengan Melayu. Meski demikian, tidak
ada alasan yang kuat. Hanya menduga-duga. Soal ini tidaklah terlalu penting,
tetapi menarik untuk ditulis.
![]() |
Peta 1873 |
Nama-nama
seperti Batavia, Buitenzorg, Depok tidak ada orang yang peduli. Semua orang
hanya menganggap itu apa adanya, meski setelah itu namanya berubah menjadi
Jakarta, Bogor. Depok ya tetap Depok. Tidak ada yang gaduh. Lantas bagaimana
dengan nama Medan? Juga tidak menarik perhatian. Kecuali beberapa mengaitkan
dengan Karo dan Melayu. Jika begitu, dari mana asal nama Medan? Mari kita
lacak!
Nama Medan Dilaporkan Kali Pertama
oleh de Caet, 1866
Nama Medan
sebagai nama sebuah kampong disebut oleh de Caet, Controleur Deli ketika pada
akhir tahun 1866 melakukan ekspedisi ke Bataklanden. Ekspedisi ini dilaporkan
oleh de Caet pada tahun 1875.
Kamis, November 17, 2016
Sejarah Kota Medan (47): Esplanade, Alun-Alun Kota; Titik Nol Kota Medan, Kini Disebut Lapangan Merdeka
![]() |
Peta Medan 1873 |
Kronologi
![]() |
Garnisun militer Medan, 1876 |
Pada tahun 1875 kantor/rumah Controleur Medan
dibangun di Sukamulia. Penempatan kantor/rumah Controleur ini agar lebih dekat
dengan penduduk di Kampong Polonia dan Kampong Kesawan. Di sekitar kantor/rumah
controleur ini kemudian dibangun rumah administrator Deli Mij (kelak dihibahkan
menjadi kantor Residen, saat ibukota Residentie Sumatra’s Oostkust dipindahkan
dari Bengkalis).
Selasa, November 15, 2016
Sejarah Kota Medan (46): Warenhuis, Pasar Modern Tempo Doeloe; Rajanya Huttenbach, Sisa Bangunan Masih Ada Sekarang
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini
Pada tahun 1875 di Medan sudah berdiri perusahaan
perdagangan Huttenbach & Co. Perusahaan ini adalah perusahaan (organisasi)
bisnis tertua di Sumatra’s Oostkust (Pantai Timur Sumatra). Bisnis perusahaan
memusat di lokasi dimana kemudian disebut sebagai nama jalan Huttenbach (lihat Peta
1895). Bisnis Huttenbach semakin berkembang. Tahun 1910 Huttenbach mempelopori
pembangunan ritel modern dengan nama Huttenbach Warenhuis. Inilah kali pertama pembangunan
department store di Medan.
Pada Januari tahun 1910 surat kabar Pewarta Deli di bawah
editor Dja Endar Moeda kali pertama terbit. Surat kabar ini diterbitkan di
bawah Sjarikat Tapanoeli yang didirikan oleh Dja Endar Moeda dan Sjech Ibrahim
pada tahun 1905. Penerbitan surat kabar ini besar kemungkinan untuk mengantisipasi perkembangan bisnis di Medan yang semakin marak terutama
dikaitkan dengan pembangunan dept. store Huttenbach. Pewarta Deli dijadikan
sebagai sumber pencerdasan warga pribumi juga untuk media promosi dari
pengusaha-pengusaha Tapanuli di Medan.
![]() |
Nama-nama jalan di Medan (Peta 1895) |
![]() |
Jalan Huttenbach, 1915 |
Sejak 1900, usaha-usaha perdagangan eceran
hanya dikuasai oleh orang-orang Tionghoa, Jepang, Jerman dan Tapanuli. Namun
dalam perkembangannya, pengusaha Jerman muncul ke permukaan dan menjadin leader
untuk bisnis ritel yang mengambil segmen pasar orang-orang ETI (Eropa/Belanda).
Sebaliknya, pengusaha-pengusaha asal Tapanuli (yang umumnya dari Mandailing dan
Angkola) memfokuskan pada segmen pembeli orang-orang pribumi di Medan.
Perdagangan Eceran Bermula di Laboehan
Sebelum dimulai perkebunan di area Medan,
perdagangan eceran sudah berkembang di Laboehan. Perdagangan eceran ini
dilakukan oleh orang-orang Tionghoa yang datang dari pantai-pantai Timur
Sumatra atau Penang. Mereka ini juga melakukan perdagangan keliling ke berbagai
tempat di Deli. Saat itu daerah aliran sungai (DAS) Deli dibawah pengaruh Atjeh
dan Batak.
Sabtu, November 12, 2016
Sejarah Kota Medan (45): Nama-Nama Kampung Tempo Doeloe di Medan; Perkembangan Kota Dimulai dari Kampung Medan, Meluas ke Kampung Kesawan
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disin
.
Kota-kota yang ada pada masa ini di Indonesia umumnya berproses sejak dari sebuah kampong kecil hingga menjadi kota metropolitan, Proses pertumbuhan dan perkembangan kota ini dapat diperhatikan secara horizintol terjadi perluasan dan secara vertikal terbentuknya level pemerintahan. Hal ini juga yang terjadi dengan Kota Medan. Satu hal yang masih penting masa ini, meski kota-kota tersebut sudah menjadi metropolitan, tetapi nama-nama yang ada di dalamnya masih ditemukan nama-nama lampau. Nama-nama masa lampau ini tidak hanya menunjukkan adanya sejarah masa lampau tetapi juga kisah-kisah yang menyertainya.
Kota-kota yang ada pada masa ini di Indonesia umumnya berproses sejak dari sebuah kampong kecil hingga menjadi kota metropolitan, Proses pertumbuhan dan perkembangan kota ini dapat diperhatikan secara horizintol terjadi perluasan dan secara vertikal terbentuknya level pemerintahan. Hal ini juga yang terjadi dengan Kota Medan. Satu hal yang masih penting masa ini, meski kota-kota tersebut sudah menjadi metropolitan, tetapi nama-nama yang ada di dalamnya masih ditemukan nama-nama lampau. Nama-nama masa lampau ini tidak hanya menunjukkan adanya sejarah masa lampau tetapi juga kisah-kisah yang menyertainya.
![]() |
Nama kampong tempo doeloe di Medan (1866) |
Dalam pertumbuhan dan perkembangan Kota Medan sejak awal,
orang-orang afdeeling Padang Sidempuan (sebelumnya bernama afdeeling Mandailing
dan Angkola) turut di dalamnya. Ketika afdeeling Deli ditemukan dan dibentuk
(1863) penduduk afdeeling Padang Sidempuan sudah mengecap pendidikan modern. Pada
tahun 1862 di sudah ada sekolah guru dan pada tahun 1870, dari 10 sekolah
negeri di Residentie Tapanoeli, delapan diantaranya berada di afdeeling Padang
Sidempuan. Lulusan sekolah-sekolah ini banyak yang merantau ke Deli dan menjadi
krani. Salah satu perantau generasi pertama adalah Mohamad Yacoub gelar Soetan
Kinajan yang datang tahun 1875. Setelah
pulang haji, Mohamad Yacoub gelar Soetan Kinajan atau Sjech Ibrahim atau Sjech
Ibrahim menjadi tokoh penting di kota Medan. Ketika Medan menjadi kota
(kotamadya) tahun 1909, Sjech Ibrahim diangkat menjadi penghoeloe pusat kota
Medan (Kesawan). Sjech Ibrahim adalah kepala kampong pertama (kamponghoofd) di
kota Medan.
Cikal Bakal Kota Medan Dimulai Kampong Medan Poetri
Kota Medan bemula dari suatu area di sisi
kanan sungai Deli. Area tersebut adalah bagian (tanah ulayat) dari kampong
Medan Poetri yang berada di sisi kiri sungai Deli. Pada area yang kosong yang
sebagian masih tertutup oleh hutan itu Deli Mij membuka kebun tembakau dalam
skala besar. Nienhuys awalnya membuka kebun di Laboehan tahun 1865. Pembukaan
kebun baru Deli Mij (Kongsi Nienhus dkk) di sekitar pertemuan sungai Babura dan
sungai Deli ini terjadi pada tahun 1669. Kantor Deli Mij dan berbagai bangunan
perusahaan (gudang, tempat pengeringan dan bedeng-bedeng untuk kuli) berada di
sisi jalan poros antara Laboehan dan Deli Toea.
Jumat, November 11, 2016
Sejarah Kota Medan (44): Orang-Orang Jepang di Medan Sejak 1900; Mendapat ‘Teman Duduk’ Selama Pendudukan Jepang
Orang-orang Jepang di Medan sesungguhnya
sudah ada sejak doeloe. Mereka ini jauh lebih awal datang ke Medan dibandingkan
para serdadu Jepang yang datang kemudian (semasa pendudukan Jepang).
Orang-orang Jepang generasi pertama ini bahkan telah menyebar ke berbagai kota
di Sumatra Timur dan Tapanuli jauh sebelum masa pendudukan Jepang. Orang-orang
Jepang generasi pertama ini datang dari Singapura (suatu pelabuhan yang sangat popular
bagi pelaut-pelaut Jepang ketika berlayar ke Asia Tenggara).
![]() |
De Sumatra post, 21-01-1903 |
Orang Jepang Semakin Banyak di Medan
Orang-orang Jepang datang ke Medan mengikuti
orang-orang Tionghoa. Kedua bangsa dari timur Asia ini menganggap Singapura
adalah pelabuhan transit terpenting di Asia Tenggara, khususnya yang menuju ke
Sumatra Timur. Kala itu, daya tarik Sumatra Timur khususnya kota Medan bahkan
telah melampaui daya tarik Singapura sendiri.
Jumat, November 04, 2016
Sejarah Kota Medan (43): Nama Jalan di Kota Medan; Nama Belanda dan Tionghoa Dihilangkan dan Kini Diperebutkan
*Sejarah Kota Medan artikel 1-56 Klik di Sini. (Artikel 57 selanjutnya Klik di Sana)
.
Tidak ada lagi nama jalan di era Belanda yang
masih eksis hingga ini hari di Kota Medan. Semua telah berganti. Nama-nama Belanda
telah diganti, nama-nama Tionghoa juga telah digeser bahkan nama-nama yang
terkait kesultanan juga telah diubah. Yang ada sekarang umumnya nama-nama pahlawan.
Pahlawan lokal diantaranya Abdullah Lubis (editor Pewarta Deli, anggota dewan kota Medan, salah satu pribumi pertama ke Jepang), Madong Lubis (guru, anggota dewan kota, senior ahli bahasa), Muhamad Nawi Harahap (dewan kota Medan, ketua front nasional di Sibolga pada masa agresi militer Belanda), Arif Lubis editor revolusioner di Sibolga, editor Mimbar Umum di Medan) dan lainnya. Pahlawan nasional seperti Sisingamangaraja (pemimpin perang Batak), Zainul Arifin Pohan (komandan Hisbullah di Jawa), Adam Malik Batubara (menteri luar negeri RI, wakil presiden), Abdul Haris Nasution (KASAD RI, Jenderal Besar RI), Masdulhak Nasution (Residen pertama Sumatra Tengah, tokoh pertama RI yang ditangkap di Jogjakarta pada agresi Militer Belanda dan ditembak mati) dan lainnya.
Kota Medan adalah sebuah kota metropolitan yang secara dejure pembangunannya dimulai ketika dibentuk onderfadeeling (kecamatan) Medan dengan menempatkan seorang controleur di kampong Medan pada tahun 1875. Sejak itu pembangunan di Medan tidak pernah berhenti hingga ini hari bagaikan deret ukur yang menjadikan kampong Medan terus tumbuh dan berkembang yang kini menjadi salah satu kota metropolitan di Indonesia. Kota Medan di awal pembangunannya sudah menjadi kota melting pot, para contributor orang-orang Eropa/Belanda, Tionghoa, Kling, keluarga kesultanan dan orang-orang Padang Sidempuan. Diantara ras/etnik di Kota Medan, hanya orang-orang Padang Sidempuan (sudah bermigrasi sejak 1883) yang tergolong berpendidikan dan bergelut di bidang pendidikan (guru), kesehatan (dokter), media (jurnalis), justitie (jaksa dan mantra polisi), dakwah (ulama) dan tentu saja di bidang niaga (pengusaha) dan bisnis (krani). Namun anehnya, hingga tahun 1928 tak satu pun nama-nama yang terkait dengan Padang Sidempuan yang ditabalkan sebagai nama jalan di Kota Medan. Nama-nama yang ditabalkan adalah nama-nama yang terkait dengan Eropa/Belanda, Tionghoa, Kling dan kesultanan. Di luar itu ada beberapa nama yang terkait dengan Pulau Jawa (gunung Sindoro, gunung Salak) dan nama-nama daerah (Bangka, Madura, Seram, Ambon dan lainnya). Tanpa mengurangi rasa hormat, nama Kartini ditabalkan sebagai nama jalan tetapi tidak ada nama Willem Iskander (guru, pribumi pertama studi ke Belanda, 1857). Nama gunung Lubuk Raya dan gunung Sorik Marapi di afdeeling Padang Sidempuan tidak kalah penting (sumber produksi kopi terbaik di pasar dunia) dari nama gunung yang lain. Nama daerah Sipirok, tidak hanya sumber kopi terbaik juga simbol adanya toleransi beragama yang dijadikan para misionaris sebagai tempat/kantor pengembangan misi di Bataklanden. Di afdeeling Padang Sidempuan, banyak yang layak, tapi tidak satu pun yang ditabalkan sebagai nama jalan di Medan. Singkat kata: ada diskriminasi.
Buka jalan baru di Medan, 1879
![]() |
Ketika Medan masih kampung, Padang Sidempuan sudah ko |
Era Awal Kota Medan: Nama Jalan Sesuai Situs Setempat
Secara teknis lanskap Kota Medan mulai dibangun
tahun 1881. Ini terkait pindahnya ibukota afdeeling Deli dari Laboehan (di
onderafd. Laboehan) ke Medan (onderafd. Medan) tahun 1879. Pindahnya ibukota,
berarti Kantor Asisten Residen Deli juga pindah dari Laboehan ke Medan. Pada
tahun 1881 Esplanade (kini Lapangan Merdeka) dibangun sebagai alun-alun kota.
Dari alun-alun kota inilah Kota Medan berkembang ke segala arah. Dari alun-alun
kota ini pula arah sejumlah jalan yang baru diproyeksikan.
Kamis, November 03, 2016
Sejarah Demonstrasi di Indonesia: Kebebasan Pers Awal Mula Berdemokrasi; Demonstrasi Kali Pertama Dilakukan Tahun 1952
![]() |
Tiga tokoh demonstran: Nasution, Lubis dan Siregar |
Kebebasan Pers 1951
Munculnya demonstrasi selalu
dimulai dari adanya masalah, suatu perbedaan penafsiran apa/bagaimana yang yang
terjadi dengan apa/bagaimana yang seharusnya (normative). Demonstrasi dilakukan
jika protes (tertulis atau lisan) yang mendahuluinya tidak memenuhi harapan. Demonstrasi
yang baik adalah menyuarakan pendapat/tuntutan rakyat banyak (bukan segilintir
orang yang mengerahkan massa). Demonstrasi yang bernuansa massa dengan arti
demonstrasi itu sendiri.
Gejala serupa inilah yang
menimbulkan adanya demonstrasi pada tahun 1952, suatu demonstrasi yang kali
pertama ada di Indonesia. Situasi saat itu, situasi dan kondisi sosial-ekonomi
sangat buruk (ketersediaan pangan kurang) tetapi pemerintah (baca: penguasa)
tidak sejalan dengan harapan rakyat banyak. Saat itu yang menjadi presiden
adalah Sukarno. Saat itu roda pemerintahan baru mulai berjalan setelah perang.
Pasca perang dengan adanya pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda tahun 1949,
situasi dan kondisi tidak mengalami perbaikan yang signifikan di bidang ekonomi
(pangan), politik (munculnya disintegrasi) dan tatacara bernegara yang
dipandang sebagian pihak tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang
berlaku.
Para jurnalis melihat
situasi dan kondisi mangalami krisis dan semakin kritis. Mochtar Lubis
menyindir Sukarno lewat tulisan di surat kabar Indonesia Raya. Maksud Mochtar
Lubis untuk menjaga tidak terulang pada masa pendudukan Jepang dimana rakyat
banyak cukup menderita dan bahkan tidak sedikit mati sia-sia untuk kepentingan
penguasa (baca: pemerintah militer Jepang). Tulisan Mochtar Lubis tampaknya telah
menyinggung perasaan Sukarno. Pemerintah mulai melakukan tindakan represif.
Selasa, November 01, 2016
Abdul Abbas dan Gele Harun: Pemimpin Republik yang Tetap Setia Terhadap Penduduk Lampung
![]() |
Residen Lampung pertama: Abdul Abbas dan Gele Harun |
Mr. Abdul Abbas dan Mr. Gele
Harun adalah dua ahli hukum, pemimpin republik yang selalu setia terhadap
penduduk Lampung. Meski mereka berdua bukan asli Lampung, tetapi kepedulian
mereka terhadap penduduk Lampung tidak ada yang menandinginya sekalipun tokoh asli
Lampung sendiri. Oleh karenanya penduduk Lampung seharusnya mengapresiasi kedua
tokoh ini. Jika keduanya bukan ‘wong kito’ Lampung, lantas siapa kedua ahli
hukum ini? Mari kita lacak!.
Mr. Abdul Abbas, Anggota PPKI
Tidak ada orang Lampung yang
menjadi anggota BPUPKI, tetapi ada orang Tapanuli yang menjadi anggota PPKI. Mr.
Abdul Abbas adalah anggota PPKI yang menyampaikan berita kemerdekaan RI yang
kemudian diangkat menjadi Residen Lampung. Orang Lampung sendiri tidak terlalu
mengenal siapa Abdul Abbas dan darimana asalnya, orang Lampung sendiri hanya
mengenal Abdul Abbas pernah sebagai Ketua Shu Sangi Kai Lampung di jaman
penduduk Jepang.
Setelah lulus kuliah rechtshoogeschool (sekolah tinggi hukum), Abdul
Abbas tidak pulang kampong tetapi lebih memilih berprofesi sebagai pengacara dan berkiprah di Tandjoeng Karang
(Lampong)
Mr. Gele Harun, Anak Dr. Harun Al Rasjid
Pada tahun 1938, Gele Harun
baru pulang studi sekolah hukum di Leiden. Gele Harun membuka kantor pengacara
di Tanjung Karang. Mr. Abdul Abbas dan Mr. Gelen Harun adalah dua pengacara
pemberani di Lampung di era colonial Belanda.
Mr. Abdul Abbas dan Mr. Gele Harun, Dua Tokoh Republik
yang Berjuang Mempertahankan Kemerdekaan
Abdul Abbas dan Gele Harun
adalah asal Padang Sidempuan. Abdul Abbas lahir di Medan tahun 1906 dan Gele
Harun lahir di Sibolga tahun 1910. Ayah Abdul Abbas, kelahiran Sipirok bernama
Mangaradja Siregar yang memulai karir sebagai djaksa di Sibolga lalu
dipindahkan ke Medan. Sedangkan ayah Gele Harun, kelahiran Padang Sidempuan,
lulusan docter djawa school (1903) yang
memulai karir di Padang, kemudian di Sibolga lalu pindah ke Lampung.
Senin, Oktober 31, 2016
Sejarah Kota Medan (42): Kongres Bahasa Indonesia Kedua di Medan (1954); Orang Padang Sidempuan yang Memperkenalkan Bahasa Melayu dalam Pers Belanda (1874)
Orang Padang Sidempuan tidak hanya pionir menjadi
guru di Medan (1888), tetapi juga orang Padang Sidempuan pionir dalam pers berbahasa
Melayu di Medan (1902). Untuk sekadar diketahui, tatabahasa Melayu justru awal
pertama kali disusun di Padang Sidempuan (1883). Untuk sekadar diketahui juga
editor pribumi pertama pada surat kabar berbahasa Melayu adalah orang Padang
Sidempuan (1897). Uniknya pengajaran bahasa Melayu pertama kali dilakukan di
Leiden dan salah satu pengajarnya adalah orang Padang Sidempuan (1910). Uniknya
lagi, orang-orang Padang Sidempuan yang mentransformasikan bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia (1934). Dalam Kongres Bahasa di Medan tahun 1954 ahli
bahasa Indonesia paling senior adalah ahli bahasa Indonesia yang berasal dari
Padang Sidempuan.
***
Bahasa Melayu sudah lama dikenal. Bahasa
Melayu adalah lingua franca. Bahasa Melayu umumnya ditulis dalam aksara Arab.
Ketika orang Eropa memperkenalkan aksara Latin, penduduk di Mandailing en
Angkola mengadopsinya dan lalu menulis bahasa Melayu dalam aksara Latin. Aksara
Latin yang ditulis dari kiri ke kanan lebih sesuai dengan aksara Batak yang
bisa ditulis dari kiri ke kanan dan juga dari atas ke bawah. Oleh karenanya di
Mandailing dan Angkola menjadi lebih biasa dengan aksara Latin dan aksara
Batak. Aksara Latin tidak hanya digunakan dalam bahasa Belanda dan bahasa Melayu
dan juga mulai digunakan dalam bahasa Batak.
Ketika di Minangkabau masih umum aksara Arab dalam bahasa
Melayu (juga bahasa Minangkabau), di Mandailing dan Angkola sudah umum menggunakan
aksara Latin dalam berbahasa: Belanda, Melayu dan Batak. Adopsi aksara Latin
ini lebih awal di Mandailing en Angkola karena semakin sering mereka berpegian
ke Padang sebagai ibukota provinsi (kala itu Residentie Tapanuli masih bagian
dari Province Sumatra’s Westkust yang beribukota di Padang). Di Padang sendiri
bahasa yang umum digunakan adalah bahasa Minangkabau, bahasa Melayu dan bahasa
Belanda.
Sementara itu di Padang belum ada surat kabar
berbahasa Melayu, yang ada hanya surat kabar berbahasa Belanda. Orang-orang
terpelejar Mandailing dan Angkola yang bisa menggunakan tiga bahasa: Melayu,
Belanda dan Batak. Sejak terbit surat kabar berbahasa Belanda, Sumatra Courant
di Padang orang-orang Mandailing en Angkola hanya berlaganan surat kabar
Sumatra Courant, karena surat kabar berbahasa Melayu belum ada. Surat kabar ini
oleh penduduk Mandailing dan Angkola tidak hanya dipandang sebgai ruang berita
tetapi juga ruang promosi dan ruang menyampaikan pendapat sebagai surat pembaca.
Anehhnya, orang Mandailing dan Angkola menulis surat pembaca dan memasang iklan
tidak dalam bahasa Belanda tetapi dalam bahasa Melayu. Hal ini karena pembaca
yang disasar adalah penduduk pribumi yang berlangganan Sumatra Courant. Ternyata
redaksi mengabulkannnya. Inilah awal perkenalan bahasa Melayu di dalam pers
Belanda.
![]() |
Sumatra-courant, 08-04-1874 |
Minggu, Oktober 23, 2016
Sejarah Kota Medan (41): Pemilu di Era Belanda; Radja Goenoeng, Pribumi Pertama Anggota Dewan Kota Medan
Pemilihan
umum (Pemilu) di era masa kini berbeda dengan di era pemerintahan colonial Belanda.
Pada masa ini setiap warga negara berumur 17 tahun ke atas atau sudah menikah
memiliki hak pilih satu suara (one man, one vote). Di era Belanda, prinsip ini
hanya berlaku untuk orang-orang Eropa/Belanda. Untuk orang pribumi/timur asing aturannya
dibuat terpisah yang mana hanya orang-orang tertentu yang memiliki hak pilih
satu suara. Kriteria calon pemilih ini didasarkan pada minimum tingkat
pendapatan tertentu.
Di
Kota Medan Pemilu untuk memilih anggota dewan kota (gemeeteraad) dimulai pada
tahun 1912. Untuk anggota dewan kota yang berasal dari pribumi/timur asing baru
disertakan pada tahun 1918. Jumlah kursi untuk pribumi/timur asing hanya ada
tiga kursi. Pada Pemilu 1918 pribumi yang terpilih adalah Kajamoedin gelar
Radja Goenoeng. Ini berarti Radja Goenoeng adalah orang pribumi pertama yang
menjadi anggota dewan kota (gemeeteraad) Medan.
![]() |
De Preanger-bode, 01-02-1921 |
Radja Goenoeng
pada saat terpilih menjadi anggota dewan kota, menjabat sebagai penilik sekolah
di Medan dan Sumatra’s Oostkust (Sumatera Timur). Kajamoedin Harahap gelar
Radja Goenoeng, kelahiran Hoetarimbaroe, Padang Sidempoean lulus dari sekolah
guru (kweekschool) di Fort de Kock (Bukitting) pada tahun 1897. Setelah cukup
lama mengajar di Padang Sidempuan dan berbagai tempat di Residentie Tapanoeli
diangkat menjadi penilik sekolah dan ditempatkan di Medan (1915). Dalam
karirnya sebagai guru maupun penilik sekolah Radja Goenoeng telah banyak
menulis buku pelajaran sekolah dan diterbitkan.
Jumlah
kursi di dewan dari waktu ke waktu bisa berubah (bertambah atau berkurang).
Onde-afdeeling
Angkola en Sipirok
Pada
masa ini jumlah dewan pada level terendah di Indonesia sesuai dengan banyaknya
kabupaten/kota. Di era pemerintahan colonial Belanda, di seluruh Hindia Belanda
jumlah dewan tidaklah banyak. Pada tahun 1921 jumlah dewan hanya sebanyak 53
dewan (lihat De Preanger-bode, 01-02-1921). Uniknya, hanya satu dewan yang
berada di level onder-afdeeling (kecamatan), yakni Angkola en Sipirok (kini
Padang Sidempuan). Sementara di level afdeeling juga hanya terdapat satu yakni
di Minahasa (lihat Tabel-1). Selebihnya terbagi ke dalam sejumlah kota
(gemeete) dan sejumlah kabupaten (beberapa afdeeling).
Rabu, Oktober 19, 2016
Simpang Siur Sumpah Pemuda, Ini Faktanya (4): Analisis yang Keliru dan Hasil Analisis yang Seharusnya; Sukarno dan Hatta Menghormati Parada Harahap
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sumpah Pemuda dalam blog ini Klik Disin
Putusan Kongres dari Kongres Pemuda (1928) dan Hari Sumpah Pemuda dari
Kongres Pemuda (1953) adalah dua fakta yang berbeda waktu tetapi berkaitan.
Sukarno dan Hatta tidak terlibat dalam dua kongres tersebut. Tokoh utama di
latar belakang kedua kongres tersebut adalah Parada Harahap baik dalam Kongres
Pemuda 1928 maupun dalam Kongres Pemuda 1953. Parada Harahap memfasilitasi
Sukarno dan Hatta untuk membuka jalan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia
melalui pembentukan PPPKI (Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan
Indonesia). PPPKI membuka ruang untuk diselenggarakannya Kongres Pemuda (1928).
PPPKI juga membentuk ruang dalam penyelenggaraan Kongres Indonesia Raya (1833)
yang menjadi wadah Sukarno dan Hatta untuk menjadi calon pemimpin Indonesia dalam
terwujudnya kemerdekaan. Dalam mempertahankan kemerdekaan Parada Harahap
mendukung Sukarno dan Hatta. Ketika dwitunggal Sukarno dan Hatta retak (1956),
Parada Harahap tidak bisa berbuat. Parada Harahap menganggap Sukarno dan Hatta sama
pentingnya. Parada Harahap tidak memihak (abstain) dalam soal retaknya
dwitunggal: Sukarno-Hatta. Parada Harahap meninggal dunia tahun 1959. Sejak itu
tidak ada lagi orang Indonesia yang kompetetn untuk pemersatu.
Tiga tokoh paling penting (yang selalu muncul) dalam perjalanan
kebangkitan bangsa dalam mewujudkan kemerdekaan RI hingga mempertahankannya
adalah Parada Harahap, Sukarno dan Hatta. Parada Harahap adalah senior,
sedangkan Sukarno dan Hatta adalah junior. Parada Harahap adalah mentor politik
Sukarno dan Hatta. Parada Harahap memahami sepenuhnya realitas, sedangkan
Sukarno dan Hatta memahami sepenuhnya teoritis. Kombinasi realitas dan teoritis
ini menjadi powerful dalam kebangkitan bangsa. Lantas kombinasi tiga tokoh
paling revoluioner ini (Parada Harahap, Sukarno dan Hatta) menjadi powerful
dalam proses (percepatan) mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
![]() |
Parada Harahap (duduk paling kanan) |
Analisis yang Keliru
dan Hasil Analisis yang Seharusnya
![]() |
Sinar Merdeka di Padang Sidempuan (1919); Parada Harahap |
Parada Harahap (berdasarkan perjalanan dirinya melawan kolonialisme sejak
1916) mengembangkan gagasan dan memunculkan ide mempersatukan semua organisasi
kebangsaan dan mempelopori terbentuknya Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan
Kebangsaan Indonesia (PPPKI) sebagai wadah bersama (semacam perahu) bagi semua
orang Indonesia baik yang berasal dari organisasi kebangsaan bersifat
kedaerahan (seperti Boedi Oetomo, Sumatranen Bond) maupun organisasi (politik)
bersifat nasional (seperti PSI dan termasuk PNI).
Senin, Oktober 17, 2016
Simpang Siur Sumpah Pemuda, Ini Faktanya (3): Parada Harahap Turun Tangan Lagi; Putusan Kongres (1928) Diperbarui dan Diperingati Sebagai Hari Sumpah Pemuda (1953)
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sumpah Pemuda dalam blog ini Klik Disin
Parada Harahap memulai karir
jurnalistik sebagai editor surat kabar Benih Merdeka tahun 1918 di Medan,
kemudian dilanjutkan dengan mendirikan surat kabar Sinar Merdeka 1919 di Padang
Sidempuan (kampong halamannya). Top performance Parada Harahap sebagai pemilik
portofolio tertinggi dari tokoh nasional terlihat sejak mendirikan surat kabar
Bintang Timoer di Batavia (1926). Jelang berakhirnya kolonialisme Belanda di
Indonesia, Parada Harahap mendirikan surat kabar Tjaja Timoer (1938). Pada masa
pendudukan Jepang, Parada Harahap mendirikan surat kabar Sinar Baroe di
Semarang. Sejak kembali Belanda (agresi militer Belanda) Parada Harahap
memimpin pers republik di Jakarta dan kemudian mengasuh surat kabar Detik di
Bukittinggi (ibukota RI di pengungsian). Pada tahun 1951, Parada Harahap
mengakuisisi surat kabar legendaris berbahasa Belanda (sejak 1850an), Java Bode.
Di surat kabar ini pada tahun 1925, Parada Harahap mengirim tulisan-tulisannya
tentang kebangsaan (tanah air warisan nenek moyang) ketika berpolemik dengan
pers asing/Belanda. Sambil mengasuh Java Bode, Parada Harahap tahun 1952
mendirikan perguruan tinggi Akademi Wartawan Indonesia di Jakarta. Parada
Harahap yang kini (sejak 1951) menjadi sekretaris Kadin Nasional (pada tahun
1927 mendirikan Kadin pribumi di Batavia), sejak tahun 1953, Parada Harahap
adalah Ketua Kopertis (Perhimpuan Perguruan Tinggi Swasta).
Parada Harahap bukanlah politisi, juga bukan birokrat (petugas pemerintah
Belanda maupun pemerintahan militer Jepang). Parada Harahap murni seorang
jurnalis. Meski begitu, untuk soal kebangkitan bangsa dan perjuangan mewujudkan
kemerdekaan, tingkat revolusionernya tidak ada yang menandingi (bahkan
sekaliber Sukarno pun tidak). Parada Harahap bekerja dengan penanya. Pena yang
sangat tajam.
![]() |
Mochtar Lubis pimpin demosntrasi kebebasan pers (1953) |
Pasca pengakuan kedaulatan RI, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden M.
Hatta tidak melupakan Parada Harahap, senior mereka. Sukarno dan Hatta meminta
Parada Harahap untuk memimpin misi ekonomi Indonesia untuk studi banding ke 14
negara di Eropa (1954). Laporannya yang dibukukan dan didistribusikan ke publik
dijadikan sebagai buku dengan judul Rencana Lima Tahun Pembangunan Ekonomi
Indonesia (buku repelita pertama!). Misi ekonomi yang dipimpin Parada Harahap
ini (di era republik) seakan menjadi misi ekonomi Indonesia kedua. Pada tahun
1933, Parada Harahap memimpin misi ekonomi Indonesia ke Jepang di era kolonial
Belanda (termasuk di dalamnya, M. Hatta sebagai anggota rombongan yang baru
lulus sarjana ekonomi di Belanda).
Langganan:
Postingan (Atom)