Senin, Juni 09, 2025

Sejarah Pantai Timur (13): Kerajaan Aru di Pantai Timur Sumatra; Aek Sungai Barumun Antara Sungai Rokan dan Sungai Ambuaru


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Dalam penulisan sejarah, judul mencari data seharusnya data membentuk judul. Sejarah sendiri adalah narasi fakta dan data. Fakta adalah situasi kondisi/peristiwa yang benar-benar ada atau terjadi. Sementara data adalah bukti yang dapat dilihat apakah dalam bentuk benda, kondisi alam, peta yang digambarkan dan catatan yang tertulis semasa. Demikian juga dalam menganalisis dan menginterpretasi sejarah tidak cukup dengan ibarat seorang buta yang memegang gadingnya tidak akan mampu melukiskan gajah yang sebenarnya. Oleh karena itu sajarah bukan imajinasi dan pula bukan angan-angan. Menulis sejarah haruslah menggunakan metodologi sejarah yang sesuai.


Haru adalah sebuah kerajaan pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara, berkuasa abad ke-13 sampai abad ke-16. Pada masa jayanya kerajaan ini merupakan kekuatan bahari yang cukup hebat, dan mampu mengendalikan kawasan bagian utara Selat Malaka. Pada abad ke-13, Kerajaan Hindu-Buddha ini mulai menganut agama Islam. Ibu kota Aru terletak dekat dengan Kota Medan, dikaitkan dengan negara penerusnya, yakni Kesultanan Deli. Pendapat ini diajukan oleh seorang orientalis Inggris Richard Olaf Winstedt. Akan tetapi, Groenveldt, seorang sejarawan Belanda, berpendapat bahwa pusat ibu kota Kerajaan Aru terletak jauh ke tenggara, yakni dekat muara Sungai Barumun dan Panai, di Kabupaten Labuhanbatu, dan karena itu terkait dengan pendahulunya yaitu Kerajaan Pannai yang bercorak agama Buddha. Gilles berpendapat ibu kotanya terletak dekat Pelabuhan Belawan, sementara sejarawan lain mengajukan pendapat bahwa lokasi pusat kerajaan Aru terletak di dekat muara Sungai Wampu dekat Teluk Haru, Kabupaten Langkat. Situs Kota Cina di kawasan Medan Marelan, dan situs Benteng Putri Hijau di Deli Tua, Namorambe, adalah situs-situs arkeologi di dekat Kota Medan, yang dikaitkan dengan Kerajaan Haru (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Kerajaan Aru di pantai timur Sumatra? Seperti disebut di atas sejarah adalah narasi fakta dan data. Banyak yang bertanya dimana lokasi pusat Kerajaan Aru. Tentu saja ada perbedaan pendapat. Fakta bahwa sungai Barumun berada diantara sungai Rokan (di selatan) dan sungai Ambuaru (di utara). Lalu bagaimana sejarah Kerajaan Aru di pantai timur Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, Mei 11, 2025

Sejarah Padang Sidempuan (27): Saroehoem Panoesoenan di Padang Sidempoean BTL ke Semarang; Pers Batavia dan Parada Harahap


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan dalam blog ini Klik Disini

Dalam dunia jurnalistik di Indonesia nama Saroehoem Panoesoenan cukup dikenal luas. Namanya juga ditulis sebagai Tengkoe Saroehoem dan juga Sar Panoesoenan. Namanya mulai terkenal di Padang Sidempoean tahun 1929 sebagai pemimpin surat kabar Soeara Sini. Saroehoem dalam urusan jurnalistik juga pernah di Sibolga, Taroetoeng, Fort de Kock, Padang, Semarang, Batavia, Soerabaja, Soerakarta, Djogjakarta, Samarinda, Tasikmalaja, Tjirebon.

Pewarta Borneo merupakan salah satu koran tertua yang terbit di Banjarmasin. Menurut sejumlah sumber, koran ini didirikan pada 1901 dan menggunakan bahasa Melayu. Namun, pelacakan sumber autentik hanya menemukan Pewarta Borneo edisi tahun VU 1938. Pada tahun itu, kantor redaksinya tercatat beralamat di Mahakamstraad, Samarinda. Pemimpin umum sekaligus pemimpin redaksinya adalah Lim Ek Thoen dibantu Saroehoem. Repoeblik adalah surat kabar berbahasa Indonesia yang terbit pertama kali pada 1944. Surat kabar ini diterbitkan oleh Perusahaan Harian Rakjat. Alamat redaksinya berada di Cirebon, sedangkan percetakannya dilakukan di percetakan Repoeblik, Cirebon. Pemimpin redaksi Repoeblik adalah Saroehoem dan wakilnya Rivai Marlaut. (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Saroehoem Panoesoenan dari Padang Sidempoean menuju Semarang? Seperti disebut di atas, nama Saroehoem dalam dunia jurnalistik Indonesia dimulai dari Padang Sidempoean. Saat Saroehoem memulai karir di Semarang, Parada Harahap di Batavia. Lalu bagaimana sejarah Saroehoem Panoesoenan dari Padang Sidempoean menuju Semarang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, Mei 07, 2025

Sejarah Padang Sidempuan (26): Soetan Pangoerabaan (Pane) dari Sipirok; Guru, Sastrawan, Politisi, Jurnalis dan Pengusaha


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel sebelumnya dibicarakan nama Baginda Kali Djoendjoeng (Daoelae), pada artikel ini membicarakan Soetan Pangoerabaan (Pane). Soetan Pangoerabaan dengan nama kecil Panjaboengan marga Pane kelak lebih dikenal sebagai ayah dari Sanoesi Pane dan Armijn Pane (dua sastrawan terkenal di Jawa).


Sutan Pangurabaan Pane, seorang guru, penulis, wartawan dan seniman. Kemampuannya bahasa Batak, Melayu, Arab, dan Belanda, Sutan Pangurabaan pernah menjadi juru tulis Belanda; menjembatani komunikasi antara Belanda dengan Si Singamangaraja XII (Perang Toba II); salah satu pendiri Muhammadiyah di Sipirok. Lulus kweekschool (sekolah guru) di Padang Sidempuan dididik Charles Adrian van Ophuijsen. Setelah lulus ditempatkan di Muara Sipongi, sekolah yang baru didirikan. Tidak setuju penjajahan Belanda di Muara Sipongi memutuskan meninggalkan profesinya sebagai guru, pindah ke Sibolga menjadi wartawan. Sejak tahun 1914, menjadi wartawan untuk surat kabar Poestaha; 1921 mendirikan organisasi Muhammadiyah di Sipirok; 1927 mendirikan surat kabar berbahasa Batak Pardomoean; 1931 mendirikan surat kabar berbahasa Indonesia Surya di Sibolga; 1 Januari 1937 mendirikan perusahaan transportasi bus Sibualbuali melayani rute pulang pergi dari Sipirok menuju Padang Sidempuan, Sibolga, Tarutung, Pematang Siantar, Medan, Pekanbaru, Palembang, Jambi, dan Lampung. Sutan Pangurabaan pernah memimpin Partai Indonesia (Partindo) cabang Tapanuli (1913-1936) dan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) (1937-1942). Karya: Tolbok Haleon, 1916; Roekoen iman dohot roekoen Islam, 1933; Nasotardago, 1940. Soetan Pangoerabaan lahir    sekitar 1885 di Sipirok dan meninggal 11 Januari 1955 di Djakarta (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Panjaboengan gelar Soetan Pangoerabaan Pane? Seperti disebut di atas, anak-anaknya terkenal dan dikenal luas diantaranya Sanoesi Pane dan Armijn Pane. Soetan Pangoerabaan sendiri adalah guru, sastrawan, politisi, jurnalis dan pengusaha. Lalu bagaimana sejarah Panjaboengan gelar Soetan Pangoerabaan Pane? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, Mei 06, 2025

Sejarah Padang Sidempuan (25): Baginda Kali Djoendjoeng Marga Daoelae; Kepala Koeria Pintoe Padang di Angkola Djae


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan dalam blog ini Klik Disini

Kota Padang Sidempoean dapat dikatakan kota yang sudah tua, bahkan lebih tua dari kota Medan. Kota Padang Sidempoean paling tidak sudah terinformasikan pada tahun 1844 sebagai kota baru untuk menggantikan ibu kota distrik (onderafdeeling) Angkola di Pidjor Koling. Kota Padang Sidempoean cepat tumbuh dan berkembang sehinggan pada tahun 1870 dijadikan sebagai ibu kota afdeeling Mandailing en Ankola untuk menggantikan Panjaboengan. Di kota Padang Sidempoean inilah kemudian bermunculan tokoh-tokoh yang cukup terkenal diantaranya Baginda Kali Djoendjoeng (Daoelae) dan Soetan Pangoerabaan (Pane). 


Pada tahun-tahun selanjutnya, tepatnya 1928, di Sipirok terbit sebuah surat kabar bernama Pardomoean di bawah pimpinan Soetan Pangoerabaan. Surat kabar ini terbit satu kali dalam sebulan. Di Padang Sidempuan surat kabar dengan nama Oetoesan terbit tahun 1939 dibawah pimpinan redaksi Baginda Kali Djoendjoeng dan A.H. Daulay. Surat kabar tersebut terbit dalam edisi berbahasa Indonesia dan merupakan surat kabar nasional yang  terbit setiap hari Senin dan Sabtu. Surat kabar lainnya yang terbit di Padang Sidempuan adalah Drukkerij Tapian Na Oeli yang terbit pertamakali tahun 1940 dibawah pimpinan redaksi Maringan Napitupulu. Surat kabar tersebut terbit setiap hari Sabtu saja dalam edisi berbahasa Batak dan juga sewaktu-waktu dalam edisi bahasa Indonesia. Masih di Padang Sidempuan, pada tanggal 10 Oktober 1940, terbit pertamakali Surat Kabar “Boroe Tapanoeli” yang terbit secara berkala, setiap 10 hari sekali. Surat kabar ini dipimpin oleh Srikandi Padang Sidempuan bernama Awan Chatidjah Siregar, dengan anggota redaksi: Soemasari Rangkoeti, Roesni Daulay, Dorom Harahap, Marie Oentoeng Harahap dan Halimah Loebis. Pada bagian administrasi tercantum nama Siti Sjachban Siregar, Lela Rangkoeti dan Intan Nasoetion.( https://akhirmh.blogspot.com). 

Lantas bagaimana sejarah Baginda Kali Djoendjoeng marga Daoelae? Seperti disebut di atas, banyak tokoh yang lahir di kota Padang Sidempoean, termasuk Baginda Kali Djoendjoeng yang juga sebagai Kepala Koeria Pintoe Padang di Angkola Djae. Lalu bagaimana sejarah Baginda Kali Djoendjoeng marga Daoelae? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, Januari 02, 2025

Sejarah Benteng Huraba (11): Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);Tapanuli Selatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Pengakuan kedaulatan Indonesia dalam bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) diberlakukan sejak 27 Desember 1949. Serikat maksudnya terdiri dari negara-negara sendiri dan negara Republik Indonesia sebagai satu negara sendiri (yang misalnya dibedakan dengan Negara Madura dan Negara Sumatra Timur). Atas kesadaran sendiri atau atas tekanan, negara-negara federal bentukan Belanda membubarkan diri atau dibubarkan. Tanggal 17 Agustus 1950 RIS dibubarkan dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lalu mengapa kemudian muncul Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1956 yang menjadi dasar terbentuknya kabupaten Tapanuli Selatan? 


Dalam Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1956, Pasal 1 ayat 10 disebutkan bahwa Tapanuli Selatan (Kabupaten) dengan batas-batas yang meliputi wilayah afdeling Padang Sidempuan sesuai Staatsblad tahun 1937 No.563). Satuan wilayah ini tetap dianggap sebagai kesatuan budaya, sosial, dan ekonomi hingga sekarang. Yang berubah adalah konfigurasi pemerintahan, yang dulu satu kesatuan pemerintahan di bawah nama kabupaten Tapanuli Selatan, kini tengah mengalami perubahan yang dinamis menjadi sejumlah kabupaten kota, sejumlah kecamatan dan sejumlah desa kelurahan. Sebelum terjadi pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan (dengan ibukota Padang Sidempuan) terdiri dari 18 kecamatan: 1. Dolok 2. Barumun 3. Barumun Tengah 4. Batang Angkola 5. Batang Natal 6. Batang Toru 7. Kotanopan 8. Muarasipongi 9. Natal 10. Padang Bolak 11. Padang Sidempuan 12. Panyabungan 13. Saipar Dolok Hole 14. Simangambat 15. Siabu 16. Sipirok 17. Sosa 18. Sosopan. 

Lantas bagaimana sejarah Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Seperti disebut di atas RIS bentukan Belanda dibubarkan dan kembali ke bentuk NKRI. Dalam hal ini mengapa Undang-Undang Darurat Nomor 7 tahun 1956 dibuat. Lalu bagaimana sejarah Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.