*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Marah Halim Cup dalam blog ini Klik Disini
Suksesi
Kajamoedin gelar Radja Goenoeng dalam pengembangan pendidikan di Medan adalah
Gading Batoebara. Anak Padang Sidempoean kelahiran Hoetapadang, Sipirok 10
Oktober 1901 (10-10-01) ini mengikuti jejak seniornya Radja Goenoeng untuk
sekolah guru di Fort de Kock. Setelah lulus Kweekschool Fort de Kock, Gading Batoebara
melanjutkan sekolah ke Hogere Kweekschool di Poeworedjo dan lulus 1923. Setelah
lulus, Gading Batoebara pulang kampung dan menjadi guru sementara di HIS swasta
Sipirok (kampung halamannya).
![]() |
GB Josua (1950) |
Kemudian
Gading Batoebara merantau dan menjadi guru di Tandjoengpoera (Langkat). Tidak
lama di Tandjongpoera, GB Josua tertarik atas tawaran untuk memajukan sekolah
HIS swasta di Doloksanggoel. Kehadirannya membuat sekolah HIS Doloksanggoel maju
pesat hingga akhirnya diakuisisi oleh pemerintah menjadi HIS negeri. Sukses GB
Josua merancang HIS di Doloksanggoel membuat namanya diperhitungkan oleh
pemerintah Nederlansch Indie.
Bertugas di
Medan dan Studi Ke Nederland
Dalam
perkembangannya, Gading Batoebara Josua (GB Josua) diangkat menjadi guru
pemerintah dan ditempatkan di Medan.
De Sumatra post, 17-09-1928): ‘G.B. Josua diangkat
menjadi guru pemerintah dan ditempatkan di Schakel School di Medan. Mardan
Tandjoeng dipindahkan dari Schakel School di Medan dan ditempatkan di Holandsch
Inlandsch School di Padang Sidempoean.
Pada tahun 1929 GB Josua melanjutkan
pendidikannya ke Negeri Belanda di Groningen. Setelah mendapat akte Lager Onderwijs
GB Josua kembali ke tanah air dengan menumpang kapal ss. Patria dari Rotterdam 4 November 1931 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 01-12-1931).
Mendirikan Sekolah
![]() |
Westenenkstraat |
![]() |
Siswa yang diterima di Mulo, Medan |
De Sumatra post, 03-05-1934 (Nieuwe School): ‘Sekolah
baru. Bertempat di Delistraat, sekolah
dibangun untuk Institut Josua untuk pendidikan dasar dan menengah dibawah
kepemimpinan Mr Joshua. Bangunan harus selesai 1 Agustus (1934)’.
![]() |
Delistraat |
De Sumatra post, 24-09-1934: ‘Kompetisi basket di Medan.
Divisi senior terdaftar lima klub yakni IEV, JS. HBS, KJB (KMS), Su Tung dan MULO.
Divis Junior sebanyak 10 asosiasi, yakni ÏEV (2 tim), klub MULO, Medan, NHIS,
Eur. Sekolah Dasar, Chr. Euro. S., Chr. HIS, Institute Josua dan Taman Siswa’.
Menjadi Anggota Dewan Kota
Anak-anak Padang Sidempoean sudah banyak yang
menjadi anggota dewan kota bahkan anggota Volksraads. Kajamoedin Harahap gelar
Radja Goenoeng adalah pribumi pertama yang menjadi anggota dewan kota Medan
(1918) dan Dr, Alimoesa Harahap, anggota Dewan Kota Pematang Siantar menjadi
anggota Volksraads (pribumi pertama anggota Volksraad dari Noord Sumatra). Pada
pemilihan periode terakhir ini satu diantaranya adalah Abdoel Hakim. Kemudian
di tengah jalan, menyusul masuk GB Josua sebagai anggota pengganti Gementeeraads
Medan.
![]() |
Gedung Dewan Kota Medan (Gementeeraads) |
Setelah
Kajamoedian gelar Radja Goenoeng sukses, karir GB Josua mulai mendapat tempat
di Medan.
Pada awal tahun
1935, GB Josua diangkat sebagai anggota Komite Pendidikan (lihat De Sumatra post, 02-02-1935). De
Sumatra post, 20-07-1935 menyebutkan anggota komisi tersebut adalah Voorzitter:
Ir. JC Francken, Directeur HBS. Secretaris: B.Benning Kesawan. Sebanyak
Sembilan anggota: Mpvr. O. Nelissen-üumas, Tasmanlaan, Gan Hoat Soey, fa. Hap
Tong, Luitenantsweg, PH Geensen, Hoofd 2e Holl. Inl. School, GB Josua, Hoofd
Inst. voor gewoon en voortgezet, Lager onderwijs, PJH. Klevant, Hoofd Chr.
Eerste Lagere School, JS Krenuing, Directeur Mulo, Dr. Sic Tjoau Sioe, Arts, FE
Vervuurt, Hoofd Holl. Chin. School’.
De Sumatra post, 01-06-1935 (Toezicht en Bijstand
Algemeene Volkscredietbank): ‘Untuk tugas pemantauan dan Bantuan Bank Kredit
Algemeene Rakyat selama tiga tahun diangkat menjadi anggota pengawas dan
bantuan dari umum lokal menggunakan kredit bank Volkse di Medan: GB Joshua,
Kepala Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah di Medan’.
Dalam putaran terakhir pemilihan Dewan Kota
Medan yang terpilih adalah Abdul Hakim dan GB Josua (lihat De Sumatra post,
04-04-1936).
Abdul Hakim kelak menjadi Gubernur Noord Sumatra yang
ketiga (1951-1953). Ayah Abdul Hakim adalah Mangaradja Gading kelahiran Padang
Sidempoean. Karirnya sebagai pangawas berpindah-pindah dari Padang Sidempoean,
Sibolga dan Djambi. Abdul Hakim adalah anak ketiga Mangaradja Gading. Abdoel
Hakim lahir di Sarolangoen 1905.
Sekolah
yang didirikan GB Josua ini berkembang pesat. Gading Batoebara yang kemudian
lebih dikenal sebagai GB Josua yang nama perguruannya dikenal sebagai Perguruan
Josua (Josua Intituut).
GB Josua juga
adalah Ketua SGIM (Serikat Goroe Goeroe Indonesia Medan) (De Sumatra post,
18-07-1936).
De Sumatra post, 12-11-1936 (De Josuase Jeugd Een
jubileumnummer): ‘Koran mingguan sekolah, The Josuase Youth’ yang selama ini
terbit setiap dua kali sebulan, kali ini dimasukkan ke dalam paket minggu. Ini
digambarkan dengan foto-foto, memiliki sampul penutup, singkatnya, itu edisi
tambahan dan sebagai prasasti yang sudah dilaporkan, lagu ulang tahun, lagu
untuk menghormati ulang tahun pertama koran sekolah. Mr. GB Yosua, kepala
sekolah Joshua, menulis kata pengantar, editor didorong untuk terus sepanjang
jalan ini dan selalu terus bekerja sama dan artikel lain sedikit kegembiraan
dan keinginan baik untuk masa depan, yang kami dengan senang hati bergabung
dengan kami, pemuda Josuase, selamat menulis!’.
Dalam ujian
masuk MULO Medan 1937 salah satu lulusan Instituut Josua Medan bernama Kasamiah
berhasil diterima di MULO (De Sumatra post, 17-06-1937).
GB
Josua kembali dicalonkan untuk pemilihan Dewan Kota (De Sumatra post.
30-07-1938). Dari kalangan pribumi terdapat sebanyak 25 orang, diantaranya Abdoel
Wahab Siregar, Bedawi Rangkoeti, Suleiman Hasiboean, Pamoesoek gelar
Sutan Mangasa Pintor, Taralam Nasution gelar Mangaradja Soangkoepon, Dr.
Gindo Siregar, Mr. Loeat Siregar, Zakaria Loebis, Madong Loebis, GB Josua,
Boerhanoeddin gelar Soetan Dilaoet. Dalam pilkada kali ini GB Josua gagal.
Dari hasil
pemungutan suara hanya Suleiman Hasiboean yang langsung terpilih. Sedangkan delapan
pribumi harus bersaing kembali untuk memperebutkan empat kursi. (De Sumatra
post, 15-08-1938). Akhirnya yang terpilih, satu diantaranya adalah Boerhanoeddin
gelar Soetan Dilaoet (De Sumatra post, 24-08-1938).
Josua Instituut Ekspansi
Bataviaasch nieuwsblad, 02-09-1938: ‘Dibutuhkan dua guru,
Diploma HIK. Diminta untuk segera mengirimkan lamaran. Surat: Josua Institute,
Medan’.
De Sumatra post, 05-09-1940 (Josua Institute membuka
Ekspansi): ‘Kemarin sore di bawah bunga yang sangat indah berlangsung pembukaan
bangunan baru, Joshua Institute di Delistraat Medan untuk upacara dimana
berbagai otoritas hadir, seperti Walikota Medan, anggota dewan kotapraja dan
anggota dewan kotapraja Djamaloeddin. Sebelum memasuki sekolah tersebut didahului
pidato yang disampaikan oleh Raja Goenoeng, pengawas sekolah utama dan menyambut
para peserta dan juga membuat perhatian khusus dari kehadiran Tcngkoe Mahkota
Deli. Pembicara mengatakan dengan tegas bahwa lembaga seperti Joshua Institute,
hanya bisa berkembang di bawah dukugan kuat otoritas Nederlandsen. Sementara
anak-anak sekolah bernyanyi dan bendera dikibarkan, dan petugas bangunan dan
memasuki tempat dimana sejumlah besar rangkaian bunga berdiri. Bergabung dengan
ruang hiasan kemudian mengadakan pertemuan dimana. berpidato Dr. Pirngadi, yang
memberikan sejarah singkat sekolah yang menekankan bahwa Mr Joshua adalah
pendiri sekolah dan orang yang memulai dari sebuah sekolah kecil, lembaga ini
telah dibuat pada 12 Juli 1932, yang mana institute ini di sebuah gudang di Westenenkstraat.
Sekolah ini awalnya para siswa mengalami kesulitan belajar karena fasilitas
yang jauh memadai, yang harus diatasi pada awalnya, namun secara bertahap sekolah
ini tumbuh, dan tidak butuh waktu lama sebelum sekolah ini pindah ke gedung
sekolah di Delistraat. Meskipun perbaikan dan perluasan diperlukan, setiap
tahun di Medan banyak siswa yang tidak dapat ditampung karena kurangnya ruang .
Sekarang lembaga Joshua memiliki 26 kelas dan
banyak guru dan masih subsisten. Sekolah ini awalnya kadang-kadang
dipertanyakan, kini sekolah Josua ini telah membuktikan dirinya. Dr Pirngadi
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Joshua yang di akhir pidatonya menyebut
Josua orang yang banyak pekerjaan social sebagai telah melakukan sebagai guru. Menurut
pembicara, Mr. Josua adalah salah satu kepala sekolah terbersih dan telah
berjuang dengan gigih untuk mengejar ketertinggalan. Speaker memuji dan Josua memang
layak menerimanya. Sementara itu, Josua ungkapkan sekolah ini juga berkat hasil
kerja semua karyawan yang telah mendukung mencapai hasil yang sekarang dan ke
depan agar lebih giat. Setelah pidato yang hadir mereka bersama-sama, disuguhi
makanan dan minuman dan termasuk orang tua dan anak-anak yang hadir dalam
perayaan kehormatan sekolah ini’. [iklan: De Sumatra post, 06-01-1940].
Pengurus Klub Sepakbola ‘Sahata Voetbal Club’
GB Josua tidak hanya cerdas di bangku kuliah,
tidak hanya piawai mengajar siswa di kelas dan tidak hanya pintar berdebat di
parlemen kota, tetapi GB Josua juga jago di lapangan rumput. GB Josua di Medan juga
adalah pengurus klub Sahata.
De Sumatra post, 28-04-1941 (Sport Vereeniging Sahata):
‘Pada hari Sabtu, Sport Vereeniging Sahata menyelenggarakan acara malam yang sangat
menyenangkan sekali di lapangan Josua Institute. Tidak kurang dari 3 band, Merry-Owl,
band dasbekende Restaufant di Pasar Ma, de'Hawaian Tapanoelien, yang tidak
asing bagi pendengar radio dan Parti Lian (Onang-Onang). Pada pukul 07.30 Mr A,
Siregar menyambut sekitar 300 peserta, Mr. TL Hoetapea sebagai direktur menjelaskan
penciptaan dan tujuan asosiasi ini yaitu mengembangkan lebih dekat persaudaraan
antara anggota tanpa melihat perbedaan asal dan agama. Setelah itu, diikuti
oleh Mr. GB Josua, Presiden der Vereeniging memberi pidato singkat selamat
datang dan bersukaria malam. Acara ini dinyatakan terbuka’.
Klub Sahata Voetbal Club adalah suksesi klub Medan
Tapanoeli Voetbal. Klub Medan Tapanoeli Voetbal Club adalah suksesi Tapanoeli
Voetbal Club.
Pendiri klub sepakbola anak-anak Residentie Tapanoeli di Medan adalah Dja Endar Moeda, Radja Media (pemilik percetakan dan koran Pertja Barat di Padang). Pada tahun 1901 meluaskan penerbitannya di Sibolga dengan nama koran Tapian Naoeli. Lalu kemudian membuka percetakan di Medan. Percetakan ini mendirikan klub pribumi pertama di Medan bernama Letterzetters Club disingkat L.Z. Club (lihat De Sumatra post, 10-10-1904). Setelah korannya Pertja Barat yang terbit di Padang dibreidel karena delik pers lalu dirinya mendapat hukuman cambuk (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 30-11-1905), Dja Endar Moeda hijrah ke Medan dan menerbitkan koran Pewarta Deli. Koran ini lalu membentuk klub baru yang diberi nama Tapanoeli Voetbal Club (lihat Deli Sumatra post, 19-03-1906). Pada tahun 1907 nama klub Tapanoeli VC diubah menjadi Medan Tapanoeli Voetbal Club
(MTVC). Kompetisi di Medan berhenti. Pada tahun 1913 kompetisi bergulir lagi
dengan dua kamar (kompetisi pribumi dan kompetisi non pribumi). MTVC protes
karena Letterzetters Club diperlakukan tidak adil oleh Deli Voetbal Bond dan
atas protesnya itu Tapanoeli VC ‘dikeluarkan’ dari kompetisi pada tahun
berikutnya (1914). Lambat laun Letterzetters Club juga hilang dari peredaran.
Lalu kemudian muncul lagi Medan Tapanoeli Voetbal Club dan pada tahun 1922
klub-klub pribumi (termasuk Tapanoeli Voetbal Club) diawasi dan dianggap
berseberangan dengan klub-klub Belanda (De Sumatra post, 04-01-1922). Pada
tahun 1924 MTVC dilakukan pembaruan dengan membentuk badan hokum dengan
induknya Sarikat ‘Sahata Saoloan’.
De Sumatra post, 03-10-1924: ‘Disetujui statuta asosiasi ‘Sahata
Saoloan’ di Medan dan dengan demikian bahwa serikat ini diakui sebagai badan
hukum’. [di dalam edisi yang sama] ‘Disetujui statute Medan Tapanoelie Voetbal
Club (disingkat MTVC) dan Medan Tapanoelie Voetbal Club dengan demikian diakui
sebagai badan hukum’.
Dalam perkembangannya nama MTVC menghilang hingga
munculya nama klub baru bernama Sahata Voetbal Club. Klub ini didirikan
oleh koran Sinar Deli pada tahun 1935 (Sinar Deli adalah suksesi Pewarta Deli, mulai beroperasi tahun 1930 dengan editor Mangaradja Ihoetan). Klub ini dibentuk dari gabungan (merger)
dua klub yakni Horas Voetbal Vereeniging (HVV) dan Parsadaan Sport Vereeniging
(PSV). De Sumatra post, 31-10-1935
memberitakan bahwa pengurus klub Sahata ketika dibentuk adalah Abdul Hakim (Wethouder
Gemeeteraad) dengan sekretaris Albert Siregar dan bendahara Ibu Mariamsjah Loebis. Abdul Hakim kelak menjadi
Gubernur ketiga Noord Sumatra (1951-1953). Oleh karena Abdul Hakim pindah tugas
ke Batavia, kepengurusan klub ini dipimpin oleh GB Josua.
Klub Sahata pimpinan GB Josua ini cukup lama eksis hingga muncul perselisihan dengan OSVB, lagi-lagi karena soal ketidakadilan. Klub Sahata mundur dari OSVB (De Sumatra post, 14-06-1941).
Klub Sahata pimpinan GB Josua ini cukup lama eksis hingga muncul perselisihan dengan OSVB, lagi-lagi karena soal ketidakadilan. Klub Sahata mundur dari OSVB (De Sumatra post, 14-06-1941).
Selama pendudukan Jepang klub Sahata tidak terdengar kabar beritanya. Baru setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia kabar berita Sahata muncul kembali pada tahun 1950 (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 16-08-1950).
*Sahata adalah kata yang banyak digunakan dan sangat popular di dunia internasional. Sahata adalah nama seorang duta besar Jepang untuk Nederland di sGravenhage (kini Den Haag). Mr. Sahata menggantikan Mr. Sikara pada Oktober 1915 (lihat Leeuwarder courant, 30-10-1915). Sahata juga nama sebuah kabupaten di Jepang. Dalam bahasa Batak, ‘sahata’ diartikan sekata, ‘sahata saoloan’ diartikan seiya sekata. Nama klub Sahata Voetbal Club kemungkinan diambil dari badan hukum 'Sahata Saoloan'. Sebagaimana nama klub sepakbola pada saat itu, kerap mengadopsi nama-nama (klub sepakbola) yang sudah popular. Dengan demikian penamaan nama klub sepakbola anak-anak Tapanoeli ini, kedalam mengandung misi budaya (inti musyawarah dalam Dalihan Na Tolu) dan keluar dapat diasosiasikan dengan nama yang cukup popular (misalnya, seorang diplomat ulung Jepang).
Klub Sahata Melakukan Protes
Dalam perkembangannya, OSVB yang dimotori
oleh MSV merasa perlu menggabungkan kompetisi OSVB dengan kompetisi pribumi.
Penggabungan ini didukung oleh klub-klub pribumi termasuk Sahata VC. Di dalam
kompetisi Sahata VC masuk Divisi Satu. Kompetisi OSVB tahun 1940, Sahata VC
berada pada peringkat keempat di bawah Noertjahaja dan Shells SC dan Deli Mij.
VC (kampiun). Untuk Divisi Dua adalah Deli Spoor SC.
Pada bulan Juni 1941 OSVB melakukan rapat
tahunan seperti biasanya evaluasi kompetisi dan bertepatan dengan pemilihan
pengurus baru. GB Josua yang hadir dalam rapat tahunan tersebut mewakili Sahata
VC merasa selama ini seakan tidak diberi kesempatan bagi pribumi untuk menjadi
Presiden. GB Josua melakukan protes dan memberi argumen yang realistik.
De Sumatra post, 14-06-1941: ‘Sejumlah kandidat telah
diumumkan sebelum pemilihan. Kandidat non Belanda adalah Dr. Soedin dan Mr
Joshua. Perwakilan Sahata dalam hal ini mengumumkan bahwa Mr Josua untuk
menarik kembali. GB Josua harus meninggalkan pertemuan. Alasannya, tidak akan
mungkin Indonesia menjadi presiden karena sudah diatur meski namanya pemilihan.
Seperti biasanya Presiden adalah dari MSV. Padahal menurut GB Josua jumlah klub
Indonesia lebih banyak di dalam kompetisi. Penjaringan calon dan pemilihan itu
hanya akal-akalan saja. OSVB adalah federasi dan bukan MSV. Jangankan menjadi
presiden, anggota dewan saja tidak ada wakil Indonesia’.
Inilah untuk kali kedua wakil pribumi protes
keras terhadap pengurus bond yang notabene orang-orang Belanda. Pada tahun 1908
Tapanoeli VC juga pernah melakukan protes dan menarik diri dari kompetisi
karena adanya ketidakadilan (kala itu nama bond adalah Deli Voetbal Bond yang
dimotori oleh DSV. Kini, pada tahun 1941 terjadi lagi proses yang sama ketika
penggabungan kompetisi dilakukan. Serba kebetulan, Tapanoeli VC berafiliasi
dengan surat kabar Pewarta Deli (lembaga pemberitaan) milik Dja Endar Moeda dan
Sahata berafiliasi dengan Josua Instituut (lembaga pendidikan) milik GB Josua.
Dja Endar Moeda dan GB Josua adalah anak Padang Sidempoean yang sama-sama
menjadi guru. Guru ternyata berjuang dengan caranya sendiri.
Masa Pendudukan
Jepang
De
Sumatra post, 12-11-1941: ‘Pasar Malam 1942 akan diadakan 30 Januari - 8
Februari di Lapangan Esplanade Medan. Kegiatan ini dilakukan atas inisiatif GB
Josua melalui sarikat guru-guru Indonesia (Indonesische onderwyzers
vereeniging). Keuntungan pasar malam ini akan dibagi: 50 persen untuk Bernhard
Fonds; 40 persen untuk rumah miskin ‘Hati Dermawan’; lima persen untuk orang
miskin Tionghoa dan lima persen untuk pertolongan penderita tuberklosis’.
De
Sumatra post, 15-02-1941: ‘Dalam rangka mempersiapkan serangan udara dari pihak
Jepang, walikota telah menerapkan manajemen layanan perlindungan udara. Untuk fungsi layanan
perlindungan udara Medan dibagi menjadi delapan sector. Untuk
sector lima diketuai oleh GB Josua Tel. 1465 dan wakilnya Mr M. A, Naviah Siregar’. Sektor 5 :. Ambachtsschool Sci. Kerahstraat 132, tel 239.
GB Josua, Republik
Tulen
Selama
masa pendudukan Jepang komplek Institut Josua ini diambil oleh tentara/militer
Jepang. Setelah kemerdekaan aset Institut Josua ini diberikan kembali kepada GB
Josua. Selama masa agresi Militer Belanda, Institut Josua tetap mendidik
siswa-siswa utamanya anak-anak republik. Setelah pengakuan kedaulatan figur
Josua makin menonjol di Medan.
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 23-11-1949: ‘GB Josua beserta empat lainnya, menjadi pimpinan komite
penyerahan kedaulatan dari Negara Sumatera Timur (NST) ke Republik Indonesia’.
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 30-12-1949: ‘Penyerahan Palang Merah Belanda kepada Palang Merah
Indonesia di Medan yang diwakili oleh GB Josua’. Het nieuwsblad voor Sumatra, 06-05-1950:
‘GB Josua sebagai sekretaris Palang Merah Indonesia (PMI) Medan’.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 29-04-1950 (Representatief):
‘Ada pihak yang kemudian berpendapat, bahwa RIS harus mengakui Kongres Rakyat
sebagai parlemen yang demokratis, yang dapat dianggap mewakili 1,5 juta
penduduk Sumatera Timur. Hal ini berbeda dengan Dewan Perwakilan dari Negara
Sumatra Timur (NST), yang ditunjuk oleh Wali Negara. RIS regering Kongres milik
Rakjat untuk mengenalinya sebagai Status Badan Penetapan Wilajah Negara
Sumatera Timur, tubuh yang status daerah NST dapat vaststelen. Akhirnya datang
ke interpretasi logis, Mr. Jacoeb mengatakan bahwa NST adalah gatra reaksioner,
karena mereka hanya mewakili kepentingan promotor kuno--Komite Istimewa Daerah Sumatra.
Ia juga menunjukkan banyak resolusi baru yang diadopsi oleh NST. Prov.
menyimpulkan dengan menyatakan harapan bahwa NST akan dilikuidasi dan
dimasukkan ke dalam Republik Indonesia. Tentang Yahya Jacoebs saran dilakukan
39 pembicara dari semua kelompok kata. Tanpa kecuali, mereka bersaksi
persetujuan mereka pada kesimpulan. Setelah jawaban singkat dari Mr Jacoeb,
Kongres berubah sesuai aceoord dan pergi dengan prinsip, bahwa NST harus dalam
(Negara) Republik Indonesia. Lima orang komite kemudian ditunjuk dari politik,
ekonomi, budaya, agama dan sosial. Mereka akan mempelajari saran lebih lanjut
dan laporan tentang berbagai aspek masalah ini. Ketua komite tersebut (di mana
semua kelompok diwakili) yang resp. Mr. M. Jusuf, Jusuf Adjitorop, GB Joshua,
Hadji Rahman Sjihab dan Mr. H. Silitonga. Sementara itu jumlah fraksi diperluas
dengan dua faksi progresif yakni Dr. Gindo Siregar, dan wakil sebagian kecil Karo’.
Untuk
merayakan ulang tahun hari proklamasi kelima telah dibentuk panitia yang
mana ketua komite adalah GB Josua. Het
nieuwsblad voor Sumatra, 03-08-1950: ‘Di Medan telah dibentuk untuk perayaan 17
Agustus 1945. Komite ini diketuai oleh GB Josua’. Het nieuwsblad voor Sumatra, 16-08-1950
memberitahukan kronoligis acara perayaan hari 17 Agustus sebagai berikut:
![]() |
GB Josua, pidato 17-8-1950 |
![]() |
Parade militer RI di Esplanade, 1950 |
Pembentukan
Dewan Kota Medan
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 09-10-1950: ‘Gemeenteraaad baru Medan akan terdiri dari lima
belas anggota sedang dilakukan persiapan. Walikota Medan berharap awal bulan
depan, Dewan Kota (Dewan Perwakilan Kota) akan dipasang. Dewan ini akan diisi oleh
partai dan organisasi masyarakat untuk mengangkat anggota. Dewan ini diketuai
oleh walikota. Walikota memberitahukan akan dibentuk sebuah komite (semacam
KPU) yang akan memeriksa apakah semua yang terdaftar memenuhi persyaratan.
Secara total, yang mendaftar sekitar enam puluh organisasi setelah pengumuman
di koran diterbitkan. Anggota komisi yang ditunjuk Walikota sebanyak empat
orang, individu yang sering berhubungan dengan berbagai lapisan masyarakat.
Mereka adalah Mr. GB Josua, Mr. Mahadi, Jahya Jacoeb dan M. Tahir MS. Panitia
telah melakukan beberapa kali pertemuan dan akan selesai sekitar pertengahan
Oktober. Masing-masing pihak yang diakui dan asosiasi selain menunjuk ke
pemilih, dan dengan demikian membentuk electoral college yang ditunjuk oleh
lima belas anggota dewan. Semua ini sesuai dengan Republik Indonesia hukum
diperkenalkan, yang sekarang berlaku untuk seluruh kota-kota. Dewan hanya dapat
ditunjuk oleh warga negara Indonesia. The College mirip dengan College of B dan
W, sebagaimana diakui di Belanda. Ditanya tentang isu-isu utama, yang dibahas
dewan nantinya, Walikota Djaidin Poerba menjawab tentang perbaikan warga Medan
pasti akan menjadi salah satu tugas yang paling mendesak dari Dewan Perwakilan
Kota. Perumahan, perbaikan kampung dan masalah upah mungkin akan segera
membutuhkan perhatian, serta isu perluasan gereja. Tampaknya Kota Maksum diinginkan
yang saat ini sultanaatsgebied untuk menarik diri dari kota bahwa peraturan
kota juga berlaku di sana. Selanjutnya, harus dilakukan untuk mengangkat
dualisme dalam pengelolaan (bupati Deli Serdang saat ini masih ‘kepala
pemerintahan sementara’).
Abdul Hakim dan
GB Josua Satu Panggung
Abdul Hakim dan GB Josua, dua anak Padang
Sidempoean pernah sama-sama duduk di Gementeeraad Medan (lihat De Sumatra post,
04-04-1936). Kini, kedua tokoh ini berbeda posisi. GB Josua tahun ini tetap menjadi
ketua komite perayaan 17 Agustus, seperti tahun lalu. Yang membacakan
proklamasi di Medan dalam perayaan tahun lalu adala Ir. Soekarno melalui radio.
Perayaan yang kedua kali ini, yang membacakan teks proklamasi adalah Gubernur Sumatra Utara, Abdul Hakim—teman
GB Josua yang sama-sama berjuang di Dewan Kota Medan.
Sebagaiman dilaporkan Het nieuwsblad voor
Sumatra, 18-08-1951, GB Josua sebagai ketua panitia juga berpidato dalam acara
peraayaan ini. Isinya adalah menunjuk bahaya yang mengancam sekarang masyarakat
dalam bentuk korupsi, dll, dan mengimbau masyarakat sendiri bersatu untuk memberantasnya.
‘Jika terus seperti ini, kita menyebut diri kita imperialisme kembali’ sebagaimana
Mr Joshua memperingatkan.
Ketua Panitia
PON III
GB
Josua ditunjuk sebagai Ketua Panitia penyelenggara Pekan Olahraga Nasional
(PON) yang ketiga di Medan. Dalam kepantiaan ini termasuk Abdoel Wahab Siregar
dan Mustafa Pane. Mr GB Joshua berterima kepada Gubernur atas amanah ini dan
akan menunjukkan dan meyakinkan bahwa anggota komite akan mengerahkan upaya
terbaik untuk PON III sukses (Het nieuwsblad voor Sumatra, 24-01-1952).
Setelah perang,
PON pertamakali dilaksanakan di Djakarta (PON II) yang berlangsung antarta (21
October - 28 October 1951. PON III di Medan, kedua setelah perang dan pertama
di luar Djawa dilangsungkan
antara 20 September - 27 September 1953. PON I dilaksanakan di Solo
sebelum perang (8 September - 12 September 1948).
Dalam
masa persiapan PON III ini, Ketua Komite Olimpiade Indonesia, Sultan Hamengku
Buwono IX (Sultan Djogja) berkunjung di Medan. Di bandara pagi ini (Het
nieuwsblad voor Sumatra, 30-01-1952) HB IX disambut Residen Sumatra Timur, Muda
Siregar mewalili Gubernue dan Ketua Panitia PON III, GB Josua. Tujuan
kedatangan untuk melakukan pembicaraan dengan Gubernur Sumatra Utara, Abdul
Hakim Harahap tentang pembangunan stadion, perumahan atlet dan pembiayaan. Jumlah
peserta dalam kompetisi multi sport event ini akan diharapkan, bahkan lebih
besar daripada di Jakarta, di mana 2.500 atlet ambil bagian di PON II.
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 15-04-1952: ‘PON III kemungkinan akan diselenggarakan di Medan
pada bulan Juni atau Juli 1953 yang ditetapkan di Stadion Jalan Radja. Rencana
lokasi stadion ini berada di selatan dari pemakaman di jalan Radja (sebelah kiri
ke arah Tandjong Morawa) yang akan membangun stadion permanen, yang
diproyeksikan menelan biaya sekitar Rp 5 juta. Hal ini diumumkan oleh Mr GB
Joshua, ketua panitia PON, kemarin sore pada konferensi pers sehabis
pembicaraan dengan delegasi Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dengan panitia
PON. Azis Saleh (bertindak sekretaris Komite Olimpiade Indonesia) menjelaskan
bahwa organisasi PON III sepenuhnya keputusan panitia. KOI hanya menyediakan
pedoman, semua keputusan akan diambil oleh Bapak Joshua c.s. Bulan September
1953 adalah target untuk PON III (seperti yang terjadi dengan PON I dan PON II),
tetapi karena hujan di Sumatra Timur, mereka berharap untuk menjaga festival
olahraga di sini dua atau tiga bulan sebelumnya. Sekretaris KOI ini menekankan
tujuan PON melampaui olahraga itu sendiri, yakni meningkatkan persatuan
nasional merupakan faktor yang tidak kalah penting. Dengan PON ribuan orang
muda dari seluruh bagian negara akan bersama-sama dan mereka melihat wilayah
Indonesia, di mana mereka mungkin sebelumnya tidak pernah datang. Di Jakarta
sekitar 2500 atlet ambil bagian dalam PON II; jumlah peserta dalam PON III
mungkin akan melebihi 3.000. Mr GB Joshua menyatakan bahwa mereka diharapkan
50.000 orang, dan lebih dari 4.000 tamu dari tempat lain (atlet, pejabat, dll) yang
membutuhkan perumahan selama di Medan. Bagaimana cara di mana menyelesaikan
masalah perumahan, Mr. Joshua masih belum bisa memberikan informasi yang pasti.
Juga tentang anggaran dan cara bagaimana untuk mendapatkan dana yang
diperlukan, tidak ada rincian yang dapat diberitahu. Agaknya, secara total
diperlukan sebanyak Rp 7 juta. Pemerintah hanya menyediakan sebanyak Rp 750.000.
Kepala Dinas
Pendidikan Sumatra Utara
GB
Josua adalah orang yang sangat bersahaja dan datang dari keluarga biasa di
Sipirok, Afdeeling Padang Sidempoean. Lahir di Hoetapadang, selolah rakyat di
Sipirok, sekolah guru (kweekschhol) di Fort de Kock, Hogere Kweekschhol di
Poeworedjo, dan mendapat akte Lager Onderwijs di Groningen. GB Josua tidak
hanya cerdas, tetapi juga konsisten sebagai republic. Seorang guru, mantan
anggota Dewan Kota Medan, sekretaris PMI, pemilik Josua Instituut dan kini
tengah menjabat sebagai Ketua PON III. Itu ternyata tidak cukup, atas
dedikasinya sebagai pejuang pendidikan di Sumatra Utara, GB Josua diangkat
pemerintah sebagai Kepala Dinas Pendidikan Sumatra Utara.
De nieuwsgier, 29-04-1952:
‘Dengan keputusan Gubernur Sumatra Utara, GB Josua, direktur SMP Josua Instituut
di Medan terhitung sejak Mei tahun 1952, diangkat sebagai Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Noord Sumatra’.
GB
Josua adalah kepala dinas pendidikan yang kedua di Sumatra Utara. Inilah
jabatan paling tinggi bagi seorang guru. GB Josua telah mendapatkannnya dan
layak untuk memperoleh itu. GB Josua sebagai Ketua PON III tidak menghalangi GB
Josua rangkap jabatan. GB Josua adalah tipikal anak-anak Padang Sidempoean. GB
Josua mendapatkan hak ini tidak karena Abdul Hakim (Harahap) sebagai Gubernur
Sumatra Utara, tetapi kedua orang bersahabat ini memang sudah sama-sama
berjuang di Dewan Kota Medan tahun 1934-1938.
![]() |
Abdul Hakim Harahap, Gubernur Sumatra Utara 1951-1953 |
Sangat
berat bagi GB Josua melepaskan fungsinya di Josua Instituut. Akan tetapi
masalah dan tantangan pendidikan Sumatra Utara juga tidak mudah dilakukan
setiap orang. Hanya GB Josua yang pantas untuk itu. Inilah saatnya kembali bagi
GB Josua berjuang kembali di bidang pendidikan pasca perang (pengakuan
kedaulatan Republik Indonesia).
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 03-07-1952: ‘Dalam rangka persiapan PON III di Medan tahun depan
(1953) diadakan pasar malam dari tanggal 9 sampai 24 Agustus di Tanah Lapang
Merdeka (Esplanade). Komite pasar malam ini diketuai oleh GB Josua.
Mengangkat Pendidikan
di Atjeh
GB
Josua bukan hanya seorang guru tetapi pemerhati pendidikan. Pada saat itu Noord
Sumatra terdiri dari Residentie Tapanoeli, Residentie Oost Sumatra dan
Residnetie Atjeh. GB Josua sangat jeli, diantara tiga residentie ini,
Residentie Atjeh jauh ketinggalan, lalu di awal masa tugasnya ini langsug
memperhatikan Residentie Atjeh. Naluri pejuang pendidikan GB Josua langsung
jalan. Langsung blusukan ke Atjeh.
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 31-07-1952: ‘Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera
Utara, Bapak GB Joshua melakukan kunjungan ke berbagai bagian dari Aceh untuk mendapatkan
gambaran situasi di bidang pendidikan di Atjeh. Dalam sebuah wawancara dengan
Aneta di Kotaradja, Mr. Josua menyatakan percaya bahwa pendidikan di Atjeh
adalah memuaskan. Ketersediaan guru dan bahan ajar sebagian sudah teratasi,
hanya kekurangan gedung sekolah masih merupakan sandungan dalam mempromosikan
pendidikan di daerah itu. Ia mengatakan ia berharap bahwa itu akan memberikan
otoritas lokal dan bantuan penduduk untuk pembangunan sekolah baru. Dari daerah
lain guru akan dikirim ke Aceh. Selain itu, sebanyak 50% dari 215 calon guru perguruan
tinggi pelatihan guru sekolah rendah di Medan akan ditempatkan di wilayah Atjeh.
kata Mr Joshua. Akhirnya, kata koresponden Aneta di Kotaradja bahwa pemerintah
tahun ini akan membuka tiga sekolah guru
di Aceh, yaitu di Meulaboh, Langsa dan Takengon'.
GB
Josua tidak asing baginya Atjeh. Ketika GB Josua masih sekolah rakyat di
Sipirok, Afdeeling Padang Sidempoean, Residentie Tapanoeli sudah sering
mendengar begitu banyaknya guru-guru dari Padang Sidempoean yang dikirim ke
Atjeh. Namun ternyata kemudian itu tidak cukup. Kini GB Josua ingin meneruskan
perjuangan senior-seniornya yang telah lebih dahulu di masa doeloe berjuang
untuk mencerdaskan saudara sebangsa di Atjeh. Mereka itu yang terkenal, antara
lain sebagai berikut:
Dja Endar Moeda, editor surat kabar pribumi yang
pertama, setelah korannya di breidel pemerintah Belanda di Padang, Dja Endar
Moeda pindah ke Atjeh dan mendirikan surat kabar Pemberita Atjeh di Kota Radja
(lihat Koran De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 02-08-1909). Dja Endar
Moeda sekitar tahun 1926 meninggal di Atjeh.
Muhammad Taif Nasoetion. Taif Nasution
adalah alumni kweekschool yang menjadi guru dan dtempatkan di Aceh. Taif Nasoetion dikemudian hari
dikenal sebagai ayah dari Muhammad Amin Nasoetion (sering disebut S.M. Amin)
adalah gubernur pertama Sumatra Utara. Setelah dari Aceh, Taif kembali ke
Manambin, Mandailing kampong halamannya. S.M. Amin yang kelahiran Aceh memulai
sekolah rakyat di Manambin dan diteruskan ke ELS lalu ke Batavia mengambil
sekolah hukum untuk mengikuti dua abangnya yang telah studi di STOVIA.
Adem Loebis. Alumni kweekschool menjadi guru di
Aceh dan dikemudian hari dikenal sebagai ayah dari Kolonel Zulkifli Lubis. Adem
Loebis tetap menetap di Aceh dan menyekolahkan Zulkifli mulai dari HIS kemudian
MULO di Aceh dan AMS di Yogyakarta. Selama di Yogya, Zulkifli masuk militer
Jepang dan seterusnya berkarir di militer bidang intelijen hingga pernah
menjadi KASAD.
Last but not
least, Marah Halim Harahap adalah perwira pertama yang dikirim ke Atjeh pada
tahun 1951 untuk menjadi hakim militer di Pengadilan Militer di Kota Radja.
Pembangunan
Stadion Teladan Medan
Gubernur
Abdul Hakim dan GB Josua bahu membahu menyukseskan PON III di Medan. Duo anak
Padang Sidempoean ini sudah sangat akrab sejak era Belanda ketika duduk bersama
sebagai angota Gementeeraad Medan. Orang-orang Eropa khususnya Belanda masih
banyak yang berdiam di Medan untuk mengurusi perkebunan. Abdul Hakim dan GB
Josua ingin lapangan sepakbola di Medan dibuat dengan konsep stadion
internasional. Tujuannya untuk melengkapi tradisi sepakbola di Deli dan Oost
Sumatra dan juga untuk menunjukkan harkat bangsa di mata para eskpatriat di
Medan. Untuk mewujudkan itu, Abdul Hakim dan GB Josua meminta arsitek terkenal
di Batavia untuk membangun stadion mewah di Medan.
![]() |
Stadion Teladan Medan 1953 |
Pendirian
Sekolah Pertanian
Abdul
Hakim dan GB Josua tidak hanya bahu membahu soal suksesnya PON, tetapi juga
permasalahan pendidikan di Sumatra Utara. Abdul Hakim, anak Padang Sidempoean
ini juga telah menggagas untuk diselenggarakan pendidikan pertanian di Sumatra
Utara. Sebab selama ini anak-anak Sumatra Utara hanya bisa belajar pertanian ke
Buitenzorg (Bogor). Pendirian sekolah menengah pertanian ini membuat Abdul
Hakim dan GB Josua sumringah.
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 02-09-1952 (Middelbare landbouwschool voor Noord Sumatra geopend):
‘Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, kemarin di Sungei Sikambing, di
luar Medan, sekolah pertanian menengah untuk Sumatera Utara sungguh-sungguh
dibuka di gedung baru. Dalam sambutannya, memuji Pemprov Sumatera Utara, atas
inisiatif sendiri telah meringankan pelayanannya dengan membuat nyata Sekolah Pertanian
Menengah Atas (SPMA). Gubernur Abdul Hakim berbicara tentang manfaat kerja sama
antara pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Dia berharap bahwa siswa tidak
hanya mendapat pengetahuan intelektual, tetapi juga karakter akan terbentuk
sehingga mereka adalah orang-orang yang memiliki pemahaman untuk kebaikan tani
pada khususnya, dan bahwa semua orang pada umumnya. Mr. P. Rozendaal, Presiden
AVROS berbicara, menjelaskan bahwa pembukaan sekolah adalah perbaikan untuk
daerah ini. Kami dapat menerima lulusan di AVROS dan realisasi pembentukan sekolah ini
kami sambut dengan baik. Bapak Gubernur telah
membawa hasil yang dapat dilihat. Anda semua tahu pepatah: ‘Awal yang baik
adalah setengah kerja’. Ini berarti setengah dibuat dan sisanya, setengah
pekerjaan lain, adalah tugas tangan direktur, guru dan siswa dan pengusaha... !
dengan pengambil prakarsa ini saya yakin bahwa di tahun ajaran itu selalu
semakin produktif Provinsi Sumatera Utara. Dalam upacara ini juga hadir Inspektur
layanan pertanian di Sumatera Utara, Mr. JM Hutabarat, Kepala Volkslandbouw di
Departemen Pertanian, Mr Subardjo, Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara, Mr. GB
Joshua, dan Kepala Departemen Pendidikan di Kementerian Agraria, Pak Sado
Adisowajo. Akhirnya, Mr. Tengku Abdul Hamid, Direktur sekolah, berbicara bahwa
masa studi untuk tiga tahun, sekarang sudah terdaftar sebanyak 50 siswa dari
seluruh wilayah di Sumatera Utara, yang diantaranya dua gadis dari Karolanden. SPMA
Medan adalah sekolah keenam di Indonesia. Lima lainnya berlokasi di Bogor, Jogja,
Malang, Makassar dan Bukittinggi’.
Abdul
Hakim dan GB Josua sudah sejak lama mengetahui betul sekolah pertanian di
Buitenzorg dari senior-senior mereka di Padang Sidempoean. Pada awal pendidikan
pertanian (kedokteran hewan, agronomi dan kehutanan) di era Nederlansch Indie
hanya ada di Buitenzorg. Anak-anak Padang Sidempoean, sebagaimana di Docter
Djawa School (sejak siswa pertama luar Djawa dari Mandheling en Ankola, 1854),
di Buitenzorg juga anak-anak Padang Sidempoean yang menjadi siswa pertama dari
luar Djawa. Mereka yang terkenal antara lain:
Dr. Alimoesa
diterima di Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan (Veeartsen School) di Buitenzorg
(Bogor) tahun 1909. Veeartsen School sendiri dibuka tahun 1909. Alimoesa adalah
angkatan pertama Sekolah Tinggi Kedokteran Bogor (kini FKH-IPB). Alimoesa lulus
dan berhak memperoleh gelar dokter hewan (kala itu masih disingkat dengan Dr)
pada tahun 1914 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-08-1914). Dr. Alimoesa
(Harahap) kemudian ditempatkan di Pematang Siantar, dan menjadi anggota dewan
kota Pematang Siantar dan tahun 1926 menjadi anggota Volksraad (pribumi pertama
anggota Volkstraaad dari Noord Sumatra).
Anwar Nasoetion
adalah salah satu adik kelas Alimoesa studi veteriner di sekolah kedokteran
hewan atau Veeartsen School ((lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 28-05-1925). Anwar Nasoetion lulusan HIS Padang Sidempoean masuk Veeartsen
School tahun 1922 dan lulus dokter hewan 1928. Drh Anwar Nasoetion dikenal
kemudian sebagai ayah dari Prof. Andi Hakim Nasoetion (Rektor IPB dua periode,
1978-1987). Alumni lainnya adalah Aboe Bakar Siregar.
Sebelum
kedatangan Anwar Nasoetion, anak-anak HIS Padang Sidempoean sudah ada beberapa
orang yang lebih dahulu di Buitenzorg yang studi di sekolah pertanian (agronomi)
di Middelbare Landbouwschool (MLS). Salah satu siswa bernama Djohan Nasoetion yang
setelah lulus menjadi pejabat pertanian di wilayah kerja Oostkust van Sumatra
dan kemudian di Tapanoeli dengan pos di Padang Sidempoean untuk menggantikan
Ronggoer Loebis yang telah dipindahkan ke Sulawesi. Djohan Nasoetion lulus
ujian transisi kelas satu ke kelas dua pada bulan April 1920. Kakak kelas
Djohan Nasoetion di sekolah ini adalah Ronggoer Loebis (Bataviaasch nieuwsblad,
31-05-1920). MLS sendiri dibuka tahun 1914. Djohan Nasoetion adalah ayah dari
Prof. Lutfi Ibrahim Nasoetion, alumni SMA di Medan, guru besar IPB dan mantan
Kepala BPN. Anak-anak Padang Sidempoean lainnya alumni Middelbare
Landbouwschool (MLS) adalah Hoemala Harahap gelar Soetan Diangkola (agronomi),
Hasan Basaroedin Nasoetion (kehutanan).
Het nieuwsblad voor Sumatra, 12-06-1953 (Conferentie
IPT): ‘Dalam Agustus akan dilakukan konferensi pertama dari Ikatan Penderita
Tjatjat seluruh Indonesia, pada tanggal 9 dan 10 dari mereka di setiap
perkotaan. Sebuah komite yang terdiri dari Bapak GB Josua, Presiden, wakil
presiden Mayor A. Wahab Macmour dan bendahara J. Pohan. Gubernur Sumatera Utara
Abdul Hakim Harahap dan Kolonel Simbolon sebagai pelindung’.
Penggalangan
Dana PON
Banyak
cara yang dilakukan oleh Panitia PON untuk mengumpulkan uang untuk dana PON.
Selain sumbangan awal pemerintah, juga menjajaki dari pengusaha dan melakukan
kegiatan-kegiatan lainnya seperti pasar malam, fashion show.
Ketua Panitia
PON, GB Josua telah menerima cek sebesar 20 718,95. Uang ini merupakan penghasilan
dari bulan sebelumnya diadakan untuk kepentingan pekan olahraga nasional ketiga
di Medan kegiatan fashion show’.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 06-08-1953: ‘Komite untuk
perayaan 17 Agustus adalah sebagai berikut: Gubernur Abdul Hakim Sumatera Utara,
Presiden: komandan teritorial, Kolonel Simbolon; ketua eksekutif, Mr Amir Jusuf
(PNJ.) Anwar Darma (PKI); Sekretaris-1 Hindun Rashid (PWR) Sekretaris-2 N. Pane
(DSU.); bendahara-1 J. Pohan (DEIP); bendahara-2 MD Harahap; Anggota: Dr. Sahar
(Masyumi). GB Josua (PPKSU); SM Tarigan (Org. Tani); S. Darsono (Pemuda Rakyat)
dan Amir (P1R)’.
Akhirnya
stadion yang dicita-citakan Abdul Hakim menjadi terwujud. Penyerahan stadion
dilakukan ke Panitia PON.
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 18-08-1953 (Overdracht van PON-stadion): ‘Setelah upacara di
pemakaman, pihak berwenang melanjutkan kemarin ke stadion untuk serah terima
resmi oleh yayasan kepada panitia PON. Lalu diadakan pidato oleh pengembang, bahwa
tepat setahun lalu, yaitu, pada tanggal 17 Agustus 1952 batu pondasi untuk stadion
PON diletakkan oleh gubernur. Sekarang kami berada di sini bersama lagi untuk
kekhidmatan mortaring dokumen dan mentransfer stadion untuk panitia PON. Untuk
stadion ini adalah 300.000 batu bata. 14.000 kantong semen, 6.000 m3 pasir,
300.000 kg baja dengan total panjang 40 km yang digunakan. Setelah gubernur
memberikan gambaran tentang sejarah stadion, dokumen itu disampaikan dan diserahkan
kepada Bapak Abdul Hakim. Lalu berturut-turut pidato Pak Damanik, Kolonel
Simbolon, dan Mr. GB Joshua. Setelah upacara ini serah terima resmi stadion disampaikan
Residen kepada Ketua Panitia PON, Mr. GB Josua.
Setelah Mr GB Josua beberapa kata diucapkan, upacara berakhir’.
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 21-08-1953: ‘Sabtu diadakan diskusi komite PON Medan dengan Ketua
Komite Olimpiade Indonesia, Sultan Hamengku Buwono IX Sultan Yogyakarta tiba di
sini. Dalam pertemuan ini, yang dipimpin oleh Mr GB Josua, ketua panitia PON,
dilaporkan pada persiapan untuk PON. Adapun perumahan tidak mengalami
kesulitan, telah ada kebutuhan bertemu saat tambahan diadakan beberapa gedung
sekolah di cadangan. Setiap bangunan, di mana atlet ditampung, akan berada di
bawah pengawasan medis. Untuk olahraga sendiri telah membuat beberapa perubahan
kecil, seperti tata letak ruang ganti. penjualan tiket masuk untuk pembukaan
(seperti Minggu) sudah akan dimulai Sabtu di stadion’.
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 19-09-1953: ‘Pagi ini pukul sebelas Presiden dan Ibu Soekarno di
Medan tiba untuk kunjungan dari satu hari ke kota ini pada kesempatan pembukaan
PON III. Di Bandara Presiden disambut oleh perwakilan dan perwakilan dari
berbagai organisasi. The band militer mengumandangkan Indonesia Raya dan kemudian Presiden secara
resmi disambut oleh Gubernur Abdul Hakim, Walikota Djalaluddin walikota dan
Kolonel Simbolon. Untuk Ibu Soekarno ditawarkan bunga oleh Mrs. Djalaluddin. Setelah
Presiden Sukarno memeriksa penjaga kehormatan, Presiden disambut otoritas lain
yang telah berbaris di panggung. Bagi mereka, antara lain termasuk Sultan
Yogyakarta (Ketua Komite Olimpiade Indonesia), Mr GB Josua, ketua komite PON,
beberapa pejabat pemerintah, anggota korps konsuler Negara sahabat. Setelah
Vort bersama di rumah gubernur, tamu sekitar pukul dua belas dibawa ke tempat peristirahatn
mereka (di rumah Gubernur). Kita diberitahu Presiden Soekarno besok (Minggu) akan
kembali pukul setengah satu dari Medan ke Jakarta’.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 21-09-1953 (Malam untuk
PON): ‘Perayaan benar-benar dimulai sebelum hari Sabtu, dan bahwa pertemuan
semua delegasi dan pejabat di rumah gubernur, dimana Presiden dan Ibu Soekarno
telah tinggal, dan dimana semua anggota partai presiden dan banyak tamu-tamu
terhormat lainnya Medan, serta pemerintah daerah, diundang. Taman rumah
gubernur sebagai arena festively diterangi, dan atlet dari Indonesia berada di
sekitar deck besar, dimana penyanyi dan penari dari berbagai daerah akan ambil
bagian. Pak Jusuf A. Puar, kepala publisitas PON tak kenal lelah berdiri untuk
memberikan penjelasan tentang program untuk malam ini, mulai pukul tujuh
tiba-tiba hujan. Tiga ribu atlet,
pejabat dan penonton lari ke aula besar dimana, beberapa otoritas tinggi dan
anggota partai presiden yang dipertahankan, dalam sekejap begitu penuh, tidak
ada langkah bisa berbuat lebih banyak. Bersorak antusias naik ketika Presiden
dan Ibu Soekarno memasuki ruangan. Dia duduk di sofa, dimana telah ditinggikan setengah
meter dari tanah. Itu dimaksudkan untuk melihat Presiden dalam suasana yang
sangat santai dan sangat dihargai dari perwakilan olahraga Indonesia dengan
menyebut "Bung" sekarang benar-benar berada di tengah-tengah mereka.
Kepala publitas Mr. Puar berbicara berbicara bahwa selama bertahun program ini
di belakang meja untuk membuat lebih dikenal, kini program ini, sejauh ini bisa
dilakukan. Kemudian berpidato Mr. GB Yosua, Ketua Umum Panitia PON, Presiden
kemudian naik ke ke podium. Dia menunjukkan hadirin tentang betapa pentingnya
kenyataan bahwa sekarang wakil olahraga dari seluruh wilayah Indonesia -
kecuali Irian Barat - berkumpul untuk menguji kekuatan mereka. Dia menekankan
ukuran negara: peta Indonesia, mereka tersebar di Eropa, membentang dari barat
pantai Irlandia ke Kaukasus. Dan dia sangat bersikeras mempertahankan dan
memperkuat satu kesatuan nasional, dimana Presiden dalam pidatonya masih beberapa
kali menyentuh masalah Irian. Setelah Presiden Sukarno kemudian, lagu-lagu
rakyat yang dimainkan oleh perwakilan dari berbagai program daerah. Dalam suasana
nyaman, riang, suasana hati, mereka tinggal selama beberapa waktu bersama-sama’.
Pembukaan PON
Het nieuwsblad voor Sumatra, 21-09-1953 (Di dalam
stadion): ‘Kondisi cuaca hampir ideal, sebuah awan tinggi memberinya kesempatan
matahari bersinar terlalu terang untuk fokus pada atlet dan penonton yang hadir
terbesar pada Minggu pagi dalam upacara di stadion baru yang indah, pekan
olahraga nasional ketiga dibuka. Bahkan sebelum fajar, puluhan ribu warga Medan
datang dengan jalan kaki atau dengan sepeda ke stadion, dimana pada pukul enam
gerbang dibuka. Ketika Presiden Soekarno dan otoritas tinggi lainnya - tiga
menteri, kepala staf dari Wehrmacht dan kepala staf dari tiga senjata
menghadiri upacara termasuk delapan pintu masuk tribun, empat puluh atau lima
puluh ribu penonton hadir.
Pawai dibuka oleh perwakilan dari daerah, dimana diadakan
pertama PON tahun 1948: Jawa Tengah. Di depan adalah pramuka dengan tanda ‘Djawa-Tengah’,
kemudian datang bendera daerah ini, diapit oleh dua pengintai, dan kemudian tim
dengan 350 atrlit (yang terbesar dari semua daerah) The hijau dan putih
menyeberangi Central Jawa - topi hijau, jaket hijau dan celana putih atau rok
-. membuat kesan yang sangat baik dan hangat bertepuk tangan. Kemudian datang
215 peserta Djakartanen, semua putih, tim Jawa Barat (dengan 347 pria dan
wanita, terbesar kedua) dan Jawa Timur. Tim jauh lebih kecil dari Borneo
Kalimantan Barat (resp. 68 wanita dan 66 laki-laki) menarik perhatian dengan
topi besar, baik dibentuk variasi, lalu 116 pria dan wanita dari Maluku tampak
sangat rapi dengan dasi biru dan topi rapi, sementara perjalanan mereka dalam
melewati tribune. Tim dari Sulawesi Utara dan diiukuti Sulawesi Selatan dan
kemudian datang pertama Sumatera: Sumatera Selatan di baju olahraga putih, seperti
Jawa Tengah adalah Sumatra Tengah di jaket olahraga berwarna hijau dan putih
dan hijau di atas celana putih atau rok. Tim terkecil dari Kepulauan Nusateggara
yang terdiri dari 43 laki-laki dengan topi besar, yang kedua berlangsung. Dan
kemudian akhirnya muncul, termasuk sorakan menggelegar, 155 atlet Sumut, yang
pemimpinnya Mr Yahya Jacoeb dengan baju olahraga putih.
![]() |
Soekarno, buka PON III di Medan |
![]() |
Konfigurasi pembukaan PON III di Medan |
![]() |
Soekarno, pidato di Stadion Teladan 1953 |
Penutupan PON
![]() |
GB Josua dan Hamengkoeboewono IX beri hortmat Soekarno |
Kawan Lama Pulang Kampung
GB Josua adalah pribadi yang sederhana dan
mudah bergaul. Kemampuan berkomunikasi GB Josua sangat baik. GB Josua tidak
hanya bergaul dengan orang-orang pribumi lintas budaya tetapi juga dengan
orang-orang Belanda. Namun sangat tegas jika berkenaan dengan soal keadilan.
Untuk urusan kerabat juga sangat membumi. Itulah karakter GB Josua. Ketika
mendengar kawan akrabnya Binanga Siregar pulang kampong GB Josua merasa sedih
bercampur senang. Sedih karena kawan lama dari Sipirok yang berjuang di Medan,
senang karena Binanga Siregar mewakili perantau di Medan akan memimpin
membangun kampong halaman di Residentie Tapanoeli. Sangat jarang anak-anak
Padang Sidempoean pulang kampong.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 23-08-1954 (Resident van
Tapanuli Dilantik): ‘Dengan minat yang besar dari sumber-sumber resmi maupun
dari komunitas bisnis Sabtu untuk Sibolga Mr. Binanga Siregar secara khidmat dilantik
sebagai Residen Tapanuli. Pengangkatan dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara, Mr.
SM Amin (Nasoetion), atas nama Menteri Dalam Negeri. Dalam sambutannya,
Gubernur Amin ingat bahwa, Mr. Binanga Siregar 1925-1952 bekerja di
pemerintahan di Tapanuli. Dua tahun terakhir ia menjabat sebagai Residen pada
Gouverneur kantoor di Medan. Dia tahu Tapanuli karena seperti beberapa orang
lain. Gubernur mengungkapkan harapan bahwa Residen Binanga Siregar dalam tugas
baru untuk memberi kepuasan pemerintah dan akan menerima dukungan dari semua
lapisan masyarakat. Dalam pengamatan kehadiran Residen Binanga pada residensi,
dia meminta semua otoritas administratif dan masyarakat untuk membantu dia
dalam tugasnya. Kemudian rombongan wakil rakyat dan bisnis yang mendampingi Gubernur
Amin ke Sibolga adalah antara lain oleh Bapak AM Djalaluddin, Walikota Medan,
Bupati Deli, Sorimuda Harahap dan Mr. GB Josua, Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan, hari Sabtu kembali ke Medan.
Ketua Komite Perayaan Pahlawan Sisingamangaradja
GB Josua adalah seorang guru, benar-benar
guru. GB Josua berjuang dengan caranya sendiri—di bidang pendidikan. GB Josua
jelas tidak lupa jasa para pahlawan. GB Josua ingin semua pribumi menghormati
pahlawannya. GB Josua menggagas untuk perayaan pertama kali memperingati Si
Singamangaradja dan bertindak sebagai Ketua Panitia.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 11-06-1957 (GB Josua Presiden
Komite Perayaan 50 tahun): ‘Mr GB Yosua adalah presiden herdenkingscomité untuk
memperingati dari kematian pahlawan Batak, Si Singarmangaradja XII. Seperti
diketahui, kematian Si Singamangaradja jatuh pada tanggal 17 Juni. Dia pada 17
Juni 1907 meninggal karena luka-lukanya setelah bertempur dengan pasukan
Belanda. Dalam konteks ini akan bergemuruh Raja di Medan–sebuah peringatan kehidupan
almarhum Si Singamangaradja diberikan dengan warga Batak tarian rakyat tor-tor,
dan perayaan lainnya’.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 01-07-1957: ‘Si Singamangaradja
diperingati di Medan. Peringatan 50 tahun pahlawan Batak, Si Singamangaradja
diperingati Sabtu di Balai Polisi di Jalan Bali. Seperti diketahui, komite
perayaan ini dibentuk dibawah pimpinan Mr. GB Joshua, Pengawas Pendidikan
Sumatera Utara. Setelah Mr Joshua memberikan gambaran singkat tentang kehidupan
mendiang Si Singamangaradja XII lalu diikuti oleh kata sambutan oleh Panglima territorial,
Djamin Gintings Komandan teritorial mengatakan bahwa semangat kegarangan dan
heldhafiigheid Si Singamangaradja harus menjadi contoh bagi kita. Atas nama
gubernur berbicara Tengku Ubaidillah. Setelah pidato resmi diberi tarian Batak.
Upacara peringatan juga sudah diadakan di Jakarta pada 16 Juni. Dalam Soposoroeng
dibuat sebuah monumen untuk menghormati pahlawan Si Singamangaradja di tempat
dimana jenazahnya pada tanggal 17 Juni tahun 1953 dipindahkan ke Balige. Si
Singamangaradja XII meninggal pada tanggal 17 Juni 1907 karena luka setelah ia
lama menolak otoritas Belanda’.
***
![]() |
Sipirok, Afdeeling Padang Sidempoean |
***
GB
Josua adalah anak seorang petani di Sipirok. Semangatnya yang luar biasa telah
mengantarkannya ke cita-citanya yang paling tinggi. Nama baiknya sulit hilang
di Sumatra Utara. Kosua Instituut (kini disebut Perguruan Josua) yang
dirintisnya dengan tekun sejak era Belanda hingga ini hari masih eksis sebagai
Yayasan Perguruan Yosua yang tetap menyelenggarakan pendidikan untuk anak-anak
bangsa di Medan. Salut!
![]() |
GB Josua, pemain sepakbola |
GB
Josua tidak hanya mendirikan sekolah untuk rakyat Medan (Josua Instituut), GB
Josua juga mendirikan klub sepakbola buat anak-anak muda Medan (Sahata Voetbal
Club). GB Josua tidak hanya berjuang di parlemen, juga berjuang melawan
ketidakadilan Belanda dan menolak pendudukan Jepang. GB Josua tetap setia
terhadap republik sebagaimana kesetiaannya terhadap pengembangan pendidikan
anak-anak negeri. Atas dedikasinya dalam pendidikan, pemerintah mengangkat GB
Josua menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sumatra Utara. Di bidang
kemasyarakatan GB Josua lekat dengan berbagai jabatan. Jabatan terpenting
adalah Ketua Panitia PON III dan Ketua Panitia Perayaan Pahlawan
Sisingamangaradja XII. Haji Gading Batoebara telah turut mencerdaskan warga
Medan dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan sepakbola Medan dan sekitarnya.
Horas!
(Bersambung)
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe ditambah dengan buku Sejarah Pendidikan di Sumatera
Utara (Depdikbud, 1980/1981).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar