Sebelum nama ‘butet’ dikenal di Tanah Batak,
nama butet sudah sejak lama digunakan oleh orang Eropa sebagai nama seseorang.
Misalnya Boetet Schoppe (Leydse courant, 28-11-1725); Gerrit Boetet (Amsterdamse
courant, 09-04-1774); Butet & Co (Algemeen Handelsblad, 05-01-1912); H.L.
Boetet (Leeuwarder courant, 30-05-1913); notaries LA Butet (Algemeen
Handelsblad, 13-12-1917). Butet juga menjadi nama marga di Eropa.
 |
De Preanger-bode,
19-06-1919 |
Pada tahun 1919 di Medan ada seorang
perempuan bernama Boetet Satidjah. Perempuan ini bukan sembarang orang. Boetet
Satidjah adalah editor suratkabar bulanan Perempuan Bergerak yang terbit di
Medan tahun 1919 (De Preanger-bode, 19-06-1919). Motto surat kabar kaum wanita
ini adalah ‘De beste stuurlui staan aan wal’ (sahabat terbaik mampu melindungi).
Tujuan dari majalah ini memajukan tindakan wanita, sesuai untuk mendukung
keinginannya saat ini, dan juga membantu aksi pria. Selanjutnya, surat kabar
ini akan mencakup semua hal terkait minat wanita seperti masalah anak,
pendidikan, kehidupan wanita itu sendiri dan urusan rumah tangga.
Nama surat kabar Perempuan Bergerak ini terkesan lebih
revolusioner dibandingkan dengan surat kabar perempuan yang pernah terbit di
Padang, Sunting Melayu (1912). Dari nama mengandung makna yang jelas dan bersifat
nasionalis. Perempuan bergerak mendorong perempuan untuk tidak bermalas-malasan
dan sudah waktunya bergerak lebih maju. Sedangkan Sunting Melayu dari namanya hanya mengandung
makna hiasan (sunting) bagi etnik Melayu saja (seperti halnya Boedi Oetomo, Jawa). Kehadiran Parada Harahap, sang
revolusioner di belakang surat kabar Perempuan Bergerak menunjukkan misi nasionalis yang ingin
diterabas: dobrak! Dobrak daerah/etnik sentris dan dobrak imperialisme Eropa. Pada saat itu, di Medan adalah pusat kemajuan Eropa di Nederlandsch Indie. Dari westkust berpindah ke Oostkust. Media Eropa telah pindah dari Sumatra Courant di Padang menjadi Sumatra Post di Medan. Juga media nasional: dari Pertja Barat di Padang menjadi Pewarta Deli di Medan. Kebetulan pemiliknya sama: Hadji Dja Endar Moeda dan slogan kedua surat kabar ini tentu sama pula: 'Oentoek Segala Bangsa' (Batak, Minangkabau, Melayu, Atjeh, Jawa dan semuanya). Pada situasi dan kondisi inilah surat kabar Perempuan Bergerak hadir: Revolusiner dan trans nasional.
Boetet Satidjah, wartawati pertama yang
merupakan pendiri dan sekaligus editor dimana dibelakangnya berdiri Parada Harahap. Ini klop dengan slogan yang diambil Perempuan Bergerak: ‘De beste stuurlui staan aan wal’. Boetet Satidjah adalah wartawati
Pewarta Deli. Dengan berpartner dengan
Parada Harahap, yang masih menjabat sebagai editor Pewarta Deli, sosok Boetet
Satidjah menjadi lebih kuat. Ini dengan sendirinya, Boetet Satidjah ditempatkan jauh ke
masa depan, melampaui peran yang dilakukan tokoh-tokoh wanita sejaman, seperti
RA Kartini (yang tulisan korespondensi dengan teman-temannya dibukukan) dan Rohana
Kudus (surat kabar Sunting Melayu). Boetet Satidjah kelak dikenal sebagai istri
dari Parada Harahap, wartawan paling revolusioner di Indonesia. Boetet Satidjah
dan Satiaman adalah orang yang sama: istri Parada Harahap. Dengan menyimak
slogan surat kabar Perempuan Bergerak yakni ‘De beste stuurlui staan aan wal’
diartikan sebagai pasangan yang terbaik adalah yang bisa juga berdiri di depan.