|
Djabangoen (1931) |
Orang Padang Sidempuan di Kota Medan, sesungguhnya sudah sejak lama ada. Bahkan
orang-orang Padang Sidempuan sudah ada sejak didirikannya Deli Maatschappij
(1869). Pionir perusahaan tembakau inilah yang menjadi pemicu munculnya kota
Medan. Ini berawal dari pusat aktivitas Deli Mij, yang berada persis di tengah area
kampung Medan Poetri, ciri perkampungan sebagai awal lambat laun berubah
menjadi ciri perkotaan (urban) yang pada berikutnya muncul sebuah kota (town).
Nama asal Medan Poetri lambat laun lebih populer disebut Medan (menjadi suatu nomenklatur).
‘Kota’ Medan pada
awalnya adalah sebuah tempat dengan ciri perkotaan (town) yang terdiri dari
sejumlah fasilitas dari perusahaan perkebunan tembakau Deli Maatschappij. Fasilitas
tersebut terdiri dari beberapa bangunan kantor Administratur, bangunan untuk
fasilitas kesehatan (rumahsakit dengan seorang dokter bangsa Belanda), bangunan
untuk fasilitas pendidikan bagi anak-anak para kuli (sekolah dengan guru-guru
yang didatangkan dari Mandheling en Ankola), bangunan untuk berbagai outlet
kebutuhan sehari-hari, bangunan gudang dan bangunan pengolahan tembakau,
bangunan mes untuk tamu dan bedeng-bedeng yang diperuntukkan untuk para kuli
(dan keluarganya).
|
Ketika Medan, sebuah kampung; Padang Sidempuan, sebuah kota |
Jalan setapak
yang menghubungkan kota Laboehan Deli dengan kampung Medan Poetri lambat laun
semakin diperlebar sehubungan dengan semakin tingginya intensitas pemanfaatan
jalan darat untuk menggantikan jalan sungai yang tidak praktis lagi. Jalan ini
semakin ramai, dan kota Medan ‘ala’ Deli Mij ini juga dijadikan para planter
lain (tetangga Deli Mij) sebagai tempat persinggahan (beristirahat atau bermalam)
dari dan ke area kebun masing-masing. ‘Kota’ Deli Mij ini menjadi sangat
penting ketika terjadi pemberontakan kuli di perkebunan Soengai Pertjoet (empat
jam perjalanan dari kota Medan yang mana pos militer yang awalnya berada di kota
Laboehan Deli dipindahkan ke kota Medan agar lebih dekat dengan TKP. ‘Kota’
Medan lalu menjadi satu-satunya wilayah paling aman di Deli, lebih-lebih satu
detasemen militer yang didatangkan untuk mengatasi pemberontakan tidak kembali
tetapi justru menetap dan awal dibangunnya garnisun militer di Medan. Lalu
kemudian menyusul ditempatkannya seorang controleur (sipil) di kota Medan
(1875). Tidak lama kemudian, setelah adanya pemerintahan sipil di kota Medan (yakni
setingkat controleur) segera pula menyusul dibangun kantor pos dan Hotel Deli
di Laboehan Deli membangun hotel (cabang) di kota Medan. Sejak itu, kota Medan
tumbuh kembang bagaikan deret ukur. Pertumbuhan kota menjadi lebih masif,
karena kampung-kampung (komunitas) Tionghoa di sepanjang jalan poros antarakota
Laboehan Deli dan kota Medan melakukan migrasi
(urbanisasi) ke kota Medan yang disusul kemudian urbanisasi orang-orang Melayu,
Batak dan Atjeh yang sudah lama ada di kota Laboehan Deli dan orang-orang Batak
yang dari dataran tinggi (pedalaman). Itu semua terjadi begitu cepat. Dan
percepatan itu semakin kencang dengan pindahnya ibukota Asisten Residen Deli
dari kota Laboehan Deli ke kota Medan (1879) dan Deli Mij mandapat konsesi
untuk membangun dan mengoperasikan kereta api di Medan dan sekitarnya (1881).
Pada tahun 1880 titik nol kota Medan ditetapkan dengan membangunan
esplanade (aloon-aloon kota) yang dimasa kini disebut Lapangan Merdeka. Dari
pusat kota ini (esplanade) lanskap kota mulai diatur sedemikian rupa kota Medan
(ala Deli Mij) menjadi Kota Medan (planologi ala pemerintah kolonial). Ketika
ibukota Residentie Sumatra’s Oostkust pindah dari Tebing Tinggi di Bengkalis ke
Medan di Deli tahun 1887, kebutuhan aparatur pemerintah menjadi membengkak.
Untungnya, Kota Medan secara fisik sudah sangat siap. Berbagai fasilitas
pemerintah diperbanyak, jalan dan jembatan semakin ditingkatkan kualitasnya.
Aparatur pemerintah juga seakan ‘bedol desa’ dari Tebing Tinggi, Bengkalis ke
Medan, Deli. Para pegawai pemerintah yang ada di Bengkalis yang selama ini
banyak didatangkan dari Sumatra’s Westkust (Padangsche dan Tapanoeli) juga
turut migrasi ke Medan. Jumlah para pegawai Residen ini semakin banyak, meski
tidak semua pegawai di Bengkalis ikut pindah tetapi sejumlah pegawai berpengalaman
(pejabat) didatangkan langsung dari Sumatra’s Westkust khususnya dari
Residentie Tapanoeli.