Mangaradja Soangkoepon |
Berdasarkan Staatsblad no. 180
tahun 1909, pada tanggal 1 April 1909 di Medan dibentuk Gemeenteraad. Ini
berarti Kota Medan mulai babak baru dalam suatu pengelolaan kota, dimana dalam
hal ini pemerintah akan diawasi oleh suatu dewan (Gemeenteraad). Pemerintah
kota pada masa itu adalah Asisten Residen, E.G.Th. Maier. Anggota Gemeenteraad terdiri
dari berbagai fungsi. Dibentuknya Gemeenteraad dimaksudkan untuk
melakukan tugas-tugas pemerintahan agar lebih efektif di Medan dengan semakin
kompleksnya permasalahan kota. Adanya gemeenteraad, mengakibatkan bentuk
pemerintahan di Residentie Sumatra's Oostkust menjadi dua: Dewan Budaya (Residentie) dan Dewan Kota (Medan). Penetapan anggota dewan ditunjuk dari Batavia dengan SK khusus. Yang duduk dalam dewan budaya (Plaatselijken
Raad van het cultuurgebied der Oostkust van Sumatra) dari kalangan pribumi adalah Sultan Deli, Sultan Asahan, Sultan Langkat, Sultan Serdang plus Tsiong Yong Hian (mayor komunitas Tionghoa). Sedangkan yang duduk di dewan kota Medan adalah salah satu dari dua pribumi yakni pangeran Deli plus Tjong A Fie (Kapten komunitas Tionghoa). Selebihnya adalah orang-orang Belanda dari kalangan pejabat dan Deli Mij, Deli Spoor serta lainnya. Kedua dewan ini secara resmi diangkat sejak 1 April 1909 [catatan: Tsiong Yong Hian adalah abang dari Tjong A Fie).
Pada era awal Belanda di Medan (kolonial) struktur pemerintahan tidaklah
sama dengan yang sekarang, akan tetapi mekanisme pembagian wilayahnya kurang
lebih sama. Pada era kolonial penentuan status pemerintahan (civiel
departement) lebih ditentukan pada intensitas perekonomian yang membutuhkan
kekuatan keamanan (militaire departement). Berbeda dengan masa sekarang (RI),
dimana semua wilayah disebut provinsi dan masing-masing dikepalai oleh Gubernur
(bagaimanapun tingkat perekonomiannya). Dengan kata lain lebih ke arah
pendekatan kesejahteraan (welfare). Sedangkan di era Belanda pendekatannya pada
pendekatan perekonomian (keuntungan kolonial). Akibatnya, Residentie Tapanoeli
tidak pernah sampai pada level province, karena secara perekonomian kurang
prospektif dari segi keuntungan jika dibandingkan Sumatra’s Oostkust. Jika
suatu wilayah dianggap telah merosot secara perekonomian, statusnya bisa
didegradasi, sebagaimana terjadi pada status Residen yang sebelumnya
berkedudukan di Tebingtinggi Afd. Bengkalis yang didegradasi sementara Medan
Afd. Deli sebaliknya dipromosikan (tukar guling) menjadi Residen.
Dalam perkembangannya, di Residentie
Sumatra’s Oostkust pertumbuhan dan perkembangan perekonomian terus berlanjut.
Perkembunan tidak hanya di afdeeling-afdeeling Melayu (Deli, Batoebara, Asahan
dan Laboehan Batoe) tetapi juga semakin meluas ke afdeeling-afdeeling Batak
(Simaloengoen en Karolanden). Untuk mengefektifkan pemerintahan (atas dasar
perekonomian) di Simaloengoen en Karolanden ditingkatkan statusnya menjadi
Asisten Residen dengan ibukota di Pematang Siantar. Dua afdeeling Batak ini
dimasukkan dalam Residentie Sumatra’s Oostkust daripada Residentie Tapanoeli
(lebih pada pertimbangan perekonomian).
Pada tahun 1915 Residentie Sumatra’s
Oostkust mengalami reorganisasi dimana afdeeling-afdeeling Atjeh dimasukkan ke
Residentie Atjeh seperti afd. Tamiang, sementara afdeeling-afdeeling Batak
dikukuhkan masuk menjadi Residentie Sumatra’s Oostkust atas dasar kesatuan
ekonomi perkebunan. Pada tahun dimana reorganisasi ini status Residentie Sumatra’s
Oostkust ditingkatkan menjadi province (yang dikepalai oleh seorang Gubernur).