Nama Deli yang sekarang tampaknya bukan nama sesuai aslinya. Nama Deli adalah akhir dari suatu proses yang panjang sejak kali pertama dipetakan oleh Portugis (1750). Dalam peta Perancis (1752) nama Deli teridentifikasi sebagai nama Delli. Orang-orang Inggris kemudian mengikuti nama Prancis ini. Pada peta buatan Belanda (1818) nama Delli menjadi Deli. Nama yang disebut Belanda inilah yang digunakan hingga sekarang.
Deli Tidak Ditemukan Pada Peta Kuno
Sejauh
yang diketemukan, peta paling tua adalah peta yang disusun pelaut Portugis
diterbitkan pada tahun 1619. Dalam peta ini empat tempat yang teridentifikasi
adalah: di pantai barat Sumatra adalah Baros (baca: Barus) dan Bathan (baca:
Batahan); di pantai timur Sumatra adalah Daru (baca: Ara atau Aru) dan Ambuara
(kemudian menjadi Jamboe Ajer/Perlak).
Peta kuno Kerajaan Aru, 1619 (peta Portugis) |
Untuk sekadar diketahui nama Batak
(sebagai bangsa dan teritori) sudah terpetakan dalam sketsa perjalanan Cornelis
de Houtman (1595). Dalam peta ini nama Batak ditulis sebagai Bata (sesuai aksara
asli Batak). Peta de Houtman ini besar dugaan menjadi salah satu sumber
permbentukan peta Portugis 1611. Sebab peta Portugis ini dicetak dan
diterbitkan di Belanda.
Peta-peta buatan Portugis itu (yang menjadi rujukan pembuatan
peta-peta selanjutnya) besar kemungkinan didasarkan pada laporan Tome Pires
(1512-1515) yang pernah mengunjungi Malacca.
Nama Batak dalam peta de Houtman, 1595 |
Pires mendeskripsikan Sumatra
berdasarkan informasi yang dikumpulkan di Malacca, dimana di dalam laporannya
Barros ditulisnya saling tertukar antara Barros dengan Bata, Bara dan juga
ditulis sebagai Terra de Aeilabu dan Terra de Tuncoll. Semua nama-nama yang
tertukar itu berada di daerah teritori penduduk Batak (Baros). Lalu kemudian
Daru tertukar dengan Barros atau de Aru (Daru adalah ucapan untuk 'de Aru').
Ini juga mengindikasikan nama-nama itu berada di daerah teritori penduduk
Batak.
Intinya,
beberapa bandar penting yang didaftar Tome Pires adalah Pedir, Aeilabu, Lide,
Pirada dan Pacee. Dari tiga pelabuhan penting ini hanya Aeilabu (Aek Labu atau
Lobu Toea? nama lain Baros) yang sangat dekat dengan teritori penduduk Batak,
Meski disebut nama Aru, tetapi di dalam laporan Pires tidak menonjol.
Peta 1619 (berbahasa Portugis)
boleh jadi merupakan peta kuno paling lengkap tentang identifikasi nusantara.
Sedangkan buku kono paling lengkap tentang identifikasi nama-nama tempat di
dunia adalah berjudul ‘Itinerarivm, ofte schipvaert naer Oost ofte Portugaels
Indien’ yang terbit di Amsterdam tahun 1614
Buku
berbahasa Belanda ini masih dicetak dengan huruf gothiek. Pelaut Portugis sudah
mendarat di Malacca tahun 1508 dan menguasainya tahun 1511. Sedangkan
pelaut-pelaut Belanda baru muncul satu abad berikutnya yang lalu kemudian
muncul VOC tahun 1602 yang berkantor di Banten, lalu pindah ke Ambon, kemudian
Sulawesi Selatan, lalu ke Banten lagi dan akhirnya menetap di Batavia tahun
1619. Oleh karena itu buku ‘Itinerarivm, ofte schipvaert naer Oost ofte
Portugaels Indien’ sudah beredar luas sebelum Belanda di Batavia memulai babak
baru penguasaan Nusantara. Ini juga berarti peta kuno 1619 bersamaan munculnya
dengan Batavia ditetapkan sebagai markas VOC yang baru (dan untuk seterusnya).
Rujukan utama buku ini besar
kemungkinan adalah jurnal Belanda tahun 1598 berjudul: ‘Journael vande reyse
der Hollandtsche schepen ghedaen in Oost Indien, haer coersen, strecking hen
ende vreemde avontueren die haer bejegent zijn, seer vlijtich van tijt tot tijt
aengeteeckent,...’. Jurnal ini sepenuhnya berisi catatan hari demi hari tentang
ekspedisi yang dilakukan oleh Cornelis de Houtman yang dimulai pada tanggal 2
April 1595 dengan total 249 orang. Di dalam jurnal ini juga berisi beberapa
peta termasuk peta pulau Sumatra dimana dalam peta ini nama Ilhas (pulau) dan
Terra (tanah) Daru sudah teridentifikasi. Sebagaimana diketahui, Cornelis de
Houtman adalah pimpinan ekspedisi pertama Belanda yang berhasil memasuki
nusantara
Dalam
Kamus Geografi tahun 1710 daerah penting di Sumatra hanya menyebut Achem,
Lamby, Palamban, Pedier, Andragire. Ini berarti Aru tidak dianggap lagi daerah
penting.
Muncul Nama Dilli di Hulu Sungai
Deli yang Sekarang
Peta lama, Deli, 1750 (peta Portugis) |
Di dekat
muara sungai Deli sendiri terdapat satu muara sungai lagi (Sungai Belawan atau
Sungai Boeloe Tjina atau sungai Hamparan Perak) yang mana kedua sungai ini
airnya masuk ke teluk Belawan. Tampak dalam peta bahwa pulau Belawan sudah ada,
tetapi (delta) Pulau Sitjanang belum muncul.
Dalam peta
Perancis (1752) nama Deli teridentifikasi sebagai nama sungai Songi Delli.
Dalam peta Perancis ini Ambara atau Ambuara berada di sebelah utara Deli.
Dalam
kamus ini Ambuara juga disebut Aru (apa maksudnya Haru?). Sementara dalam kamus
ini tidak ditemukan bandar Panai tetapi secara lengkap dan eksplisit
diterangkan adanya bandar Aru yang lokasi di sungai Baroemoen dan persis
berseberangan dengan Malacca.
Peta baru, Aru dan Deli, 1818 (peta Belanda)
|
Jika Portugis dan Belanda menyebut
Deli dengan nama Dilli, lalu pertanyaan yang muncul adalah kapan nama Deli atau
Delhi pertamakali digunakan? Apakah Dilli penyebutan Deli atau Delhi dalam
bahasa Portugis atau Belanda? Atau apakah Dilli bukan Deli?
Sejauh
peta yang tersedia, nama Deli atau Delhi tidak pernah ditemukan. Dalam peta
tahun 1843 buatan Belanda, bahkan nama Deli juga belum ditemukan. Sebaliknya,
dalam peta yang sama Rijk Dilli dan Rijk Aroe justru yang hilang dari peta.
Yang tetap eksis adalah Rijk Astjien dan Rijk Siak. Hal ini dapat dipahami
karena dua kerajaan ini saling bergantian memberi pengaruh di pantai timur
Sumatra dan secara internasional Kerajaan Aroe dan Kerajaan Dilli redup di
bawah dua kekuatan tersebut (Atjeh dan Siak). Sebagaimana diketahui pada tahun
1824 terjadi perjanjian tukar guling antara Inggris dengan Belanda mengenai
Bengkulu (Inggris) dan Malaka (Belanda). Sejak perjanjian itu (yang didahului
oleh ekspedisi Anderson tahun 1822 di pantai timur Sumatra, namun wilayah
pantai Timur Sumatra yang secara dejure adalah Belanda tetapi secara defacto
Belanda absen, sebaliknya secara defacto Inggris masih memiliki pengaruh di
pantai Timur Sumatra.
Dimana letak Aru ini menurut
laporan orang-orang Inggris sebelum Portugis menguasai Malaka tahun 1511 adalah
sebagai berikut: Kerajaan Kedah atau Quedah (Lat.6’10’) di daerah sebelah bawah
Siam (Thailand). Di sebelah utara semenanjung Malacca ini yang sejajar dengan
Kedah di Pulau Sumatra pada posisi 5’5’. Titik penting di pulau ini adalah Cape
Diamond pada posisi 4’50’. Tempat berikutnya adalah Pulo Pera, suatu pelabuhan
yang berada di lautan (selat Malacca). Lebih jauh di selatan terdapat Pulo
Aru (Lat.2’50’), suatu pulau kecil di tengah selat yang mana di sisi lain, di
sisi semenanjung Malcca di sebelah tenggara pulau ini terdapat teluk besar,
yang kemudian di arah selatannya terdapat Malacca, ibukota semenanjung pada
posisi 2’20’. Kota ini awalnya di bawah supremasi India (sebelum Portugis).
Pelabuhan ini sangat ramai, selain India, juga dikunjungi oleh kapl-kapal dari
Hindustan, China, Philipina, Persia, Arab dan bahkan Afrika. Orang-orang Arab menyebarkan
agama Islam. Pelabuhan Malacca ini dikunjungi adminarl Lopez pada tahun 1508
(lihat C. Pennant, 1800).
Nama Deli
baru pada peta buatan Belanda tahun 1847 untuk kali pertama muncul dalam peta
yang diidentifikasi sebagai Delhi (bukan Dilli lagi). Sementara itu, nama Aru
tidak pernah muncul lagi daam peta, tetapi nama Pane dan Bila masih tetap
eksis, tetapi letaknya tidak lagi di pantai tetapi berada di hulu sungai
Baroemoen dan hulu sungai Bila.
Selanjutnya,
dalam peta terbitan tahun 1862 (setelah adanya perjanjian Sultan Siak dengan
pemerintah kolonial Belanda tahun 1858) nama Deli dipertegas menjadi Deli (dan
untuk kali pertama secara eksplisit nama Deli dipetakan (bukan Dilli dan bukan
Delhi lagi).
Sehubungan
dengan pergeseran nama-nama Deli itu, sesungguhnya apa yang terjadi? Apakah ada
konspirasi antara Belanda, Siak dan Deli ingin menghilangkan kesan Portugis di
pantai timur Sumatra, khususnya di Deli?. Entahlah. Hal lain yang muncul dalam
peta tahun 1862 adalah bahwa nama Baloe Tjina muncul ke permukaan bersamaan
dengan munculnya nama Deli secara eksplisit.
Akan
tetapi dalam peta-peta selanjutnya nama Baloe Tjina yang sempat terpetakan pada
tahun 1862 lalu hilang dari peta untuk selamanya. Untuk pertanyaan mengapa nama
Baloe Tjina hilang dari peta sangat mudah dijawab (lihat artikel sebelumnya).
Namun demikian sangat disayangkan hilangnya nama Baloe Tjina dalam peta.
Baru-baru ini ada kesan nama 'Kota
Tjina' di tempat kini, dulunya nama Baloe Tjina yang telah diberi nama Kota
Tjina oleh Asisten Residen Deli tahun 1879 juga akan mengalami nasib yang sama
dengan nama Baloe Tjina.Pertanyaan yang muncul: ada gerangan apa yang terjadi?
Sebagaimana diketahui nama Dilli telah berubah menjadi Delli di era Inggris
seperti nama Delli yang ditulis oleh Anderson dalam bukunya 1826 yang pernah
berkunjung ke Deli tahun 1823. Tampaknya orang-orang Inggris mengikuti
Portugis, pergeseran dari Dilli ke Delli hanyalah soal aksen dan mungkin tidak
ada kaitannya dengan Delhi di India, tempat dimana gubernur Inggris berada.
Bahwa ada yang mengaitkan Delli dengan Delhi adalah masalah lain, tetapi yang
jelas di Deli nama Dilli menjadi Delli, sedangkan di pulau Timor Dilli tetaplah
Dilli. Ini menunjukkan bawah Dilli, Delli dan Deli adalah soal kontekstual
(5W+1H). Hal yang mirip dengan kasus nama Deli ini adalah nama Residentie
Tapanoeli (antara preferensi Tapanoeli oleh Inggris dan pereferensi Bataklanden
oleh Belanda).
Dengan
demikian, dapat diulang kembali bahwa tiga tempat yang disebut secara historis
adalah Panai (bergeser menjadi Aru di muara sungai Baroemoen/Panai); Haru di
muara sungai Wampu; dan Sampei (bergeser menjadi Dilli).
Dalam
perkembangannya ketiga tempat ini menurut peta yang lebih terbaru buatan
Belanda yang terbit tahun 1818 nama yang masih disebut hanya tinggal Dilli dan
Aru, dimana Deli berada (pindah ke muara sungai Deli) dan Aru tetap berada di
sungai Baroemoen.
Nama Ambuaru atau Djamboe Ajer dan
Sampei dalam kamus Belanda masih dijelaskan. Djamboe Ajer adalah pelabuhan
sedangkan Sampei hanya dideskripsikan sebagai suatu bandar kecil yang
berpenduduk lima puluh rumah yang didominasi oleh penduduk Batak. Bandar Sampei
semakin menyusut popularitasnya karena semakin terlindung oleh Pulau Sitjanang,
sementara Deli baru (Laboehan Deli) semakin popular.
Menurut
John Anderson, peneliti Inggris yang berkunjung ke Laboehan Deli dan Boeloe
Tjina (Sampei) tahun 1823, rumah Sultan Deli (belum disebut istana) berada di
Kampong Alei suatu kampung kecil yang terdiri dari sejumlah rumah (lebih kecil
dari Kampung Tangah dan Kampung Besar). Sedangkan menurut laporan Netscher yang
pernah ekspedisi ke Laboehan Deli tahun 1863 rumah Sultan Deli berada di
Laboehan.
Jumlah penduduk Labohan sekitar
200 rumah yang sebagian besar Melayu dan ditambah orang-orang Atjeh, Cina, India
berdarah campuran dan Batak.. Besar kemungkinan perpindahan ini (dari Alei ke
Laboehan) setelah perang antara Sultan (melayu) dengan Radja (batak) Pulo
Barain (Brayan) yang terjadi saat kunjungan Anderson [catatan: pada saat itu,
wilayah kekuasaan Sultan hanya sekitar Laboehan dan Pertjoot, selebihnya adalah
kampung-kampung penduduk Batak]. .
Aru dan Haru: Dua Nama yang Berbeda
Kerajaan
Aru ini berada di sungai Baroemoen. Sementara Kerajaan Haru (Ambuaru) boleh
jadi kerajaan yang bergeser ke muara sungai Wampu. Kerajaan Deli muncul
kemudian setelah era bandar Haru, Sampei dan Panai. Besar kemungkinan setelah
bandar Sampei memudar muncul bandar Deli di hulu sungai Deli (kini Deli Toe). Dalam
perkembangannya, Kerajaan Deli mulai tumbuh dan berkembang, namun Kerajaan Aru
di Baroemoen mulai redup. Lambat laun hegemoni, Kerajaan Aru memudar dan muncul
kekuatan baru di Siak (akumulasi dari Kampar dan Indragiri). Demikian juga,
Kerajaan Pedir dan Pase memudar lalu lebih menonjol Kerajaan Atjeh.
Lalu dua
kekuatan ini (Siak dan Atjeh) saling bergantian memperebutkan Kerajaan Deli
(Deli Toea), hingga pada nantinya di muara sungai Deli muncul Kesultanan Deli
(Laboehan Deli). Tidak ada bukti yang logis bahwa Kerajaan Deli atau Kesultanan
Deli adalah Kerajaan Aru maupun Kerajaan Haru. Kerajaan Deli dibentuk di lokasi
eks bandar orang-orang India di pedalaman sungai Deli. Besar kemungkinan bandar
India ini dibangun oleh orang-orang India yang dulunya berada di bandar-bandar
India di sekitar hulu sungai Baroemoen (eksodus ke Deli setelah digantikan oleh
orang-orang Moor di Baroemoen). Dalam perkembangan lebih lanjut orang-orang
Moor ini digantikan oleh penduduk lokal (Batak dan Melayu).
Logika ini
lebih masuk akal ketika hampir semua peneliti (asing maupun local) menyimpulkan
bahwa Kerajaan Deli dan Kesultanan Deli cikal bakalnya adalah Kerajaan
Aru/Haru. Hal yang tidak logis lainnya bahwa Aru dan Haru dipertukarkan untuk
menunjukkan hal yang sama. Hal lainnya Aru disamakan dengan Daru, padahal Daru
adalah pengucapan yang lebih simpel dari de Aru atau d’Aru. Kesimpulan yang
terbaik adalah Aru dan Haru adalah dua tempat yang berbeda dan Aru bukan di
Deli tetapi di Baroemoen.
Dilli, Delli dan Deli: Nama Tempat
yang Sama di Tiga Era Berbeda
Ambuaru
(Haru), Dilli (Deli) dan Aru (de Aru atau d'Aru atau Daru) adalah tiga tempat
yang berbeda (lihat peta 1619, 1750, 1752 dan 1862). Sementara penulisan nama
Dilli (Portugis) menjadi Delli (Inggris) dan kemudian Deli (Belanda) adalah
nama tempat yang sama di dalam tiga era yang berbeda (lihat peta 1750, laporan
Anderson 1826 dan peta 1862).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar