Orang Padang Sidempuan tidak hanya pionir menjadi
guru di Medan (1888), tetapi juga orang Padang Sidempuan pionir dalam pers berbahasa
Melayu di Medan (1902). Untuk sekadar diketahui, tatabahasa Melayu justru awal
pertama kali disusun di Padang Sidempuan (1883). Untuk sekadar diketahui juga
editor pribumi pertama pada surat kabar berbahasa Melayu adalah orang Padang
Sidempuan (1897). Uniknya pengajaran bahasa Melayu pertama kali dilakukan di
Leiden dan salah satu pengajarnya adalah orang Padang Sidempuan (1910). Uniknya
lagi, orang-orang Padang Sidempuan yang mentransformasikan bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia (1934). Dalam Kongres Bahasa di Medan tahun 1954 ahli
bahasa Indonesia paling senior adalah ahli bahasa Indonesia yang berasal dari
Padang Sidempuan.
***
Bahasa Melayu sudah lama dikenal. Bahasa
Melayu adalah lingua franca. Bahasa Melayu umumnya ditulis dalam aksara Arab.
Ketika orang Eropa memperkenalkan aksara Latin, penduduk di Mandailing en
Angkola mengadopsinya dan lalu menulis bahasa Melayu dalam aksara Latin. Aksara
Latin yang ditulis dari kiri ke kanan lebih sesuai dengan aksara Batak yang
bisa ditulis dari kiri ke kanan dan juga dari atas ke bawah. Oleh karenanya di
Mandailing dan Angkola menjadi lebih biasa dengan aksara Latin dan aksara
Batak. Aksara Latin tidak hanya digunakan dalam bahasa Belanda dan bahasa Melayu
dan juga mulai digunakan dalam bahasa Batak.
Ketika di Minangkabau masih umum aksara Arab dalam bahasa
Melayu (juga bahasa Minangkabau), di Mandailing dan Angkola sudah umum menggunakan
aksara Latin dalam berbahasa: Belanda, Melayu dan Batak. Adopsi aksara Latin
ini lebih awal di Mandailing en Angkola karena semakin sering mereka berpegian
ke Padang sebagai ibukota provinsi (kala itu Residentie Tapanuli masih bagian
dari Province Sumatra’s Westkust yang beribukota di Padang). Di Padang sendiri
bahasa yang umum digunakan adalah bahasa Minangkabau, bahasa Melayu dan bahasa
Belanda.
Sementara itu di Padang belum ada surat kabar
berbahasa Melayu, yang ada hanya surat kabar berbahasa Belanda. Orang-orang
terpelejar Mandailing dan Angkola yang bisa menggunakan tiga bahasa: Melayu,
Belanda dan Batak. Sejak terbit surat kabar berbahasa Belanda, Sumatra Courant
di Padang orang-orang Mandailing en Angkola hanya berlaganan surat kabar
Sumatra Courant, karena surat kabar berbahasa Melayu belum ada. Surat kabar ini
oleh penduduk Mandailing dan Angkola tidak hanya dipandang sebgai ruang berita
tetapi juga ruang promosi dan ruang menyampaikan pendapat sebagai surat pembaca.
Anehhnya, orang Mandailing dan Angkola menulis surat pembaca dan memasang iklan
tidak dalam bahasa Belanda tetapi dalam bahasa Melayu. Hal ini karena pembaca
yang disasar adalah penduduk pribumi yang berlangganan Sumatra Courant. Ternyata
redaksi mengabulkannnya. Inilah awal perkenalan bahasa Melayu di dalam pers
Belanda.
Sumatra-courant, 08-04-1874 |
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar