Pejuang Revolusioner: Adik dan Abang |
Parada Harahap dan Sukarno
Parada Harahap telah menggagas
dibentuknya PPPKI (di rumah Husein Djajadiningrat lalu diangkat sebagai
sekretaris; ketua diangkat MH Tamrin).
Pada Konferensi PPPKI di Bandung diputuskan diadakan Kongres PPPKI di
Batavia tanggal 28 Oktober 1928 yang mana ketua panitia kongres adalah Dr.
Soetomo.
Dalam Kongres PPPKI, beberapa orang berbicara termasuk
Sukarno. Kesimpulan pidato Sukarno dalam kongres ini adalah Satu nusa, Satu
bendera dan Satu bangsa (Een land. Een vlag, Een volk). Ini berbeda dengan
rumusan dari Putusan Kongres dari Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928,
yaitu: Satu nusa, Satu bangsa dan Satu bahasa.
Dalam pembentukan PPPKI tidak
termasuk PNI. Yang hadir dalam pembentukan PPPKI ini adalah Budi Utomo,
Pasundan, Kaoern Betawi, Sumatranenbond, Persatoean Minahasa, Sarekat Amboncher
dan NIB. Parada Harahap mewakili Sumatranen Bond.
Dua anak Padang Sidempuan sekelas dengan Tjipto di STOVIA |
Pada konferensi PPPKI di Bandung 17
Desember 1927 anggota organisasi bertambah menjadi PSII, PN1, BO (Boedi
Oetomo), Pasundan, Sarekat Sumatera, Studi Indonesia, Kaoem Betawi dan Sarekat
Madura. Anggota PPPKI baru, Studi Indonesia adalah Algemeene Studie Club yang
diketuai Sukarno. Ketika PPPKI melakukan kongres di Batavia tanggal 28 Oktober
Ir. Sukarno berpidato.
Sukarno naik ke tingkat tiga (De Indische courant, 07-05-1923) |
Parada Harahap (yang hijrah ke Batavia dari Padang Sidempuan, 1923) awalnya mengenal Sukarno
lewat tulisan hingga keduanya kerap berdiskusi tentang kebangkitan bangsa dan
cita-cita kemerdekaan. Parada Hartahap adalah brillian di bidang pers (menjadi editor surat kabar Benih Merdeka di Medan, 1918), Sukarno
brillian di bidang akademik (lulus kuliah tepat waktu, 1921-1926). Keduanya sama-sama memiliki karakter revolusioner (berani berpendapat).
Parada Harahap meski hanya lulus sekolah rakyat (SD) tetapi cepat menguasai lapangan (dunia pers), Sukarno menguasai teori (dunia akademik). Sukarno sudah
mempelajari teori politik sambil kuliah di sekolah teknik di Bandung.
Saat Parada Harahap mendirikan PPPKI tahun 1927 usianya
sudah 28 tahun (Sukarno 26 tahun). Parada Harahap memulai karir politik tahun
1916 (saat menjadi krani perusahaan perkebunan) ketika mengirim tulisan ke
surat kabar Benih Merdeka di Medan tentang skandal dan kekejaman pengusaha
terhadap para kuli perkebunan. Parada Harahap dipecat dan kemudian bergabung
dengan Benih Mardeka dan menjadi editor tahun 1918. Oleh karena suratkabarnya
dibreidel, Parada Harahap pulang kampong (di Padang Sidempuan) dan mendirikan
surat kabar Sinar Merdeka (1919). Pada tahun 1922 Parada Harahap menjadi
anggota Sumatranen Bond di Sibolga. Pada tahun 1923 Parada Harahap hijrah ke
Batavia dan mendirikan perusahaan NV Bintang Hndia dan membangun percetakan dan
menerbitkan surat kabar Bintang Hindia (1923). Pada tahun 1925 Parada Harahap
mendirikan kantor berita Alpena (salah satu wartawannnya adalah WR Supratman).
Pada tahun ini juga Parada Harahap melakukan perjalanan jurnalistik ke sejumlah
tempat di Sumatra (dan menerbitkannya sebagai buku tahun 1926). Pada tahun 1926
Parada Harahap mendirikan surat kabar Bintang Timoer (di bawah NV Bintang
Hindia). Dalam tempo singkat surat kabar Bintang Timoer memiliki tiras paling
tinggi di Batavia. Sukarno dari Bandung kerap mengirim tulisan ke Bintang
Timoer.
Pasca Kongres PPPKI
Setelah Kongres PPPKI (28 Oktober
1928) suhu politik makin naik, Sukarno semakin percaya diri (karena didukung
PPPKI dan Parada Harahap juga semakin intens memperhatikan dan menyebarluaskan
berita. Sukarno yang telah menjadi ketua PNI (nama Perserikatan Nasional
Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia) semakin gencar bersuara di dalam
berbagai kesempatan untuk berpidato tetapi juga semakin diawasi oleh polisi kolonial
Belanda.
De tribune: soc. dem. Weekblad, 10-04-1929: ‘…telah terjadi
perbedaan paham diantara anggota PPPKI yang mana Partai Sarekat Islam (PSI)
dari golongan tua dengan yang lebih muda, Partai Nasional Indonesia (PNI). Hal
serupa juga telah muncul segera kongres PPPKI yang dipimpin Soetomo antara PSI
dengan Muhammadiyah. Perbedaan paham (keretakan) tersebut dipicu oleh
pembentukan Dewan Dana Nasional yang diketuai oleh MH Tamrin, Sekretaris,
Sartono dari PNI dan anggota Soetomo dari Boedi Oetomo, Singgih dari Kelompok
Studi dan Otto dari Pasundan. Tujuan dari dana nasional ini adalah untuk
bantuan finasial untuk diberikan kepada pemimpin kaum nasionalis. Dewan dana
diberi mandat penuh untuk kebebasan bertindak, kecuali untuk keuangan, yang tetap
bertanggung jawab kepada PPPKI. Selanjutnya, dewan pers akan dibentuk, dipimpin
oleh Mr Thamrin, maksudnya adalah untuk membendung serangan pers terhadap pribumi,
yang kemungkinan akan merugikan kepentingan nasional. Pembentukan dewan pers diambil
keputusan dalam kaitannya dengan serangan yang akhir-akhir ini terhadap Dr.
Soetomo yang menjadi ketua komite kongres PPPKI. Dalam hubungan ini Perhimpoenan
Indonesia di Belanda dilibatkan untuk membuat propaganda di luar negeri. Liga
PPPKI telah menjadi wahana pejuang untuk dukungan kemerdekaan Indonesia yang
efektif. Kaum nasionalis Indonesia dalam hal ini sebagai tindakan permusuhan
dan Perhimpunan Indonesia (di Belanda) cukup kasar dalam berpolemik’.
Sementara Sukarno semakin kencang
suaranya, Parada Harahap sebaliknya sangat sibuk mengadministrasikan semangat
pergerakan. Parada Harahap ke dalam (semacam kemendagri), MH Tamrin ke luar
(kemenlu). MH Tamrin sebagai ketua PPPKI juga duduk sebagai ketua Dewan Dana
Nasional dan ketua Dewan Pers. Sukarno, yang jago berpidato terus berpidato
kemana-man. Pidato terakhir Sukarno sebelum ditangkap untuk
kali pertama adalah pada Kongres PPPKI kedua di Solo tanggal 25-27 Desember
1929
Kongres PPPKI II Solo: Parada Harahap dan Sukarno |
Sukarno yang menyebut dirinya
‘penyambung lidah’ rakyat Indonesia, Parada Harahap juga terbilang ‘penyambung
lidah’ sepak terjang Sukarno dan kawan-kawan. Sebagaimana diketahuii Parada
Harahap jelang Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda telah memperluas cakupan
pemberitaan dengan menerbitkan Bintang Timoer edisi daerah Jawa Tengah dan
edisi daerah Jawa Timur.
Jelang Sidang Sukarno, 18 Juni 1930 |
De Indische courant, 25-09-1930: ‘Volkscourant di Batavia, seperti yang kita baca di AID telah dijual kepada Mr. Parada Harahap. Sehubungan dengan ini maka Java Express (edisi Belanda Bintang Timoer) berhenti beroperasi. Volkscourant sekarang berpindah ke Krekot (markas Bintang Timoer). Aneta, 25 September melaporkan bahwa manajemen baru Volkscourant di Weltevreden akan terbit 1 Oktober dalam format yang lebih besar. Volkscourant adalah nama baru dari De Courant yang sebelumnya kepala redakturnya adalah A. Weeber’.
Kini Parada Harahap menyebarluaskan
berita kebangkitan bangsa ke orang-orang Belanda dengan menerbitkan surat kabar
berbahasa Belanda, Volkscourant. Surat kabar berbahasa Belanda ini tampaknya
dimaksudkan untuk ‘menyerang’ pers untuk mengurangi beban MH Tamrin sebagai
ketua Dewan Pers dalam membendung serangkan pers Belanda kepada orang-orang
pribumi seperti Dr. Soetomo [serangan pers Belanda kepada Dr. Soetomo, karena
selama ini Soetomo dan Boedi Oetomo banyak mendapat dukungan politik dan
sokongan dana dari pemerintah/simpatisan Belanda].
Pers Belanda menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu
(Indonesia) cukup banyak seperti surat kabar Pertja Barat di Padang tahun 1895,
Pertja Timor di Medan 1902 dan Pembrita Betawi di Batavia 1903. Editor pribumi
pertama Dja Endar Moeda (Pertja Barat, 1897); Mangaradja Salamboewe (Pertja
Timor, 1902) dan Tirto Adhi Soerjo (Pembrita Betawi, 1903). Pers pribumi yang
baru tumbuh dimulai oleh Dja Endar Moeda dengan mengakuisisi Pertja Barat dan
percetakannya tahun 1899 dan kemudian menerbitkan dua media lainnya majalah
Insulinde (di Padang) dan surat kabar Tapian Na Oeli (di Sibolga). Bagi Dja
Endar itu tidak cukup, lalu pada tahun 1905 mengakuisisi Sumatra Nieuwsblad (di
Padang). Surat kabar pribumi pertama berbahasa Belanda itu tersandung delik
pers (1907) yang mana Dja Endar Moeda di hokum cambuk dan surat kabar itu
akhirnya ditutup Dja Endar Moeda. Kini (1930), Parada Harahap mengulang success
story seniornya Dja Endar Moeda (sama-sama kelahiran Padang Sidempuan) dengan
menerbitkan Volkscourant di Batavia.
Seperti halnya Sukarno, Parada Harahap
juga menjadi perhatian dan target poisi/pemerintah Belanda. Dua orang ini
dianggap momok dan sangat membayakan. Sukarno memainkan kata-kata orasi yang
tajam di lapangan (forum atau rapat-rapat), Parada Harahap memainkan pena yang
tajam di media. Sebagaimana diketahui saat itu, Parada Harahap adalah radja
media di Jawa (sebagaimana dulu Dja Endar Moeda sebagai radja media di
Sumatra).
Soerabaijasch handelsblad, 03-01-1931: ‘Kami selalu melihat
dia (Parada Harahap) sebagai orang ‘putaran suara’. Mungkin dia memiliki
gagasan bahwa ia seperti lingkaran memiliki jumlah tak terbatas sisi.
Direkturnya, yang giat Parada Harahap, yang populer disebut ‘Batavia Paradepap’
yang memiliki banyak delik pers sebagai pemimpin Bintang Timoer’.
Saat ini Sukarno masih di penjara,
isu-isu baru agak tenggelam. Parada Harahap juga tidak banyak mendapat amunisi
baru dalam surat kabarnya. Yang menarik dalam keseharian Parada Harahap, juga
masih tersandung delik pers. Berbagai upaya dilakukan polisi/pemerintah Belanda
untuk membungkam Parada Harahap. Salah satu soal delik pers Parada Harahap yang
untuk kesekian kali, tapi kali ini bukan terkait politik, namun sangat menarik
untuk disimak.
De Sumatra post, 06-01-1931: ‘Mr Parada Harahap berdiri
untuk keseratus kalinya di meja hijau. Kali ini Parada Harahap dipanggil ke
pengadilan karena korannya memuat iklan tagihan hutang. Si penagih hutang
digugat karena dianggap mencemarkan nama dan juga editor Bintang Timoer, Parada
Harahap juga diseret. Ketika dituduhkan kepada Parada Harahap bahwa ikut bertanggungjawab karena iklan itu
menjadi pendapatannya (sumber penerimaan). Parada menjawab: ‘Bagaimana saya
bertanggungjawab?’. Polisi mencecar: ‘Anda kan direktur editor?’. ‘Iya betul,
tapi saya hanya bertanggungjawab untuk bagian jurnalistik’, jawab Parada
Harahap enteng lalu menandaskan, ‘bagian administrasi bertanggungjawab untuk
iklan’. Polisi terus mencecar: ‘Ah’, kata Sheriff, ‘tanya sekarang, setuju
bahwa di koran Anda muncul iklan cabul, apakah Anda akan mengatakan tidak bertanggung
jawab?’. Parada Harahap spontan menjawab: ‘Oh, kalau soal itu tanggungjawab
saya’.
Sukarno yang masih di penjara terus
mengolah pikirannya di balik jeruji di penjara Sukamiskin. Parada Harahap
beralih ke isu yang mana para wakil rakyat di parlemen (Volksraad) sangat
penakut dan kurang greget. Parada Harahap mengomentari adanya tambahan anggota
parlemen dari lua Jawa akan membuat suasana politik di parlemen semakin hidup
dan garang (banyak yang tidur, seperti sekarang di Senayan).
De Sumatra post, 26-01-1931(De Buitengwesten in den
Volksraad): ‘Editor Java Bode mengutip Bintang Timur yang mana Mr. Parada
Harahap, editor pada tanggal 16 bulan ini menulis dengan judul ‘Djago Sabrang’
meski anggota dewan luar Jawa dan yang disebutnya provinsi bagian depan. Ini
disebut ‘depan’ sehubungan dengan cukup dukungan untuk kepentingan di luar Jawa
yang terletak tujuan Belanda – Inlandsch karena masing-masing dari mereka
anggota dewan rakyat memiliki budaya yang diturunkan tidak jinak, tapi
keberanian memiliki kepentingan umum terhadap siapa juga berdiri dari daerah
luar sesuai Bintang Timur dilayani dengan baik. Para editor majalah menyambut
hangat jabatan Dr Ratu Langi, M. Soangkoepon dan Soekawati, terutama dengan
penambahan anggota Mukhtar, Dr. Abdoel Rashid dan Koesad. Echo kondisi bahwa
orang-orang di dewan kepentingan kepulauan besar di luar Jawa akan dipromosikan
lebih intensif dari sebelumnya dan prospek pengembangan wilayah akan datang
lebih kedepan’.
Parada Harahap sebagai pejuang pers,
merasa tidak cukup dengan hanya ada PPPKI (sebagai sekretaris) dan meski MH
Tamrin juga telah membentuk Dewan Pers (kasus Soetomo yang terus di serang pers
Belanda). Parada Harahap lalu menggalang kekuatan lewat para wartawan untuk
mendirikan sarikat wartawan.
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 18-07-1931 (Congres Inlandsche Journalisten): ‘Kongres wartawan pribumi pertama diadakan di Semarang pada 8 Agustus. Kongres ini
diketuai oleh jurnalis Semarang, sekretaris, jurnalis Sumatra, Paroehoem.
Program: editor Bahagia Semarang, Pak Yunus, akan mengadakan kuliah tentang:
"Jurnalisme dan pengembangan bisnis surat kabar"; Haji (Agus) Salim
akan berbicara pada "Jurnalisme dan kode etik; RM Soedarjo tentang
‘Orang-orang dan Jurnalisme; Maradja Loebis: ‘Jurnalisme dan kehidupan sosial’;
Saeroen, Siang Po: ‘Jurnalisme dan gerakan rakyat’ dan Parada Harahap:
"Jurnalisme dan ekonomi’, sementara editor Soeara Oemoem akan berbicara
pada ‘Jurnalisme dan malaise. Kemudian, organisasi wartawan dibentuk dengan Mr
Saeroen sebagai ketua dan Bapak Parada Harahap sebagai sekretaris dan (merangkap)
bendahara. Komisaris adalah Bakrie,
Yunus dan Koesoemodirdjo’.
Parada Harahap bukan asing dalam
soal urusan bersarikat di bidang pers. Parada Harahap pada tahun 1918 di Medan
pernah mendirikan sarikat wartawan yang merupakan gabungan pers pribumi dan
pers Tionghoa untuk membendung tekanan pers Belanda. Setelah 13 tahun, Parada
Harahap membentuk lagi sarikat wartawan. Alasannnya selalu sama: melawan pers
Belanda. Hal yang sama juga: Parada Harahap selalu menyertakan Tionghoa. Itulah
Parada Harahap, nasionalis yang musuhnya hanya satu: Belanda.
Meski di satu sisi Parada Harahap
selalu disorot pers Belanda dan menekannya, namun di sisi lain pers Belanda
juga cover both side dan memberikan penilaian sesuai dengan kode etik pers
(independen). Sebagaimana pers pribumi, pers Belanda juga ada paksi-paksinya
yang satu sama lain adakalanya memiliki pandangan yang berbeda.
Soerabaijasch handelsblad, 15-09-1931: ‘Wartawan muda Batak
Parada Harahap, direktur dan editor Indonesisch nationalist meskipun ia mungkin
dalam berbagai artikel mencerahkan bagi nasionalisme untuk hari yang akan
datang, dia berada di atas semua realis. Dia melakukan, tanpa menjauhkan apa
yang disebut orang Prancis il prend son bien ƶu il le trouve. Dia dengan senang
hati merekomendasikan contoh Barat saat ia menemukan berguna, dan memuji dan
menghargai dimana ia menemukan sesuatu untuk memuji dan menghargai, bahkan jika
itu adalah dengan orang Eropa. Singkatnya, ia praktis dan turun ke bumi dan
karena itu sangat dibenci dan kadang-kadang - dengan permukaan cemburu pada
perusahaannya yang berjalan dengan baik - dibenci oleh orang-orang mabuk
nasional. Yang menyebut dirinya nasionalis, tapi kutukan dan berkampanye untuk
melukai dia. Ada banyak kebencian, persaingan dan kecemburuan dan disebut
beberapa kejanggalan dan bertindak tidak sopan di pihaknya’.
Parada Harahap sendiri pada tahun
1925 dinialai pers asing/Belanda sebagai wartawan terbaik. Penilaian wartawan
terbaik ala pers asing/Belanda juga pernah diterima oleh Mangaradja Salamboewe di
Medan pada tahun 1908.
Soerabaijasch handelsblad, 05-11-1931 (Een en ander over de
Inlandsche Pers): ‘Bintang Timur telah menjadi salah satu yang terbaik adalah
hanya karena Parada Harahap’
Sukarno Keluar dari Penjara
Sukarno
hukumannya dikurangi dan Sukarno dibebaskan pada 31 Desember 1931. Dalam
ketidakhadirannya PNI telah hancur. Partai ini secara resmi dilarang dan
sebagai gantinya sekarang dua lainnya didirikan: Partindo dan Pendidikan
Nasional Indonesia. Yang terakhir dipimpin oleh Hatta dan Sjahrir, berdiri pada
posisi yang lebih moderat. Sukarno memilih Partindo (Partai Indonesia), yang
didirikan oleh Mr. Sartono. Soekarno menjadi presiden dan segera ia aktif
secara politik setelah penahanannya.
Setelah lulus kuliah,
Sukarno lebih bersifat non-kooperatif. Sukarno menolak untuk memasuki pelayanan
pemerintah (pegawai) Belanda. Sukarno secara pribadi lebih memilih terjun ke pembangunan
rumah (bersama Ir. Rooseno). Kemudian Sukarno menjadi guru sejarah dan matematika
di sebuah sekolah swasta yang dikelola oleh Dr. Setiabudi Danoedirdjo (Dr. EFE.
Douwes Dekker, sepupu Multatuli). Lembaga pendidikan ini yang oleh pemerintahan
Belanda dianggap tidak sangat menyenangkan (non-kooperatif). Inspektur yang pernah
menghadiri pelajaran sejarah di kelas Sukarno, menyatakan Sukarno materinya tidak
layak (tidak kooperatif). Lalu kemudian Ir. Sukarno membuka usaha dengan sesama
teman mahasiswa dulu, Ir. Anwari, sebuah perusahaan arsitektur. Sukarno, selain
di klub studi kerap pidato dan juga di setiap kesempatan yang mana Sukarno
cenderung berbalik melawan pemerintahan kolonial Belanda.
Parada Harahap Sebagai
Mentor Politik Sukarno dan Hatta
Parada
Harahap sudah berjuang sejak umur 17 tahun dalam kasus Poenali Sanctie. Berperang
dengan pena yang tajam. Lebih dari seratus kali berada di meja hijau. Parada
Harahap hanya berpendidikan sekolah rakyat, tetapi kemampuan berpikirnya jauh
dari seorang mahasiswa di perguruan tinggi. Parada Harahap umurnya hanya beda
dua tahun lebih tua dengan Soekarno, tetapi pengalamannya tentang arti
kemerdekaan jauh melampaui Soekarno dan Hatta. Parada Harahap tahu betul siapa
yang seharusnya memimpin bangsa pada waktunya. Parada Harahap adalah sekretaris
PPPKI yang berkantor di Gang Kenari dan tentu saja yang mengatur potret siapa
yang seharusnya dipajang. Ketika ada oknum yang menurunkan potret Soekarno dan
Hatta dari dinding, Parada Harahap air matanya menangis bagaikan seorang ayah
yang menangisi anak-anaknya yang dilecehkan oleh orang lain. Parada Harahap
adalah orang yang turut membesarkan Soekarno dan Hatta. Parada Harahap berhak
untuk menangisinya.
De Indische courant,
27-11-1931 (De nationalist Hatta):’Di antara pemimpin cemerlang, Hatta, seorang
Sumatra, dianggap oleh banyak kalangan, setelah Ir Soekarno sebagai yang paling
sesuai sebagai pemimpin Inlandsch baik saat ini maupun masa datang. Di dalam
gedung pertemuan permufakatan di gang Kenari, potret Ir. Soekarno dan Diponegoro
telah dipajang bertahun-tahun, diambil dari dinding dan disembunyikan di bawah.
Tindakan ini telah membawa banyak keributan di antara penduduk pribumi, bahkan
wartawan Parada Harahap di majalahnya menulis dalam ‘Surat Terbuka’ telah
menginformasikan bahwa, saat melihat tempat pajangan telah kosong, air mata
menangis dan pelaku diduga telah
melakukan tindakan kejahatan keji ini dan akan dicari di kalangan partai. Mr.
Sartono menyangkal semua itu tindakan partainya dan menolak untuk menaruh
sendiri potret itu (kembali) ke tempat asalnya. Dan sekarang bahkan potret
Hatta telah berdebu di bawah meja’.
Tampaknya
ada seseorang atau kelompok yang sengaja mencopot foto Sukarno dan Hatta dari
kantor PPPKI selama Sukarno berada di
dalam penjara. Parada Harahap marah dan menulis di surat kabar Bintang Timoer,
miliknya. Siapa yang mencopot foto-foto tidak jelas apakah kelompok Sartono
atau justru pilisi Belanda.
Yang jelas selama Sukarno
di penjara, PNI telah dianggap partai terlarang (dan lalu dibubarkan).
Anggota-anggota PNI lalu mendirikan Partai Indonesia yang cenderung radikal (Partindo)
yang dipimpin Sartono dan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) yang cenderung
moderat yang dipimpin oleh Hatta dan Sjahrir. Sukarno lebih memilih Partindo
(Partai Indonesia).
Kongres Kedua PPPKI
PPPKI
di bawah pimpinan MH Tamrin dan Parada Harahap secara pelan-pelan terus
melakukan manuver untuk mendukung pergerakan Indonesia. Berbagai partai politik
telah didirikan dan akan didirikan. MH Tamrin dengan pembentukan Dewan Dana Nasional
telah mulai diendus oleh polisi Belanda. Setelah keluar dari penjara, Sukarno
mulai aktif berpolitik lagi. Ketika rapat umum PPPKI digelar, Sukarno
berpidato.
De Sumatra post, 12-01-1932:
‘Soekarno pidato. Kemudian datang giliran Sukarno. Penampilannya di panggung
menimbulkan tepuk tangan yang besar dan antusiasme mencapai puncaknya. Ini
menunjukkan mulai dinyatakan dengan daftar simpati, bahwa ia juga banyak
dukungan dan simpati yang diperoleh oleh mereka yang tidak ditujukan untuk
radikalisme, membuat jelas baginya itu yakin bahwa semua orang, semua lapisan
masyarakat dan semua kelompok berada di belakang bergerak. Simpati tidak
berlaku baginya secara pribadi tetapi Sukarno dianggap sebagai pemimpin. Sebagai
ungkapan simpati kepada pemimpin nationalistischen pada umumnya, mereka yang
mengorbankan diri mereka tanpa pamrih demi kepentingan umum dan tenaga kerja
untuk melakukan kebesaran Iboe Indonesia. Dia tidak akan menyebut nama sehingga
Soekarno yang ia harus mendukung selama hidup pertapa di Soekamiskin. Dalam
pidatonya Sukarno bijak mencoba untuk menghindari semua tebing perselisihan dan
ingin menciptakan satu kesatuan. Sukarno mengisyaratkan ia pertama harus
mempelajari situasi sebelum mengambil solusi akhir. Di katakana Sukarno di antara
kelompok, Partai Indonesia tampaknya saya akan berada daripada golongan Merdeka
yang begitu banyak perangkap bahwa mereka akan melakukan yang lebih baik untuk
beristirahat dulu untuk sementara. Sukarno dalam pidato sebelum berakhir dengan
pernyataan bahwa ia sangat ingin kesatuan dan bahwa masyarakat harus mendukung
dia untuk mencapai kesatuan. Hal ini diikuti oleh nyanyian Indonesia Raya yang
berakhir dengan damai di hari Minggu pagi pada pertemuan publik kedua (Kongres)
PPPKI yang dipimpin oleh Dr. Soetomo’.
Sukarno
tampaknya lebih memiih tengah-tengah yang sedikit radikal dan bukan yang
radikal (golongan merdeka) dan juga bukan yang moderat. \
Pada rapat umum (kongres) PPPKI
tahun 1928, Parada Harahap yang mengundang Soekarbo untuk dapat mengambil
tempat untuk berpidato di kongres. Kongres ini diselenggarakan oleh PPPKI.
Sekretaris PPPKI adalah Parada Harahap. Kini dalam Kongres PPPKI yang kedua (1932)
Sukarno juga diundang pidato. Parada Harahap yang hadir banyak menyimak isi pidato
Sukarno. Parada Harahap dan MH Tamrin sendiri tidak lagi sekretaris dan ketua
PPPKI. Dewan baru PPPKI telah dibentuk: Ketua, Dr. Sutomo; Sekretaris dan
bendahara Latuharhary. Pengumumnan dewan baru ini diumumnkan Dr. Sutamo dalam
Kongres PPPKI yang kedua ini (lihat De Sumatra post, 12-01-1932).
Setelah
beberapa bulan tidak terdengar, Parada Harahap meminta Sukarno untuk ‘keluar
kandang’. Parada Harahap berharap Sukarno dapat meramaikan ‘bursa politik’.
Saat ini yang memimpin PPPKI adalah Dr. Sutomo; MH. Tamrin sudah sejak lama
focus pada Dana Nasional (bidang yang berada di bawah PPPKI) dan Parada Harahap
sebagai Ketua Kadin pribumi Batavia mulai menggagas misi ekonomi Indonesia ke
luar negeri.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 02-05-1932 (Ir. Soekarno en zijn Wederoptreden): ‘Tunggu
tindakan saya’. Ini pernyataan mahasiswa pribumi Ir. Soekarno yang telah secara
khusus meminta untuk meluangkan waktu belajar tentang partai yang nantinya
apakah akan memilih atau apakah harus tetap di belakang layar, sebagaimana
dikonfirmasinya di Bintang Timoer. Ir. Soekarno telah menulis surat kepada
editor Bintang Timoer yang diterbitkan kemarin, yang menunjukkan bahwa Soekarno
bahwa mereka (siswa) tengah mempelajari ‘teori gerakan rakyat’. Saya perlu
untuk belajar teori, karena saya ingin mengambil tindakan. Selanjutnya Soekarno
menulis: "Ketika saya lagi kemauan politik yang aktif? Aku tahu itu saja.
Aku hanya pada jawaban rakyat. Segera itu akan terlihat bahwa orang itu
sendiri, yang sekarang aku ekspor. Saya tidak ingin bermain. Dengan nasib
rakyat, politik bagi saya adalah bukan olahraga tapi masalah serius, yang
membuat saya hidup. Soekarno meminta
kepada Mr Parada Harahap, editor Bintang Timoer komentar, Ir. Soekarno bukan
seseorang yang berasal untuk Rakyat?’.
Suhu
politik yang semakin memanas, sementara Sukarno yang belum memanas telah
terjadi pembereidelan sejumlah majalah dan surat kabar, termasuk Bintang Timoer,
milik Parada Harahap.
De Sumatra post, 13-06-1932
(Verboden periodieken en bladen): ‘Pihak berwenang militer pada kenyataannya
hampir seluruh rakyat pribumi ditempatkan pada daftar hitam, diduga melarang.
Lembar dan majalah yang dilarang adalah sebagai berikut: Persato'an Indonesia,
Simpaj, Sediotomo, Aksi, Indonesia Moeda, Balai Pemoeda Bandoeng, Garoeda,
Garoeda Smeroe, Garoeda Merapi, Sinar Djakarta, Indonesia Merdeka, Impressa,
Soeloeh Indonesia Moeda, Keng Po, Sim Po, Warna Warta, Sinar Terang, Indonesia
Raja, Soeara Merdeka, Daulat Ra'jat, Banteng Indonesia, Panggoegah Ra'jat,
Banteng Ra'jat, Darmo Kondo, Haloean, Kaperloean Kita, Mustika, Pahlawan
(dengan pcmoeda Kita), Soeara Kita, Priangan Tengah, Soeara Oemoem, Soeara
Oemoem Jav. Editie, Sipatahoenan, Medan Ra'jat, Fikiran, dan Ir. Soekarno Djeung
Pergeraken Ra'jat. Seperti dapat dilihat, media tersebut meliputi media berbahasa
Melayu yang pribumi maupun yang Chineesch. Di antara majalah yang bisa dibaca
Bintang Timoer (Parada Harahap) dan Siang Po, baik yang muncul di Batavia, maupun
majalah Fikiran (anggota dewan Dr Ratu Langi) di Manado adalah tabu. Majalah
lainnya yang organ nasionalis, yang semua link bahkan dicap sebagai berhaluan revolusioner’.
Pembreidelan
adalah senjata polisi/pemerintah colonial Belanda untuk membungkam pers melalui
pasal pers dalam undang-undang. Soal pembreidelan sudah lama ada. Yang pertama
diketahui adalah surat kabar berbahasa Belanda (Sumatra Niuewsbald) milik Dja
Endar Moeda di Padang tahun 1907, kemudian Pewarta Deli (pimpinan Dja Endar
Moeda) di Medan 1911 dan Medan Prijaji di Batavia (pimpinan Tirto Adi Soerjo) tahun
1912. Kemudian juga surat kabar Benih Merdeka di Medan (1918) dan surat kabar
Sinar Merdeka di Padang Sidempuan (1922). Kedua surat kabar yang disebut
terakhi saat pembereidelan digawangi (editor) Parada Harahap.
Tidak hanya pembreidelan
yang dilakukan oleh polisi/pemerintah Belanda, juga menangkap para pemimpin dan
kader-kader politik yang bersifat radikal. Penangkapan terhadap kader-kader
politik tersebut diasingkan ke Digul. Sukarno juga ditangkap 31 Juli 1933 (Leeuwarder
courant: hoofdblad van Friesland, 22-06-1970) karena menyebarkan rasa
permusuhan terhadap pemerintah colonial. Sukarno tidak diasingkan ke Digul
tetapi ke Flores. Tujuannya hanya satu: memisahkan pemimpin dengan anak buah.
Parada Harahap Memimpin
Misi Ekonomi Indonesia ke Jepang
Indonesia
di persimpangan jalan. Tokoh-tokoh revolusioner ditekan oleh polisi/pemerintah
Belanda. Surat kabar diawasi dan dibreidel. Tokoh politik diawasi dan
sewaktu-waktu dapat ditangkap. Sukarno selepas dari penjara belum menentu sikap
permanen, masih berpikir keras. Parada Harahap juga terus berpikir agar tegak
percaya diri, proses kebangkitan bangsa tetap berjalan dan mampu berjalan lebih
cepat agar segera terwujud kemerdekaan.
Parada Harahap tidak
memiliki hutang kepada pemerintah kolonial Belanda. Sebaliknya, Parada Harahap
bertahun-tahun ‘dizalimin’ oleh polisi kolonial Belanda dan telah ratusan kali
dipanggil ke meja hijau di pengadilan dan tak terhitung pula berapa kali harus
masuk penjara.
Parada
Harahap meretas jalan melihat di timur negeri Sakura. Parada Harahap telah lama
menutup diri dan membelakangi di sebelah barat Negara Ratu di Belanda. Undangan
ke Jepang, sesama Asia jelas menantang. Parada Harahap memutuskan secara sadar
konsekuensinya dan membuat gebrakan, bersedia melakukan perjalanan misi ke
Jepang. Suatu misi berskala internasional, suatu misi pribumi yang jelas keluar
dari mainstream orang-orang pribumi.
De Sumatra post,
16-10-1933: ‘Pemimpin surat kabar Bintang Timoer, Mr. Parada Harahap akan berangkat
7 November disertai sejumlah guru pribumi dan pengusaha ke Jepang. Rombongan
akan kembali melalui Manila’. [Bataviaasch nieuwsblad, 24-10-1933: ‘Jumlah yang
‘wisata’ ke Jepang sebanyak tujuh orang. Diantarnya tiga wartawan, satu orang
guru, satu orang kartunis, dan dua
pengusaha (Batavia da Solo). Tiga orang diantaranya dari pulau-pulau luar
(Jawa)].
Mesir
dan Jepang adalah Negara berdaulat. Oleh karenanya, kedua Negara ini memiliki
hubungan diplomatik dengan Nederlansch Indie (Hindia Belanda) yang dikuasai
oleh Pemerintah Kolonial. Motif Jepang mengundang ‘delegasi’ pribumi ke Jepang
kemungkinan besar karena alasan bisnis dan politik Asia. Sebaliknya, kedatangan
delegasi Mesir ke Nederlansch Indie karena alasan kerjasama budaya (utamanya
keagaaman dan pendidikan Islam).
De Sumatra post, 08-11-1933
(national dinner): ‘Pada tanggal 8 di rumah Mr. Thamrin diadakan jamuan makan
malam untuk menghormati Komisi Mesir. Yang hadir adalah atas nama Liga Bupati
(Bond van Regenten) yang dipimpin Mr. Soejono; atas nama Vereeniging dari
Akademisi, Dr Soeratmo dan Dr Ratulangi; atas nama Nationale Fractie, Mochtar
dan Soeangkoepon; atas nama pers berbahasa Melayu, Mr Parada Harahap; dan atas
nama masyarakat Arab, Mr Alatas’.
Sementara
itu, Sukarno, sekali lagi tidak menentu, malahan setelah ditangkap justru ingin
keluar dari dunia politik (dan juga keluar dari Partindo). Konsolidasi di tubuh
Partai Indonesia tampaknya tidak berhasil. Meski Sukarno telah memilih Partai
Indonesia (selepas dari penjara) sebagaimana diucapkannya pada Kongres PPPKI
yang baru berlalu, tetapi dalam kenyataannya Sukarno harus keluar dari Partai
Indonesia. Apakah Sukarno semakin gamang setelah kali kedua Sukarno ditangkap?
De Sumatra post, 21-11-1933:
‘Sukarno keluar dari politik. Batavia, 21 November (Aneta). Dewan Utama Partai
Indonesia mengumumkan bahwa telah menerima surat dari Soekarno, di mana ia
mengumumkan bahwa ia pensiun dari gerakan politik. Dia juga menyebut bahwa Sukarno
juga keluar sebagai anggota Partai Indonesia, yang permintaan itu dipenuhi oleh
Chief Executive. Keputusan Sukarno dan juga atas pengunduran diri Gatot
Mangkoepradja sebagai Kepala Badan, Dewan Eksekutif terdiri saat ini sebagai
berikut: Ketua: Mr. Sartono, Wakil ketua Amir Sjarifoedin dan bendahara:
Soewirjo. Sekretaris pertama: Njonoprawoto, Sekretaris kedua Soleman. Dewan:
Sidik Djojosoekato, Djauhari Salim dan Toembel’.
Akhirnya
Parada Harahap berangkat dengan rombongan ke Jepang. Inilah saat pertama muncul
politik luar negeri Indonesia ketika anak-anak pribumi bekerjasama dengan
Jepang. Selama ini gerakan politik anak-anak pribumi hanya terbatas politik
dalam negeri (di dalam lingkup Nederlansch Indie dan Nederland). Ini ibarat
anak-anak pribumi dipaksa harus memilih: blok barat (Nederland/Europe) atau
blok timur (Japan/Asia). Parada Harahap (senior/jurnalistik) dan Mohamad Hatta
(junior/mahasiswa) memainkan peran penting. Parada Harahap tidak punya hutang
terhadap Belanda, maka pilihan Parada Harahap tidak ada pilihan harus menjalin
aliansi dengan Jepang.
Mohamad
Hatta juga tergolong tidak punya hutang terhadap Belanda, namun seperti
lazimnya anak-anak pribumi yang mendapat pendidikan dari guru-guru Belanda (di
Nederlansch Indie atau Nederland) cenderung berkolaborasi (ingin kesetaraan)
tetapi, Hatta tampaknya sedikit melenceng dan lebih revolusioner dibanding yang
lain dan sudah terang-terangan ‘ogah’ sama Belanda dan masih ‘mikir-mikir’
berkolabari dengan Jepang. Parada Harahap dan Mohamad Hatta menjadi sisa dua
pribumi revolusioner yang menjadi pusat perhatian intel/polisi di Hindia
Belanda (Sukarno telah diasingkan ke Flores).
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 17-11-1933 (Gratis Reisje. Inlanders naar Japan): ‘Dua jurnalis, satu dealer dan satu guru telah meninggalkan Priok
dengan kapal Jepang, Nagoya Maru yang dipimpin Mr. Parada Harahap, editor dari
Bintang Timoer. Disamping itu, seorang mahasiswa jurnalis akan tiba di Jepang
secara terpisah untuk merekam situasi politik dan ekonomi, di Jepang’.
De Gooi- en Eemlander :
nieuws- en advertentieblad, 28-11-1933: ‘Hatta, yang dikenal sebagai ‘Gandhi
Indonesia’ disambut di Jepang, pergi ke sana untuk mendapatkan hubungan
Commerciale. Sekarang pergi ke Jepang sebagai tokoh politik muda’.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 05-12-1933: ‘Inlanders ke Jepang. Aneta-Iwaki mentransmisikan tanggal 4 kelompok yang dipimpin oleh direktur
BintangTimur, Mr. Parada Harahap, telah tiba di Kobe’.
Parada
Harahap saat ini dapat dianggap sebagai ‘menteri luar negeri’ Indonesia yang
membuka ruang bagi tokoh-tokoh penting lainnya, utamanya Soekarno, Hatta dan
Amir. Parada Harahap hanya berpendidikan formal sekolah rakyat (SD), tetapi
semangat belajar sangat luar biasa (otodidak). Setali tiga uang, adik ‘dongan
sahuta’ Parada Harahap pada nantinya, Adam Malik (keduanya kebetulan pernah
penghuni tetap penjara Padang Sidempoean) yang hanya sekolah menengah pertama
(SMP) akan menjadi menteri luar negeri (sesungguhya) ketika membuka ruang bagi
tokoh-tokoh lainnya seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim, Ali Wardhana, dan
JB Soemarlin.
Dari tujuh anggota
rombongan ke Jepang sesungguhnya komposisinya sangat unik. Seperti kata pers
Belanda mengapa tidak ada unsur pemerintah. Ternyata ketujuh orang itu adalah
‘pemerintah’ mewakili rakyat Indonesia. Parada Harahap adalah sekretaris PPPKI
(cikal bakal pemerintahan Indonesia). Masing-masing anggota memiliki fungsi ganda:
Parada Harahap (wartawan revolusioner, pengusaha sebagai ketua Kadin Batavia dan
pengurus PPPKI); Abdullah Lubis (wartawan, Direktur Pewarta Deli, mantan
anggota dewan kota Medan, mewakili daerah); M. Hatta (akademisi sarjana
ekonomi, pengurus organisasi mewakili pemuda/pelajar di luar negeri).Empat
orang lagi berlatar belakang guru (Bandung), penguasaha perdagangan (Batavia),
pengusaha manufaktur (Pekalongan) dan seorang pelukis/fotografer (Solo). Parada
Harahap awalnya mengajak Sukarno, tetapi Sukarno sendiri sedang memiliki banyak
masalah dalam hubungannya dengan konsolidasi partai (Partai Indonesia), apalagi
dirinya baru keluar dari penjara (lebih hati-hati).
Ini
tahun 1933. Parada Harahap saat ini menjadi pusat perhatian intel dan
pemerintah kolonial Belanda. Semua koran berbahasa Belanda di Nederlansch Indie
(Indonesia) menyajikan berita dan opini tentang Parada Harahap. Koran-koran
yang terbit di Nederland (Belanda) juga tidak ketinggalan menyorot Parada
Harahap. Sebab tokoh sentral Parada Harahap dalam hal ini bukan soal Inlander
vs Moderlander lagi, tetapi sudah berada pada level Asia vs Eropa (head to
head). Dari sisi pers, Parada Harahap telah membuat pers Belanda tampak heboh
dan gaduh.
Dulu, tahun 1925, Parada
Harahap pernah menyerang pers Belanda (lihat De Indische courant, 17-09-1925).
Kala itu, hanya Parada Harahap yang berani perang terbuka dengan pers Belanda.
Sekarang, sepak terjang Parada Harahap telah membuat gaduh pers Belanda.
Di
dalam kegaduhan pers Belanda tersebut, Parada Harahap tengah berada di atas
angin. Angin yang berhembus ke arah timur. Entah ada kaitan atau tidak mengapa
pula koran Parada Harahap diberi nama Bintang Timoer (sebelumnya korannya
bernama Bintang Hindia). Bintang Timoer (Parada Harahap) vis-Ć -vis Matahari
Terbit (Jepang).
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 28-12-1933: ‘Unsur-unsur eksentrik revolusioner Indonesia ke Jepang dengan dalih kunjungan komersial, tidak hanya
perhatian pemerintah. Juga menjadi hal-hal baru yang dipantau oleh bidang
politik. Di tempat lain, di belakang nama-nama otoritas perdagangan Indonesia
kualitas mereka, dan mereka seharusnya telah terlihat. Aneh di Jepang dua
wartawan [salah satu Parada Harahap], seorang pedagang batik,‘master sekolah’
[M. Hatta] dan mahasiswa adalah penamaan orang sebuah ‘commissionnal’. Apakah
Anda punya jawaban yang memuaskan untuk apa Mr Parada Harahap dari Bintang
Timur di Jepang menyatakan baik di meja sebuah ‘sukiyaki dinner’ di Kikusui,
hasil wawancara (ini tidak dikonfirmasi) Namun dia [Parada Harahap]
mengatakan.; Kami ingin membantu membangun hubungan antara masyarakat Jepang
dan Jawa, dan tujuan lain maka kita ingin (adat) masyarakat di Jawa di negara
Anda dapat terhubung. Selanjutnya, berbicara tentang jutaan Java bahwa Jepang
ingin tahu apa yang harus Parada Harahap dapat dilakukan. Terbaik melalui pers
Melayu Karena Pemerintah Nederlandsche juga Hindia Belanda dan untuk
kepentingan mereka mewakili Pemerintah Jepang melalui duta besar untuk Tokyo,
Parada Harahap memberikan jaminan pada penciptaan hubungan harmonis antara
bangsa-bangsa (sic) dari Jawa dan Jepang meskipun penting untuk melakukan,
namun maksud terselubung dari seluruh disebut bandelsgedoe ini. Ini komite
perdagangan tidak ada pejabat, adalah murni pribadi, agak transparan, hobi. Dan
bahkan jika beberapa ‘acara resmi’ memiliki, maka itu bukan di jalan misi
dagang untuk membuat hubungan ramah antara masyarakat’.
Parada Harahap, The King of
the Java Press in Japan
Parada
Harahap adalah simpul pergerakan politik Indonesia. Di satu sisi Parada
Harahap, revolusiner memiliki track record yang konsisten melawan Belanda, di
sisi lain, Parada Harahap adalah pemilik portofolio paling tinggi di mata orang
Jepang. Di Jepang, posisi sosialnya dinaikkan menjadi The King of the Java
Press. Saat ini, Parada Harahap memimpin Bintang Timoer di Batavia (Jawa Barat)
dengan edisi daerah di Surabaya (Jawa Timur) dan Semarang (Jawa Tengah).
Disamping itu Parada Harahap juga memiliki surat kabar berbahasa Belanda,
Volkscourant. Total Parada Harahap memiliki lima media.
Bataviaasch nieuwsblad,
29-12-1933 (Java in Japan: The King of the Java Press): ‘The King of the Java
Press’ telah tiba di Jepang. Dan ada resepsi diberikan, dia dijamu layaknya
seorang raja, Mr Parada Harahap dari Bintang Timoer dan partainya dari atas tampaknya benar-benar melakukan yang terbaik
mereka dan dengan demikian sepenuhnya diperlakukan tuan tamu mereka dalam roh,
yang merupakan kunjungi lonjakan negara dari Jawa ke Jepang ini, untuk alasan
apa pun, sehingga sekuat mungkin untuk mendorong, dan dengan cara lain yang
begitu mahal dapat memfasilitasi kontak dengan gerakan masyarakat adat. Misi
Perwakilan Comirercial dari Jawa, yang orang-orang ini wartawan koran, termasuk
agen batik diizinkan berbicara. Di kapal mereka disambut oleh Mr Shinzaburo Ishiwara,
‘general manager’ dari Ishiwara Sangyo Kaisha Kabushiki Kobe. Berkenaan dengan
tujuan kunjungan mereka, pemimpin kelompok, Raja dari Pers Jawa, Mr. Parada
Harahap, yang memimpin lima surat kabar Melayu diantaranya Bintang Timoer,
berbicara bahwa: ‘Kami datang ke sini untuk melihat-lihat dan menikmati
tempat-tempat terkenal keindahan alam dan juga untuk melihat ke pemimpin
lingkaran perdagangan dan industry. Kami dapat untuk membantu dengan
pembentukan hubungan persahabatan antara masyarakat Jepang dan Jawa. Mr Parada
Harahap juga murah hati dengan nasihat yang baik. Ia berpikir bahwa Jepang akan
melakukan sendiri benar mengerti populasi millionen di Jawa, yang ingin datang
untuk mengenal negara ini dan ini bisa dilakukan dengan bantuan pers cukup baik
kemudian ternyata bahwa Mr Parada Harahap siap untuk menyebarkan berita tentang
Jepang sebanyak mungkin dan mengatakan masih akan menulis tentang Jepang dalam
sebuah buku-hampir tidak bisa membawa semua niat ini, karena ia takut kunjungan
singkat hanya selama tiga minggu, ia berpikir ke Jepang untuk memutar kembali
waktu berakhir tentang Cherry Blossom dan sebagai anggota dari ‘Indonesia
Parliamentary Party’.
De Indische courant,
29-12-1933 (Harahap in Japan: The King of the Java Press): ‘Sudah pergi, sebagai
salah satu di kalangan luas di negeri ini, dengan perusahaan dari editor kepala
Bintang Timur, ParadaHarahap yang membuat perjalanan ke Jepang, menurut Java
Bode. Tampaknya dari majalah Jepang terbaru adalah perusahaan menerima enam ini
ke Kobe dengan kehangatan dan kehormatan, yang jauh melebihi pentingnya
orang-orang yang bepergian. Bahkan pers - atau tampaknya - telah datang dari
pria terkesan. Kita mengatakan tampaknya karena kemungkinan tidak dikecualikan
bahwa Jepang berguna mulai kunjungan sebagai kesempatan untuk mengambil di
Hindia Belanda, yang mereka dapat menghasilkan saja. The Osaka Mainichi, sebuah
majalah yang memiliki sirkulasi tetap terhadap jutaan, Parada Harahap
menggambarkan sebagai ‘Raja pers Java’. Dia adalah kepala dari lima surat kabar
pribumi, termasuk Bintang Timur. "Kami ingin membangun antara masyarakat
Jepang dan Jawa hubungan baik dan untuk tujuan kita berniat, yang Anda
inginkan. Jasa Jawa Pers Jepang akan melakukannya dengan baik untuk membuat
dirinya dimengerti oleh jutaan orang baik di Jawa, dan ini mungkin - kami
percaya - capai melalui pers. Ada saat ini 240.000 orang Eropa di Jawa dan
sebagian besar dari mereka dapat berlibur di Eropa tidak mampu, karena ada
hambatan harga tinggi dan perjalanan panjang. Jepang adalah posisi yang sangat
menguntungkan untuk menarik pekerja keras Eropa, yang memiliki kebutuhan
liburan, untuk dirinya sendiri. Hal ini sangat disayangkan bahwa, meskipun di
Jawa banyak yang diketahui tentang politik, ekonomi, kehidupan sosial dan
atletik di Eropa, pada saat ketika orang-orang sedikit yang diketahui tentang
Jepang dan ini adalah Jepang sendiri dalam ukuran kecil yang bertanggung jawab
karena saya takut bahwa itu adalah pertukaran berita tentang kehidupan di
Jepang dan Jawa diabaikan. Saya bersedia bertukar berita dengan Jepang seluas
mungkin untuk menyebar. Saya berencana untuk menulis buku tentang Jepang. Saya
hampir tidak bisa berharap untuk mencapai perjalanan, tujuan saya tapi rencana
saya untuk kembali ke Jepang pada saat cherry blossom sebagai anggota dari
Indonesia Parliamentary Party’.
Berita
ini juga dilansir De Sumatra post yang terbit di Medan. Oplah De Sumatra Post
di Padang Sidempoean cukup tinggi. Parada Harahap sangat terkenal di Padang
Sidempuan yang mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di kota itu pada tahun
1919.
Parada Harahap Pulang dari Jepang: Berperan
Bagai ‘Menteri Ekuin Indonesia’
Parada
Harahap berangkat ke Jepang pada kunjungan pertama (7 November) hanya dilirik
pers Belanda sebagai berita kecil. Kini, setelah Parada Harahap pulang, pers
Belanda matanya mulai terbelalak.
Soerabaijasch handelsblad,
11-01-1934 (De Javasche Perskoning. Keert terug.): ‘Dengan kapal ‘Panama Maru,
yang hari Sabtu kapal diharapkan merapat di Tandjong Perak, akan kembali Mr.
Parada Harahap, Editori Chief dari Bintang Timoer, yang selama tinggal di
Jepang memiliki kesan menjadi poster sebagai
tokoh jurnalieme Hindia Belanda. Kapal meninggalkan hari berikutnya ke
Batavia, belum diketahui apakah di sini The King of Java Press akan pergi ke
darat dengan Panama Maru atau akan terus berlanjut ke Batavia’.
Parada
Harahap dan rombongan tiba kembali di tanah air. Tidak langsung ke Batavia,
melainkan turun di Surabaya. Ini bukan tanpa scenario. Untuk melihat situasi
dan kondisi dipilih turun di Surabaya. Alasannnya logis, Surabaya adalah
kampong halaman Sukarno dan Soetomo. Tapi bukan karena itu, tapi di Surabaya
sudah lama tinggal Dr. Radjamin Nasution. Saat itu Radjamin Nasution adalah
anggota dewan kota (gementeeraad) Surabaya, mantan kepala bea dan cukai
Tandjong Perak. Radjamin Nasution adalah ketua Sarikat Pekerja pelabuhan
Tandjong Perak. Sebagaimana diketahui, Tandjong Perak adalah pelabuhan tujuan
utama kapal-kapal Jepang. Jika sewaktu-waktu ada penangkapan polisi Belanda,
Parada Harahap akan mudah berlindung.
De Indische courant,
13-01-1934 (Parada Harahap. Kembali dari Jepang. Wawancara): ‘Wartawan pribumi Mr. Parada Harahap telah tiba disini
pagi ini dengan Panama Maru dari Osaka Shosen Khaisa. Dia tinggal di sini selama
beberapa hari, dan kemudian ke Batavia. Mr. Parada memiliki lima surat kabar
pribumi, di Batavia dan Bandung. The "Bintang Timoer", yang Mr Parada
kepala redaksi majalah adalah yang terbesar dan paling penting. Dari tujuh, dua
warga Indonesia di Jepang tertinggal di belakang, agar sana untuk membuat
kemajuan dalam belajar untuk universitas; baik belajar dalam kimia. Kelompok,
yang mencakup seorang guru dan seorang apoteker yang diam di Jepang selesai
sekitar satu bulan program ke Tokyo. Tapi itu bukan maksud Bapak Parada, hanya
untuk dilihat, industri besar apa yang ia harus tur hanya Pabrik mobil, pesawat
terbang, dll. Dia ingin melihat negara dengan mata kepalanya sendiri, juga
membuat studi tentang perusahaan-perusahaan kecil, termasuk di bidang pertanian
hortikultura dan daerah peternakan. Di sana mereka punya di Hindia lagi. Bahwa
Jepang barang manufaktur sangat murah adalah dongeng. Barang yang diproduksi di
semua rentang harga murah. Setiap negara akan menerima barang, yang bisa berada
di sana. Disimpan jadi itu akan membuat akal untuk Jepang, di HIndia kini
menjejalkan dengan barang-barang mahal. Populasi mereka tidak bisa membayar.
Memang semakin mahal dan karena itu pergi barang yang lebih baik ke Amerika dan
Eropa. Essentials untuk Jepang adalah bahwa ada pasar untuk itu. Dan itu saja.
Jepang masih lebih murah menghasilkan mereka, daripada sebagian besar negara di
dunia. Sebuah kecenderungan tertentu untuk Mr Parada telah membuktikannya. Upah
rendah, metode untuk geperfectionneerd secara rinci, tingkat yen rendah. Harga
jual juga rendah. Oleh karena itu, barang-barang Jepang terbang ke luar negeri.
Dua yen secara kasar setara dengan emas. Jepang bertujuan untuk segalanya untuk
mengepung Eropa. Pendidikan adalah baik-baik saja, menemukan satu universitas
besar, yang memberikan yang terbaik profesor mengajar. Bahwa lembaga pendidikan
tinggi yang disimpan di bangunan yang indah dan dilengkapi dengan cara yang
paling modern perpustakaan luas dengan buku dalam semua bahasa. Pengajaran
bahasa telah berkembang sangat dalam beberapa tahun terakhir. Setiap Jepang
yang pergi ke luar negeri, diperbolehkan untuk mengajar bahasa Negara tujuan.
Dengan demikian, ada dua orang Indonesia di Jepang, salah satu dari Hindia
Belanda, yang lain dari Singapura, yang mengajar dalam bahasa pribumi. Dengan
demikian, Mr Parada Harahap mengatakan kepada kami beberapa hal dari
kesan-kesan. Dia yakin bahwa Hindia dalam beberapa hal dapat belajar banyak
Jepang. Asli dari negara yang dapat belajar untuk menusuk, untuk menjadi aktif
dan berkembang. Besar motivasi diri adalah hand. Hal ini hoognoodig baginya,
dia tidak mendapatkan di belakang dan di bawah tekanan. Mr Parada mengatakan
kepada kami akhirnya bahkan sebagian, bahwa ia akan menunjukkan. Tayangannya
dalam artikel dan dalam bentuk buku. Buku yang ditulis dalam bahasa Melayu
muncul sekitar bulan April sebagai terhadap waktu yang sama, sebuah kelompok
kedua Indonesia akan berangkat ke Jepang’.
Setelah
rombongan Parada Harahap ke Jepang ini kelompok kedua dilaporkan akan berangkat
ke Jepang. Namun ini ternyata tidak jadi (tidak terdeteksi dalam surat kabar).
Kunjungan yang mirip justru ketika Jepang dikabarkan menyerah kalah dari
sekutu, 1945. Sukarno dan Hatta berangkat ke Saigon untuk menemui atas undangan
petinggi pemerintah.militer Jepang di Asia Tenggara. Kunjungan Sukarno dan
Hatta tersebut dalam kaitannya dengan persiapan kemerdekaan Indonesia.
Parada Harahap Membuat Pers di Belanda Mulai
Khawatir Keberadaan Bangsa Belanda di Indonesia
Parada
Harahap yang datang dari pers merdeka, wartawan revolusioner yang kini pemilik
lima surat kabar, yang juga ketua kamar dagang dan industri pribumi, ketika
pulang dari Jepang berjalan dengan tegak. Wartawan dari pers Belanda
mewawancarai Parada Harahap. Inilah kali pertama pers pribumi revans terhadap pers
Belanda. Koran-koran di Belanda menurunkan laporan tentang Parada Harahap,
diantaranya De Telegraaf (edisi 29-01-1934), Het Vaderland: staat-en
letterkundig nieuwsblad (edisi 29-01-1934), De banier: staatkundig gereformeerd
dagblad edisi 16-02-1934, Algemeen Handelsblad edisi 14-02-1934, De tribune:
soc. dem. Weekblad edisi 15-03-1934 dan koran-koran lainnya.
Untuk
mendapat cover both side, wartawan Belanda harus sibuk pula menerjemahkan
koran-koran berbahasa Jepang yang terbit di Jepang, seperti Osaka Mainichi,
Tokyo Nichi Nichi dan lainnya. Algemeen Handelsblad merangkum isu Parada
Harahap sebagai keprihatinan terhadap pemerintah Belanda. Pers di Belanda Mulai
Khawatir Keberadaan Bangsa Belanda di Indonesia.
Algemeen Handelsblad,
14-02-1934 (Onze Oost Japans Politike Belansg-Stelling. Meer aandacht
gevraagd): ‘Ada juga diantara para pemimpin gerakan masyarakat adat untuk
kepentingan Hindia Belanda di Jepang, negara Oriental, begitu luar biasa dalam
waktu singkat, Westersch begitu luar biasa mampu untuk berbelanja dan jangan
ragu untuk melemparkan dirinya sebagai juara Asia dan masyarakat. Perjalanannya
telah menarik banyak minat di kalangan pribumi dan disebut akan, seperti yang
telah dilaporkan, waarschijniyk diikuti oleh orang lain. kepentingan para
pemimpin pribumi kami untuk Jepang didorong oleh serikat "Kaigai Kyolky
Kyokai," serikat membuat propaganda untuk tujuan oleh Jepang, yang
berbasis di Hindia. Seorang wartawan Jepang menulis tentang dalam lembar
Maleisen, termasuk yang berikut: Serikat yang akan. segera memulai pendirian
pesantren untuk kepentingan mahasiswa asing. Persiapan ini sudah hampir
selesai. Biaya per bulan per siswa diperkirakan sekitar 50 yen (25 gulden). Ini
akan dibangun sekolah menengah pertanian, sekolah perdagangan, sekolah teknik.
Pada saat ini, menurut wartawan, satu telah berada di Tokyo beberapa mahasiswa
dari Hindia. Pada yang terakhir Pan-Aziƫeongres telah berbicara termasuk
Sumatera, beberapa Gaoes bahwa kursus dalam bahasa Jepang. Saya minta maaf -
demikianlah wartawan, bahwa ada begitu sedikit disebut mahasiswa Hindia, baik
untuk kepentingan kemajuan Indonesia seperti untuk memperkuat persahabatan
antara negara-negara Asia. Dianjurkan untuk mengirim sebanyak mungkin
orang-orang muda ke Jepang. Mengapa hal ini menguntungkan untuk pergi ke Jepang
tidak perlu dibahas lebih lanjut. Posisi Jepang di Dunia Dikenal. Mengenai
ilmu, seperti astronomi, listrik, kedokteran, teknik, djiudjitsu, dll Jepang
adalah No. 1 di dunia! Hindari propaganda ini Hindia tidak bisa meninggalkan
acuh tak acuh. Dan meskipun kita tidak tahu bahwa di balik sutra Jepang
mengintai kebijakan luar negeri resmi atau tidak resmi, kasus apapun, itu yakin
bahwa kepentingan pribumi yang tertarik untuk Jepang, sebuah tahanan politik.
Satu dapat sekitar mereka berbicara dan mengatakan bahwa ada interpretasi lain.
Kami sangat menghormati tenaga kerja dan warga negara berada di bawah
pemerintah pansche dan orang-orang Jepang, tapi di situlah letak bahaya,
menyerukan Jepang sendiri dan bagi lingkungannya, bahwa yang terbaik adalah
secara terbuka mendiskusikan. Jika Jepang memang untuk perdagangan dengan
Hindia Belanda adalah mengembangkan, maka seharusnya tidak menggoda dengan para
pemimpin terisolasi vftnjer gerakan masyarakat adat, tapi kehormatan ini untuk semua sentuhan mengacu pada jalur
resmi’.
Kekhawatiran
pers di Belanda jelas punya alasan. Parada Harahap dan rombongan adalah satu
hal, hal yang mendukung pergerakan politik Indonesia. Hal lain adalah bahwa
Jepang adalah Negara yang jauh lebih maju dibanding Belanda. Indonesia dan
Jepang yang sesama Asia akan menarik garis perbedaan antara barat dan timur.
Parada Harahap, Pengalaman Intelektual di
Jepang: Nederland Tidak Ada Apa-apanya
Setelah
kunjungan Parada Harahap ke Jepang, penilaian Parada Harahap tentang Jepang
adalah kemajuan Jepang sangat luar biasa dan Belanda di Eropa tidak apa-apanya.
Kesan inilah yang diinginkan oleh Jepang agar rakyat Indonesia beralih dari
Belanda dan lebih dekat dengan Jepang. Untuk membagi cerita ini, Parada Harahap
akan menyusun buku yang bisa disebarluaskan.
De banier: staatkundig
gereformeerd dagblad, 16-02-1934 (Pengalaman dari intelektual Indonesia di
Jepang): ‘Mr Parada Harahap 13 Januari kembali. The Ind Ct. Surabaya telah
berbicara dengannya dalam perjalanan, dan menceritakan hal-hal Jepang telah
berada di industri dalam jangka pendek sangat diperluas. Sejumlah besar barang
yang diproduksi dikirim ke luar negeri dari fabrleksboeken Mr Parada bisa memverifikasi
bahwa jumlah yang dikirim ke Hindia benar-benar sangat signifikan dan dalam
waktu dekat, jika memungkinkan, akan semakin besar. Dapat dimengerti bahwa
Japenners peninggian akhirnya tugasnya untuk tidak berbicara. Pengajaran bahasa
telah berkembang sangat dalam beberapa tahun terakhir. Setiap Jepang yang pergi
ke luar negeri, diaktifkan bahasa negara yang belajar kesempurnaan. Dengan
demikian ada dua orang Indonesia di Jepang, salah satu dari Hindia, yang lain
dari Singapura, yang mengajar dalam bahasa pribumi. Itu sangat menarik untuk
mendengar, kata traveler kami, bahkan pemuda Jepang bisa berbicaraMelayu
beberapa kata dan wisatawan ke Indonesia dengan Slamet Dateng! (Welcome!)
menyambut. Selama perjamuan, yang hanya duduk dengan Jepang Mr Parada Harahap
yakin bahwa Hindia dalam beberapa hal banyak dari Jepang dapat belajar untuk
mendalam, untuk secara aktif dan harus berkembang. Besar motivasi diri adalah
hands ini untuk dia, sangat diperlukan, tidak akan jatuh di belakang dan
kesengsaraan. Mr. Parada akhirnya diberitahu bahkan sebagian, bahwa ia tayangan
dalam artikel dan akan muncul dalam bentuk buku. Buku ini ditulis dalam bahasa
Melayu muncul kira-kira dalam April. Pada saat itu, kelompok kedua Indonesia
akan berangkat ke Jepang.
Tentu
saja kunjungan Parada Harahap ke Jepang ada saja pihak yang tidak menginginkan,
apakah karena cemburu atau karena kelompok penentang ini lebih memilih Belanda.
Surat kabar Soeara Oemoem yang terbit di Surabaya menulis: ‘Tuan-tuan ‘national
reformisten’ menawarkan jasa mereka kepada imperialisme Jepang, sementara
mereka mencoba untuk mendapatkan koneksi dengan Jepang dengan konsesi sedikit
longgar untuk mengancam kolonial Belanda! Memang hanya ada dua pilihan: Jepang
atau Belanda. Meski begitum pers Belanda masih sedikit lega karena Parada
Harahap bukanlah pendukung fasis. Bagi Parada Harahap boleh jadi Belanda atau
Jepang sama saja. Parada Harahap lebih memilih Jepang.
De tribune: soc. dem.
Weekblad, 15-03-1934: ‘Mr Parada Harahap, penerbit ‘netral’ majalah Melayu,
dimana ‘netral’ terhadap propaganda Hitler dan General Haraki. Harahap dan
rombongannya diterima oleh Walikota Kobe, oleh Gubernur Shirane dan Chamber of
Commerce, serta pers Jepang yang membuat pengaruh besar didirikannya Institute
Jepang-Indonesia, dimana pelajar Indonesia bisa belajar di Jepang dengan murah
dan mendapatkan semua informasi tentang pendidikan tinggi di Jepang. Majalah
pribumi ‘Soeara Oemoem’ menulis: ‘Tuan-tuan national reformisten menawarkan
jasa mereka kepada imperialisme Jepang - sementara mereka mencoba untuk
mendapatkan koneksi dengan Jepang dengan konsesi sedikit longgar untuk
mengancam kolonial Belanda! Hal ini jelas bahwa tidak ada kebijakan yang dapat
merusak bagi masyarakat Indonesia. Siapa di Jepang mencari dukungan melawan
imperialisme Belanda berasal dari hujan menetes. Kaum burjuis Indonesia
menawarkan dirinya kepada penawar tertinggi untuk bertindak sebagai agen.
Penindasan kolonial. Namun, fakta bahwa colonial juga meneteskan cahaya terang
seperti Hatta yang kini melakukan perjalanan ke Jepang, dalam rangka propaganda
untuk ‘Pan-Asian’ oleh kebijakan Jenderal Araki. Satu akan mengatakan bahwa
bahkan para pemimpin OSP dan Mohammad Hatta harus belajar, jika Anda tidak
gulma, mereka melakukannya begitu lama tidak mampu lagi komandan fasis Belanda
sangat takut tentara Jepang dan armada Jepang, mereka gemetar di kursi mereka,
karena mereka membaca bahwa telegram Baron Gah dari Tokyo yang ditujukan kepada
Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang ia dari kelompok keuangan, yang ia
mewakili, memprotes pembatasan impor Jepang, sebagai bertentangan dengan
ditutup oleh perjanjian perdagangan Indonesia. Dan mereka melihat tapi satu
jalan keluar: penguatan militerisme Belanda ‘The Rijkseenheid’ mengamati: bahwa
armada kami di India jauh terlalu lemah! bahwa Hindia adalah basis cukup kuat
ETI karena Angkatan Darat Hindia terrlalu banyak penyimpanan bahan bakar minyak
berat yang cukup dipertahankan di Hindia; militer ETI memiliki cukup artileri,
tank, sumber anti-pesawat tetapi denga armada yang lemah; bahwa kavaleri
terlalu banyak berkurang; dengan jumlah cukup dari komandan latihan
berulang-ulang, bintara dan laki-laki kehilangan kesempatan untuk berlatih
cukup. Dan pisau teror fasis menunjuk ke ‘seringai Japansche’ dan bahaya besar
yang mengancam provinsi Southern kita, sekarang Perancis dan Belgiƫ di border
timur dalam kondisi yang tangguh disebabkan oleh cuaca. Kesimpulannya adalah,
tentu saja, harus memperkuat Wehrmacht’ Tidak ada pemotongan tentara dan
angkatan laut, tetapi menghabiskan unsparingly. Mari kita membeli kapal perang,
bunker beton, artileri, amunisi dan pesawat dan untuk pengangguran untuk tenaga
kerja! Perang Harness alih-alih bekerja dukungan berdaya tersebut adalah slogan
mulia baru dari kaum fasis Belanda Kita tahu betul bahwa ini akan bertemu
dengan oposisi yang besar, kaum borjuis Belanda tidak dalam limbo, bahwa kelas
pekerja tidak berkenan dakwaan baru, ratusan untuk menanggung mereka diperlukan
untuk tentara agak modern di darat, di laut dan di udara dalam jutaan dolar,
tetapi perang mendekati dengan langkah-langkah cepat, baik di Eropa maupun di
Asia, dan karena itu sangat mendesak. Jadi tidak rela atau terpaksa! Menulis
tuan-tuan dari ‘Vaderlandsche club’ dan kaum borjuis Belanda karena itu
meletakkan jarak yang memisahkan dirinya bahkan kediktatoran fasis dipercepat
untuk mendapatkan perdagangan dan pembajakan. ‘Tiga hal ini tidak dapat
dipisahkan’ kata Goethe tua, yang memendam ilusi tentang berkat-berkat dari
kapitalisme. Satu dapat menyajikan kata yang tepat bervariasi: Koloni, perang
dan fasisme, yang merupakan kudus Trinitas baru, yang tidak dapat dipisahkan.
Dan perjuangan melawan fasisme, menentang perang imperialistischen dan
penindasan kolonial juga merupakan kesatuan yang tak terpisahkan’.
Parada
Harahap jelas bukan anti fasis (Jepang dan Jerman), tetapi hanya anti Belanda.
Gerakan-gerakan anti fasis sudah sejak lama ada di kalangan tokoh muda pribumi.
Para aktivis anti fasil ini ada yang anti Belanda dan juga yang berkolaborasi
dengan Belanda. Para aktivis anti fasis dan anti Belanda yang terus berjuang di
bawah tanah banyak yang ditangkap (dan diasingkan ke Digul). Parada Harahap
bukan fasis tetapi anti Belanda. Segala cara dilakukan Belanda untuk menjerat
Parada Harahap, tetapi selalu lolos. Parada Harahap telah berpengalaman soal
retorika dan berpengalaman dalam menghadapi pengadilan Belanda. Parada Harahap
tidak mau masuk penjara lagi apalagi diasingkan. Parada Harahap ingin terus
eksis untuk menyemangati gelora uintuk mencapai kemerdekaan. Ditangkat dan
diasingkan hanya akan mematikan langkah untuk berjuang.
Parada Harahap Kritik Pers
Belanda: Pers Belanda, Welkom!
Parada
terus berjuang habis-habisan di bidang pers dengan pena yang sangat tajam.
Parada Harahap dulu pernah menulis dalam bahasa Belanda di Java Bode agar
pesannya dapat dibaca oleh orang-orang Belanda (1925). Itu tidak cukup, Parada
Harahap harus mengakuisisi koran berbahasa Belanda yang dimiliki orang Belanda
di Batavia agar ada media pribumi berbahasa Belanda (1930) yang kemudian
menjadi Bintang Timoer edisi bahasa Belanda. Lalu Parada Harahap ketika
berangkat, selama dan setelah pulang dari Jepang pers Belanda mulai
mengulik-ulik koran-koran pribumi untuk mendapatkan sepak terjang Parada
Harahap.
De Indische courant,
09-05-1934 (Welkom!): ‘Parada Harahap, editor menulis di kolom editorial
Bintang Timoer, bahwa banyak wartawan Belanda masih begitu parah bahwa
pengetahuan tentang bahasa Melayu. Kita selama ini kurang memperhatikan tapi
kita harus dengan jalan tengah. Kita kurang memiliki kesabaran untuk memaknai
bahasa. Alih bahasa ini ternyata membuat pribumi tidak nyaman. Artikel ini
menunjukkan bahwa untuk orang biasa mengapa harus disebut ‘oranghutan
laki-laki’ dan ‘orangutan perempuan’ dan baru menyebutnya Mr (tuan) untuk orang
yang terpandang. Untuk semua alasan ini, kita bisa memuji inisiatif Bintang
Timocr sepenuh hati. Kita tidak meragukan perlunya di pers Belanda dapat diedit
oleh pemuda pribumi. Bintang Timoer diharapkan dapat pemulihan hubungan dan
ketenangan dalam hubungan yang ada selama ini antara orang Belanda vs orang
pribumi, dan kami berharap itu juga. Hambatan bahasa bagi banyak pihak utamanya
untuk apresiasi yang layak dari ide-ide dari kelompok lain, dan beberapa
tawaran, pemahaman, pengertian simpatik hanya dapat berhasil dari membuka hati
secara utuh. Media dalam hal ini (berbahasa) adalah sarana yang tepat:
welcome!’
Sejak
itu, pers Belanda mulai tidak malu dan tidak risi untuk membaca koran pribumi
berbahasa Melayu. Momen ini dimanfaatkan oleh Parada Harahap untuk menunjukkan
jiwa nasionalis sejati dan kebutuhan saling menghargai. Sebuah artikel
editorial di Bintang Timoer terpaksa ditanggapi oleh editor Belanda dengan
kepala dingin. Posisi Pers Belanda vs Pers Pribumi mulai berimbang.
De Indische courant,
14-05-1934: ‘Asosiasi Perdagangan pribumi, dipimpin oleh Mr Parada Harahap,
untuk penerimaan organiseeren selama kunjungan delegasi Jepang, yaitu mereka
dipimpin oleh Osaka Mainichi’
Parada Harahap: Buku Kedua
Perjalanan Wartawan. Buku Parada Harahap: 'Menoedjoe Matahari
Parada
Harahap tidak hanya telah berhasil menundukkan pers Belanda, tetapi juga telah
memberi kesan pers Indonesia di mata pers Jepang cukup ok. Di bidang pers,
Parada Harahap telah menyatukan semua wartawan. Demikian juga untuk pemilik
surat kabar.
Bataviaasch nieuwsblad,
25-06-1934: ‘Rapat Direksi Koran di Solo. Hampir semua direktur surat kabar
pribumi dipenuhi dengan tujuan untuk membangun Asosiasiini didirikan, dengan Dr
R. Soetomo, direktur ‘Soeara Oemoem di Soerabaya sebagai presiden, Saeroen,
direktur Pemandangan dan Parada Harahap, direktur Bintang Timoer sebagai
komisaris’
Pers
Belanda sangat iri melihat keberhasilan Parada Harahap. Parada Harahap tidak
hanya pintar berpolemik dengan pers Belanda, juga Parada Harahap sangat piawai
di pengadilan, sangat banyak menuli buku. Buku berjudul ‘Perjalanan ke Matahari
Terbit’ karya Parada Harahap tidak hanya dibaca rakyat Indonesia tetapi juga
oleh pers Belanda (karena pers Belanda tidak pernah ke Jepang).
Bataviaasch nieuwsblad,
20-07-1934: ‘The managing editor Bintang
Timoer, Mr Parada Harahap, telah berkunjung ke Jepang. Ini kami iri kepadanya.
Ia telah menulis tentang Jepang, dalam makalahnya, dan, sekarang ditambah dan
direvisi, dibundel dalam sebuah buku yang menyandang judul: Perjalanan ke
Matahari Terbit. Selain Jepang, penulis juga menemukan dirinya agak penting
bahwa pada cover kita menemukan dia digambarkan, baik di Hindia dan Jepang dan
banyak foto dapat ditemukan Mr Parada didampingi oleh orang-orang terkemuka
Jepang atau yang Bapak Harahap menganggap seperti itu, digambarkan. Penulis
adalah, berkat dia iklim ekonomi yang menguntungkan di Jepang, dimana hubungan
persahabatan dengan penduduk pribumi akan tampaknya lebih penting dibandingkan
dengan penguasa Belanda, menerima hangat: mereka menunjukkan dia banyak dan
menghibur dia dengan cara yang paling menyenangkan, yang mengarah ke hasil
ganda penulis mungkin hal-hal yang memang menarik, tetapi mereka berada dalam
ditulis setidaknya pada latar belakang simpati yang besar, yang tidak selalu
diucapkan. Semua dalam semua cukup banyak cara masalah yang sangat menarik,
yang sangat disayangkan bahwa buku ini muncul hanya dalam bahasa Melayu.
Rupanya ragu untuk mempermanis pekerjaan yang kita diterima secara bersamaan
dari pencetakan yang sama. Ini adalah buku kedua dalam genre ini yang menikmati
wartawan travel ditulis berhasil. Karya pertamanya adalah Dari Pantai ke Pantai
(From Coast to Coast)’
Sukarno
telah diasingkan ke Flores. Sementara, Parada Harahap setelah melakukan manuver
ke Jepang, polisi/pemerintah terus memasang jerat untuk menghancurkan Parada
Harahap. Tidak ada pasal pidana (delik pers), polisi/pemerintah mengenakan
pasal perdata dengan menuduh Parada Harahap salah dalam tatakelola perusahaan.
Akibatnya Bintang Timoer disuspen (dilarang terbit). Namun begitu, Parada
Harahap terus maju, malahan menerbitkan surat kabar baru. Itulah Parada Harahap
berjuang terus di dunia pers, dunianya sejak 1917.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 02-10-1934 (Nieuw Inlandsch Blad): ‘Bendera Timoer, Mr Parada Harahap memiliki koran baru yang disebut Bendera Timoer.
Kantor ini terletak di Brugstraat 48, Batavia’.
Bataviaasch nieuwsblad,
03-10-1934: ‘Mr. Parada Harahap mengatakan bahwa suspensi editor Bintang Hindia
dilakukan oleh liquldateur dari kantor pemerintah. Suspensi akan ditenggat
hingga 8 November.. Saat ini majalah yang diterbitkan oleh Mr Parada Harahap sekarang nama Bendera
Timoer untuk menghindari kebingungan’.
Di
kampong halaman Parada Harahap di Padang Sidempuan, Adam Malik diadili dan
dipenjarakan setelah ditangkap di Pematang Siantar. Adam Malik dituduh
menyebarkan materi politik di Sipirok yang dianggap menyerang Belanda. Surat
kabar Sinar Sipirok terbit di Sipirok. Editor mingguan Sinar Sipirok ini adalah
Soetan Katimboeng (De Sumatra post, 26-05-1933). Surat kabar ini merupakan
surat kabar paling radikal. De Sumatra post, 26-06-1933 Sutan Katimboeng mantan
Loehathoofd dari Saromatinggi melakukan rapat besar tentang politik di Gunung
Tua. Rapat itu dianggap pelanggaran secara hukum dan menjatuhkan hukuman
sembilan bulan penjara. Surat kabar Sinar Sipirok berafiliasi dengan suatu
partai dimana nama Adam Malik dikaitkan.
De Sumatra post,
27-10-1934: ‘Larangan pertemuan. Minggu terakhir di Siantar ditangkap Adam
Malik, anggota dewan dari partai politik di Siantar. Penangkapan itu terjadi
atas permintaan hakim Sipirok sejak Adam Malik itu diduga mengadakan pertemuan
partai ketika ia berada selama di Siporok. Di bawah polisi mengawal Adam Malik
dibawa ke Sipirok…’.
Adam
Malik lalu dikurung di penjara Padang Sidempuan. Penjara ini merupakan
langganan Parada Harahap ketika dirinya dikenakan pasal delik pers dalam
mangasuh surat kabar Sinar Merdeka (1919-1922). Saat Adam Malik mendekam di
penjara Padang Sidempuan, Parada Harahap di Batavia tengah diincar
polisi/pemerintah Belanda. Apakah Parada Harahap akan masuk penjara lagi?
Parada Harahap Ditangkap
dan Disidang
Kunjungan
Parada Harahap ke Jepang ternyata tidak hanya pers dan pemerintah yang berang,
tetapi juga sejumlah oknum wartawan mengusulkan agar Parada Harahap dipecat
dari Perdi. Kunjungan Parada Harahap ke Jepang ada yang merasa nyaman tetapi
juga ada yang merasa tidak tenang.
Meja
hijau selalu solusi optimal untuk membungkam dan menghambat langkah Parada
Harahap. Perjalanan Parada Harahap ke Jepang diduga alasan kuat mengapa dijepit
dari dalam maupun dari luar. Komunitas media menyayangkan Bintang Timoer karena
Koran ini memiliki oplah paling tinggi. Lalu Bintang Timoer dan Bendera Timoer
lenyap dari dunia pers.
De Indische courant
03-01-1935: ‘Kasus Parada Harahap. Perjalanan ke Jepang terasa mengganggu di
gigi. Di kalangan pribumi wartawan begitu terkenal Parada Harahap kompetisi
menjadi sasaran interogasi panjang setelah penangkapannya Jumat pagi’. Bataviaasch
nieuwsblad, 19-01-1935: ‘Bintang Timur memiliki sirkulasi lebih dari 3000
eksemplar’
Semua
peluru seakan diarahkan kepada Parada Harahap. Melihat pigur Parada Harahap
coba dihancurkan dari semua arah termasuk Perdi (organisasi wartawan
Indonesia). Pihak Jepang mulai buka suara.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 21-01-1935: ‘Parada Harahap geroyeerd? Parada Harahap dipecat? Kita belajar bahwabeberapa wartawan pribumi ke
administrasi pusat federasi wartawan pribumi di Jogja miliki dengan permintaan
Perdi lakukan untuk wartawan Parada Harahap, yang, seperti sudah diketahui,
pada saat dalam langkah-langkah preventif masalah hak asuh malpraktek NV
Bintang Hindia, yang ia direktur bertahun-tahun. Permintaan ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa PH akan dikenakan dirinya sebagai jurnalis tidak layak’.
De Indische courant,
26-04-1935 (Leiders, Pemimpin): 'Akhirnya, Mr Imamura Chusuke memberikan
beberapa keterangan tentang beberapa pemimpin politik dan wartawan pribumi,
yang jauh dari lengkap dan juga di sana-sini benar-benar salah. Berturut-turut,
ia tidak menyinggung tuan-tuan Thamrin, Mohammad Hatta, Rais, Parada Harahap dan
Saeroen setiap menggarisbawahi dan menyimpulkan pidatonya dengan cerita tentang
organisasi Gerakan Nasional, yang belum bebas dari kesalahan. Jadi dia tidak
menyinggung pengaruh gerakan Hitler disini, hanya untuk menyebutkan. kebodohan
tunggal orang Belanda disini di Hindia. Kita tidak diberi waktu dan pergi
meninggalkan tempat tanpa komentar, tapi kita harus takjub. Kami mendengar
bahwa propaganda bersemangat ini bahkan belum diambil dirinya benar
menginformasikan pemikiran tentang nilai sejarah Pan-Asia sejarah gerakan
nasionalis di negara ini dan organisasi masa lalu dan sekarang dari kelompok
masyarakat dan partai. Tidak bisa mencegah bahwa setiap orang dapat
menyesuaikan diri peduli kehidupan rakyat, bahkan kebijakan penindasan
pemerintah'.
Parada
Harahap dan rombongannya bukanlah fasis. Ketika Parada Harahap dituduh fasis,
konsul Jepang buka suara. Parada Harahap ke Jepang hanya motif hubungan
bilateral, untuk kemajuan bangsa seperti industri, perdagangan dan pendidikan. Parada
Harahap saat itu masih menjadi Ketua Kadin pribumi di Batavia. Semua pihak
mulai memahaminya. Parada Harahap tidak terbukti di pengadilan. Parada Harahap
dibebaskan dari semua perkara.
Seperti analogi orang-orang
Belanda: Maluku adalah masa lalu, Jawa adalah masa kini, Sumatra adalah masa
nanti. Setali tiga uanga: analogi orang pribumi yang tengah berkembang: Belanda
adalah masa lalu (dimulai Dja Endar Moeda), Jepang adalah masa kini (dimulai Parada
Harahap), Moskow adalah masa nanti (dimulai Sukarno).
PPPKI dan Kongres Indonesia
Raya
Anggota Volksraad 1935 (Thamrin, Soangkoepon, Toduung) |
PPPKI
yang digagasnya pada tahun 1927 telah banyak mendatangkan hasil, paling tidak
telah mampu menyatukan bangsa yang sebelumnya terpecah-pecah (karena keinginan
Belanda). Hasil penting antara lain: Kongres PPPKI 1928 (terbentuk Dewan Dana
Nasional); Kongres Pemuda 1928 (putusan kongres: satu nusa, satu bangsa dan
satu bahasa); dan lahirnya partai-partai politik. Kini PPPKI (yang dipimpin
oleh Sutomo, sejak 1932) dirasa perlu mengubah visi misi PPPKI dan mengubah
arsitektur organisasi yang lebih sesuai sebagau ‘rumah’ bagi partai-partai
politik. Sekarang ide supra organisasi politik digagas oleh MH Tamrin
(sebagaimana dulu Parada Harahap menggagas supra organisasi kebangsaan). Jaman
sudah cepat berubah.
Provinciale Geldersche en Nijmeegsche courant, 01-05-1935 |
Parada
Harahap tetap tenang dan melenggang. Semua tuduhan yang dialamatkan kepada
Parada Harahap tidak terbukti dan semua hasutan dianggap tanpa alasan.
Kenyataannya Parada Harahap tetaplah editor Bintang Timoer. Parada Harahap
lebih banyak digoyang secara organisasi dan perdata (bandingkan dengan Sukarno
yang cenderung digoyang secara politik/subversi/pidana).
De Indische courant.
04-11-1935: ‘De Bintang Timoer yang diberitakan Aneta 4 November bahwa hari
Sabtu muncul kembali untuk pertama kalinya. Editor adalah Mr. Parada Harahap’.
Parada
Harahap tetap pada relnya untuk berjuang. Setelah selesai berperkara, semua
tuntutan tidak berdasar, Parada Harahap kembali memimpin Bintang Timoer.
Disamping itu, Parada Harahap juga telah melakukan toer Java, berkeliling Jawa
untuk melakukan perjalanan jurnalistik. Inilah perjalanan jurnalistik yang
kesekian Parada Harahap. Pada tahun 1925 melakukan perjalanan jurnalistik ke
Sumatra dan menulis laporannnya beruba buku. Misi ekonomi Indonesia ke Jepang
juga menjadi perjalanan jurnalistik Parada Harahap dan telah menulis
laporannnya dan dibukukan. Kini perjalanan ke Jawa akan membuahkan buiku baru.
Itulah Parada Harahap, tidak pernah berhenti berpikir untuk kemajuan bangsa dan
mempercepat terwujudnya kemerdekaan.
Parada Harahap pada tahun
1936 mempersoalkan penggunaan istilah bahasa apakah Bahasa Indonesia atau Melayu.
Sebab di lapangan yang muncul bahasa Melayu, padahal menurut Parada Harahap
sudah dinyatakan Bahasa Indonesia (dalam Kongres Pemuda 1928). Bintang Timoer
terus ditekan, lalu Parada Harahap menutup Bintang Timoer dan menerbitkan surat
kabar baru bernama Tjaja Timoer tahun 1937 (seakan terus meledek Belanda).
Parada Harahap juga pernah melakukan yang sama ketika Benih Merdeka dibreidel
di Medan (1918), lalu kemudian menerbitkan surat kabar baru bernama Sinar
Merdeka di Padang Sidempuan (1919).
Demikianlah
Parada Harahap tidak ada matinya, bahkan Parada Harahap dicalonkan untuk
Volksraad (mewakili dapil Tapanoeli). Parada Harahap tidak bersedia dan tetap
menginginkan Dr. Abdoel Rasjid (dapil Tapanoeli) dan Mangaradja Soangkoepoan
(dapil Sumatra Timur). Kedua tokoh parlemen abang-adik ini sejak 1931 tetap di
Volksraad hingga berakhirnya era Belanda (digantikan pendudukan Jepang). Parada
Harahap bahkan sebaliknya, mengusulkan M. Yamin, tokoh pemuda Kongres Pemuda
1928 yang kini sudah matang berpolitik untuk mendirikan partai politik (1938).
Parada Harahap yang pasca
kunjungan ke Jepang sempat diwacanakan Perdi untuk dipecat dari keanggotaan,
malahan Parada Harahap kemudian dipilih menjadi Wakil Presiden Perdi (Persatoean
Djoernalis Indonesia), Itulah Parada Harahap.
Sementara
itu, Sukarno semakin redup, semakin dilupakan. Namun polisi/pemerintah Belanda
tidak pernah sedetikpun melupakan Sukarno. Diantara para pemimpin/tokoh politik
pribumi, Sukarno dianggap sebagai batu sandungan, momok dan orang yang memiliki
pikiran sangat membahayakan. Dalam sepakbola, Sukarno ditempatkan berada di
bangku cadangan, tidak bermain tetapi tetap memperhatikan tim, layaknya sebagai
‘Kapten Tak Bermain’. Karena itu, Sukarno sejak diasingkan tahun 1933 ke
Flores, lalu Sukarno kemudian diasingkan lagi ke Bengkulu pada bulan Februari 1938.
Pemindahan Sukarno dari Flores ke Bengkulu karena alas an kesehatan (Leeuwarder
courant : hoofdblad van Friesland, 22-06-1970).
Salah satu tokoh
nasionalis, WR Suprarman pencipta lagu Indonesia Raya meninggal tangga 7 Agustus
1938 di Surabaya dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Rangkah. Dalam
pemakaman ini hadir tokoh penting, yakni Dr. Radjamin Nasution (anggota senior
dewan kota Surabaya). Radjamin Nasution berpidato tentang WR Supratman, yang
dulunya adalah teman seperjuangan Parada Harahap [Anehnya, pada waktunya Radjamin
Nasution juga dimakamkan di tempat ini. Radjamin Nasution meninggal dunia 10
Februari 1957].
Kongres GAPI
Singkat
kata, PPPKI dilikuidasi dan dibentuk organisasi yang memayungi
organisasi-organisasi politik yang disebut sebagai Gabungan Politik Indonesia,
disingkat GAPI. Supra organisasi ini
dibentuk tanggal 21 Mei 1939. Kongres pertama GAPI dilangsungkan pada bulan
Juli 1939. Hasil dari Kongres ini muncul nama yang diusulkan sebagai Kongres
Indonesia Raya. Kemudian dilakukan rapat umum pada tanggal 12 Desember 1939.
Lalu, Kongres Rakyat Indonesia (nama lain Konres Indonesia Raya) akan diadakan
pada tanggal 23 Desember 1939.
Het volksdagblad: dagblad
voor Nederland, 09-12-1939: ‘Kongres Indonesia Raya akan diadakan pada tanggal 23
Desember. Di Batavia berkumpul aksi parlemen penuh Kongres Konsentrasi Nasional
di Indonesia (Gaboengan Politik Indonesia/GAPI), yang diselenggarakan 23-25
Desember di Batavia, akan dipimpin oleh R. Abikoesno Tjokrosoejoso. Sebagai
sekretaris adalah Amir Sjarifoedin dan bendahara adalah Bapak H. Thamrin. Tujuh
partai politik besar di Indonesia, seperti yang dilaporkan, telah berafiliasi
dengan Konsentrasi Nasional. Pada kongres, yang akan disebut Kongres Ra'jat
Indonesia berikutnya akan pindah ke badan perwakilan sepenuhnya, masalah lain
yang timbul, seperti masalah imigrasi, penggunaan bahasa Indonesia di Majelis
dan pembentukan kongres permanen. Mr Amir Sjarifoedin akan berbicara tentang ‘hukum adat dan konstitusi Indonesia
dan pembahasan topik lagu nasional dan bendera nasional akan disampaikan oleh
Bapak Soekardjo Wirjopranoto. Pada Kongres tidak hanya dapat berpartisipasi
semua organisasi politik Indonesia, tetapi juga asosiasi sosial’.
Kongres
Rakyat Indonesia berdimensi sangat luas, tidak hanya di Batavia tetapi juga
akan diadakan pada waktu yang sama di berbagai tempat di Indonesia dengan motto
Indonesia Raya. Di Jawa Timur dipusatkan di Surabaya. Tuan rumah adalah Dr.
Radjamin Nasution dan Dr. Soetomo.
Hasil keputusan Kongres
Rakyat Indonesia adalah munculnya gagasan parlemen. Juga perlunya menekankan
perlunya bendera nasional (warna merah putih) dan penggunaan bahasa Indonesia
serta lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Sukarno
di pengasingan meski jauh dari hingar binger politik tetapi terus menyimak.
Demikian juga Parada Harahap terus memainkan penanya di dalam surat kabar untuk
menggelorakan rakyat.
Pendudukan Jepang
Selama
pendudukan Jepang, anehnya, Parada Harahap abstain dari segala aktivitas.
Keahliannya tidak dibutuhkan militer Jepang, semua medianya ditutup militer
Jepang. Sementara Sukarno dan M. Hatta berkolaborasi dengan Pemerintahan Militer
Jepang. Sedangkan Amir Sjarifoeddin Harahap menentang Jepang dan berjuang di
bawah tanah.
Abdul Hakim Harahap
direkrut militer Jepang menjadi sekretaris dewan Tapanuli. Adam Malik, Mochtar
Lubis dan Sakti Alamsyah direkrut militer Jepang untuk bekerja di radio militer
Jepang. Zainul Arifin Pohan, Zulkifli Lubis, AH Nasution masuk pelatihan
militer Jepang.
Sukarno
yang terus terasing sejak 1933 dan baru bebas (dibebaskan Jepang) pada tahun
1942. Anehnya, Sukarno dan Hatta mengambil jalan tengah dan bekerjasama,
sementara Parada Harahap abstain, sedangkan Amir dan Sjahrir menentang.
Sukarno sebagai militer |
BPUPKI: Parada Harahap,
Sukarno dan Hatta, PPPKI: Mr. Abdul Abbas Menggantikan Parada Harahap
Jepang
menyerah sama sekutu. Pemerintahan militer Jepang di Indonesia lumpuh.
Indonesia yang pernah dijanjikan kemerdekaan, dalam situasi dan kondisi Jepang
member isyarat kemerdekaan dengan mengikuti tahapan-tahapan dengan membentuk
BPUPKI dan PPKI. Tahapan pertama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) ditujuakan untuk menarik simpati Indonesia terhadap
Jepang. Dari pihak Indonesia diketuai oleh Dr. Rajiman Widyodiningrat dan
sekretaris Mr. AG. Pringgodigdo. BPUPKI diresmikan tangga 28 Mei 1945.
Parada Harahap termasuk
salah satu anggota BPUPKI. Anggota lainnya adalah Sukarno, M. Hatta, M. Yamin
dan Husein Jayadiningrat. Nama-nama inilah yang muncul sejak tahun 1928 (pada
saat Kongres PPPKI). Parada Harahap saat itu adalah Direktur Percetakan dan
Harian Sinar Baru di Semarang.
Sidang
pertama diadakan 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Sidang ini menghasilkan beberapa
usulan dasar negara. Untuk mempertajam, dibentuk Panitia Sembilan yang diketuai
Sukarno. Hasil yang dirumuskan tanggal 22 Juni yang disebut Piagam Djakarta adalah:
a. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk
pemeluknya. b. Dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab. c. Persatuan Indonesia.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan. e. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sidang
kedua diadakan tanggal 10 Juli 1945. Hasil sidang ini menetapkan bahwa bentuk negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Tanggal 14 Juli 1945
dilanjutkan sidang yang menghasilak tiga hal: a. Pernyataan Indonesia merdeka, b.
Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta), c. Batang tubuh UUD. BPUPKI
dibubarkan tanggal 7 Agustus 1945 dan pada tanggal yang sama tahapan berikutnya
dimulai dengan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Ketua PPKI adalah Sukarno
dan Wakil M. Hatta. Parada Harahap tidak termasuk salah satu anggota PPKI. Salah
satu anggota adalah Abdul Abbas Siregar. Ini berarti tokoh asal Padang
Sidempuan tetap terwakili baik dalam BPUPKI maupun PPKI. Total wakil Sumatra adalah
Hatta, Abdul Abbas Siregar, T.M Hasan dan M. Amir.
Pada
tanggal 9 Agustus 1945 Soekarno, Moh. Hatta, dan Rajiman Widyodiningrat
dipanggil ke Saigon, untuk peresmian PPKI yang mana Jepang menyerahkan
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah pulang dari Saigon (markas utama militer
Jepang di Asia Tenggara), Sukarno dan M. Hatta belum mengambil inisiatif sampai
dengan adanya desakan dari para pemuda untuk membacakan Proklamasi Kemerdekaan
RI pada tanggal 17 Agustus 1945. Salah satu pemuda tersebut adalah Adam Malik.
Adam Malik, Mochtar Lubis
dan Sakti Alamsyah adalah tiga jurnalis yang direkrut militer Jepang untuk
bekerja di radio militer Jepang di Batavia. Kemudian ketiga tokoh ini kembali
ke bidang masing-masing. Adam Malik dan Mochtar Lubis meneruskan kantor berita
Antara. Sedangkan Sakti Alamsjah menjadi penyiar radio militer di Bandung. Usai
pembacaan proklamasi, salinannya diteruskan oleh Adam Malik dan Mochtar Lubis
kepada Sakti Alamsjah di Bandung. Pada malam harinya, Sakti Alamsjah membacakan
teks proklamasi ini di radio Bandung. Dari sini, berita kemerdekaan menjadi
lebih cepat diketahui rakyat.
Agresi Militer Belanda
Sukarno
dan Hatta berjuang dan memindahkan ibukota ke Jogjakarta. Zainul Arifin Pohan
berjuang sebagai Panglima Hizbullah dan menjadi sayap kanan Jenderal Sudirman,
AH Nasution aktif berjuang di teritorium Jawa Barat dan Zulkifli Lubis memimpin
intelijen Indonesia. Adam Malik terjun kembali ke bidang pers sebagaimana
Mochtar Lubis, Sakti Alamsyah dan Parada Harahap kembali berjuang di bidang
pers. Abdul Hakim Harahap berjuang bersama rakyat di Tapanuli sebagai Residen
Tapanuli.
Bersambung:
Simpang Siur ‘Sumpah Pemuda’, Ini
Faktanya (3): Parada Harahap Turun Tangan; Putusan Kongres Pemuda (1928)
Diperbarui dan Diperingati Sebagai Hari Sumpah Pemuda (1953)
Simpang Siur ‘Sumpah Pemuda’, Ini
Faktanya (4): Analisis yang Keliru dan Hasil Analisis yang Seharusnya; Sukarno
dan Hatta Menghormati Parada Harahap
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap dari berbagai
sumber tempo doeloe. Jika sumbernya tidak disebut, itu berarti sudah disebut di artikel lainnya dalam blog ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar