Pemilihan
umum (Pemilu) di era masa kini berbeda dengan di era pemerintahan colonial Belanda.
Pada masa ini setiap warga negara berumur 17 tahun ke atas atau sudah menikah
memiliki hak pilih satu suara (one man, one vote). Di era Belanda, prinsip ini
hanya berlaku untuk orang-orang Eropa/Belanda. Untuk orang pribumi/timur asing aturannya
dibuat terpisah yang mana hanya orang-orang tertentu yang memiliki hak pilih
satu suara. Kriteria calon pemilih ini didasarkan pada minimum tingkat
pendapatan tertentu.
Di
Kota Medan Pemilu untuk memilih anggota dewan kota (gemeeteraad) dimulai pada
tahun 1912. Untuk anggota dewan kota yang berasal dari pribumi/timur asing baru
disertakan pada tahun 1918. Jumlah kursi untuk pribumi/timur asing hanya ada
tiga kursi. Pada Pemilu 1918 pribumi yang terpilih adalah Kajamoedin gelar
Radja Goenoeng. Ini berarti Radja Goenoeng adalah orang pribumi pertama yang
menjadi anggota dewan kota (gemeeteraad) Medan.
De Preanger-bode, 01-02-1921 |
Radja Goenoeng
pada saat terpilih menjadi anggota dewan kota, menjabat sebagai penilik sekolah
di Medan dan Sumatra’s Oostkust (Sumatera Timur). Kajamoedin Harahap gelar
Radja Goenoeng, kelahiran Hoetarimbaroe, Padang Sidempoean lulus dari sekolah
guru (kweekschool) di Fort de Kock (Bukitting) pada tahun 1897. Setelah cukup
lama mengajar di Padang Sidempuan dan berbagai tempat di Residentie Tapanoeli
diangkat menjadi penilik sekolah dan ditempatkan di Medan (1915). Dalam
karirnya sebagai guru maupun penilik sekolah Radja Goenoeng telah banyak
menulis buku pelajaran sekolah dan diterbitkan.
Jumlah
kursi di dewan dari waktu ke waktu bisa berubah (bertambah atau berkurang).
Onde-afdeeling
Angkola en Sipirok
Pada
masa ini jumlah dewan pada level terendah di Indonesia sesuai dengan banyaknya
kabupaten/kota. Di era pemerintahan colonial Belanda, di seluruh Hindia Belanda
jumlah dewan tidaklah banyak. Pada tahun 1921 jumlah dewan hanya sebanyak 53
dewan (lihat De Preanger-bode, 01-02-1921). Uniknya, hanya satu dewan yang
berada di level onder-afdeeling (kecamatan), yakni Angkola en Sipirok (kini
Padang Sidempuan). Sementara di level afdeeling juga hanya terdapat satu yakni
di Minahasa (lihat Tabel-1). Selebihnya terbagi ke dalam sejumlah kota
(gemeete) dan sejumlah kabupaten (beberapa afdeeling).
Tabel-1. Jumlah anggota dewan pribumi/timur asing (non-Eropa)
di Hindia
Belanda
|
|||
No
|
Nama Daerah
|
Bentuk administrasi
|
Jumlah anggota dewan pribumi
(non-Eropa)
|
1.
|
Angkola
en Sipirok
(Padang
Sidempoean)
|
Onder-afdeeling
|
23
|
2.
|
Bandjermasin
|
Gemeente
|
12
|
3.
|
Bandoeng
|
Gemeente
|
13
|
4.
|
Bantam
(Banten)
|
Gewest
|
12
|
5.
|
Banjoemas
|
Gewest
|
13
|
6.
|
Basoeki
|
Gewest
|
15
|
7.
|
Batavia
|
Gemeente
|
17
|
8.
|
Batavia
|
Gewest
|
22
|
9.
|
Bindjei
|
Gemeente
|
6
|
10.
|
Blitar
|
Gemeente
|
9
|
11.
|
Buitenzorg
(Bogor)
|
Gemeente
|
14
|
12.
|
Cheribon
(Cirebon)
|
Gemeente
|
7
|
13.
|
Cheribon
(Cirebon)
|
Gewest
|
16
|
14.
|
Fort
de Kock (Bukittinggi)
|
Gemeente
|
7
|
15.
|
Kediri
|
Gemeente
|
9
|
16.
|
Kediri
|
Gewest
|
19
|
17.
|
Kedoe
|
Gewest
|
26
|
18.
|
Komering
Ilir
|
Gewest
|
17
|
19.
|
Lematang
Ilir
|
Gewest
|
17
|
20.
|
Madioen
|
Gemeente
|
11
|
21.
|
Madioen
|
Gewest
|
13
|
22.
|
Madura
|
Gewest
|
12
|
23.
|
Magelang
|
Gemeente
|
11
|
24.
|
Makasser
|
Gemeente
|
12
|
25.
|
Malang
|
Gemeente
|
12
|
26.
|
Medan
|
Gemeente
|
10
|
27.
|
Menado
|
Gemeente
|
9
|
28.
|
Minahasa
|
Afdeeling
|
37
|
29.
|
Mr.
Cornelis (Jatinegara)
|
Gemeente
|
12
|
30.
|
Modjokerto
|
Gemeente
|
8
|
31.
|
Ogan
Ilir
|
Gewest
|
23
|
32.
|
Oostkust
Sumatra
(Sumtra
Timur)
|
Gewest
|
21
|
33.
|
Padang
|
Gemeente
|
15
|
34.
|
Padang
Pandjang
|
Gewest
|
20
|
35.
|
Palembang
|
Gemeente
|
12
|
36.
|
Pasoeroean
|
Gemeente
|
9
|
37.
|
Pasoeroean
|
Gewest
|
25
|
38.
|
Pekalongan
|
Gemeente
|
12
|
39.
|
Pekalongan
|
Gewest
|
11
|
40.
|
Pematang
Siantar
|
Gemeente
|
8
|
41.
|
Preanger
Regentschappen
|
Gewest
|
28
|
42.
|
Probolinggo
|
Gemeente
|
12
|
43.
|
Rembang
|
Gewest
|
16
|
44.
|
Salatiga
|
Gemeente
|
8
|
45.
|
Sawah
Loento
|
Gemeente
|
5
|
46.
|
Semarang
|
Gemeente
|
16
|
47.
|
Semarang
|
Gewest
|
27
|
48.
|
Soekaboemi
|
Gemeente
|
10
|
49.
|
Soerabaja
|
Gemeente
|
19
|
50.
|
Soerabaja
|
Gewest
|
24
|
51.
|
Tandjong
Balei
|
Gemeente
|
6
|
52.
|
Tebing
Tinggi
|
Gemeente
|
9
|
53.
|
Tegal
|
Gemeente
|
10
|
Total
|
767
|
||
Catatan:
-Koefisien Pemilu adalah 50
-Gemeente=kota
-Gewest=Terdiri
dari beberapa afdeeling
-Afdeeling=Terdiri
dari beberapa onder-afdeeling
|
Uniknya
lagi, di Residentie Tapanoeli dewan hanya terdapat di onder-afdeeling Angkola
en Sipirok. Jumlah kursi di dewan di onder-afdeeling Angkola en Sipirok
sebanyak 23 kursi. Sementara di Province Sumatra;s Oostkust (Sumatra Timur)
terdapat dewan di lima kota (gemeente): Kota Medan (10 kursi), Kota Tandjong
Balai (6 kursi), Kota Pematang Siantar (8 kursi), Kota Bindjei (6 kursi), Kota
Tebingtinggi (9 kursi). Selain itu masih terdapat satu kabupaten (geweest) yang
memiliki dewan dengan jumlah kursi untuk pribumi/timur asing sebanyak 21 orang
(lebih sedikit dibandingkan dengan onder-afdeeling Angkola en Sipirok).
Nama-nama
anggota dewan di Onder-afdeeling Angkola en Sipirok antara lain dapat
dilihat pada Bataviaasch nieuwsblad, 20-08-1926. Mereka ini adalah anggota
dewan pengganti: ‘Gewestelijke en Plaatselijke Baden. Pada tanggal 17 Agustus
1926 diangkat menjadi anggota plaatselijken raad di ondcrafdeeling Angkola en Sipirok:
golongan Belanda, G.H. van Nie1, adm. der onderneming Simarpinggan dan S.
Radersma, adm. der onderneming Sigalagala; golongan penduduk lokal, Ma'moer Al
Rasjid (Nasoetion), dokter di Padang Sidempoean, Peter Tamboenan,
zendelingleeraar di Sipirok, Mangaradja Goenoeng, pedagang di Padang
Sidimpoean, MJ Soetan Naga, pedagang di Batang Toroe; Dja Saridin, pedagang di
Batang Toroe, Soetan Josia Diapari,
pedagang di Padang Sidempoean, Mangaradja Dori, pedagang di Padang Sidimpoean,
Dja Oloan, pedagang di Padang Sidempoean dan Hadji Mohamad Thaib, pedagang di
Padang Sidcmpoean; golongan timur asing, Kim Hong Boh, pedagang di Padang
Sidempoean’.:
Mungkin
anda bertanya-tanya, mengapa di onder-afdeeling Angkola en Sipirok, sebuah
kecamatan pula justru terdapat dewan. Jawabnya adalah bahwa di onder-afdeeling
Angkola en Sipirok terdapat ibukota afdeeling Padang Sidempuan yakni Padang
Sidempuan. Selain itu, di onder-afdeeling (kecamatan) Angkola en Sipirok
terdapat belasan perusahaan perkebunan (maschappij) seperti halnya di Sumatra
Timur. Pertimbangan lainnya, Padang Sidempoean adalah kota tua (didirikan tahun
1844) dan sejak 1870 menjadi ibukota afdeeling Mandailing en Angkola (menjadi
afdeeling Padang Sidempuan sejak 1905). Kota Padang Sidempuan sendiri sejak
tahun 1870 sudah memiliki fasilitas lengkap: sekolah Eropa (ELS), sekolah guru pribumi
(kweekschool) dan tiga sekolah dasar negeri (pribumi),
Ketika Medan masih kampung, Padang Sidempuan sudah kota |
Medan sendiri
pada tahun 1870 masih terbilang sebuah kampong. Sedangkan Padang Sidempuan
sudah menjadi kota besar. Onder=afdeeling Medan baru dibentuk tahun 1875 dengan
menempatkan seorang controleur di Medan. Sedangkan di Padang Sidempuan sejak
1870 sudah menjadi ibukota afdeeling Mandailing en Angkola tempat dimana
asisten residen berkedudukan. Sejak dibukanya sekolah guru (kweekschool) Padang
Sidempuan tahun 1879, perkembangan kota berlangsung cepat. Alumni Kweekschool menyebar
dan menjadi guru di Tapanoeli en Nias, Sumatra Timur, Raiu dan Atjeh. Ketika
Kweekschool Padang Sidempuan melakukan wisuda guru pertama tahun 1883, belum ada
sekolah dasar di Medan.
Anggota Dewan
Kota Medan dari Waktu ke Waktu
Ketika
Kajamoedian Harahap gelar Radja Goenoeng terpilih menjadi anggota pribumi di
dewan kota (gemeenteraad) Medan pada tahun 1918 bisa dipahami, karena
orang-orang Padang Sidempuan sudah intelek (berpendidikan modern) sejak lama. Hal
ini juga yang menjelaskan mengapa di onder-afdeeling Angkola en Sipirok yang
hanya sebuah kecamatan harus dibentuk sebuah dewan (satu-satunya di Hindia Belanda).
Orang-orang Padang Sidempuan tidak hanya menjadi guru, tetapi juga sudah banyak
yang menjadi dokter (sejak 1856), insinyur pertanian (sejak 1914), dokter hewan
(sejak 1911), sarjana hokum (sejak 1920) dan sebagainya.
Untuk sekadar
diketahui, dari tujuh pertama yang bergelar doctor (PhD) di Indonesia, empat
diantaranya berasal dari Padang Sidempuan. Alinoedin Siregar gelar Radja Enda
Boemi meraih PhD di bidang hokum di Leiden tahun 1925. Ida Loemonga br,
Nasoetion, dokter yang meraih PhD di Leiden tahun 1930 (perempuan Indonesia
pertama bergelar PhD), Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia meraih PhD
dalam bidang filsafat di Leiden tahun 1931.
Anggota
dewan Kota Medan berikutnya yang berasal dari Padang Siempuan dan cukup
terkenal antara lain: Abdullah Lubis (Direktur Perwata Deli), Abdul Hakim
Harahap (tahun 1952 menjadi Guibernur Sumatra Utara pertama pasca pengakuan
kedaulatan RI), GB Josua, Alumni Belanda 1930 pendiri dan pemilik Josua
Instituut (kini Perguruan Josua). Tentu saja masih ada seperti Dr. Gindo
Siregar (Gubernur Militer RI Sumatra Utara di era agresi Belanda).
Orang
Padang Sidempuan yang menjadi anggota dewan tidak hanya di Medan, tetapi juga
di Binjei, Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Tandjong Balei. Yang terkenal di
Pematang Siantar adalah Dr. Mohamad Hamzah Harahap, Soetan Martoewa Radja
(direktur Normaal School) dan Madong Lubis. Yang paling terkenal tentu saja
Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkopon di dewan kota Tandjong Balei.
Mangaradja Soangkoepon sejak 1927 menjadi anggota Volksraad yang pertama (dan
satu-satunya) bmewakili dapil Sumatra Timur selama empat periode hingga
berakhirnya era Belanda (sebelum pendudukan Jepang).
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar