Parada Harahap (duduk paling kanan) |
Analisis yang Keliru
dan Hasil Analisis yang Seharusnya
Sinar Merdeka di Padang Sidempuan (1919); Parada Harahap |
Parada Harahap (berdasarkan perjalanan dirinya melawan kolonialisme sejak
1916) mengembangkan gagasan dan memunculkan ide mempersatukan semua organisasi
kebangsaan dan mempelopori terbentuknya Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan
Kebangsaan Indonesia (PPPKI) sebagai wadah bersama (semacam perahu) bagi semua
orang Indonesia baik yang berasal dari organisasi kebangsaan bersifat
kedaerahan (seperti Boedi Oetomo, Sumatranen Bond) maupun organisasi (politik)
bersifat nasional (seperti PSI dan termasuk PNI).
Partai Nasional Indonesia
(PNI) adalah partai politik pertama Indonesia didirikan di Bandung tanggal 4
Juli 1927. Namanya pada waktu itu adalah Perserikatan Nasional Indonesia
diketuai oleh Dr. Tjipto Mangunkusumo. Klub pelajar (sarjana) yang dikenal Algemeene
Studie Club yang diketuai oleh Ir. Soekarno ikut bergabung dalam PNI. Tahun
1928 Perserikatan Nasional Indonesia diubah menjadi Partai Nasional Indoensia.
Pada tahun 1929 Sukarno tokoh PNI (ketua) ditangkap, diadili dan dipenjarakan
di Sukamiskin. Tahun 1931 Sukarno digantikan Sartono dan membubarkan PNI lalu
membentuk Partai Indonesia (Partindo), tetapi Hatta membentuk PNI Baru yang
disebut Partai Pendidikan Indonesia.
Ketika PPPKI (sekretaris Parada Harahap) akan melaksanakan kongres
pertama PPPKI (Kongres PPPKI) tanggal 28 Oktober 1928, Parada Harahap
menginisiasi dua kongres yang lain di waktu yang bersamaan dengan Kongres PPPKI
(senior), yakni Kongres Pemuda (junior) dan Kongres Perempuan.
Pada saat itu, Parada
Harahap memiliki portofolio paling tinggi dari semua orang Indonesia di Batavia
(revolusioner, memiliki surat kabar bertiras paling tinggi, Bintang Timoer,
pengusaha, Ketua Kadin pribumi Batavia dan memiliki koneksi luas dengan
tokoh-tokoh penting, alumni Belanda seperti Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja
Soangkoepon, Dr. Abdul Rivai, Husein Djajadiningrat, Todoeng Harahap gelar Soetan
Goenoeng Moelia dan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (pendiri Indisch
Vereeniging di Belanda, 1908). Kemudian MH Tamrin serta dua tokoh penting
alumni STOVIA Dr. Radjamin Nasution dan Dr. Soetomo. Juga Hatta yang sama-sama
Sumatranen Bond di pantai barat Sumatra (Sumatranen Bond didirikan Sorip Tagor
Harahap di Belanda, 1917) dan Sukarno yang kerap mengirim tulisan ke Bintang
Timur. Di kalangan pelajar Parada Harahap sangat dekat terutama Amir
Sjarifoeddin (sekolah hokum). Parada Harahap sebelum hijrah ke Batavia adalah
editor surat Kabar Benih Merdeka dan majalah Perempuan Bergerak di Medan (1918)
dan pemilik surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempuan (1919). Saat itu,
Parada Harahap adalaj jurnalis paling banyak terkena delik pers, dimejahijaukan
puluhan kali dan belasan kali masuk penjara.
Tiga kongres tersebut berjalan lancar. Parada Harahap menghadirkan
Sukarno berpidato dalam Kongres PPPKI, meminta hadir M. Hatta hadir dalam
Kongres Pemuda dan mendudukkan Amir Sjarifoeddin sebagai bendahara komite
Kongres Pemuda. M. Hatta yang terhalang oleh pemerintah Belanda di Leiden
mengirim utusan Ali Sastroamidjojo ke Kongres Pemuda. Parada Harahap meminta
bantuan Maria Ulfah (alumni Belanda) untuk mengoganisir Kongres Perempuan.
Kongres Pemuda melahirkan
keputusan yang diberi nama Putusan Kongres (yang menjadi inti Sumpah Pemuda
yang sekarang: Satu Bangsa, Satu Tanah Air dan Satu Bahasa). Konsep Putusan
Kongres itu dibuat M. Yamin. Kongres PPPKI sendiri berhasil mewujudkan kesatuan
dan persatuan Indonesia serta mengagendakan diadakannnya Kongres Indonesia
Raya.
Sukarno dan Hatta tidak terkait dengan Kongres Pemuda. M. Hatta (PPI
Belanda) tidak bisa hadir dalam Kongres Pemuda, Sukarno hadir dan berpidato
dalam Kongres PPPKI. Amir Sjarifoeddin dan M. Yamin dalam Kongres Pemuda adalah
‘penyambung lidah’ Parada Harahap. Amir Sjarifoeddin (golongan pemuda Bataksch
Bond) sebagai bendahara komite Kongres Pemuda pembiayaannya dari Parada Harahap
dan kawan-kawan (PPPKI dan Kadin pribumi Batavia). M. Yamin (golongan pemuda
Sumatranen Bond) menyusun konsep putusan Kongres Pemuda yang mana Parada
Harahap sendiri adalah sekretaris Sumatranen Bond (yang juga merangkap
sekretaris PPPKI).
Beberapa tokoh pemuda
berbicara (pidato) dalam Kongres Pemuda, diantaranya M. Yamin yang membahas
bahasa dan pendidikan, serta Amir Sjarifoeddin yang membahas hukum adat. Dalam
isi Putusan Kongres, bahasa, pendidikan dan hukum adat termasuk yang dijadikan
rujukan. Sukarno hanya terkait dengan Kongres PPPKI.
Parada Harahap sangat mengidolakan tiga tokoh pemuda terpelajar (masih
muda) yang bersifat revolusioner: Sukarno, M. Hatta dan Amir Sjarifoeddin. Dalam
hubungan ini ketiga tokoh itu dilibatkan dalam Kongres PPPKI (yangemutuskan dan
mengagendakan Kongres Indonesia Raya, suatu kongres semua partai politik);
Kongres Pemuda yang menghasilkan Pustusan Kongres (satu bangsa, satu tanah air
dan satu bahasa). Satu hal yang penting dari dua kongres itu lagu Indonesia
Raya akan diperdengarkan di dalam dua kongres tetapi karena tidak kondusif
dalam Kongres PPPKI (di ruang terbuka yang dihadiri 2000an orang) maka
Indonesia Raya hanya diperdengarkan di Kongres Pemuda (di dalam ruangan tempat
pemuda berkongres). Komposer lagu Indonesia Raya adalah WR Supratman.
Parada Harahap juga adalah
mentor politik WR Supratman. Awalnya, WR Supratman seorang jurnalistik di
Bandung yang kemudian direkrut Parada Harahap agar hijrah ke Batavia. Parada
Harahap yang telah mendirikan kantor berita Alpena (1925) diangkat sebagai
editor. Selama di Jakarta, WR Supratman tinggal di rumah Parada Harahap.
Setelah Alpena ditutup, WR Supratman bekerja sebagai koresponden di surat kabar
Bintang Timur (milik Parada Harahap) dan juga di surat kabar berbahsa Melayu
Ken Po (dimiliki oleh orang-orang Tionghoa). Ketika Ken Po mengalami delik
pers, Parada Harahap yang menjadi pengacaranya (pembela) di mahkamah. Parada
Harahap adalah orang yang meminta WR Supratman untuk menggubah lagu kebangsaan
Indonesia Raya. Lagu kebangsaan diperlombakan, ketua panitia adalah Parada
Harahap. Pemenang adalah WR Supratman dan runnerup adalah Nahum Sitomarang.
Ketika WR Supratman meninggal di Surabaya (1938) tiga orang berbicara di
pemakaman: Parada Harahap, Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution. Parada
Harahap datang dari Batavia, Dr. Soetomo kepala rumah sakit di Surabaya, Dr,
Radjamin Nasution, anggota senior (wethouder) dari anggota dewan pribumi
(gementeeraad) Surabaya. Kelak, Dr. Radjamin menjadi walikota pribumi pertama
di Surabaya. Pemakaman Dr. Radjamin Nasution berada di sisi WR Supratman
(pemakaman penduduk, bukan Taman Pahlawan).
Setelah era Belanda, era pendudukan Jepang dan masa perang kemerdekaan
(agresi militer Belanda) hingga pengakuan kedaulatan RI (Desember 1949) serta
pasca pengakuan kedaulatan tersebut tidak pernah lagi diselenggarakan Kongres
Pemuda. Baru pada tahun 1953 Kongres Pemuda diadakan di era kemerdekaan.
Kongres Pemuda tahun 1953 diorganisir oleh AM Hoetasoehoet dan
kawan-kawan yang dikomandoi dan didukung oleh Parada Harahap. AM Hoetasoehoet
adalah seorang wartawan yang juga menjadi mahasiswa Akademi Wartawan di
Jakarta. Inilah akademi wartawan pertama di Indonesia. Saat itu, Parada Harahap
tidak hanya sebagai pimpinan (direktur) Akademi Wartawan tetapi juga ketua
organisasi perguruan tinggi swasta (Kopertis). AM Hoetasoehoet adalah kepala
administrasi surat kabar Indonesia Raya milik Mochtar Lubis.
Ali Mochtar Hoetasoehoet
direkrut oleh Parada Harahap di Padang Sidempuan (kampong halaman Parada
Harahap). Pada saat itu, ibukota RI di pengungsian dipindahkan ke Bukittinggi
setelah Jogjakarta dikuasai oleh Belanda (Presiden Sukarno ditangkap dan
diasingkan ke Danau Toba). Wakil Presiden Hatta meminta Om Parada Harahap
(demikian Hatta memanggil Parada Harahap sebagai Om) untuk menerbitkan majalah
Detik di Bukittinggi sebagai media agar perjuangan republik Indonesia tetap
bisa dikomunikasikan ke kantong-kantong republik. Parada Harahap mendatangkan
percetakan dan logistic dari Padang Sidempuan. Di dalam delegasi Padang
Sidempuan ini termasuk para pelajar dikerahkan (sebagaimana diketahui saat itu
Tapanuli belum dimasuki Belanda dan menjadi pusat utama perlawanan republic di
Indonesia). Salah satu pelajar itu adalah AM Hoetasoehoet yang turut membantu
Parada Harahap. Ketika militer Belanda awal tahun 1949 memasuki kota Padang
Sidempuan, para pelajar di Bukittinggi ini pulang dan ikut berjuang mengangkat
senjata. AM Hoetasoehoet menjadi pimpinan tentara pelajar Padang Sidempuan.
Ketika dimaklumkan genjatan senjata (dalam proses KMB di Den Haag) pertempuran
dihentikan. Perang di Padang Sidempuan boleh jadi merupakan satu perang yang
belum selesai di kantong-kantong republik di seluruh Indonesia. Pertempuran
Padang Sidempuan sangat heroic dan melakukan pembakaran bangunan-bangunan yang
dianggap potensial digunakan militer Belanda (Padang Sidempuan Lautan Api
seperti Bandung Lautan Api). Mengapa begitu, karena Padang Sidempuan adalah
pertahanan terakhir RI dan sekaligus menjaga ibukota RI di Bukittinggi. Lalu
kemudian, setelah pengakuan kedaulatan AM Hutasoehoet hijrah ke Jakarta.
Awalnya AM Hutasoehoet bekerja dengan Parada Harahap lalu diminta membantu
Mochtar Lubis di surat kabar Indonesia Raya. Sambil bekerja, AM Hutasuhut
kuliah jurnalistik di akademi wartawan milik Parada Harahap. Kelak AM Hutasuhut
mendirikan sekolah tinggi jurnalistik yang kemudian berkembang menjadi IISIP
Lenteng Agung (tempat dimana kuliah Andy F Noya, wartawan Tempo/Media Indonesia
dan host Kick Andy). AM Hutasuhut mengabulkan permintaan Andy F Noya ketika
ingin kuliah di IISIP (karena latar pendidikan yang tidak sesuai, STM).
Kegigihan Andy yang ingin kuliah jurnalistik membuat lulu hati AM Hutasuhut dan
menerimanya sebagai mahasiswa. Demikianlah jika para pejuang melihat calon
pejuang.
Hasil Kongres Pemuda tanggal 27 Oktober 1953 adalah keputusan untuk
melakukan sumpah kesetiaan (hari itu) dan memperingati 25 tahun lagu kebangsaan
Indonesia, Indonesia Raya (esoknya) tanggal 28 Oktober. Dalam sumpah kesetiaan
ini, inti dari isi Putusan Kongres 1928 yang menyatakan satu nusa, satu bangsa
dan satu bahasa dijadikan isi Sumpah Pemuda. Pada saat inilah (27 Oktober)
Sumpah Pemuda untuk kali pertama diikrarkan (secara bersama dari peserta yang
hadir). Teks Sumpah Pemuda itu sendiri menjadi: SUMPAH PEMUDA, Pertama: KAMI
POETERA DAN POETERI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATU, TANAH
INDONESIA. Kedoea: KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA MENGAKOE BERBANGSA JANG
SATOE, BANGSA INDONESIA. Ketiga: KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA
MENDJOEN-DJOENG BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA.
Disebut tanggal 28 Oktober 1953 sebagai kali pertama diikrarkan. Hal ini karena
pada tanggal 28 Oktober 1928 dulu para pemuda yang telah berhasil melakukan
Kongres Pemuda tidak pada posisi berikrar seperti tahun 1953. Pada tahun 1928 hanya
merupakan sebuah pembacaan keputusan kongres dari hasil Kongres Pemuda itu
sendiri. Oleh karenanya teks Putusan Kongres 28 Oktober 1928 lebih panjang jika
dibandingkan dengan teks Sumpah Pemuda yang diputuskan pada tanggal 27 Oktober
1953 dan akan diikrarkan (dibacakan secara bersama-sama) pada tanggal 28 Oktober
1957.
Pada tanggal 28 Oktober 1953 sendiri adalah peringatan tajun ke-25 lagu
kebangsaan Indonesia, Indonesia Raya yang pada hari itu juga para pemuda
berikrar (membacakan secara bersama-sama) Sumpah Pemuda. Oleh karenanya,
tanggal 28 Oktober 1953 juga disebut hari Sumpah Pemuda. Sejak tahun itu,
setiap tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda (bukan Hari
Putusan Kongres). .
De nieuwsgier, 21-10-1953
Pemuda Indonesia memperbaharui kesetiaan. pertemuan komite eksekutif Front
Pemuda Indonesia membuat keputusan untuk memesan Mai. bertemu untuk menjaga
orang-orang muda di Jakarta pada malam tanggal 27 Oktober sebagai Kata pertemuan
akan perwakilan dari semua organisasi pemuda menghadiri di ibukota dan
bertujuan ulang tahun 25 th lagu kebangsaan Indonesia, Indonesia Raya dan yang
hari sumpah pemuda, untuk memperingati hari pemuda Indonesia bersumpah
kesetiaan kepada bangsa dan tanah air. Dalam pertemuan tersebut, sumpah setia,
keputusan diambil pada kongres pemuda di Jakarta pada 27 Oktober 1928,
diperpanjang sumpah pemuda ini mengakui: satu tanah air: negara Indonesia, satu
orang, bangsa Indonesia dan satu bahasa: bahasa indonesia. [Dalam berita ini
juga; Dalam studio RRI Jakarta akan mengatur program khusus sebagai bagian dari
peringatan Hari Sumpah Femuda]’.
Dengan demikian, semua anggapan atau opini yang berkembang dalam
tahun-tahun terakhir ini bahwa seakan teks Sumpah Pemuda diplintir
(diselewengkan) dari isi Putusan Kongres Pemuda tahun 28 Oktober 1928 tidak
berdasar. Faktanya adalah bahwa teks Sumpah Pemuda adalah teks yang diikrarkan
ketika para pemuda melakukan sumpah kesetiaan. Ini berarti pada tahun 1953 para
pemuda telah memperbarui kesetiaan pemuda dengan cara bersumpah, yang bersumpah
tentang satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa.
Dengan segala hormat kepada ahli sejarah yang telah bekerja keras di
dalam bidangnya, tetapi untuk soal Sumpah Pemuda beberapa ahli sejarah telah
mensistesis bahan (fakta) secara keliru. Kekeliruan menyimpulkan besar
kemungkinan karena kurangnya data (fakta) yang dimiliki sehingga untuk
menggambarkan fakta menjadi tidak seutuhnya.
Hal lain yang keliru
disimpulkan oleh para analis dan ahli sejarah, seakan-akan Sumpah Pemuda
merupakan rekayasa dari Sukarno. Memang betul saat itu, Sukarno adalah Presiden
RI, tetapi di dalam hari Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) Sukarno tidak terkait.
Yang berkongres, yang memutuskan dan yang bersumpah (Sumpah Pemuda) pada
tanggal peringatan lagu kebangsaan Indonesia Raya (28 Oktober 1953) adalah
murni para pemuda (tanpa dihadiri oleh presiden dan bahkan tanpa dihadiri oleh
satu pun para pejabat negara (menteri).
Para menteri dan bahkan presiden, sejak hari sumpah para pemuda itu
memanfaatkan hasil dan kegiatan kongres pemuda 1953 karena momentumnya pasa
dengan kebutuhan presiden dan para anggota cabinet untuk memperkuat kesatuan
dan persatuan ketika berbagai isu muncul bersamaan seperti disintegrasi,
demonstrasi dan protes dari kalangan militer. Selain itu, pemerintah khususnya presiden
sangat membutuhkan kesetiaan pemuda, kesatuan dan persatuan pemuda dalam rangka
membebaskan Irian Barat yang terus dipermainkan oleh Belanda (mengingkari
keputusan KMB tahun 1949).
Gencarnya sosialisasi
(kampanye) pemerintah yang mengedepankan begitu pentingnya kesetiaan pemuda
yang telah bersunpah (Sumpah Pemuda) seakan-akan pihak pemerintahlah yang
merekayasa peringatan hari Sumpah Pemuda. Padahal kenyataannnya tidak demikian.
Pemerintah (presiden) hanya sekadar memanfaatkan dan melakukan sosialisasi
(kampanye) dan para pemudalah yang berinisiatif untuk melakukan kongres sendiri
dan memutuskan sendiri dan melakukan sumpah kesetiaan sendiri.
Parada Harahap: Tokoh Pemersatu Indonesia |
Tentu saja ada yang berinisiatif untuk perlunya memperbarui kesetiaan
pemuda Indonesia (setelah melalui era Belanda, era pendudukan Jepang, era proklamasi,
era Belanda kembali, era republik Indonesia Serikat dan era Republik) karena
para pemuda sudah begitu longgar setiap era yang berbeda dan terkotak-kotak
kembali agar bersatu kembali seperti tahun 1927. Saat ini (1953) seorang
pemersatu di tahun 1927 masih hidup,
aktif dan sangat dekat berbagai pihak yakni Parada Harahap. Sebagaimana
diketahui Parada Harahap adalah mentor dari Sukarno dan Hatta di tahun 1927;
Parada Harahap juga sangat dekat dengan pihak-pihak yang berseberangan dengan
Sukarno, seperti AH Nasution, Mochtar Lubis. Selain itu, Parada Harahap adalah yang
masih memiliki beberapa surat kabar/majalah adalah pendiri dan sekilagus
pimpinan Akademi Wartawan. Parada Harahap yang menjadi ketua Kopertis juga
sangat dekat dengan Menteri Pendidikan (M. Yamin). Singkat kata saat ini (1953)
Parada Harahap adalah pemilik portopolio paling tinggi dalam munculnya kembali Kongres
Pemuda (1953) sebagaimana Parada Harahap adalah pemilik portofolio paling
tinggi tahun 1927 untuk mempersatukan semua organisasi kebangsaan dan
organisasi pemuda.
Jika pada tahun 1927 ada
Amir Sjarifoeddin, kini di tahun 1953 ada AM Hutasoehoet. Kongres Pemuda tahun
1953, peran AM Hutasuhut yang menjadi pimpinan mahasiswa Akademi Wartawan
sangatlah besar. AM Hutasuhut yang mengorganisir para mahasiswa dan pemuda
untuk melakukan Kongres Pemuda 1953. Kekuatan AM Hutasuhut dalam hal ini dibimbing
oleh Parada Harahap.
AM Hutasuhut adalah pimpinan tentara pelajar yang dulu tahun 1948
membantu Parada Harahap dalam mengasuh surat kabar Detik (permintaan Om Hatta) di
Bukitttinggi (ketika ibukota RI di pengungsian pindah darti Jogjakarta ke
Bukittinggi).
AM Hutasuhut saat ini (1953)
adalah pimpinan mahasiswa di Akademi Wartawan yang mana sebagai rektor adalah Parada
Harahap. Disamping itu Parada Harahap adalah Ketua Kopertis dan saat itu M.
Yamin adalah Menteri Pendidikan, Parada Harahap adalah juga mentor politik M.
Yamin tahun 1927. Parada Harahap dalam hal ini memainkan peran penting kembali
dalam hal kesatuan dan persatuan (utamanya melalui pemuda). Oleh karenanya,
kesadaran Parada Harahap untuk membimbing Kongres Pemuda 1953 adalah salah satu
upaya Parada Harahap untuk menyediakan situasi yang kondusif bagi Sukarno dan
Hatta yang tengah mendapat ‘lawan’ yang berseberangan. Dua lawan utama adalah
kalangan Militer (pimpinan AH Nasution) dan kalangan pers (pimpinan Mochtar
Lubis).
AM Hutasuhut (1953) adalah generasi berikutnya dari pimpinan mahasiswa
Indonesia sebelumnya. Pada tahun 1947 dua pimpinan mahasiswa membentuk dua
organisasi mahasiswa yakni Lafran Pane dan Ida Nasution. Lafran Pane mendirikan
HMI sedangkan Ida Nasution mendirikan PMUI. Jika ditarik ke belakang, pada
tahun 1908, pimpinan mahasiswa adalah Sutan Casajangan dengan mendirikan
organisasi mahasiswa yang disebut Indisch Vereeniging di Leiden, Belanda. Untuk
sekadar diketahui, Sutan Casajangan, Lafran Pane, Ida Nasution dan AM Hutasuhut
berasal dari kampong yang sama di afd. Padang Sidempuan (kini Tapanuli Bagian
Selatan) yang juga menjadi kampuang halaman Parada Harahap. [Satu lagi kelak
yang menjadi pimpinan mahasiswa adalah Hariman Siregar, kelahiran Padang
Sidempuan yang menjabat Ketua Dewan Mahasiswa UI 1974, yang memimpin
demonstrasi anti modal asing yang lebih dikenal sebagai Peristiwa Malari].
Presiden Sukarno Mengangkat Parada Harahap Sebagai
Ketua Misi Ekonomi Indonesia ke Eropa
Parada Harahap dan Sukarno tidak bisa dipisahkan. Keduanya adalah
berangkat dari pemuda Indonesia paling revolusioner. Parada Harahap selalu di
tempat dan waktu yang tepat bagi Sukarno. Demikian juga sebaliknya, Sukarno
berada di tempat dan waktu yang tepat jika membutuhkan dukungan Parada Harahap.
….(tunggu deskripsi lebih
lanjut)
Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dan Mantan
Gubernur Sumatera Utara Abdul Hakim Harahap Memanggil AH Nasution dan Zulkifli
Lubis; Abdul Haris Nasution Diangkat Kembali Menjadi KASAD
….(tunggu deskripsi lebih
lanjut)
Dwitunggal Sukarno
dan Hatta Retak dan Kemudian Terbelah
….(tunggu deskripsi lebih
lanjut)
Parada Harahap
Meninggal Dunia, Sukarno Mengusulkan Kongres Rakyat
….(tunggu deskripsi lebih
lanjut)
Parada Harahap dan Radjamin
Nasution Seharusnya Menjadi Pahlawan Nasional
….(tunggu deskripsi lebih
lanjut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar