PORI (kini KONI) merekomendasikan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) pasca pengakuan kedaulatan RI akan diadakan di Jakarta (1951) dan Medan (1953). Setelah PON III di Medan penyelenggaraannnya diadakan setiap empat tahun. Penunjukan Jakarta dan Medan dalam hal ini sangat special, karena Indonesia baru terbebas dari penjajahan. Ada tiga tokoh penting yang harus dihargai oleh Sukarno yakni tiga pemimpin Republik Indonesia, yakni Mr. Assaat (Presiden RI), Dr. Abdul Halim (Perdana Menteri RI) dan Mr. Abdul Hakim Harahap (Wakil Perdana Menteri RI).
Republik Indonesia (merah) |
Tiga pemimpin terakhir RI di Jogjakarta ini lalu diapresiasi oleh
Presiden Sukarno dengan mengangkat Mr. Abdul Hakim Harahap sebagai Gubernur
Sumatera Utara (pertama setelah pengakuan kedaulatan RI), Sementara Dr. Halim
ditunjuk menjadi ketua komite (yayasan) pembangunan stadion nasional. Sedangkan
Mr. Assaat yang telah berhasil mempelopori taman makam pahlawan dan masjid
Suhada di Jogjakarta diberi tugas khusus untuk menjadi ketua komite (yayasan)
pembangunan masjid nasional di Jakarta (yang kemudian diberi nama Masjid
Istiqlal).
Keutamaan Medan
Menjadi Penyelenggara PON III
Saat ini ketua komite (yayasan) Pembangunan Masjid Nasional (kelak bernama Masjid Istiqlal)
adalah Mr. Assaat dan ketua komite (yayasan) Pembangunan Stadion Nasional
(kelak bernama Stadion Gelora Bung Karno) adalah Dr. Abdul Halim. Setelah PON
II Jakarta, ibukota Sumatera Utara, Medan mendapat kehormatan menjadi tuan
rtumah PON III. Kini, Gubernur Sumatera Utara adalah Mr. Abdul Hakim Harahap
akan menjadi ketua komite (yayasan) Pembangunan Stadion Teladan Medan (yang
akan dijadikan venue penyelenggaraan PON III tahun 1953). Dengan demikian,
lengkap sudah tiga pemimpin RI (terakhir di Jogjakarta) untuk menjabat sebagai
tiga hal utama dalam prestise nasional (yang bersifat monumental): Masjid
Nasional, Stadion Nasional dan Stadion Teladan Medan. Jakarta dan Medan adalah
dua kota tonggak sejarah awal RI, di dua kota ini kemenangan RI ditegakkan.
Itulah arti khusus dua kota dengan tiga pemimpin RI di mata Presiden Sukarno.
Gubernur Abdul Hakim Harahap |
Persiapan PON III
Medan
GB Josua ditunjuk sebagai Ketua Panitia Pelaksana penyelenggara Pekan
Olahraga Nasional (PON) yang ketiga di Medan. Dalam kepantiaan ini termasuk
Abdoel Wahab Siregar (Kepala Dinas Informasi di Medan) dan Mustafa Pane (Kepala
Kepolisian di Medan). Mr GB Joshua berterima kepada Gubernur atas amanah ini
dan akan menunjukkan dan meyakinkan bahwa anggota komite akan mengerahkan upaya
terbaik untuk PON III sukses (Het nieuwsblad voor Sumatra, 24-01-1952).
Dalam masa persiapan PON III ini, Ketua Komite Olimpiade Indonesia,
Sultan Hamengku Buwono IX (Sultan Djogja) berkunjung di Medan. Di bandara pagi
ini (Het nieuwsblad voor Sumatra, 30-01-1952) HB IX disambut Residen Sumatra
Timur, Muda Siregar mewalili Gubernue dan Ketua Panitia PON III, GB Josua.
Tujuan kedatangan untuk melakukan pembicaraan dengan Gubernur Sumatra Utara,
Abdul Hakim Harahap tentang pembangunan stadion, perumahan atlet dan
pembiayaan. Jumlah peserta dalam kompetisi multi sport event ini akan
diharapkan, bahkan lebih besar daripada di Jakarta, di mana 2.500 atlet ambil
bagian di PON II.
Het nieuwsblad voor Sumatra,
15-04-1952: ‘PON III kemungkinan akan diselenggarakan di Medan pada bulan Juni
atau Juli 1953 yang ditetapkan di Stadion Jalan Radja. Rencana lokasi stadion
ini berada di selatan dari pemakaman di jalan Radja (sebelah kiri ke arah
Tandjong Morawa) yang akan membangun stadion permanen, yang diproyeksikan
menelan biaya sekitar Rp 5 juta. Hal ini diumumkan oleh Mr GB Joshua, Ketua Panitia
Pelaksana PON, kemarin sore pada konferensi pers sehabis pembicaraan dengan
delegasi Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dengan panitia PON. Azis Saleh
(bertindak sekretaris Komite Olimpiade Indonesia) menjelaskan bahwa organisasi
PON III sepenuhnya keputusan panitia. KOI hanya menyediakan pedoman, semua
keputusan akan diambil oleh Bapak Joshua c.s. Bulan September 1953 adalah
target untuk PON III (seperti yang terjadi dengan PON I dan PON II), tetapi
karena hujan di Sumatra Timur, mereka berharap untuk menjaga festival olahraga
di sini dua atau tiga bulan sebelumnya. Sekretaris KOI ini menekankan tujuan
PON melampaui olahraga itu sendiri, yakni meningkatkan persatuan nasional
merupakan faktor yang tidak kalah penting. Dengan PON ribuan orang muda dari
seluruh bagian negara akan bersama-sama dan mereka melihat wilayah Indonesia,
di mana mereka mungkin sebelumnya tidak pernah datang. Di Jakarta sekitar 2500
atlet ambil bagian dalam PON II; jumlah peserta dalam PON III mungkin akan
melebihi 3.000. Mr GB Joshua menyatakan bahwa diharapkan 50.000 orang penonton,
dan lebih dari 4.000 tamu dari tempat lain (atlet, pejabat, dll) yang membutuhkan
perumahan selama di Medan. Bagaimana cara dimana menyelesaikan masalah
perumahan, Mr. Joshua masih belum bisa memberikan informasi yang pasti. Juga
tentang anggaran dan cara bagaimana untuk mendapatkan dana yang diperlukan,
tidak ada rincian yang dapat diberitahu. Agaknya, secara total diperlukan
sebanyak Rp 7 juta. Pemerintah pusat hanya menyediakan sebanyak Rp 750.000.
GB Josua adalah orang yang sangat bersahaja dan datang dari keluarga
biasa di Sipirok, Afdeeling Padang Sidempoean. Lahir di Hoetapadang, selolah
rakyat di Sipirok, sekolah guru (kweekschhol) di Fort de Kock, Hogere
Kweekschhol di Poeworedjo, dan mendapat akte Lager Onderwijs di Groningen. GB
Josua tidak hanya cerdas, tetapi juga konsisten sebagai republik. Seorang guru,
mantan anggota Dewan Kota Medan, sekretaris PMI, pemilik Josua Instituut dan
kini tengah menjabat sebagai Ketua PON III. Itu ternyata tidak cukup, atas
dedikasinya sebagai pejuang pendidikan di Sumatra Utara, GB Josua diangkat
pemerintah sebagai Kepala Dinas Pendidikan Sumatra Utara.
De nieuwsgier, 29-04-1952:
‘Dengan keputusan Gubernur Sumatra Utara (Abdul Hakim Harahap), GB Josua,
direktur SMP Josua Instituut di Medan terhitung sejak Mei tahun 1952, diangkat
sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Noord Sumatra’.
GB Josua adalah kepala dinas pendidikan yang kedua di Sumatra Utara.
Inilah jabatan paling tinggi bagi seorang guru. GB Josua telah mendapatkannnya
dan layak untuk memperoleh itu. GB Josua sebagai Ketua PON III tidak
menghalangi GB Josua rangkap jabatan. GB Josua adalah tipikal anak-anak Padang
Sidempoean. GB Josua mendapatkan hak ini tidak karena Abdul Hakim (Harahap)
sebagai Gubernur Sumatra Utara, tetapi kedua orang bersahabat ini memang sudah
sama-sama berjuang di Dewan Kota Medan tahun 1934-1938. Keduanya adalah ‘gibol’
dan pernah sama-sama menjadi Ketua Klub Sahata Medan (di era Belanda).
Het nieuwsblad voor Sumatra,
06-05-1952: ‘Kemarin, Mr GB Yosua diangkat sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Sumatera Utara, menggantikan Mr. Ismail Daulay, yang menjalani studi
ke Amerika. Banyak pihak berwenang menghadiri upacara tersebut, diantaranya:
Gubernur Abdul Hakim, Residen Binanga Siregar, Kepala Informasi Abdul Wahab
Siregar, Bupati Wan Umaruddin Barus, Walikota Djaidin Poerba. Mr GB Joshua
menyatakan pengangkatannya diadakan pertimbangan yang lama, karena alasan sulit
baginya meninggalkan sekolah yang ia didirikan dan memimpinnya bertahun-tahun
untuk mengucapkan selamat tinggal. GB Josua lalu kemudian membahas kesulitan
pengajaran di Sumatera Utara. Di provinsi ini sekarang ada sekitar 3.000
sekolah dengan 650.000 siswa dan tingkatnya jauh di bawah sebelum perang.
Sekarang puasa dan dengan demikian pendekatan awal program baru, perhatian
tentang masalah ini, bahwa perbaikan yang dibuat, ada kekurangan guru dan
jumlah besar, serta kualitas. Mr Joshua juga menekankan kelemahan perawatan. M.
Siregar, Inspektur Pendidikan di Sumatera Utara, mewakili teman-teman yang lain
diminta memberikan sambutan. Akhirnya, Pak Joshua disumpah di hadapan Residen
sumpah jabatan’.
Sangat berat bagi GB Josua melepaskan fungsinya di Josua Instituut. Akan
tetapi masalah dan tantangan pendidikan Sumatra Utara juga tidak mudah
dilakukan setiap orang. Hanya GB Josua yang pantas untuk itu. Inilah saatnya
kembali bagi GB Josua berjuang kembali di bidang pendidikan pasca perang
(pengakuan kedaulatan Republik Indonesia).
Het nieuwsblad voor Sumatra,
03-07-1952: ‘Dalam rangka persiapan PON III di Medan tahun depan (1953)
diadakan pasar malam dari tanggal 9 sampai 24 Agustus di Tanah Lapang Merdeka
(Esplanade). Komite pasar malam ini diketuai oleh GB Josua.
Pembangunan Stadion
Teladan Medan
Gubernur Abdul Hakim dan GB Josua bahu membahu menyukseskan PON III di
Medan. Duo anak Padang Sidempoean ini sudah sangat akrab sejak era Belanda
ketika duduk bersama sebagai angota Gementeeraad Medan. Orang-orang Eropa
khususnya Belanda masih banyak yang berdiam di Medan untuk mengurusi
perkebunan. Abdul Hakim dan GB Josua ingin lapangan sepakbola di Medan dibuat
dengan konsep stadion internasional. Tujuannya untuk melengkapi tradisi
sepakbola di Deli dan Oost Sumatra dan juga untuk menunjukkan harkat bangsa di
mata para eskpatriat di Medan. Untuk mewujudkan itu, Abdul Hakim dan GB Josua
meminta arsitek terkenal di Batavia untuk membangun stadion mewah di Medan.
Het nieuwsblad voor Sumatra,
18-08-1952 (Gubernur meletakkan batu pertama untuk stadion): ‘Kemarin sore
selama satu jam, Gubernur Abdul Hakim dalam upacara singkat, meletakkan batu
pertama untuk fondasi stadion PON yang akan dibangun di tempat di Jalan Raja
Medan yang bertempat di kampung Teladan. Walikota Djalaluddin mengucapkan
terima kasih kepada warga Kampung Teladan untuk kesediaan mereka untuk pindah
ke tempat lain untuk memungkinkan pembangunan stadion layak bagi pekan olahraga
nasional tahun depan di Medan. Setelah itu ia meminta gubernur Abdul Hakim
meletakkan batu pertama. Akhirnya, Mr GB Josua, ketua komite PON menyampaikan
beberapa pernyataan tentang stadion baru. Desainnya dibuat oleh Ir. Bwan Tjie
Lim, yang juga merancang stadion Ikada di Jakarta (venue PON II). Persiapan
pembangunan sudah dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Utara
bekerjasama dengan otoritas yang relevan dan dengan bantuan badan resmi dan
pribadi. Biaya konstruksi diperkirakan sekitar Rp 5 juta. Stadion ini akan
memiliki kapasitas tempat duduk sebanyak 30.000 penonton’.
Penggalangan Dana PON
III
Pemerintah pusat hanya menyediakan Rp 750.000 sementara untuk pembangunan
stadion sendiri membutuhkan biaya Rp 5. Juta. Untuk memenuhi kebutuhan banyak
cara yang dilakukan oleh Panitia PON untuk mengumpulkan uang untuk dana PON.
Selain sumbangan awal pemerintah, juga menjajaki dari pengusaha dan melakukan
kegiatan-kegiatan lainnya seperti pasar malam, fashion show dan lain sebagainya.
Ketua Panitia PON, GB Josua
telah menerima cek sebesar 20.718. Uang ini merupakan penghasilan dari bulan
sebelumnya diadakan untuk kepentingan pekan olahraga nasional ketiga di Medan
kegiatan fashion show’.
Akhirnya stadion yang dicita-citakan Abdul Hakim menjadi terwujud.
Penyerahan stadion dilakukan ke Panitia PON.
Stadion Teladan Medan (1953) |
Dengan selesainya pembangunan stadion (Teladan Medan), penyelenggaraan
PON III yang dijadwalkan 20-27 September
1953 tidak akan menemui kendala. Dari pusat, Ketua KOI, Sultan Hamengku Buwono
telah datang ke Medan untuk memastikan segala persiapan tentang penyelenggaraan
PON III.
Het nieuwsblad voor Sumatra,
21-08-1953: ‘Sabtu diadakan diskusi komite PON Medan dengan Ketua Komite
Olimpiade Indonesia, Sultan Hamengku Buwono IX Sultan Yogyakarta tiba di sini.
Dalam pertemuan ini, yang dipimpin oleh Mr GB Josua, ketua panitia PON,
dilaporkan pada persiapan untuk PON. Adapun perumahan tidak mengalami
kesulitan, telah ada kebutuhan bertemu saat tambahan diadakan beberapa gedung
sekolah di cadangkan. Setiap bangunan, di mana atlet ditampung, akan berada di
bawah pengawasan medis. Untuk olahraga sendiri telah membuat beberapa perubahan
kecil, seperti tata letak ruang ganti. penjualan tiket masuk untuk pembukaan
(seperti Minggu) sudah akan dimulai Sabtu di stadion’.
Sukarno Kembali ke
Medan
Sukarno tidak asing dengan Kota Medan. Kali ini adalah kunjungan ketiga Sukarno
di Medan. Sukarno datang ke Medan kali pertama tahun 1948 sebagai tahanan
politik Belanda yang kemudian dipindahkan ke Berastagi dan selanjutnya ke
Parapat. Kunjungan kedua, Sukarno datang ke Medan pada tahun 1951 setelah
pengakuan kedaulatan dan Negara Sumatera Timur dibubarkan. Pada kunjungan
ketiga ini, Sukarno datang untuk membuka PON III. Di bandara, Presiden disambut
oleh Gubernur Abdul Hakim Harahap. Sukarno dan nyonya menginap di rumah
gubernur.
Het nieuwsblad voor Sumatra,
19-09-1953: ‘Pagi ini pukul sebelas Presiden dan Ibu Soekarno di Medan tiba
untuk kunjungan dari satu hari ke kota ini pada kesempatan pembukaan PON III
besok. Di bandara, Presiden disambut oleh perwakilan dari berbagai organisasi.
The band militer mengumandangkan Indonesia Raya dan kemudian Presiden secara
resmi disambut oleh Gubernur Abdul Hakim, Walikota Djalaluddin dan Kolonel
Simbolon. Untuk Ibu Soekarno ditawarkan bunga oleh Nyonya Djalaluddin. Setelah
Presiden Sukarno memeriksa barisan kehormatan, Presiden disambut otoritas lain
yang telah berbaris di panggung. Mereka, antara lain Sultan Yogyakarta (Ketua
Komite Olimpiade Indonesia), Mr GB Josua, ketua komite PON, beberapa pejabat
pemerintah, anggota korps konsuler negara sahabat. Setelah Vort bersama di
rumah gubernur, tamu sekitar pukul dua belas dibawa ke tempat peristirahatn
mereka (di rumah Gubernur). Kita diberitahu Presiden Soekarno besok (Minggu)
akan kembali pukul setengah satu dari Medan ke Jakarta’.
Presiden Sukarno tampak nyaman di Medan, tidak ada ketakutan seperti di
daerah lain. Sukarno sangat santai di rumah Gubernur Abdul Hakim Harahap.
Sukarno dikelilingi oleh republiken sejati, seperti Abdul Hakim Harahap dan GB
Josua Batubara. Namanya Sukarno, setiap kesempatan selalu dimanfaatkannnya untuk
berpidato, tidak terkecuali di rumah Gubernur.
Rumah dinas Gubernur Sumatera Utara |
Sukarno Membuka PON
III Medan
Sukarno tenang dan sumringah ketika datang ke stadion untuk membuka PON
III di Medan. Sukarno dikawal tiga tuan rumah: Gubernur Abdul Hakim Harahap,
Ketua Panitia GB Josua Batubara dan Panglima Teritorial Sumatera Utara, Kolonel
Maludin Simbolon. Dari pusat, Sukarno membawa tiga ‘pengawal’ utama yang berasal
dari Sumatera Utara: Mantan Panglima Hizbullah, Zainul Arifin Pohan (Wakil Perdana Menteri), Kepala
Staf Angkatan Perang, Jenderal TB Simatupang dan Kepala Staf Angkatan Darat,
Mayjen Abdul Haris Nasution.
Het nieuwsblad voor Sumatra,
21-09-1953 (Di dalam stadion): ‘Kondisi cuaca hampir ideal, sebuah awan tinggi
memberinya kesempatan matahari bersinar terlalu terang untuk fokus pada atlet
dan penonton yang hadir terbesar pada Minggu pagi dalam upacara di stadion baru
yang indah, pekan olahraga nasional ketiga dibuka. Bahkan sebelum fajar,
puluhan ribu warga Medan datang dengan jalan kaki atau dengan sepeda ke
stadion, dimana pada pukul enam gerbang dibuka. Ketika Presiden Soekarno dan
otoritas tinggi lainnya - tiga menteri, Kepala Staf Angkatan Perang (Jenderal
TB Simatupang) dan kepala staf dari tiga angkatan bersenjata (termasuk Mayjen
AH Nasution) menghadiri upacara termasuk delapan pintu masuk tribun, empat
puluh atau lima puluh ribu penonton hadir.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 21-09-1953 lebih lanjut melaporkan sebagai
berikut: Di tepi lapangan sepakbola, di seberang pintu masuk utama, berdiri
podium, dan juga mengatur diri mereka sendiri presiden bagian dari panitia PON
dan para pemimpin dari tiga belas tim (provinsi) yang berpartisipasi. Staf
memainkan musik Indonesia Raja atas kedatangan Presiden, yang kemudian oleh
Bapak GB Joshua, ketua komite PON dan Sultan Hamengku Buwono IX, Ketua
Olimpiade Komite Indonesia, dan pemimpin tim. Sekali lagi Presiden telah
mengambil tempat duduknya di tribun, prosesi besar peserta mulai. Mereka masuk
melalui pintu gerbang maraton.
Pawai dibuka oleh perwakilan dari daerah, dimana diadakan pertama PON
tahun 1948: Jawa Tengah. Di depan adalah pramuka dengan tanda ‘Djawa-Tengah’,
kemudian datang bendera daerah ini, diapit oleh dua pengintai, dan kemudian tim
dengan 350 atlet (yang terbesar dari semua daerah) berseragam hijau dan putih
menyeberangi - topi hijau, jaket hijau dan celana putih atau rok -. membuat
kesan yang sangat baik dan hangat bertepuk tangan. Kemudian datang 215 peserta
Djakarta, semua putih, tim Jawa Barat (dengan 347 pria dan wanita, terbesar
kedua) dan Jawa Timur. Tim jauh lebih kecil dari Borneo Kalimantan Barat (resp.
68 wanita dan 66 laki-laki) menarik perhatian dengan topi besar, baik dibentuk
variasi, lalu 116 pria dan wanita dari Maluku tampak sangat rapi dengan dasi
biru dan topi rapi, sementara perjalanan mereka dalam melewati tribune. Tim
dari Sulawesi Utara dan diikuti Sulawesi Selatan dan kemudian datang pertama kontingen
Sumatera: Sumatera Selatan dengan baju olahraga putih, seperti Jawa Tengah,
berikutnya Sumatra Tengah dengan jaket olahraga berwarna hijau dan putih dan
hijau di atas celana putih atau rok. Tim terkecil dari Kepulauan Nusateggara
yang terdiri dari 43 laki-laki dengan topi besar, yang kedua berlangsung. Dan
kemudian akhirnya muncul, termasuk sorakan menggelegar, 155 atlet Sumatera
Utara (tuan rumah), yang pemimpinnya Mr Yahya Jakoeb dengan baju olahraga
putih.
Setelah semua tim berlalu di lapangan sepakbola tampak berada barisan
membawakan alunan lagu kebangsaan, dinyanyikan oleh paduan suara, bendera
merah-putih dinaikkan perlahan di salah satu dari dua menara besar di sisi
selatan stadion. Pada saat yang sama, bendera itu sudah berada di atas,
matahari menembus awan. Mr GB Yosua memasuki mimbar lalu memberi sambutan kepada
Presiden Sukarno dan Ibu, menteri, kepala staf, gubernur dan tamu terhormat
lainnya. Dia menyebutnya sebagai kehormatan besar bagi Sumatera Utara telah
menyelenggarakan PON ketiga ini, berbicara tentang kerjasama dalam persiapan
dan mengucapkan terima kasih kepada orang-orang dan organisasi yang telah
bekerja sama. GB Josua mengakhiri untuk meminta Presiden untuk secara resmi
membuka PON III.
Lalu Presiden Sukarno berpidato singkat, setelah mencatat bahwa stadion
siap dan semua persiapan telah selesai: ‘Ini saya menyatakan pekan olahraga
nasional ketiga di Medan dibuka’. Kemudian datang bendera PON ke stadion. Di
pintu gerbang maraton muncul delegasi kecil atlet, dikawal oleh pramuka, dengan
kotak kayu yang indah menyandang senjata PON. Kotak itu sungguh-sungguh
diserahkan kepada Mr Joshua, yang mengambil bendera di sana dan memberikan kepada
pramuka. Bendera ditempatkan, dan dilakukan delapan pramuka perlahan ke tiang
besar kedua. Di sana mereka perlahan-lahan di antara acara puncak PON hymne
dimainkan oleh staf yang jumlah besar dan musik yang dinyanyikan oleh paduan
suara. Begitu suara terakhir member komando, di sisi lain stadion, beberapa
ratusan merpati dilepaskan. Sementara tiga balon besar (masing-masing umbul
dengan kata-kata PON III Medan dan puluhan balon kecil naik di udara saat yang
sama menembakkan baterai artileri, yang merupakan pintu masuk utama kota 13 gun
salut. Balon-balon mengungguli merpati, banyak merpati menolak untuk terbang
jauh, sementara yang lain canggung beterbangan di sekitar, mendarat di tribun.
Sementara itu, program dilanjutkan dengan sumpah. Seorang atlet dari
Sumatera Utara memasuki mimbar, dengan satu tangan pada bendera atas nama semua
peserta sungguh-sungguh berjanji adil untuk bersaing untuk kehormatan negara
dan kebesaran olahraga untuk menjunjung tinggi. Dia menjelaskan sumpah ini
melawan. latar belakang bendera dari semua tim yang berpartisipasi. Para atlet kemudian
meninggalkan lapangan untuk memberikan ruang bagi siswa dari Medan, yang akan
memberikan demonstrasi. Hal ini dilakukan pertama kali oleh ribuan anak
laki-laki dari sekolah dasar. Setelah itu ribuan perempuan dari sekolah
menengah dengan musik waltz mereka memberi demonstrasi yang sangat baik, mereka
dihargai dengan tepuk tangan meriah. Dan ini adalah pembukaan seremonial PON,
yang tentu saja dari semua sisi difoto dan difilmkan antara lain dari
perusahaan Pipercub Inggris di Deli.
Penutupan PON III
Medan
Setelah seminggu penyelenggaraan PON III Medan, tiba waktunya untuk
ditutup. PON III Medan dianggap berlangsung sukses, meski tuan rumah Sumatera
Utara tidak juara umum, tetapi tuan rumah telah memberikan penghormatan yang
layak bagi tamu semua kontingen dari berbagai daerah.
Het nieuwsblad voor Sumatra,
28-09-1953 (PON III ditutup dan PON IV akan diadakan 1957 di Makassar): ‘Dalam
stadion menghadiri upacara penutupan PON III berakhir, lebih dari dua ribu
atlet, yang pekan lalu telah mengukur kekuatan mereka di dua puluh olahraga, kembali
ke rumah-rumah mereka kembali, dan pemuda Indonesia dapat bekerja untuk pecan
olahraga nasional keempat, yang tidak diragukan lagi lagi akan menghasilkan
kinerja yang lebih baik. Perlu empat tahun di mana untuk mempersiapkan PON IV,
karena Sultan Hamengku Buwono IX, ketua Komite Olimpiade Indonesia, membuat
sore kemarin mengumumkan bahwa mereka hanya akan diadakan pada tahun 1957,
yaitu di Makassar. Pengumuman ini adalah salah satu highlights dari upacara
penutupan di stadion Medanse. Bahwa kemarin adalah lebih lengkap dari
sebelumnya di lapangan untuk tribun dari orang penonton dan pejabat, pramuka,
polisi dan militer untuk sepakbola. Lalu. wasit bersiul akhir pertandingan
sepakbola, penonton dari semua sudut tumpah lapangan mengalir berharap keberuntungan
Sumut, dan butuh beberapa waktu untuk situs dibersihkan lagi. Setelah Sultan
Hamengku Buwono memberikan emas, perak dan perunggu kepada masing-masing pemain
Sumatera Utara, Jakarta Raya dan Jawa Timur, upacara penutupan dimulai hanya
enam gerbang berbaris tiga belas bendera tersampir di lapangan, masing-masing
disertai dengan laki-laki dan perempuan dari athleeit di daerah adalah. Pertama
'adalah bendera Jawa Tengah, Daerah PON I. Bendera terbungkus gers menempatkan
diri dalam formasi tapal kuda di sekitar panggung, di mana ketua Komite
Olimpiade Indonesia, Sultan Hamengku Buwono, Walikota Medan, AM Djalaluddin dan
Ketua Komite PON, Mr. GB Yosua juga mengambil tempat. Berikutnya, mereka pergi
di atas meja untuk menandatangani bendera dari daerah mana PON akan diadakan,
dan orang-orang di mana PON IV akan berlangsung. Sultan Hamengku Buwono berbicara
melalui pengeras suara untuk menjelaskan PON III secara resmi ditutup. Dia
mengucapkan terima kasih kepada Sumatera Utara untuk keramahan, dan kemudian
secara resmi mengumumkan bahwa PON IV tahun 1957 akan digelar di Sulawesi
Selatan (Makassar). Bendera PON bendera, yang selama delapan hari di stadion
telah dikibarkan, secara resmi diturunkan dan dilipat dan artileri menembakkan
lima hormat senjata. Kemudian staf musik dari territorum Bukit Barisan
memainkan hymme PON - seperti upacara pembukaan - dinyanyikan oleh paduan suara
campuran. Pramuka membawa bendera ke podium di mana presiden Komite Olimpiade
menyerahkan sungguh-sungguh kepada Walikota Medan. Bendera ini akan disimpan di
Medan sampai tiba waktunya akan dibawa ke Makassar pada tahun 1957. Nada dari
mars PON dan tiga belas bendera berbaris diturunkan dan akhirnya semua hadirin
keluar dari stadion. PON III telah berakhir’
Bersambung:
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini
Faktanya (4): Tim Irian Barat Bertanding di Stadion IKADA
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini
Faktanya (5): Lima Perdana Menteri Pidato di Hadapan Pemuda di IKADA
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini
Faktanya (6): Tim Nasional PSSI di Rusia; Sukarno Pidato di Stadion Moskow dan
Stadion Beijing
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini
Faktanya (7): Tim Nasional Sepakbola Amerika Serikat di Jakarta;
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini
Faktanya (8): PPRI/Permesta; Sumpah Setia 17 Agustus 1945 Sebagai Sumpah Pemuda
Untuk Memperbarui Kesetiaan Pemuda
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini
Faktanya (9): Pembangunan Stadion Besar, Konpensasinya Komunis Dilindungi; PON
IV di Makassar
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini
Faktanya (10): Perdana Menteri Rusia Kritik Stadion Indonesia; Asian Games
Prestise Sukarno
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini
Faktanya (11): Membangun Stadion dengan Pinjamana dari Uni Soviet
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini
Faktanya (12): Pembukaan Asian Games; Wakil Perdana Menteri Rusia Hadir
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini
Faktanya (13): Indonesia Keluar dari IOC; Malaysia Menuduh Sukarno
Neokolonialis
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini Faktanya
(14): Berpidato di Stadion, Sukarno Dukung Komunis; Stadion IKADA Dibongkar
Membangun Monas
Sejarah Stadion Gelora Bung Karno, Ini
Faktanya (15): Supersemar 1967, Sukarno Tamat; Belanda Tidak Mau Membantu
Penyelesaian Stadion
Tidak ada komentar:
Posting Komentar