*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini
Pengaruh
Hindoe-Boedha di nusantara. khususnya Sumatra dan Jawa mulai memudar, seiring
dengan pengaruh Islam yang semakin meluas bahkan hingga Maluku menyebabkan
situasi dan kondisi di Sumatra dan khususnya Tanah Batak mendapat tantangan
baru dengan kehadiran ekspedisi-ekspedisi Tiongkok (pimpinan Laksamana Cheng
Ho). Kehadiran Eropa/Portugis di Malaka, di Tanah Batak, akhirnya Kerajaan Aru
Batak Kingdom berhadapan dengan Kerajaan Atjeh.
Bulan April 1511, Afonso de Albuquerque dengan pasukan bertolak dari Goa menuju Malaka. Setelah bertempur 40 hari, Malaka jatuh ke tangan Portugis 24 Agustus. Portugis membangun benteng mengungkungi sebuah bukit, menyusuri garis pantai, di tenggara muara sungai. Sultan Malaka Mahmud Syah di pengungsian minta dukungan Demak. Di bawah pimpinan Pati Unus, kerja sama Melayu–Jawa berakhir gagal. Sultan kemudian mendirikan ibu kota baru di pulau Bintan. Pada 1521, Demak membantu Sultan merebut Malaka, namun gagal, bahkan merenggut nyawa Sultan Demak sendiri (kelak dikenang sebagai Pangeran Sabrang Lor). Portugis pada 1526 meluluhlantakkan Bintan. Sultan mundur ke Kampar, Sumatra, tempat beliau wafat dua tahun kemudian. Dua putera Sultan yakni Muzaffar Shah dijemput dan dijadikan raja di utara semenanjung (terbentuk Kerajaan Perak). Putra mahkota Alauddin mendirikan ibu kota baru di selatan (terbentuk Kerajaan Johor). Sultan Johor coba merebut Malaka pada 1550 dengan dukungan Ratu Kalinyamat dari Jepara namun gagal. Pada 1567, Aceh coba mengusir Portugis di Malaka, tetapi gagal (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah pendudukan Malaka, kehadiran Eropa di Hindia Timur? Seperti disebut di atas pasca ekspedisi Cheng Ho situasi dan kondisi cepat berubah, di satu sisi Kerajaan Malaka jatuh pada saat hadirnya Eropa di Hindia Timur dan di sisi lain di Tanah Batak Kerajaan Aru Batak Kingdom bentrok dengan Kerajaan Atjeh. Lalu bagaimana sejarah pendudukan Malaka, kehadiran Eropa di Hindia Timur? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Pendudukan Malaka, Kehadiran Eropa di Hindia Timur; Cheng Ho dan Kerajaan Aru Batak Kingdom
Kehadiran orang Tiongkok di Sumatra bukan baru. Sejak kehadiran I’tsing di Sumatra pada abad ke-7, sejatinya situasi dan kondisi di Sumatra tetap dicatat di Tiongkok. Artinya, ada orang Tiongkok ke Sumatra atau sebaliknya orang Sumatra yang ke Tiongkok. Namun kehadiran Admiral Cheng Ho dalam ekspedisi Tiongkok pada awal abad ke-15 menjadi sangat penting. Pada masa inilah terinformasikan keberadaan Kerajaan Aru Batak Kingdom di Sumatra bagian utara.
Pada abad ke-2, semasa era Ptolomeus di Eropa, dalam catatan Tiongkok yang berasal dari dinasti Shu, disebutkan utusan Raja Yeh-tiao dari Laut Selatan menemui kaisar Tiongkok di Peking. Disebutkan Kerajaan (dari) Yeh-tiao telah mengirim duta besar ke Tiongkok karena telah membuka pos perdagangan di Annam (Yeh-shin). Sejumlah peneliti pada era Hindia Belanda menginterpretasi kerajaan Yeh-tiao adalah (raja) Sumatra (bersesuaian dengan catatan geografis Ptolomeus). Informasi ini semakin diperkuat dengan temuan prasasti Vo Cahn (sekitar Annam) yang berasal dari abad ke-3. Prasasti ini diduga kuat terhubung dengan Sumatra. Hubungan antara barat (Eropa) dan timur (Tiongkok) dengan ‘hub’ di Sumatra muncul pedagang-pedagang Islam di Barus sebagaimana tanggal makam yang ditemukan bertarih 661 M di Barus. Dalam catatan Tiongkok yang juga berasal dari abad ke-7, disebutkan pedagang Arab sudah membentuk koloni di Canton dan di Ch'üan-chow serta Yang-chow. Juga disebutkan dalam catatan Tiongkok, antara tahun 618 dan 626 M ada empat pengikut Muhammad yang membawa Islam di Tiongkok: satu mengajar di Canton, satu di Yang-chow dan dua lainnya di Ch'üan-chow. Dalam konteks inilah pantai barat Sumatra di Barus terhubung antara Arab dan Canton melalui navigasi pelayaran perdagangan. Catatan: Muhammad dilahirkan di Mekah pada Tahun Gajah yaitu pada tanggal 12 Rabi'ul Awal atau pada tanggal 21 April (570 atau 571 Masehi). Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia didatangi oleh Malaikat Jibril. Setelah itu ia mengajarkan ajaran Islam secara diam-diam kepada orang-orang terdekatnya dan selanjutnya secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekah, setelah turun wahyu Al-Qur'an surat Al-Hijr ayat 94. Pada tahun 622, Muhammad dan pengikutnya pindah dari Mekah ke Madinah (Hijrah). Setelah Muhammad meninggal, empat khalifah bergantian memerintah negara Islam: Abu Bakar (632-634), Umar bin Khattab (634-644), Utsman bin Affan (644-656), dan Ali bin Abi Thalib (656-661). Para pemimpin ini digelari para Khalifah "Rasyidin" atau "yang terbimbing" dalam Islam Sunni. Merekalah yang mengawal tahap awal penaklukan Islam, terus hingga ke Persia, Syam, Mesir, dan Afrika Utara. Pengaruh Islam di Sumatra sudah sangat meluas di Sumatra pada abad ke-14. Hal ini ditandai dengan kehadiran utusan orang Moor beragama Islam Ibnu Batutah di pantai timur Sumatra pada tahun 1345 (yang meneruskan perjalanannya hingga Canton di Tiongkok).
Admiral Cheng Ho (1371-1433) beragama Islam. Ekspedisi Tiongkok (semasa Kaisar Yongle dan Kaisar Xuande), yang dipimpin Cheng Ho dimulai pada tahun 1405. Ekspedisi Tiongkok pertama ini (1405-1407) mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di Champa, Jawa, Palembang, Malaka, Aru, Sungai Karang, Lambri, Ceylon, Kollam, Cochin dan Calicut. Dalam hal ini ada empat pelabuhan di pantai timur Sumatra yang disinggahi Cheng Ho: Palembang, Aru, Sungai Karang dan Lambri. Di wilayah Semenanjung adalah Malaka.
Dalam laporan Ma Huan dari
ekspedisi Cheng Ho tersebut (1405-1433) kapal mereka berangkat dari Palembang,
lalu ke Malaka dan seterusnya ke Alu dan Sumentala dan selanjutnya Lamli. Ma
Huan menyebutkan Raja Nakur memimpin kerajaannya di pedalaman untuk menyerang
Sumentala. Radja Sumentala terbunuh. Kerajaan Alu adalah Kerajaan Aru di daerah
aliran sungai Barumun di selatan (garis sejajar dengan Malaka). Sumentala dalam
laporan Ma Huan ini diduga kuat adalah Soengi Karang. Hal itu karena disebut
nama Nakur, suatu kerajaan di pedalaman (yang diduga Kerajaan Nagur di wilayah
Simaloengoen). Catatan: Seperti disebut sebelumnya dalam teks Negarakertagama
(1365) disebut nama-nama seperti Rokan, Mandailing, Hraw, (Padang) Lawas, Panai
dan Barus. Nama-nama tersebut diduga kerajaan-kerajaan yang saling berdekatan.
Dalam hal ini nama Harw adalah Aru (ada perbedaan penyebutan dan ejaan dalam
aksara antara Jawa dan Batak). Nama Hraw atau Aru inilah yang dicatat Ma Huan
(1405-1433) sebegai A-lu. Seperti kita lihat nanti, Mendes Pinto (1537)
mempertegas nama Aru atau Alu ini dengan nama Aru Batak Kingdom. Dalam hal ini
antara Aru di selatan dan Nagur di utara saling berhubungan. Songi Carang
(Sumentaka) ini adalah pintu masuk ke Kerajaan Nakur.
Eksopedisi Cheng Ho kembali mengunjungi Aru pada pelayaran ke-4 (1413–1415) Dalam ekspedisi ini pelabuhan-pelabuhan yang dikunjungi di pantai timur Sumatra adalah Palembang dan Sumentala dan Lambri. Di Wilayah Semenanjung ekspedisi ini juga mengunjungi Malacca, Pahang dan Kelantan. Dalam ekspedisi terakhir (pelayaran ke-7: 1430–1433) di Sumatra dan Semenanjung hanya Palembang, Malacca dan Sumentala yang dikunjungi.
Ma Huan mencatat nama
Sumentala. Sejumlah peneliti pada era Hindia Belanda menginterpretasinya
sebagai Samudara (Pasai). Secara morfologis sebutan Su-men-ta-la kurang sesuai
dengan Samudra (Sa-mu-dra). Dalam peta-peta Portugis di pantai timur
diidentidikasi nama Songi Carang. Sungai ini berada diantara Songi Binomon
dengan Songi Delly. Oleh karena Ma Huan menyebut Sumentala berselisih dengan
Nakur, haruslah diartikan Sumentala ini dekat dengan Nagur di Simaloengoen.
Dalam peta Portugis yang mengidentifikasi Songi Carang haruslah diinterpretasi
sebagai Sungai Karang yang dicatat Ma Huan sebagai Su-men-ta-la. Dalam hal ini
Songi Delly berada di Deli (Kerajaan Deli) dan Songi Binomon berada di Barumoen
(Kerajaan Aru).
Palembang dan Aru sendiri diduga sudah eksis sejak zaman kuno. Dalam prasasti Kedoekan Boekit yang berasal dari abad ke-7 disebut nama Minanga dan Matajap. Seperti disebut sebelumnya Minanga adalah Binanga di pertemuan sungai Batang Pane dan sungai Sangkilon yang ke hilir disebut sungai Barumun. Sementara nama Matajap diduga kuat menjadi cikal bakal pelabuhan Palembang (tempat ditemukan prasasti Kedoekan Boekit).
Tentang catatan sejarah di Sumatra
khususnya di pantai timur Sumatra dan di Semenanjung Malaka baru terinformasikan
cukup banyak sejak era kehadiran Portugis di Melaka. Catatan-catatan Portugis
ini sebagai representasi Eropa di (Hindia) Timur, para penulis dan ahli kartografi
mulai memadukan semua sumber sejarah yang ada baik dari masa lalu (zaman kuno)
maupun dari berbagai bangsa termasuk catatan Tiongkok.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Cheng Ho dan Kerajaan Aru Batak Kingdom: Tanah Batak Diantara Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatra Hingga Era VOC/Belanda
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar
rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog
hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang
tidur. Saya sendiri bukan sejarawan
(ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami
ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah
catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar