*Suatu
sketsa Kota Padang Sidempuan
Ini adalah suatu
sketsa (analisis sederhana) berdasarkan fakta-fakta sejarah yang ada. Mungkin
para generasi yang lebih muda tidak menyadari bahkan mungkin tidak mengetahui,
bahwa Kota Padang Sidempuan masa kini, ternyata di jaman doeloe memiliki
dinamikanya sendiri. Bagaimana anak-anak Padang Sidempuan berkembang dan
menyebar ke semua penjuru angin di masa doeloe? Mari kita lacak! [Sebagai info awal: Amir Sjarifoeddin adalah salah satu tiga founding father Republik Indonesia (Soekarno, Hatta dan Amir)].
***
Dalam
proses pembentukannya, Onderfadeeling Sipirok akan dikepalai seorang controleur
berkedudukan di Sipirok sebagai lokasi yang ditunjuk dengan dibantu satu orang
pribumi sebagai juru tulis dengan gaji f
20 per bulan dan dua orang sebagai pengawal yang masing-masing mendapat gaji f 10
per bulan (Sumatra-courant: nieuws-en
advertentieblad, 24-02-1875). Tidak lama kemudian, sebanyak
dua puluh adjunkt Djaksa (pihak pribumi) diangkat di Governement Sumatra’s
Westkust (termasuk) di Sipirok dengan gaji f 30 per bulan (Sumatra-courant:
nieuws-en advertentieblad, 07-07-1875).
Tindak
lanjut pelaksanaan (ke)rapat(an) di seluruh Governement Sumatra’s Weskust pada
tanggal 1 November 1875, yang bertanggung jawab untuk mewakili pribumi sebagai
petugas pengadilan (officier van justitie) di dalam institusi Rapat (diantranya)
untuk Si Pirok diusulkan Si Gali galar Dja Alim (De locomotief: Samarangsch
handels-en advertentie-blad, 16-10-1875). Namun dalam perkembangannya yang
bertugas untuk mewakili pribumi sebagai petugas pengadilan di dalam Rapat untuk
Si Pirok, Si Gali galar Dja Alim ditarik (dan digantikan) oleh Ephraim, seorang
juru tulis pribumi di kantor Controleur di Si Pirok (Java-bode: nieuws,
handelsblad-en advertentieblad, 01-12-1875).
Rapat
adalah suatu dewan (institusi) yang dibentuk pemerintah di bidang peradilan
(raad van justitie). Institusi ke(rapat)an ini ada pada setiap level
pemerintahan mulai dari Gouvernement, Residentie, Afdeeling hingga
onderafdeeling. Anggota dewan merupakan kombinasi Belanda (umumnya pejabat
pemerintah) dan pribumi (tokoh masyarakat dan atau tokoh keagamaan).Untuk pimpanan
rapat (ketua sidang) biasanya anggota dewan yang berasal dari dewan yang berada di
wilayah lain. Jenis kasus yang ditangani sesuai dengan level ke(rapat)an. Untuk
posisi jaksa ditunjuk atau diangkat oleh pemerintah sebagai pejabat pemerintah.
***
Ephraim, lahir di Baringin, 1840. Ephraim
Harahap adalah juru tulis yang pertama di Onderafdeeling Sipirok yang kemudian
diangkat menjadi jaksa pada tahun 1875. Ephraim yang memiliki nama lain sebagai
Sjarif Anwar mendapat pendidikan dasar berbahasa Belanda di sekolah yang
didirikan Gustav van Asselt di Praoe Sorat, 1863. Ephraim adalah murid pertama yang
gurunya adalah Nommensen dan lalus 1868. Ephraim kemudian menjadi juru tulis di kantor
Controleur Ankola en Sipirok di Padang Sidempeoan. Setelah Sipirok menjadi onderfadeeling, Ephraim
dipindahkan dan menjadi juru tulis di kantor Controleur di Sipirok, lalu
kemudian diangkat menjadi jaksa untuk kerapatan Sipirok tahun 1975. Ephraim
kemudian dipindahkan ke Baros pada tahun 1878. Setelah beberapa kali pindah, Ephraim
dipindahkan kembali ke Sipirok pada tahun 1885. Kemudian Ephraim beberapa kali
lagi pindah termasuk ke Medan hingga akhirnya pada tahun 1910 atas permintaannya
pension dengan hormat dari layanan Negara sebagai Djaksa dalam Rapat di Sibolga.
Dari Sibolga, keluarga Ephraim pindah ke Medan.
***
Djamin lahir di Sipirok tahun 1885. Djamin
adalah anak dari Ephraim Harahap gelar Soetan Goenoeng Toea. Boru dari Ephraim
adalah istri dari Soetan Martoewa Radja. Ini berarti antara Djamin dan Soetan
Martoewa Radja adalah hubungan ipar-lae. Soetan Martoewa Radja (lahir di
Sipirok 1877) adalah alumni terakhir dari Kweekschool Padang Sidempoean, 1893
dan menjadi guru sekolah dasar negeri di Pargaroetan lalu dipindahkan ke sekolah
dasar negeri di Sipirok. Sedangkan
Djamin mengikuti sekolah dasar berbahasa Belanda, Europeesche Lagere School
(ELS) di Medan tahun 1893 dan lulus 1900.
.
***
Setelah lulus ELS, Djamin Harahap magang
di kantor pemerintah di Medan. Pada tahun 1906 Djamin menikah dengan boru Regar
bernama Basunu. Setelah menikah Djamin menggunakan namanya sebagai Djamin
Baginda Soripada. Anak pertama Djamin gelar Baginda Soripada lahir 1907 di
Medan. Setelah beberapa tahun sebagai calon pegawai, akhirnya Djamin gelar
Baginda Soripada diangkat sebagai pegawai di kantor Residentie di Medan (De
Sumatra post, 27-02-1911). Di lingkungan residenti ini, kemudian Djamin
diangkat menjadi mantri polisi.
Pada bulan Mei 1914, Djamin diangkat sebagai Adj-hoofddjaksa
di Tanjoeng Poera (Bataviaasch nieuwsblad, 12-05-1914). Lalu kemudian pada
tahun 1915 Djamin Baginda Soripada dipindahkan ke Sibolga sebagai Hoofddjaksa. Tidak
lama kemudian, Djamin dipindahkan lagi ke Sabang. Dalam manifest kapal s.s. de
Weert yang berangkat tanggal 16 Januari 1916, Djamin berangkat dengan istri dan
empat orang anak. Kemudian, setelah dari Aceh, Djamin dipindahkan lagi ke Sibolga
sebagai kepala djaksa.
***
Amir Sjarifoeddin, 1948 |
Ephraim
gelar Soetan Goenoeng Toea memiliki dua anak laki-laki dan anak perempuan:
Djamin gelar Baginda Soripada adalah ayah dari Amir Sjarifoeddin gelar Soetan
Goenoeng Soaloon dan Humala gelar Mangaraja Hamonangan adalah ayah dari Todoeng
gelar Soetan Goenoeng Moelia. Salah satu anak perempuan Ephraim adalah istri
dari Soetan Martoewa Radja.
Amir berangkat ke Batavia untuk menemui
Todoeng Soetan Goenoeng Moelia. Dari Batavia, Amir berangkat ke Belanda dan
sekolah di Leiden. Setelah lulus sekolah menengah, Amir melanjutkan ke
pendidikan tinggi. Amir masuk perguruan tinggi di Haarlem (1926). Namun baru
naik tingkat dua, tahun 1927, Amir pulang kampong karena alasan ada masalah di
dalam keluarga.
***
Djamin gelar Baginda Soripada sudah lama
bertugas di Sibolga setelah bertugas di Aceh. Namun tiba-tiba, pada tanggal 10
Desember 1925 Djamin gelar Baginda Soripada yang status sebagai kepala jaksa mendapat
cobaan. Polisi menangkap Djamin atas permintaan hakim dan lalu diamankan ke
Padang. Djamin masuk bui selama menunggu persidangan. Djamin dituduh karena menangkap
luitenant China (sekarang Tionghoa) bernama
Loei Tjoen Tjoea dan dianggap menyalahi procedural.
Residentie
Tapanoeli dipisahkan dari Sumatra’s Westkus pada tahun 1906. Meski berstatus residen,
namun pemerintahannya langsung di bawah Gubernur Jenderal di Batavia. Sedangkan
provinsi Sumatra’s Westkus, gubernur berkedudukan di Padang. Untuk permasalahan yang tidak dapat ditangani
di Sibolga harus dibawa ke Padang.
Pada tanggal 10 Januari 1926, Djaksa
Penuntut Umum meminta menghadirkan kepala penjara dan penjaga penjara di
Sibolga agar hadir sebagai saksi. Dalam persidangan Mei 1926, Djamin Baginda
Soripada membantah, bahwa penangkapan yang dilakukan justru berdasarkan
instruksi lisan dari hakim. Total saksi yang dihadirkan dalam persidangan
sebanyak 17 orang.
***
Koran Bataviaasch nieuwsblad, 09-04-1927
memberitakan bahwa Djamin Baginda
Soripada diberhentikan dari layanan negara sebagai Djaksa dalam Rapat di
Sibolga yangt berlaku efektif 30 April 1927 karena peristiwa tanggal 10
Desember 1925. Namun dalam perkembangan selanjutnya, nasi sudah jadi bubur
(terlanjut dipecat), Djamin Baginda Soripada ternyata tidak terbukti bersalah.
Namanya kemudian direhabilitasi.
***
Koran Bataviaasch nieuwsblad, 30-05-1929
melaporkan bahwa Djamin Baginda Soripada mantan djksa di Sibolga diangkat
menjadi komisi di kantor Binnenlandsch Bestuur Tapanoeli di Sibolga.
Selanjutnya dalam Bataviaasch nieuwsblad, 24-05-1939 memberitakan bahwa Djamin Baginda Soripada diangkat menjadi komisi-3
di Kantor Pelayanan Pegawai Negeri Sipil Luar Jawa (Buitengewesten), yang mana
yang bersangkutan sekarang sementara berugas sebagai komisi kelas-3 di kantor
tersebut.
***
Tunggu
deskripsinya lagi
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama, antara lain:
- Koran berbahasa Belanda (berbagai edisi)
- Buku Keert Arend van Klinken (KITLV)
- Buku M.O. Parlindoengan (Tandjung Pengharapan)
- www.geni.com
- Foto: KITLV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar