*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan dalam blog ini Klik Disin
**Suatu
sketsa Kota Padang Sidempuan (klik foto jika ingin memperbesar gambar). Ini adalah suatu
sketsa (analisis sederhana) berdasarkan fakta-fakta sejarah yang ada. Mungkin
para generasi yang lebih muda tidak menyadari bahkan mungkin tidak mengetahui,
bahwa Kota Padang Sidempuan masa kini, ternyata di jaman doeloe memiliki
dinamikanya sendiri. Bagaimana kronologi Padang Sidempuan ditemukan lalu
dibangun Belanda dan berkembang sejak Indonesia merdeka? Mari kita lacak!
Peta
tertua sekitar Kota Padang Sidempuan masa kini adalah peta militer Belanda pada
masa awal pendudukan Ankola. Peta ini berupa sketsa,yang mengindikasikan rute
(tahapan) menuju Pertibie dalam rangka melumpuhkan kekuatan pengikut Tuanku
Tambusai di sekitar Sosa dan Dalu-Dalu. Untuk mencapai target tersebut, pasukan
Belanda disiapkan dari tiga pos militer yakni Siboga, Panjaboengan dan Rao yang
masing-masing pasukan menuju Pertibie. Pasukan gabungan yang terbentuk di
Pertibie menjadi kekuatan utama untuk mengepung pengikut Tuanku Tambusai.
|
Peta tertua, Peta militer, 1837 |
Dalam peta ini
terdapat tiga benteng (Siboga, Panjaboengan dan Rao). Asal-usul dibangun
benteng ini bermula ketika militer Belanda masuk pertama kali ke Tanah Batak tahun
1833 untuk memberi perlindungan terhadap gangguan keamanan penduduk di
Mandailing. Militer Belanda lalu membangun Benteng Elout di Panjaboengan tahun 1834.
Benteng ini kemudian digunakan sebagai salah satu basis militer dalam rangka
melumpuhkan pengikut Tuanku Imam Bonjol khususnya di Benteng Bonjol. Benteng
Elout dirancang dalam satu garis pertahanan Panjaboengan, Kotanopan dan Rao ke
arah selatan. Sementara ke arah utara dibangun pos militer di Siaboe dan Soeroematinggi
(1835). Setelah Benteng Bonjol ditaklukkan tahun 1837, pada tahun itu juga
militer Belanda merangksek menuju Ankola dan Sipirok. Tujuan ekspedisi ini
adalah untuk membebaskan gangguan keamanan di Ankola dan Sipirok dari keonaran
oleh pengikut Tuanku Tambusai. Untuk mengusir pengikut Tambusai di Ankola dan
Sipirok, lalu militer Belanda membangun dua benteng sekaligus yakni di Pijor
Koling (Ankola Djoe) dan Tobing (Ankola Djoeloe). Pasukan militer menuju Tobing
berasal dari Siboga, sedangkan pasukan militer menuju Pijor Koling berasal dari
Panjaboengan.
Pasukan
Belanda yang dibantu para ‘hulubalang’ dari Mandailing dan Ankola dan didukung penduduk Padang Lawas sebelum
memulai serangan terlebih dahulu membangun di Benteng Pertibie. Pasukan gabungan
ini akhirnya berhasil melumpuhkan perlawanan pengikut Tuanku Tambusai di Sosa
dan Dalu-Dalu (1838). Peta rute inilah yang menjadi sebuah peta militer yang
didokumentasikan yang dianggap sebagai peta tertua tentang lanskap Madheling,
Ankola dan Pertibie. Di dalam ‘peta kuno’ ini belum mengindikasikan keberadaan
Padang Sidempuan. Sebab rute dari Siboga menuju Pijor Koling masih melalui Sigumuru,
Sisundung, Sidangkal, lalu Pijor Koling.
|
Lukisan Aek Batang Toroe dan Loeboek Raja, 1840 |
Peta
kuno ini kemudian digunakan oleh banyak pihak. Yang pertama menggunakan peta
ini adalah dr. Junghun dalam suatu ekspedisi geologi yang dimulai dari Siboga
tahun 1840. Ekspedisi awal di selatan Tapanoeli ini selesai pada tahun 1845.
Dua lukisan Junghun adalah ‘Batang Toroe en Loeboek Raja’ dan ‘Rambin Rotan di
atas Batang Toroe’. Ini seakan-akan Junghun ingin menceritakan bahwa di sebelah
timur Loeboek Raja terdapat lembah yang subur dengan populasi penduduk yang
besar dan kalau menuju kesana harus dilakukan melalui rambin (jembatan
gantung).
|
Jembatan terbuat dari rotan di atas Batang Toroe, 1840 |
Peta
awal ini juga menjadi referensi Gubernur Michiels
berkunjung ke Padang Sidempoen pada tahun 1846. Gubernur berangkat dari Padang, menuju Fort de Kock lalu Kotanopan, Panjaboengan,
Soeroematinggi lalu di Padang Sidempoean (di Padang Sidempoen
sudah ada garnisun / markas militer). Rombongan ini kemudian berangkat menuju Batang
Toroe, Loemot dan kemudian ke Siboga. Selain itu, yang menggunakan peta awal
ini adalah tim topografi yang mengumpulkan bahan-bahan peta topografi Tapanoeli
antara tahun 1843 hingga 1847. Peta topografi Tapanoeli diterbitkan pada tahun1852.
|
Nama Padang Sidempoen pada Peta Tapanoeli, 1852 |
Nomenclature nama
Padang Sidempoean secara resmi muncul pertamakali tahun 1842 ketika seorang
controleur secara defacto sudah berada di Ankola yang berkedudukan di tempat
dimana garnisun Belanda sudah didirikan (1839-1841). Benteng Pijor Koling yang
dibangun 1837 tidak sesuai sebagai tempat dimana akan dibangun sebuah garnisun
(markas militer). Pada tahun 1840 sempat diberitakan di koran nama
onderafdeeling Ankola sebagai onderafdeeling Ankola en Pitjar Kelling. Namun di
dalam Almanak Nederlansche Indie 1842 yang ditulis secara resmi adalah
onderafdeeling Ankola.
Herman
Neubronner van der Tuuk dan Ida Pfeiffer menggunakan kombinasi peta awal (peta
militer) dan peta topografi terbaru. Mr. van der Tuuk memasuki Mandheling en
Ankola dalam rangka bagian suatu ekspedisi linguistic yang dilakukan sekitar 1851-1857.
Sedangkan nona Ida Pfeiffer melakukan perjalanan wisata yang dilakukan tahun
1852 dari Padang, Fort de Kock, Panjaboengan hingga Padang Sidempoen lalu
meneruskan ke Silindoeng dan Toba via Sipirok. Satu lagi yang menggunakan peta
awal tersebut adalah sebuah tim ekspedisi geologi yang dilakukan dari Siboga
menuju Padang Lawas yang laporannya dimuat dalam sebuah chapter di dalam buku ‘Bijdragen
tot de taal-, land-en volkenkunde van Nederlandsch-Indie’ terbitan tahun 1855.
Isi chapter ini secara garis besar dideskripsikan sebagai berikut:
Ekspedisi ini dilakukan
pada awal tahun 1853 yang dimulai dari Sibolga melalui jalur Lumut, kemudian
Batangtoru, Huraba Panabasan, Sisoendoeng hingga akhirnya sampai ke Pijor
Koling. Di dalam benteng Pijor Koling, tim ekspedisi ini hanya bertemu dengan
seorang sersan berbangsa Belanda bernama
Scheeren dengan anak buah sebanyak dua puluh tentara Jawa. Dari Pijor
Koling ekspedisi ini melanjutkan perjalanan ke Padang Lawas melalui Batang
Onang hingga akhirnya sampai di komplek percandian di Sibuhuan. Ekspedisi ini
juga menyusuri aliran sungai Baroemoen hingga Kotapinang.
Ekspedisi
geologi kedua ini sangat rinci mendeskripsikan perjalanan yang dilalui. Jalan
yang dilalui persis seperti yang digambarkan dalam peta kuno dalam ekspedisi militer
dari Siboga ke Pertibie. Ketika tim geologi ini sampai di sekitar wilayah
antara Sisoendoeng dengan Siondop masih ditemukan jejak sekawanan gajah dan
badak. Kemudian tim ini menyusuri sisi barat sungai Aek Batang Ankola dan lalu menyeberanginya.
|
Aek Batang Angkola ketika kemarau tempo doeloe |
Ada dua jalur lintasan ke Pijor Koling yakni via Sidangkal lalu ke Sihitang dan
terus ke Pijor Koling atau dari Siondop menuju Pijor Koling. Kedua jalur ini
secara tradisional lebih mudah dilalui karena di hulu sungai Batang Ankola lebar
sungainya sempit dan terdapat banyak jembatan yang terbuat dari bamboo.
Kemungkinan besar militer dan pejabat Belanda pada masa-masa awal datang dari
Pijor Koling menuju garnisun di dekat kampong Sidimpoen melalui Sihitang membelok
ke Sidangkal.
***
Pada
tahun 1838 wilayah Sumatra’s Westkust ditingkatkan dari keresidenan menjadi
provinsi. Pimpinan pemerintahan dari sebelumnya Residen menjadi Gubernur. Afdeeling
Mandheling en Ankola sebagai sebuah wilayah pemerintahan baru dibentuk tahun 1840
dengan menempatkan seorang asisten Residen yang berkedudukan di Panjaboengan. Selanjutnya
dilakukan proses pembentukan pemerintahan di Ankola (termasuk Sipirok) dengan
menempatkan seorang Controleur di Ankola. Proses ini sudah ada sejak 1839.
Awalnya Controleur akan ditempatkan di Pijor Koling. Namun realisasinya baru
pada tahun 1842 seorang controleur secara defacto berkedudukan di Padang
Sidempuan.
Ibukota
Ankola tempat dimana controleur berkedudukan pada akhirnya bukan di Pijor
Koling, melainkan dipilih di Padang Sidempoen. Hal ini terkait sehubungan
dengan pembentukan sebuah garnisun (markas militer) di Afdeeling Mandheling en
Ankola yang lokasinya dipilih di sebuah area strategis dekat dengan kampung
Sidimpoen (tIdak jauh dari Pijor Koling). Garnisun ini pada masa kini letaknya
di kantor Kodim yang kini menjadi mal. Pilihan lokasi garnisun tentu tidak saja
karena alasan strategis pertahanan, tetapi juga karena alasan logistic untuk
kebutuhan militer yang jauh lebih banyak. Sebab di Batoe na doewa, Oetarimbaroe,
Saboengan merupakan areal persawahan yang sangat luas dan menjadi sentra beras
di Angkola Djoeloe.
***
|
Rumah Controleur Ankola di Padang Sidempoean, 1844 |
Pada
tahun 1844 rumah Controleur yang lebih representatif telah selesai dibangun. Bangunan
terbuat dari bahan lokal, kecuali kaca (untuk jendela). Lokasi rumah Controleur
ini disamping garnisun yang pada masa ini persis berada di lokasi Pasar
Baru yang kini menjadi Pasar Sangkumpal
Bonang. Bangunan ini cukup lama bertahan (Foto). Setelah
beberapa tahun, pada tahun 1846 Gubernur Sumatra’s Westkust di Padang, Jenderal
Michiels berkunjung ke Padang Sidempoen. Nama kampong Sidimpoen kemudian
menjadi Kota Padang Sidempoean. Dalam
peta topografi (1843-1847) yang dipublis pertamakali 1851, nama Padang
Sidempoean sudah tercetak sebagai identifikasi sebuah kota.
|
Jalan poros dari Mandheling menuju Padang Sidempoean |
Pada
pertengahan tahun 1850an, jalan dan
jembatan dibangun. Jalan dari Pijor Koling melintas di atas sungai Batang
Angkola dan Batang Joemi dan Aek Sibontar. Di Tiga lintasan sungai ini dibangun
jembatan kayu yakni Jembatan Sihitang, Jembatan Siborang, dan Jembatan Sigiring
Giring. Adanya jembatan ini membuat jalan poros Padang, Fort de Kock,
Kotanopan, Padang Sidempoean, Loemot, Siboga menjadi terealisasi dan lebih
lancar.
|
Pasar Siteleng di Padang Sidempoean |
Lalu
lintas barang utamanya kopi menuju gudang kopi di Padang Sidempoen yang semakin intensif memicu munculnya dua
pasar: Pasar Siteleng dan Pasar Siborang. Pemerintah kota lalu membuat pasar
semi permanen di Pasar Siteleng yang lokasinya dan cikal bakal Pajak Batu. Foto
Pasar Siteleng diambil pada tahun 1890.
|
Sebuah pemukiman baru di Padang Sidempoean |
Meski
namanya kota, tetapi suasana kota masih tampak lengang dan lebih mirip pedesaan
daripada cirri perkotaan. Akan tetapi adanya Pasar Siteleng ini juga
menyebabkan derasnya arus masuk penduduk dari pedesaan. Proses urbanisasi pun
mulai berlangsung. Sekitar Pasar Siborang, Pasar Siteleng dan Pasar Mudik
(Pangkal Jalan Merdeka, sekitar sentral losmen) bermunculan rumah-rumah
penduduk bagaikan deret ukur.
|
Kantor Asisten Residen di Padang Sidempoean |
Pada
tahun 1860-an jalan poros dikembangkan ke arah Sipirok dengan membuka jalan
tembus Sitamiang, Tanggal ke Batunadua. Pada saat pembangungan jalan ini juga
dibangun irigasi untuk mengairi lahan sekitar Sitamiang dan sekitar Losung
menjadi areal persawahan baru. Pada akhir tahun
1870-an kualitas jembatan
ditingkatkan menjadi jembatan yang terbuat dari besi. Pada tahun 1971 ibukota
Mandheling en Ankola dipindahkan dari Panjaboengan ke Padang Sidempoean. Kantor
asisten residen yang baru dibangun di suatu lokasi yang pada masa kini menjadi
lapangan tenis Garuda (seberang Gedung Nasional). Kantor Asisten Residen ini
garis lurus dengan rumah Controleur yang menjadi rumah kediaman asisten
residen.
Pada tahun 1972 kantor pos dibangun yang
mengambil lokasi di sudut jalan Sitombol/Jalan Sudirman dan seberang Bank
Bumidaya (Bank Mandiri) yang sekarang. Lokasi kantor pos ini sangat strategis
karena di timur berada kantor Asisten Residen, di selatan pasar Siteleng, di
barat pemukiman penduduk. Fungsi kantor pos ini tidak hanya soal paket pos
tetapi kemudian juga telegraf. Lalu kemudian, tata ruang wilayah kota kira-kira serupa ini:
- Pusat pemerintahan
antara jembatan Siborang dengan
Jalan Sitombol yang sekarang dan antara jalan Sudirman dan Jalan
Thamrin yang sekarang.
- Pusat perdagangan
(bisnis) di sekitar jembatan Siborang (Pasar Siborang) dan di Pasar
Siteleng dekat masjid raya lama yang sekarang dan kemudian berkembang ke
arah utara masjid di pangkal jalan Merdeka sekarang yang kala itu disebut Pasar Moedik.
- Pusat postel dan
keuangan ujung jalan Sitombol.
- Pemukiman penduduk di
sekitar Pasar Siborang dan sekitar Pasar Siteleng (Pasar Moedik dan
Kampung Bukit).
- Selebihnya adalah
pedesaan yang masih hijau, jauh di sana di sebelah utara ada
kampung-kampung terpencil, seperti Batang Ajoemi, Tanobato, Boeloe Gonting
dan Sitataring; sebelah barat seperti Sigiring-giring, Sihadabuan dan
Panyanggar; di sebelah timur; seperti Batoe nadoewa dan Oejoeng Goerap;
sebelah selatan seperti Sidangkal dan Batang Toehoel
|
Area Kweekschool di Padang Sidempoean, 1880 |
Pada tahun 1873 ini juga dari Departement
Onderwijs di Batavia bahwa akan disetting sejumlah sekolah rakyat menjadi
sekolah dasar pemerintah (Inlandsche School) sebanyak 10 unit sekolah di
Tapanoeli. Menariknya, dari 10 Sekolah Dasar Pemerintah yang telah dibangun di
Residentie Tapanoeli delapan diantaranya berada di Afdeeling Mandheling en
Ankola. Salah satu sekolah dasar pemerintah itu berada di Padang Sidempuan.
Sekolah dasar pemerintah di Padang Sidempuan ini merupakan sekolah yang
dibangun benar-benar baru. Sekolah dasar ini berada di utara Kampung Bukit yang
letaknya dekat persawahan. Lokasi yang dipilih untuk sekolah dasar ini di
Padang Sidempuan adalah di pinggir kota (kala itu) yang kini menjadi Jalan
Sutomo (SD N 2 yang sekarang). 'Sikola Topi Saba' ini menjadi tempat tujuan
baru untuk bersekolah anak-anak dari pemukiman di pusat kota dan anak-anak yang
berasal dari kawasan 'parsabaan' seperti Batang Ajoemi, Tanobato, Sigiring-giring,
Sihadabuan, Panyanggar dan juga dari Sidangkal.
|
Gedung kweekschool menjadi HIS (1914) |
Kweekshool Padang Sidempoean adalah sekolah
guru pribumi di era Hindia Belanda. Lokasi Kweekshool Padang Sidempoean ini
(lihat, Peta-1880) adalah di luar pusat kota, antara Kampung Bukit/Pasar Moedik
dengan Kampung Sigiring-giring tepatnya dipinggir jalan poros Padang
Sidempuan-Siboga dengan persawahan yang kini merupakan area yang menjadi lokasi
SMA-1, SMA-2, SPG, SD-16, SD-23, SD-14 dan SMP-3. Sementara bangunan lama
kweekshoolnya sendiri pada masa ini masih terlihat dan menjadi gedung SMA
Negeri 1 Padang Sidempuan.
|
Bentuk justitie (pengadilan) awal di Padang Sidempoen |
Kota Padang Sidempoean terus tumbuh, tetapi juga perkembangan sosial semakin meningkat seperti pendidikan, transportasi, pos dan telegraf. Juga terjadi ekses semakin banyaknya masalah-masalah sosial yang tidak tertangani secara adat yang lalu diganti dengan sistem peradilan Belanda. Karena itu penjara di bangun di Mandheling en
Ankola yang ditempatkan di Padang Sidempuan. Pembangunan penjara ini dilakukan
akhir tahun 1870-an. Lokasi penjara ini terletak di seberang Pasar Baru yang
sekarang (tahun 1980-an awal, penjara ini masih eksis).
|
Surat dari Padang Sidempoean, stempel pos 1889 |
Selain itu, komunitas
orang-orang Eropa di Padang Sidempuan. sejak 1857 yang tinggal sudah silih
berganti dan jumlahnya dari waktu ke waktu makin banyak. Orang-orang Belanda
yang tinggal di Padang Sidempuan selain pejabat pemerintah juga dari kalangan
para guru-guru bangsa Belanda plus para wisatawan, para peneliti dan para
investor. Tentu saja jumlah pasukan militer yang makin membengkak.
Di dalam
kota dengan sendirinya fasilitas-
|
Pesanggrahan P. Sidempoean 1936 (Kantor Bupati Lama) |
fasilitas orang Eropa makin lengkap. Dalam perkembangannya, fasilitas
untuk orang Eropa/Belanda di Padang Sidempuan adalah dibangunnya rumah sakit
yang cikal bakalnya sesungguhnya adalah klinik militer.
Keadaan pada tahun 1880, selain
yang sudah disebutkan terdahulu (Garnisun/markas militer, rumah/kantor Residen,
Kantor Postel, Kweekschool, Pasar dan Penjara) adalah sebagai berikut:
- Pesanggrahan, tempat
para tamu, para pejabat yang belum memiliki tempat tinggal dan para
wisatawan. Lokasi pesanggrahan ini berada di lokasi Kantor Walikota yang
sekarang.
- Sekolah Eropa, sekolah
dasar yang diperuntukkan bagi anak-anak bangsa Eropa yang lokasinya terletak
pada bangunan BPDSU/Bank Sumut yang sekarang.
- Kuburan orang Eropa
yang lokasinya antara Pasar Siborang dengan Kampung Losung yang sekarang.
- Kantin militer,
semacam café, lokasinya lahan dimana SMPN 1 yang sekarang. Nama Kampung
Kantin timbul dari fasilitas militer ini.
- Alun-alun kota yang
menjadi ‘alaman bolak’ yang sekarang
- Pos polisi ditempatkan
di antara alun-alun kota dengan pasar yang lokasinya pos polisi kota (pos
kota) yang sekarang.
- Kantor Topografi yang
berada di ujung jalan Sitombol.
- Perumahan pegawai
bangsa Belanda berkembang di sekitar jalan sudirman yang sekarang antara
Gedung Nasional dengan Bank Bumi Daya/Bank Mandiri yang sekarang.
1 komentar:
Amangboru...izin download,copy dokumentasi & artikelnya ya...salam kenal ramean siregar dimedan...
Posting Komentar