Pasca kedaulatan RI, Mr. Arifin Harahap adalah salah satu pejabat di Departemen Urusan Ekonomi. Salah satu tugas penting dari negara untuk melakukan kunjungan ke Belanda dalam rangka proses lebih lanjut pasca KMB di bidang ekonomi (De nieuwsgier, 13-01-1951). Sebagaimana diketahui, selama proses KMB Australia termasuk Negara yang meninginkan Indonesia mendapat kemerdekaannya. Untuk menindaklanjuti hubungan baik tersebut, Mr. Arifin Harahap dan kawan-kawan juga mendapat tugas ke Australia untuk melakukan negosiasi perdagangan dengan Australia.
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 28-11-1952: ‘Negosiasi dengan Australia. Sebuah tim Departemen
Urusan Ekonomi, dari Jakarta, Rabu bertolak mengadakan pertemuan antara
Pemerintah Australia dan delegasi dari pemerintah Indonesia untuk membahas
hubungan perdagangan antara kedua negara. Pertemuan ini dimaksudkan sebagai
diskusi persiapan pada menyimpulkan ekonomi dan perdagangan baru. Pihak
Australia akan mengambil bagian dalam pembicaraan persiapan ini asalah Mr A. J.
Day (Ketua), Anderson, Robertson, Signol dan Parson. Delegasi Indonesia terdiri
dari Mr Achmad Punches (Ketua), Mr. Arifin Harahap, Modeo, Hasbulah, A A.
Harahap dan Sukirman’.
Selama
perang, ekonomi Indonesia dan penerimaan pemerintah berantakan dan kesulitan
keuangan yang sangat luar biasa. Pemerintah mulai menata perekonomian, selain
menjalin hubungan dengan-negara sahabat, di dalam negeri potensi ekonomi juga
mulai dibangkitkan baik berupa pajak maupun retribusi. Beberapa komisi dibentuk
untuk menyusun peraturan, salah satunya adalah komisi untuk pemungutan pajak
film (De nieuwsgier, 11-06-1953). Di dalam komisi ini ini termasuk Mr. Arifin Harahap (dari
Departemen Urusan Ekonomi).
Nama
Mr. Arifin Harahap semakin popular ketika munculnya Surat Edaran P 42. Surat
ini dikeluarkan oleh Kantor Pusat Untuk Impor yang mana ketua kantor ini adalah
Mr. Arifin Harahap (De nieuwsgier, 19-09-1953). Surat ini berisi prosedur,
persyaratan dan ketentuan impor yang direspon banyak pengusaha dan diberitakan
semua surat kabar di dalam negeri dan juga dilansir surat kabar di luar negeri.
Inilah untuk kali pertama pemerintah Indonesia menata tatakelola impor (yang
dikaitkan dengan penataan ekonomi Indonesia). Selama ini ekonomi Indonesia dan
penerimaan negara sangat tergantung pada ekspor. Bersamaan waktunya dengan SE P
42 ini pemerintah melakukan pembangunan galangan kapal.
De nieuwsgier, 19-09-1953: ‘Indoncsia telah meminta
galangan kapal Norwegia untuk membangun 34 galangan kapal senilai total 200
juta crown di Indonesia. Galangan kapal di Norwegia, mengatakan negara itu
sangat tertarik dengan pekerjaan ini’.
Mengapa
SE ini begitu heboh dan mengapa pula begitu penting posisi Mr. Arifin Harahap. Ini
tidak lain karena impor adalah ladang ekonomi baru bagi pengusaha domestik dan
impor menjadi semacam katup pengaman bagi rakyat Indonesia yang sejak
proklamasi kemerdekaan RI serba kekurangan, akses ke luar negeri terbatas dan
para pengusaha domestik mati suri.
Ini terjadi pada
Kabinet Ali Sastroamidjojo yang telah dibentuk sejak 30 Juli 1953 yang mana
sebagai Perdana Menteri adalah Ali Sastroamidjojo dan Wakil Perdana Menteri
adalah Zainul Arifin Pohan yang membawahi Menteri Perdagangan. Di dalam
pemerintahan, Mr. Arifin Harahap adalah satu-satunya pejabat pemerinrah
(birokrat) yang berpengalaman dalam urusan perekonomian Negara, sementara
jabatan Perdana Menteri, Wakil Perdana Menteri serta menteri-menterinya adalah
jabatan politis yang berasal dari partai. Mr. Arifin Harahap adalah pejabat
karir Republik Indonesia.
Kementerian
Perdagangan dibentuk kali pertama pada Kabinet Halim (di Yogyakarta (21 Januari
1950 - 6 September 1950). Kabinet ini dipimpin Perdana Menteri Abdul Halim dan
Wakil Perdana Menteri Abdul Hakim Harahap. Sejak ibukota RI pindah ke
Yogyakarta (1946) Mr. Arifin Harahap selalu berada di lingkungan kementerian
yang berususan dengan ekonomi. Kabinet Halim adalah kabinet terakhir di
Yogyakarta.
Mengapa dibentuk
Kementerian Perdagangan di era Kabinet Halim? Ini tidak lain karena Wakil
Perdana Menteri Abdul Hakim Harahap adalah seorang ekonom, mantan pejabat
tinggi ekonomi di era Belanda. Jabatan terakhirnya sebelum pendudukan Jepang
adalah Kepala Kantor Ekonomi Indonesia Timur yang berkedudukan di Makassar.
Pemerintah militer Jepang juga tetap memposisikan Abdul Hakim Harahap sebagai
Kepala Kantor Ekonomi di Makassar. Namun karena ayahnya meninggal dunia di
Padang Sidempuan 1943 Abdul Hakim Harahap tidak kembali lagi tetapi direkrut miter
Jepang sebagai sekretaris dewan Tapanuli untuk menyiapkan Dewan Tapanuli. Dalam
masa perang (agresisi militer) Abdul Hakim Harahap adalah Residen Tapanuli dan
pada masa genjatan senjata (selama proses KMB) Abdul Hakim Harahap adalah
penasehat ekonomi delegasi RI yang dipipin Hatta ke Den Haag. Keutamaan Abdul
Hakim Harahap selama era Belanda, era Jepang dan era Republik Indonesia karena
ahli di bidang ekonomi praktis (pemerintahan) karena menguasai tiga bahasa
asing: Belanda, Inggris dan Perancis. Di masa lampau, Abdul Hakim Harahap
adalah anggota dewan kota (gementeeraad) Kota Medan selama tujuh tahun dari 10
tahun berada di Medan (1927-1937). Abdul Hakim Harahap alumni sekolah perdagangan
di Batavia memulai karir di bidang pabean (bea dan cukai) dan menjadi kepala bea
dan cukai di sejumlah kota-kota pelabuhan di Indonesia.
Kepala
Departemen Perdagangan, Kementerian Ekonomi
Sejak
ibukota RI dipindahkan kembali ke Jakarta dan Kabinet Ali I mulai bertugas 30
Juli 1953, Kementerian Perdagangan semakin powerful yang didukung situasi dan
kondisi NKRI yang semakin kondusif dalam penataan ekonomi nasional yang selama
ini penataannya masih mati suri. Kementerian Perdagangan sejak era Kabinet
Halim dan Wakil Perdana Menteri Abdul Hakim Harahap, secara defacto Mr. Arifin
Harahap selalu berperan penting. Abdul Hakim Harahap adalah pionir dalam
kementerian perdagangan RI dan Mr. Arifin Harahap adalah pelaksana utamanya.Dalam
perkembangannya, Mr. Arifin Harahap diangkat menjadi Kepala Departemen
Perdagangan.
De nieuwsgier,
03-12-1953: ‘Selasa, Mr. Arifin Harahap posisinya sebagai kepala Kantor Pusat Impor
ditransfer kepada Mr. Bambang Sigit Prawiroatmodjo. Mr. Arifin sendiri sekarang
dipromosikan sebagai Kepala Departemen Perdagangan. Mr. Prawiroatmodjo sampai
sekarang masih resmi di Kantor Pusat Ekspor.
Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-01-1954: ‘Negosiasi
perdagangan dengan Singapura. Senin, Kementerian Ekonomi mulai diskusi antara
delegasi perdagangan dari Singapura dan delegasi Indonesia. Delegasi dari
Singapura dipimpin oleh Mr T. Mr. Hart, Direktur Departemen Perdagangan dan
Industri. Delegasi sisi Indonesia dipimpin oleh Mr. Asmaun, kepala Direktorat
Hubungan Eksternal Departemen Urusan Ekonomi. Delegasi ini juga Indonesia juga termasuk
Mr. Arifin Harahap, Kepala Departemen Perdagangan. Mengenai
apa yang dibahas Senin belum ada informasi’.
Mr.
Arifin Harahap mulai dilirik partai. Dalam pencalonan kandidat untuk parlemen
dan konstituante pada Pemilu 1955, Mr. Arifin Harahap (dari Sumatera Utara)
termasuk salah satu yang dicalokan oleh Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI). Mr. Arifin Harahap dan Prof. Slamet Imam Santoso dua
siantaranya yang diplot untuk kandidat anggota konstituante. Untuk kandidat
parlemen diantaranya Abadul Haris Nasution, Nazir K. Lubis dan Hashim Ning.
Namun Pemilu
belum terlaksana Kabinet Ali Sastroamidjojo-Zainul Arifin Pohan mendapat mosi
di parlemen tentang soal pertahanan. Akhirnya Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo mengundurkan diri dan dibentuk Kabinet Burhanuddin Harahap. De
locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 08-08-1955: ‘Mr
Burhanuddin Harahap menyatakan Minggu bahwa dia akan melakukan pertemuan dengan
pimpinan partai Masyumi untuk membahas pembentukan cabinet. Dia menyatakan
bahwa semua pihak telah menyatakan posisi akhir. Ia berharap Selasa sore sudah
memiliki "draft akhir" dari komposisi kabinet. Ia akan
menginformasikan hasil usaha pembentukan cabinet ini kepada Wakil Presiden deadline
yang diberikan kepadanya yaitu hari Rabu’.
Situasi
hingar bingar politik saat itu, Mr. Arifin Harahap tetap tekun bekerja sebagai
birokrat. Berdasarkan surat edaran Menteri Urusan Ekonomi, bahwa ‘Mr. Arifin
Harahap telah ditunjuk sebagai likuidator dari KPUI. Diberikan kepadanya
wewenang untuk menandatangani semua dokumen atas nama LAAPLN (lembaga asing)
terkait dengan posisinya sebagai likuidator’ (Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-09-1955).
Di Parlemen
terjadi pergantian. Burhanuddin Harahap yang telah menjadi Perdana Menteri
digantikan oleh Anwar Harjono; Radjamin Nasution gelar Sutan Komala Pontas
(Parindra) menggantikan Sundjoto; H. Zainul Arifin Pohan (NU) menggantikan H.
Moh. Ilyas (De nieuwsgier, 08-10-1955). Sebagaimana diketahui H. Zainul Arifin
Pohan (mantan Wakil Perdana Menteri) dan Radjamin Nasution (mantan Walikota
Surabaya).
Indonesia Mulai
Berutang
Indonesia
tidak seharusnya berutang kepada Belanda, tetapi Belanda menganggap Indonesia
berutang kepada Belanda. Indonesia praktis tidak punya apa-apa ketika
pembangunan dimulai (pasca pengakuan kedaulatan RI). Indonesia terpuruk di
dalam ruang kemerdekaan. Pemerintahan harus berjalan (meski ribut-ribut kerap
terjadi antara eksekutif dan parlemen) demikian juga rakyat juga harus
terpenuhi kebutuhannya. Impor swasta melalui KPUI belum maksimal, pemerintah
harus turun sendiri untuk pengadaan. Surplus pangan Amerika Serikat menjadi
target dan hasilnya dapat direalisasikan meski dengan cara berhutang. Itulah
yang harus dilakukan pemerintah. Mr. Arifin Harahap menjadi bagian dari
negosiasi ini.
De nieuwsgier, 19-11-1955:
‘Kementerian mengumumkan, Kamis, bahwa pemerintah Indonesia dan pemerintah AS
melakukan pembicaraan pada perjanjian dengan Indonesia akan diberikan
kesempatan dari kelebihan produk pertanian US untuk dibeli. Pemerintah Indonesia diwakili
oleh Menteri Luar Negeri Mr. Anak Agung Gde Agung didampingi oleh sejumlah
pejabat terkait diantaranya Mr. Arifin Harahap dari Kementerian Urusan Ekonomi.
Pemerintah AS diwakili oleh Duta Besar AS di Jakarta, Hugh S. Cumming. Pembicaraan
teknis akan dimulai pekan depan. Rencana tersebut mencakup pembelian kapuk,
tembakau, gandum dan produk susu. Akuisisi ini akan dibayar pada proposal oleh
pemerintah AS dalam rupiah. Pemerintah Indonesia berharap bahwa sebagian besar
dari rupiah produk ini akan tersedia sebagai pinjaman untuk jangka panjang
untuk pembangunan ekonomi Indonesia’.
Indonesia
yang baru mulai membangun pemerintahan yang solid, juga di dalamnya banyak hal
yang harus dilakukan dari awal. Di bidang ekonomi peraturan perundang-undangan
yang berlaku di era Belanda dengan era Republik sangat berbeda, akibatnya aturan
ekonomi, syarat dan ketentuan yang secara teknis harus dibuat baru. Kesibukan
serupa ini sudah menjadi bagian keseharian para pejabat di bidang ekonomi. Mr.
Arifin Harahap termasuk pejabat yang turut membidani system kelembagaan ekonomi
yang dibutukan.
De nieuwsgier, 23-11-1955: ‘Untuk kinerja yang baik dilakukan
pemeringkatan untuk digolongkan atau daftar kelompok barang impor. Menteri Urusan
Ekonomi telah membentuk sebuah komisi teknis yang dipimpin oleh Mr. Latief dan Mr.
Arifin Harahap (urusan ekonomi) yang anggotanya Azis Harahap, Hare (dari Kementerian
keuangan) dan EC Njio (dari BDP)’.
Bersamabung:
Mr.
Arifin Harahap (3): Dipromosikan Sebagai Menteri Perdagangan; Kompeten Karena Learning
by doing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar