Sejak
digulirkan gagasan ke dalam proses pembangunan masjid besar Jakarta, Masjid
Istiqlal tahun 1953 hingga tahun 1956 telah banyak berubah. Perubahan yang
utama adalah perkiraan anggaran pembangunan masjid. Pada tahun 1953 panitia
memperkirakaan anggaran sekitar Rp 20 Juta, tetapi pada tahun 1956 anggarannnya
sudah menjadi Rp 68 Juta. Kenaikan anggaran ini boleh jadi disebabkan
harga-harga bahan yang meningkat atau detail masjid yang tercermin dari desain
masjid yang telah ditetapkan (pemenang hasil sayembara).
Sejak 1953
hingga 1856 di berbagai daerah terjadi pemberontakan yang penyelesaiannya
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sementara itu, sumber pendapatan Negara belum
signifikan meningkat. Belum lagi di sana-sini terjadi smokkel (penyelundupan)
yang mengakibatkan kerugian Negara. Pada tahun 1955 diadakan pemilu pertama
yang notabene membutuhkan anggaran Negara.
Dengan memperhatikan berbagai peningkatan kebutuhan Negara dengan
beragamnya alokasi pengeluaran membuat alokasi anggaran pembangunan masjid
Istiqlal terpengaruh. Peningkatan nilai pembiayaan pembangunan masjid besar itu
tentu saja akan mengalami dampak.
Namun
demikian, keinginan pembangunan masjid sudah begitu kuat. Untuk membantu
anggaran pemerintah dalam alokasi pembangunan masjid dipercepat proses
pengumpulan dana masyarakat. Kegunaan utama inisiatif penggalangan dana
masyrakat lebih awal agar panitia memiliki cash-flow yang baik ketika proses
persiapan, proses awal pembangunan masjid sudah dimulai. Beruntung, bahwa lahan
yang dipilih merupakan lahan Negara (yang dapat dialokasikan) sehingga biaya lahan
tidak lagi membutuhkan anggaran besar kecuali untuk keperluan seperti land
clearing.
Pemberian
Penghargaan bagi Perancang Masjid Istiqlal
Salah
satu inisiatif panitia dan arahan Presiden Sukarno agar desain masjid
disayembarakan sudah terpenuhi. Demikian juga pemberian hadih bagi para
pemenang sudah ditunaikan. Sebagaimana diketahui, pemenang pertama adalah F.
Silaban dari Bogor. Pemberian hadiah langsung diberikan Presiden Sukarno di
Istana Merdeka.
De nieuwsgier, 05-04-1956:
‘Upacara pemberian penghargaan Masjid Istiqlal Jakarta di Istana Merdeka. Dalam
memberikan hadiah kepada pemenang untuk desain bangunan masjid Istiqlal, yang
akan dibangun di eks Wilhelmina Park di Jakarta, Presiden Soekarno Selasa, dalam
kapasitasnya sebagai ketua dawan juri menghibau bagi semua bagian dan kelompok
orang-orang di seluruh negeri untuk berkontribusi pada pembiayaan pembangunan
masjid Istiqlal, yang dibanderol sebsar Rp 68 Juta. Ini akan menjadi salah satu
masjid terbesar di Asia. Upacara penghargaan berlangsung di Istana Merdeka, dimana
dalam kesempatan ini hadir tokoh di ibukota dan sejumlah besar orang dari bisnis
(pengusaha). Komite pembangunan telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 2,5 Juta.
Untuk pemenang hadiah pertama, F. Silaban dari Bogor sebesar Rp 25.000 dan
medali emas. Pemenang lainnya, yakni R. Utoyo (kedua) dan Han Groenewegen (ketiga)
dari Jakarta. Untuk peserta lainnya, termasuk mahasiswa di Universitas Teknik (ITB).
H. Anwar Tjokroaminoto, Ketua Jajasan Mesdjid Istiqlal berbicara. Hadir untuk
penerima disampaikan oleh Ketua Komisi Sayembara, Mr. Assaat’.
Dalam
kesempatan pemberian hadiah di istana tersebut, Presiden Sukarno menghimbau
kepada seluruh lapisan masyarakat untuk turut memberikan kontribusi dalam
suksesnya proses pembangunan masjid Istiqlal. Pihak yang pertama mendengar
himbauan ini adalah para Tokoh dan para pengusaha.
Peletakan Batu Pertama
Dalam
proses memulai pembangunan masjid, kontraktor yang ditunjuk adalah Kantor
Insinyur Penabatu di Menteng, pimpinan Ir. Tarip Abdullah Harahap. Langkah
pertama yang dilakukan setelah land clearing adalah peletakan batu pertama.
Pembangunan masjid ini direncanakan akan menelan biaya Rp 68 Juta dan memakan
waktu lima tahun.
De nieuwsgier, 05-04-1956:
‘Masjid Istiqlal. Peletkan batu fondasi akan berlangsung segera, seluas dua
meter persegi di eks Wilhelmina Park yang berada di Jalan Pintu Air. Menurut
rencana, pembangunan akan berlangsung dalam waktu lima tahun diselesaikan. Ketua
Jajasan Mesdjid Istiqlal menyatakan kepada pers, biaya diperkirakan Rp 68 Juta.
Ruang dalam masjid akan mengakomodasi 20.000 orang, sedangkan di halaman masjid
disedikan galeri untuk 10.000 orang. Jajasan telah sejauh ini telah
mengumpulkan dana Rp 10 Juta’.
Pengumpulan Dana
Panitia
mulai melakukan penggalangan dana masyarakat. Kegiatan pertama adalah menarik
retribusi kepada masyarakat yang akan mengunjungi Taman Wijayakusuma (eks
Wilhelmina Park). Sebagian dana retribusi taman digunakan untuk pembangunan
masjid. Sejauh ini sudah ada sebesar Rp 145.000 yang diterima panitia.
Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-02-1957: ‘Mesdjid
Istiqlal. Dewan yayasan untuk pembangunan masjid Istiqlal mengumumkan bahwa
taman Widjaja Kusuma di mana masjid akan berlokasi, masih terbuka untuk umum.
Mereka yang ingin mengunjungi taman untuk, sejumlah kecil (dari mana uang itu
dimaksudkan untuk mendanai pembangunan masjid) akan diizinkan di taman. Hal ini
lebih lanjut dokatakan bahwa sejak pembukaan taman tersebut sudah sebesar Rp.
145.000 diterima’.
Untuk
memperluas cakupan penggalangan dana pembangunan masjid, panitia merencanakan
untuk mangdakan pasar malam besar di Taman Wijayakusuma, lokasi dimana masjid
Istiqlal akan dibangun. Satu pengumuman dari panitia bahwa biaya pembangunan
masjid menjadi Rp 135 Juta. Angka ini telah meningkat tajam sejak diumumkan
tahun 1956 yang masih sebesar Rp 68 Juta.
Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-04-1957: ‘Taman
Widjaja Kusuma. Jajasan Mesdjid Istiqlal telah membuat rencana untuk mengatur
Pasar Malam Besar di Taman Widjaja Kusuma (Citadel) pada bulan Juli dan Agustus
tahun ini untuk mengumpulkan ke dalam dana untuk pembangunan masjid di sana.
Pihak yang berkepentingan dapat memperoleh informasi yang diperlukan dari tangga
15 April. Sekretaris lembaga berada di Jalan Sawah Besar 32, Gambir, Jakarta,
Tel. 2327. Biaya konstruksi untuk pembentukan masjid diperkirakan 135 juta
rupiah, menurut pernyataan panitia’.
Untuk
memperluas lagi cakupan penggalangan dana pembangunan masjid, panitia
menerbitkan majalah berkala. Dalam edisi percobaan, majalah yang diberi nama
Istiqlal, Presiden Sukarno menghimbau masyarakat yang memebeli majalah ini
sebagian diperunttukkan untuk pembangunan masjid Istiqlal.
Algemeen Indisch
dagblad : de Preangerbode, 12-04-1957: Masjid Istiqlal. Presiden Sukarno telah
muncul dalam edisi hari percobaan majalah berkala ‘Istiqlal; yang menghimbau kepada
masyarakat untuk berkontribusi pembangunan Masjid Istiqlal di Jakarta melalui
bagian dari penjualan majalah’.
Tentu
saja cara pengumpulan dana yang disebut di atas hanya beberapa cara yang dapat
dilakukan. Pembiayaan masjid yang cukup besar masih diperlukan daya upaya yang
lain.
Parlemen Desak
Pemerintah
Sebagaimana
pada awalnya direncanakan pembangunan masjid merupakan anggaran pemerintah dan
dana hasil penggalangan dari masyarakat. Dalam perkembangannya, pemerintah
pusat telah menyediakan lahan sehingga panitia tidak perlu membeli lahan dan
membebaskannya. Dalam hal ini boleh jadi pemerintah pusat menganggap telah mengalokasikan
anggaran senilai harga lahan eks Wilhelmina Park tersebut. Pantia tampaknya
merespon pembangunan masjid itu harus dilakukan lewat penggalangan dana
masyarakat.
Algemeen Indisch
dagblad: de Preangerbode, 05-06-1957: ‘Senin di parlemen menjadi periode kedua
dari perdebatan umum di parlemen yang mengakhiri laporan pemerintah. Pada
pertemuan ini berbicara tujuh anggota, salah satu Anwar Musadat (NU). Di akhir
sambutannya, anggota Partai NU ini mendesak pemerintah dan ingin agar memberikan
dukungan terhadap pembangunan masjid Istiqlal di ibukota’.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar