Presiden
Sukarno tidaklah awam soal pembangunan masjid. Soekarno sebelum menjadi Presiden
RI, sudah berpengalaman membangun masjid. Bahkan rancangan masjid yang
dibuatnya sendiri sudah ada sejak 1925. Rancangan masjid Sukarno itu baru
dibangun tahun 1950 di Bandung. Dalam perjalanannya ke Sumatera Utara (1951),
Presiden Soekarno sangat iri melihat kemegahan Masjid Maimun (yang dibangun
oleh Belanda). Dua bulan kemudian, ketika Presiden Sukarno berada di
Yogyakarta, secara spontan Soekarno mulai membangun masjid besar, Masjid Suhada
di Yogyakarta. Setahun kemudian (1952) Presiden Sukarno meresmikan Masjid
Suhada. Lalu tahun 1953 di Jakarta, Presiden Soekarno mulai merealisasikan
masjid yang sungguh sangat besar: tidak hanya mengalahkan Masjid Maimun di
Medan, bahkan Presiden Soekarno akan membuat masjid yang terbesar di Asia
Tenggara: masjid itu kemudian dikenal sebagai Masjid Istiqlal.
Desain Masjid Sukarno
yang Dibuat Tahun 1925
Soekarno
lulus Technische Hoogeschool (kini ITB) tahun 1926. Pada tahun 1925 Soekarno
diketahui telah membuat desain masjid di Bandung. Akan tetapi desain masjid itu
tidak diterangkan untuk dibangun dimana. Pada tahun 1950 ketika Ir. Soekarno
telah menjadi Presiden RI di Bandung akan dibangun masjid setelah disetejui
oleh Kementerian Agama. Desain masjid yang digunakan adalah hasil karya desain
Sukarno yang telah dibuat 25 tahun yang lampau. Dengan kata lain desain masjid
Sukarno itu dibuat sekitar tahun 1925.
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 28-07-1951: ‘Presiden di Parapat. Setelah sembilan pidato dalam
satu hari di Sumatera Timur, setelah pidato yang terakhir dari sembilan pidato
tersebut Presiden beristirahat ke Marihat di Danau Toba, di mana ia terakhir
tahun 1949 diasingkan sebagai tahanan Belanda. Atas permintaanya, Presiden
Sukarno teratrik dan akan bermalam di ruangan yang sama ketika Sukarno diasingkan antara 1 Januari sampai 26
Februari 1949 dengan furnitur yang sama persis sama. Dalam pidato singkat
di Marihat di depan penduduk mengingatkan Presiden untuk keadaan yang sangat
berbeda dimana ia ditahan tahun 1949
ketika ia melihat danau Toba. Dalam perjalanan ke Marihat, sekali lagi,
Presiden harus berhenti beberapa kali untuk orang-orang yang menunggu -
meskipun hujan - untuk berbicara dan lalu dimana Presiden sendiri langsung
pergi ke Marihat. Namun ia mencatat bahwa pinggir jalan Medan-Prapat sangat
banyak bendera, tetapi beberapa spanduk terlihat tarian malam terakhir dilakukan di lobi Hotel Parapat.
Presiden Soekarno didampingi Gubernur Sumatera Utara Abdul Hakim Harahap dan Kolonel
Simbolon, Komandan Teritorial Sumatera Utara dan Sekretaris dari Kementerian
informasi, Ruslan Abdulgani.
Algemeen Indisch
dagblad : de Preangerbode, 06-12-1950: ‘Masjid baru Ir. Soekarno di Bandung.
Ada rencana untuk membangun sebuah masjid baru di Bandung dan telah disetujui
oleh Kementerian Agama pada konferensi di Istana tanggal. 10 Juli tahun ini. Rencana dan gambar yang 25
tahun yang lalu oleh Ir. Sukarno dirancang. Sekarang telah dibentuk untuk
tujuan ini komite yang akan berusaha untuk mengumpulkan dana untuk
mencapai keinginan ini. Warga Bandung, Kepala Kantor Pemerintah, dan Perusahaan
Swasta dihimbau untuk rela memberikan sumbangan sukarela yang dialamtkan ke: Sekretariat
Panitia Mesdjid Quatal Islam di Jalan Sultan Agung 3, Bandang Bendahara Panitia
Mesdjid Quatal Islam di Jalan Trunodjojo No. 40 Bandung 6F atau langsung ke
Rekeneing Bank Rakyat Indonesia di Bandung. Atas nama Panitia Mesdjid Quatal Islam
diucapkan semua kerjasamanya’.
Informasi
bahwa Sukarno telah membuat desain masjid sudah diketahui sebelumnya. Setelah
lulus kuliah di Bandung, Sukarno dikenal sebagai aristek. Desainnya banyak
digunakan untuk pembuatan rumah-rumah orang Tionghoa. Selain itu, Sukarno juga
dilaporkan pernah membuat desain sebuah masjid. Profesinya sebagai aristektur
tetap ditekuninya meski Sukarno sudah terjun ke dunia politik.
De West: nieuwsblad uit en voor Suriname, 23-12-1946 |
De West:
nieuwsblad uit en voor Suriname, 23-12-1946: ‘Soekarno lulus dari Technische
Hoogeschool di Bandung, dimana ia menerima gelar di bidang teknik sipil, yang
memberinya hak ‘Ir’ (siingkatan Engineer). Namanya pertama kali muncul sebagai arsitek
yang telah merancang beberapa rumah Cina dan juga membuat gambar ddesai dari
sebuah masjid muslim. Sukarno tetap merancang meskipun ia benar-benar telah
terjun ke politik, ia tidak kehilangan minat dalam seni’.
Berdasarkan
informasi tersebut, Ir. Sukarno jelas bukan awam soal desain masjid. Boleh jadi
kunjungannya yang pertama ke Medan setelah pengakuan kedaulatan RI membuat
Sukarno menjadi sadar dan melihat iri tentang kemegahan Masjid Maimun di Medan.
Sebagaimana diketahui, Sukarno tidak asing dengan Medan, Sumatera Timur dan
Tapanuli. Dengan kata lain, Sukarno sudah mengetahui keberadaan Masjid Maimun
sebagai masjid terbesar di Indonesia sejak 1905.
Sukarno bercerita kepada Abdul Hakim Harahap di Marihat (1951) |
Selama
bermalam di tempat dimana Sukarno pernah diasingkan di pinggir Danau Toba boleh
jadi Sukarno tertegun dengan kemegahan Masjid Maimun yang baru saja dilihatnya
kembali di Medan. Sebagaimana diketahui Masjid Maimun yang megah itu bukanlah
hasil karya bangsa sendiri dan hasil jerih payah bangsa Indonesia. Masjid
Maimun adalah pemberian yang dilakukan oleh Asosiasi Perusahaan Perkebunan
asing di Sumatera Timur. Arisitek dari Masjid Maimum adalah orang Belanda.
Mungkin Sukarno mengganggap Masjid Maimun bukanlah kebanggan bangsa Indonesia.
Sukarno boleh jadi ingin menandinginya untuk menunjukkan bangsa Indonesia juga
dapat melakukan kebajika yang serupa terhadap pembangunan Masjid Maimun.
Sukarno Berambisi Membangun Masjid Besar
Setelah Bermalam di Marihat, Danau Toba
Soekarno
betul-betul menyadarinya. Sebab tidak lama kemudian (hanya dua bulan kemudian),
Soekarno membuktikannya ketika berkunjung ke Jogjakarta untuk menerima gelar
kehormatan Doktor HC dari Universitas Gajah Mada. Di sela-sela kunjungan
akademik ini di Jogjakarta, Soekarno yang diagendakan untuk melihat pameran
terpaksa dibatalkan karena Sukarno melihat adanya pembangunan masjid di
Jogjakarta. Presiden Sukarno turun langsung untuk melihat pembangunan masjid
tersebut.
Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-09-1951: ‘Doktor
kehormatan untuk Presiden Soekarno di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Dalam kunjungan ke Jogja untuk menerima gelar Doktor HC, Soekarno diarahkan
untuk melihat pameran yang diadakan yang memaerkan karya-karya visual yang
dibuat setelah tanggal 17 Agustus 1945. Tapi kemudian, untuk melihat pameran
itu dibatalkan. Presiden Soekarno, di luar program resmi dan hanya karena efek
yang kecil, Soekarno berkunjungan ke struktur yang menarik, yang dibangun di
persimpangan jalan Batana Warsa dan Tjode. Di sebuah bukit yang mendominasi bagian
dari kota, berdiri Masjid Suhada. Masjid ini akan menampung ribuan umat muslim,
dirancang oleh arsitektur Supono, yang dikerjakan oleh perusahaan Belanda.
Dalam hal ini perusahaan konstruksi Belanda itu diminta untuk membantu dalam
pengembangan teknis dari rencana. Ini terjadi keadaan bahagia yang bisa
memenuhi perusahaan Belanda itu dalam permintaan yang ditujukan bagi umat Islam.
Masjid ini memiliki beton bertulang besar dan detail arsitektur telah bekerja
dalam kolaborasi antara aristek Supono dan perusahaan konstruksi. Di bagian
bawah bangunan besar ini dibangun sekolah agama, gedung kantor dan area untuk
mandi ritual. Sebuah tangga lebar mengarah ke masjid yang sebenarnya,yang
diatapi oleh kubah megah. Biaya masjid ini berjumlah delapan belas juta rupiah,
pemerintah memberikan kontribusi setengah sedang setengah lainnya dikumpulkan
dari berbagai individu. Dalam sepuluh bulan diharapkan bangunan masjid itu untuk
menyelesaikan pembangunan. Kunjungan (Sukarno) tanpa pemberitahuan oleh
presiden berlangsung selama sisa terhadap para pekerja. Di sekitar masjid Presiden
berkeliling ke berbagai bagian dari pekerjaan dalam pembangunan, sementara para
pekerja yang tengah bekerja di sana-sini tidak mengetahuinya padahal itu adalah
kunjungan yang tinggi (kenegaraan). Para pekerja tetap bekerja. (kunjungan) Itu
sangat tidak resmi’.
Presiden
Soekarno boleh jadi terus mengolah pikirannya. Di Medan terdapat masjid besar
dan megah, buatan arsitek Belanda dan pemberian Asosiasi Perusahaan Perkebunan (Asing/Belanda),
sedangkan pembangunan masjid yang di Jogjakarta sentuhan Belanda jelas masih
terlihat. Boleh jadi ketika Soekarno berada di lokasi pembangunan masjid di
Jogjakarta berbalik pemikiran: ‘apakah bangsa Indonesia tidak bisa melakukan
pembangunan seperti ini?’. Boleh jadi Presiden Sukarno menyimpan hasratnya
untuk soal yang satu ini hingga pembangunan masjid besar di Jogjakarta ini usai.
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 15-09-1952: ‘Pakistan menyumbangkan 24 karpet untuk Mesdjid-Sjuhada.
Kuasa usaha dari Pakistan, Mr. KF Khalil, Sabtu, di sebuah upacara singkat di
Kementerian Luar Negeri sebanyak 24 karpet diserahkan kepada Mr. Assaat
ditawarkan sebagai hadiah oleh Pakistan atas nama Mesdjid-Sjuhada di
Yogyakarta, yang dibangun tetap berada di memori pejuang kemerdekaan. Mr.
Assaat yang duduk sebagai Ketua Komite untuk pembangunan masjid (Yogjakarta) mengatakan
(masjid besar Jogjakarta) akan dibuka pada tanggal 20 September ini, yang mana Presiden
Sukarno, yang saat ini membuat klaim akan hadir dalam upacara peresmian yang turut
dihadiri oleh Menteri Perdagangan, Mukarto, Menteri Agama Fakih Usman dan undangan
lainnya pejabat tinggi negara’.
Sebagaimana
diketahui, setelah selesai pembangunan masjid Jogjakarta, Presiden Sukarno di
Jakarta bersama Wakil Perdana Menteri Zainul Arifin Pohan intens mendiskusikan
upaya pembangunan masjid besar di Jakarta. Lantas, Walikota Jakarta,
Sjamruridjal dipanggis ke Istana Merdeka untuk mendiskusikan keinginan
pembangunan masjid besar di Jakarta. Sejak itu, Sjamsuridjal mulai bekerja
untuk mempersiapkannya. Sebagaimana diketahui, walikota mengusulkan pembentukan
yayasan pembangunan masjid dimana diketahui salah satu anggota komite dan juga
yang menjadi pengurus yayasan adalah Mr. Assaat. Soekarno
sendiri diketahui telah membangun masjid di beberapa tempat.
Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 01-12-1955:
‘…Mengenai keinginannya untuk membangun masjid, Sukarno menyatakan bahwa ia
masih bisa mengingat dengan baik bahwa ia bekerja selama bertahun-tahun sejak
mahasisw dan di pengasingan di Flores, di Bengkulu dan tempat-tempat lain untuk
membangun beberapa masdjid. Masjid tersebut masih utuh sampai hari ini, menurut
kepala Negara...’.
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap dari
berbagai sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar