Tokoh ulama yang sangat popular namanya di kalangan NU di Jawa bukan berasal dari Aceh atau Sumatera Barat, tetapi berasal dari Tapanuli. Namanya Kiai Hadji Zainul Arifin Pohan. Ketika masih muda, Zainul Arifin Pohan adalah Panglima Hisboelah di Jawa. Sebelum merantau ke Jawa, Zainul Arifin Pohan mendapat pendidikan agama di Pesantren Purba Baru di Kotanopan, Afdeeling Padang Sidempuan. Pasukan Zainul Arifin Pohan adalah sayap militan terkuat Jenderal Sudirman selama perang kemerdekaan (agresi militer Belanda). Setelah pengakuan kedaulatan RI, Zainul Arifin Pohan terjun dalam lapangan politik dan menjadi pemimpin politik bagi umat NU. Zainul Arifin Pohan begitu dekat dengan Presiden Soekarno yang menjadi penyeimbang antara partai berhaluan nasionalis dengan partai yang berhaluan agama. Ketika satu kelompok ingin membunuh Soekarno, yang tertembak adalah Zainul Arifin Pohan yang berada di sisi Soekarno ketika melakukan sholat. Kiai Hadji Zainul Arifin Pohan (ayah dari Baros dan ibu dari Kotanopan) ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1960.
Zainul Arifin Pohan tidak terdeteksi namanya di bangku sekolah di era Belanda. Het nieuwsblad voor Sumatra, 06-08-1953 mencatat Zainul Arifin Pohan lahir di Baros pada tahun 1909. Ayah Zainul Arifin bermarga Pohan (dari Baros) dan ibu bermarga Nasution (Kotanopan). Ketika masih kecil bersama orangtunya pindah ke Kotanopan dan kemudian pindah lagi ke Kerintji, Djambi. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar (HIS) dan sekolah guru (Normaal School), Zainul Arifin Pohan merantau ke Batavia.
Pada masa itu di
Djambi, cukup banyak orang-orang dari afdeeling Padang Sidempuan (Tapanoli)
yang ditugaskan sebagai pegawai atau pejabat pemerintah. Dua yang terkenal
adalah ayah dari Abdul Hakim Harahap dan ayah dari Mochtar Lubis. Abdul Hakim
Harahap lahir di Soengai Penuh dan kelak menjadi Gubernur Sumatera Utara.
Sebelum ke Djambi, ayah Abdul Hakim Harahap bertugas di Sibolga. Ayah Mochtar
Lubis sebelum dipindah ke Djambi menjadi pagawai pemerintah di Medan.
Panglima
Hizboellah
Nama
Zainul Arifin Pohan baru muncul pada tahun 1947. Ketika dibentuk Dewan
Kelaskaran Poesat dan Seberang pada tanggal 31 Desember 1946 oleh BPRI, Barisan
Banteng, Laskar Rakjat, Hizboellah, Sabillilah, Laskar Soenda Ketjil dan
lainnya, nama Zainul Arifin Pohan muncul. Zainul Arifin adalah pimpinan
Hizboellah. Dewan Kelaskaran Poesat dan Seberang oposisi terhadap agresi
militer Belanda. Pertemuan Dewan ini sepakat untuk menunjuk Jenderal Soedirman
sebagai panglima. Pada tanggal 7 Januari untuk
memprotes agresi Belanda
dilakukan pertemuan Dewan yang dipimpin Djokosoejono. Untuk urusan
detail akan dibahas oleh Generaal Soedirman, Soetomo, Dr. Moewardi, Zainoel
Arifin Pohan dan Bakar (lihat Nieuwe courant, 02-01-1947).
Setelah
dilakukan gencatan senjata dan dimulainya KMB di Den Haag di Jakarta diadakan
rapat kerja KNIP.
Nieuwe courant, 26-07-1949:
‘KNIP berada di belakang Republik. Komite yang diketuai oleh Mr. Asaat mengadakan
panitia kerja KNIP kemarin pagi dengan sesi publik. Ada delapan speaker yang
berbicara (satu diantaranya): Zainul Arifin Pohan dari Masyumi’.
Untuk
meredakan ketegangan di Aceh, Menteri Pertahanan RI, Sultan Yogya berangkat ke
Aceh dan singgah di Medan. Dalam Rombongan ini termasuk Ketua KNIP Mr. Assat, Menteri
Informasi Mr. Syamsudin, dan Zainul Arifin Pohan. Di bandara Polonia Medan,
Sultan Yogya dan rombongan disambut petinggi militer Belanda di Medan, pejabat
Negara Sumatera Timur dan perwakilan Republik Indonesia: Soegondo dan Ketua
Front Medan GB Josua Batubara dan Ketua Front Kaum Republik Indonesia di
Sibolga, Moh. Nawi Harahap dan beberapa anggota TNI. Rombongan Indonesia
ditandai pita merah putih di kancing dan Sultan Yogya mengenakan seragam Letnan
Jenderal TNI (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 23-09-1949).
Menteri
Pertahanan yang pertama dan Menteri Informasi RI yang pertama adalah Amir
Sjarifoedin Harahap. Pada cabinet yang keempat, Amir Sjarifoedin Harahap adalah
Perdana Menteri RI.
Delegasi
RI ke KMB di Den Haag diketuai oleh Mohamad Hatta. Sejumlah penasehat
disertakan dalam konferensi ini. Salah satu penasehat ekonomi yang disertakan
adalah Abdul Hakim Harahap (mantan Residen Tapanuli).
Abdul Hakim
Harahap adalah mantan pejabat ekonomi di era Belanda. Sebelum menjadi pejabat
ekonomi, Abdul Hakim selama tujuh tahun menjadi anggota Dewan Kota di Medan
(1930-1937). Pos terakhir sebelum pendudukan Jepang adalah Kepala Kantor
Ekonomi di Indonesia Timur yang berkedudukan di Makassar. Oleh karena ayahnya
meninggal dunia di Padang Sidempuan, Abdul Hakim Harahap pulang kampong dan
tidak kembali lagi ke Makassar. Di Padang Sidempuan, militer Jepang merekrut
Abdul Hakim Harahap untuk menyiapkan dewan Tapanuli. Keutamaan Abdul Hakim
Harahap sebagai penasehat delegasi ke KMB di Den Haag karena Abdul Hakim
Harahap menguasai tiga bahasa asing: Belanda, Inggris dan Perancis.
Terjun ke Politik
Dalam Kongres NU yang pertama tahun 1950, Zainul Arifin Pohan berbicara atas nama BPKNI yang membahas isu perjuangan TNI dan DI (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-04-1950).
Dalam Kongres NU yang pertama tahun 1950, Zainul Arifin Pohan berbicara atas nama BPKNI yang membahas isu perjuangan TNI dan DI (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-04-1950).
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 27-04-1950: ‘Empat hari kongres Nahdhatoel Ulama. Asosiasi
Nahdhatoel Ulama pada tanggal 29 April, mengadakan konferensi empat hari di
Jakarta. Selama konferensi, Menteri Agama dari PSI, Kiai Haji Wachid Hasjim memberikan
uraian tentang agama dan negara. Zainul Arifin, anggota dari BPKNI Pusat di
Yogyakarta tentang pengenalan kurikulum menurut Islam. Hal yang juga dibahas
adalah isu perjuangan antara TNI dan DI’.
Pada
tahun yang sama di Provinsi Jawa Barat, Masyumi memenangkan parlemen. Masyumi memperoleh
34 kursi dari total 60 kursi yang mewakili 19 kabupaten dan tiga kota. Salah
satu adalah Zainul Arifin Pohan (Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 29-11-1950).
Di Parlemen, mantan Panglima Hizboellah, Zainul Arifin adalah anggota komisi
Pertahanan.
Zainul Arifin (1951) |
Pada pemerintah
lama (gaya lama) tentara aktif ikut campur dalam politik Negara. Kini parlemen
coba mengeliminasi. Zainul Arifin (Masyumi) menyatakan bahwa salah satu harus
hadir dalam pembentukan tentara. Tentara itu adalah perangkat negara dan bukan
sebaliknya. Adapun koreksi dari Kolonel Nasution adalah Masyumi percaya bahwa
ini harus dilakukan sesuai dengan martabat pemerintah dan kepala pejabat yang
memegang posisi kepala staf (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 29-01-1951).
Sementara itu menurut De nieuwsgier, 08-03-1951 di Jawa Tengah terjadi
kerusuhan tentara. Komandan divisi ketiga Jawa Tengah Kolonel Gatot Subroto. Ketika
ditanya oleh Aneta apa penyebab utama dalam pandangannya tentang kerusuhan di
wilayah tersebut, Mr Zainul .Arifin menyatakan penyebab utama terletak pada
gambar sosial-ekonomi daerah, khususnya sehubungan pertanian. Perbedaan antara "kaya"
dan "miskin" begitu besar, bahwa ada ketidakpuasan. Mr Zainul Arifin
kesan bahwa gejolak di sini lebih disebabkan oleh kelompok-kelompok yang ingin memancing
di air keruh. Mr Zainul Ariffin menyatakan bahwa tindakan otoritas sipil yang
dilakukan dengan kerjasama militer. Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 07-05-1951
melaporkan komisi pertahanan melakukan kunjungan seminggu ke Jawa Barat
diantaranya Zainul Arifin. Foto Het nieuwsblad voor
Sumatra, 29-01-1951
Dalam
kunjungannya ke Belawan, Medan ALRI membawa dua kapal perang, Radjawali dan
Banteng. Sebelumnya telah mengunjungi Kepulauan Riau dan setelah Belawan juga
Sabang, Sibolga dan Padang. Dalam, rombongan ini terdapat Kepala Staf Angkatan
Laut Republik Indonesia, Kolonel Subijakto, Kepala Staf Angkatan Darat (AD)
Republik Indonesia, Kolonel Nasution, Komandan pasukan territorial Jawa Tengah,
Kolonel Gatot Subroto, dan dua anggota komisi pertahanan parlemen, Zainul
Arifin (Masyumi) dan Soebadio Sastrosatomo (PSI). Ini menunjukkan rsecara resmi
pertama kali Angkatan Laut berbendera Republik Indonesia di Sumatera Utara (Algemeen
Indisch dagblad : de Preangerbode, 07-05-1951). Di
pelabuhan tokoh-tokoh penting ini disambut Gubernur Sumatera Utara, Abdul Hakim
Harahap.
Inilah untuk
kali pertama pula, dua putra terbaik dari Kotanopan (Tapanuli Selatan) dalam
satu kapal. Zainul Arifin Pohan lahir di Baros (ayah Baros dan ibu Kotanopan
bermarga Nasution) dan Abdul Haris Nasution lahir di Kotanopan (ayah dan ibu
dari Kotanopan). Kolonel Abdul Haris Nasution adalah Kepala Staf AD yang kedua
(sejak 27 Desember 1949 dan berakhir 18 Desember 1952). Satu lagi anak Kotanopan
Kolonel Zulkipli Lubis yang menjadi Kepala Staf AD (yang keempat dari 8 Mei 1955 hingga 25 Juni 1955).
Peristiwa
kedatangan dua kapal perang RI dan merapat di pelabuhan Belawan, mengingatkan
bahwa pada satu abad yang lampau tepatnya tahun 1863 dua kapal perang Belanda
untuk kali pertama buang jangkar di mulut sungai Deli. Saat itu Residen Riau
(mantan Residen Tapanuli) melakukan perang psikologis terhadap dua pemimpin
Batak. Residen Riau, Netscher mengundang dua pemimpin Batak ke dalam kapal dan
menunjukkan kehebatan persenjataan kapal. Kedua pemimpin Batak maklum (bahwa
itu tidak bisa dikalahkan). Kini, dua kapal perang RI di dalamnya terdapat dua
putra terbaik Batak dari Tapanuli (Abdul Haris Nasution dan Zainul Arifin Pohan)
dan mengundang masuk ke dalam kapal pemimpin Sumatera Utara, Gubernur Abdul
Hakim Harahap (mantan Residen Tapanuli). Ketiganya tentu tidak membicarakan
perang tetapi sekadar reuni dan bernostalgia tentang kampong halaman masing-masing
di Tapanuli di atas kapal perang RI di pelabuhan Belawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar