Masjid Istiqlal adalah masjid terbesar di
Indonesia. Di awal persiapan pembangnannya masjid ini hanya disebut masjid
besar atau masjid agung. Begitu besarnya, maka setiap orang membicarakannya.
Liputan media tentang masjid besar ini juga dari waktu ke waktu tidak
ketinggalan. Oleh karena itu, sejarah pembangunannya dapat ditelusuri dengan
baik dan benar.
Saat saya menulis serial artikel Sejarah Istiqlal ini, teman saya sewaktu sekolah menengah di Padang Sidempuan, Zulfan Efendi Harahap yang kini bermukim di Houston, Texas tengah menggagas bersama teman-temannya pendirian sebuah masjid Indonesia terbesar di Amerika Serikat. Masjid di tengah warga Amerika Serikat itu mereka berikan namanya Masjid Istiqlal (Masjid Merdeka). Semoga Sejarah Masjid Istiqlal ini mengilhami dan memperkuat semangat mereka membangun masjid Istiqlal (masjid Merdeka) di Houston sebagaimana prosesnya pernah terjadi pada masa lampau dalam pembangunan Masjid Istiqlal di Djakarta.
Persiapan Pembangunan
Ide pembangunan masjid besar di Jakarta baru
direalisasikan dengan dibentuknya panitia yang disebut Panitya Kerdja Persiapan
Pembikinan Masdjid Agung yang diketuai oleh Sjamsuridzal (Java-bode: nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-04-1953). Untuk
pembangunannya dibutuhkan dana sebesar Rp 20.000.000,- yang mana pembiayaannya
sebagian ditanggung pemerintah dan sebagian yang lain oleh masyarakat.
Kapasitas masjid ini direncanakan untuk 25.000 orang yang merupakan masjid
terbesar di Indonesia. Anggaran yang ditaksir termasuk untuk pembelian lahan
seluas 17.1 Ha.
Pembangunan masjid besar ini tentu tidak
mudah karena anggarannya sangat besar. Untuk itu panitia memerlukan perhatian
berbagai pihak. Lantas panitia mengadakan pertemuan di Gedung Pertemuan Umum
Jakarta dengan mengundang berbagai pihak untuk memberikan pendapat termasuk
Walikota Sjamsuridzal dan Mr. Sjafruddin Prawiranegara (Java-bode: nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 02-10-1953). Dari
pertemuan ini diputuskan untuk membentuk komite interim yang terdiri dari tiga
orang yang bertugas untuk memutuskan untuk menunjuk sejumlah orang untuk
pembentukan komite pendirian masjid.
Sjamsuridzal adalah Walikota Jakarta. Mr. Sjafruddin
Prawiranegara adalah Gubernur Bank Indonesia.
Kemudian pertemuan berikutnya dilakukan
komite yang diketuai oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara (De nieuwsgier, 30-11-1953).
Dalam pertemuan ini sejumlah tamu dan tokoh dalam masyarakat Islam. Pertemuan
ini juga dihadiri oleh Wakil Perdana Menteri II, Zainul Arifin Pohan dan
Menteri Dalam Negeri, Prof. Hazairin. Setelah terjadi pembicaraan, Mr.
Sjafruddin Prawiranegara mengusulkan komposisi komite permanen yang terdiri
dari: Anwar Tjokroaminoto sebagai ketua dan anggota adalah Mr. Sjafruddin
Prawiranegara, Mr. Assaat dan KH Taufiquarrahman. Lokasi pembangunan masjid
tersebut direncanakan di Wilhelmina.
Zainul Arifin Pohan adalah mantan Panglima Hisbullah di
era perang kemerdekaan. Zainul Arifin Pohan adalah pemimpin politik NU (Partai
NU). Hazairin sendiri adalah anggota Partai PIR. Mr. Assaat adalah mantan Ketua
KNIP.
Komite yang terbentuk ini kemudian mendirikan
yayasan yang disebut Jajasan Pendirian Mesdjid. Para pendiri yayasan terdiri
dari berbagai pihak. Untuk merealisasikan masjid besar ini Walikota Jakarta
langsung berkoordinasi dengan Presiden Soekarno.
Taman Wijayakusuma (eks Wilhelminapark) |
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 27-11-1954: ‘Presiden Soekarno, Walikota Sudiro, dan
anggota dewan dan pihak berwenang lainnya, mengunjungi Taman Widjajakusuma (sebelumnya
bernama Wilhelminapark) di Jakarta dalam rangka untuk meninjau taman sehubungan
dengan niat untuk membangun sebuah masjid besar untuk Indonesia. Setelah
observasi menyatakan Presiden Sukarno. bahwa taman adalah tempat terbaik dimana
lapangan masjid besar ini dibangun…
Selanjutnya pengurus yayasan yang terdiri
dari tujuh orang antara lain Anwar Tjokroaminoto, Mr. Assaat, Kiai Masjkur,
Hasmuni dan Rashid Komite akan mendatangani Presiden Soekarno di Istana Merdeka
(Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 01-12-1954).
Dalam kunjungan ini walikota Jakarta Sudiro turut hadir. Tujuan kunjungan ini
untuk konsultasi yang difokuskan pada kompetisi desain masjid. Disebutkan nama
masjid besar Jakarta adalah Masjid Istiqlal yang berarti masjid merdeka. Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-12-1954
melaporkan presiden minta arsiteknya yang paham budaya.
Awalnya lokasi yang dipilih adalah kebun binatang
Tjikini. Namun rencana ini ditinggal karena terkait dengan relokasi dan dalam
perkembangannya telah mendapat akses ke Taman Wijayakusuma (De nieuwsgier, 18-03-1955).
Bersambung:
Sejarah Masjid Istiqlal, Ini Faktanya (2):
Desainnya Diperlombakan, Pemenangnya F. Silaban dari Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar