*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini
Pada
saat kapan Sumatera Utara tanpa memiliki Gubernur, Kementerian Dalam Negeri menugaskan
Sarimin Reksodiharjo sebagai pejabat Gubernur Sumatera Utara yang mulai
bertugas 14 Agustus 1950. Sarimin Reksodiharjo hanya menjabat sebagai Gubernur
dalam waktu singkat tetapi tugasnya dapat dianggap begitu sulit. Sarimin
Reksodiharjo bertugas untuk menata pemerintahan di Provinsi Sumatera Utara
(Tapanuli, Aceh dan Sumatera Timur) selepas perang. Tugas keduanya adalah
melikuidasi Negara Sumatera Timur. Tugas ketiga adalah memulai penataan masalah
pertanahan yang rumit di Sumatera Utara khususnya di Sumatera Timur. Setelah
selesai tugasnya, Gubernur Sumatera Utara secara definitive diangkat. Serah
terima jabatan Gubernur Sumatera Utara (25 Januari 1951) menandai berakhirnya
tugas Sarimin Reksodiharjo dan dimulainya masa Gubernur Abdul Hakim Harahap.
Dua gubernur
Sumatera Utara sebelumnya dibentuk di pengungsian dan diangkat Mr. SM Nasution
selama pusat republik berada di Pematang Siantar (Sumatera Timur) dan Dr. FL
Tobing selama pusat republik berada di Sibolga (Tapanuli). Sejak pengakuan
kedaultan Republik Indonesia (27 Desember 1949) Sumatera Utara tanpa Gubernur
hingga ditugaskannya Sarimin Reksodiharjo sebagai pelaksana tugas Gubernur
Sumatera Utara.
Sarimin
Reksodiharjo Alumni OSVIA dan Reehtshoogeschool
Soerabaijasch handelsblad, 16-05-1941 |
Sarimin
Reksodiharjo adalah alumni sekolah pamong praja (OSVIA) di Bandung. Ketika
sekolah hukum (Reehtshoogeschool) di Batavia membuka akademi pemerintahan (Bestuursacademie),
salah satu siswa yang diterima adalah Sarimin Reksodiharjo. Pada tahun 1941, Sarimin
Reksodiharjo termasuk salah satu dari 14 orang lulusan pertama Bestuursacademie
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-05-1941). Foto Soerabaijasch handelsblad, 16-05-1941,
Melikuidasi Sumatera
Timur
Ini
terjadi pada pertengahan tahun 1950. Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Anak
Agung Gde Agung datang ke Medan (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 15-07-1950).
Tujuannya untuk melantik tiga. Anggota Panitia Persiapan untuk melikuidasi
Negara Sumatera Timur (NST) dalam pembentukan negara kesatuan sesuai perjanjian
RIS dan RI. Ketiga anggota panitia tersebut adalah Sarimin Reksodihardjo, Mr.
M. Jusuf dan Mr. SM Amin Nasution. Pelantikan dilakukan di ex rumah Residen
(Jalan Jakarta/Poloniaweg). Dalam pelantikan ini hadir komandan militer
(Gubernur Militer) Kolonel Simbolon, Dr. Mansur dan Kaliamnsjah Sinaga. Anggota
komite yang ditunjuk oleh pemerintah pusat di Jakarta setelah berkonsultasi RI
dan NST. Wali Negara Sumatera Timur, Dr. Mansur berharap lancar masuknya
Sumatera Timur ke dalam Negara kesatuan (NKRI). Menteri berharap proses
likuidasi ini akan terwujud pada tanggal 17 Agustus 1950.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 15-07-1950 |
Setelah usai
pelantikan (besoknya, 15-07-1950) Menteri RIS, Anak Agung Gde Agung berangkat
ke Parapat untuk berlibur beberapa hari sebelum kembali ke Jakarta. Sebagaimana
dilaporkan Het nieuwsblad voor Sumatra, 15-07-1950, pada tanggal 16 Juli 1950
adalah berakhirnya bulan puasa dan hari Senin 17 Juli 1950 adalah hari raya
Idul Fitri. Tanggal 17 dan 18 adalah libur nasional. Sementara itu, pada saat
Menteri ke Parapat, Sarimin Reksodihardjo dengan pesawat ke Jawa untuk
menghabiskan Lebaran bersama keluarganya di Yogya, dan selanjutnya
berkonsultasi dengan pemerintah RI dan RIS. Ia berharap bisa kembali Rabu di
Medan. Sarimin Reksodihardjo adalah Kepala Urusan Pertanian di Republik
Indonesia dan saat ini diperbantukan untuk RIS untuk bertindak sebagai
koordinator likuidasi NST. Mr. SM Amin Nasution adalah Gubernur Sumatera Utara
RI pertama pada masa agresi militer Belanda yang pertama. Mr. Moh Jusuf adalah Walikota
Medan (yang kedua) menggantikan posisi Mr. Loeat Siregar (Walikota Medan
pertama RI).
Dalam
perkembangannya, diantara tiga anggota panitia, kemudian Sarimin Reksodihardjo
didaulat menjadi ketua dan yang lain sebagai anggota (Nieuwe courant, 22-07-1950).
Dalam berita ini disebutkan, Dr. Mansur ikhlas Negara Sumatera Timur
dilikuidasi meski sebagian rakyat NST (Kongres Rakyat) menolaknya menjadi negara
kesatuan. Bahkan Dr. Mansur meminta Kaliamsjah Sinaga (NST) keluar dari panitia
ketika ada yang mengusulkan. Karenanya panitia tetap semuanya dari RI. Dalam
hal ini, mayoritas republiken mendukung negara kesatuan (NKRI).
Langkah-langkah
yang dilakukan Sarimin Reksodihardjo meski tetap ada resistensi tetapi Sarimin
Reksodihardjo didukung harian Mimbar Umum (yang menjadi corong tidak langsung
untuk Sarimin Reksodihardjo dalam mendukung integrasi, Negara kesatuan) (Het
nieuwsblad voor Sumatra, 27-07-1950).
Het nieuwsblad
voor Sumatra, 28-07-1950: ‘Pagi ini Kaliamsjah Raja Sinaga, Wakil Wali Negara
dari NST dan Mr Sarimin Reksodihardjo, ketua komite RIS untuk melikuidasi
Negara Sumatera Timur berangkat dengan
pesawat terbang dari Medan ke Jakarta. Kabarnya keduanya akan membawa diskusi
dengan pemerintah pusat tentang isu-isu yang berkaitan dengan integrasi Sumatera
Timur (NST) dalam negara kesatuan (NKRI)’.
Persiapan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara
Tidak mudah untuk melikuidasi
Sumatera Timur. Tidak semuanya setuju. Front Nasional (RI) sangat mendukung,
Kongres Rakyat (NST) masih enggan. Front Nasional berharap di dalam Panitia
Persiapan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara juga terdapat dari wakil-wakil
Kongres Rakyat. Front Nasional akan berusaha untuk memastikan bahwa "mana
mungkin" likuidasi NST menjadi ‘wajib’ sebelum pembentukan negara bersatu
(NKRI). Front Nasional menyatakan bahwa akan memberikan semua dukungan dalam
likuidasi NST (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 07-08-1950).
Dr. Djabangoen Harahap |
Setelah
pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda (pasca konferensi KMB di Den Haag) jalan
bagi republic semakin terbuka menuju kemenangan (kemerdekaan yang
dicita-citakan). Dalam perkembangannya, RIS bubar dan semakin menguat RI dalam
wujud NKRI. Dalam fase menuju NKRI inilah Negara Sumatra Timur (NST) sebagian besar rakyat Sumatra
Timur menolak. Dr. Mansur awalnya mengikuti irama rakyat, namun Dr. Mansur
bukanlah ‘orang bodoh’. Dr. Mansur juga banyak dapat masukan dari Dr. Ildrem
Siregar yang berada di NST tetapi pro republik. Dr. Ildrem, kelahiran Sipirok
adalah dokter alumni Belanda. Dr. Ildrem juga mempengaruhi ‘lae’nya itu agar
membuka pintu lebar-lebar agar NST kembali ke NKRI. Tentu saja itu tidak sulit
karena Djabangoen Harahap dan Mansur adalah dulunya teman baik, bahkan sejak di
bangku kuliah. namun secara politik
berseberangan ketika Belanda kembali untuk menjajah.
Mr. Gading Batubara Josua (GB Josua) |
Akhirnya
Negara Sumatra Timur melalui Dr. Mansur meminta sendiri untuk dibubarkan dan difasilitasi masuk ke bagian
NKRI. Orang-orang Republik welkom. Dr. Djabangoen, Sugondo, GB Josua, Mr. Ani
Manoppo Abbas, Madong Lubis. Demikian juga orang-orang yang berada di dua belah
pihak seperti Mr. Mahadi dan Dr. Ildrem Siregar menjadi sumringah. Istri Dr.
Ildrem (orang Belanda) juga tidak keberatan dan sukarela menjadi warga Negara Indonesia
dan bergegas datang ke Medan dari Amsterdam (untuk berkumpul dengan keluarga
yang dicintainya).
Dr. Ildrem Siregar |
Saat
hiruk pikuk seperti inilah Sarimin Reksodiharjo ‘dikirim’ Kementerian Dalam
Negeri untuk menengahi permasalahan yang sulit di Sumatra Utara (Atjeh,
Tapanoeli dan Sumatra Timur). Sarimin Reksodiharjo lalu dibantu oleh tokoh kuat
Binanga Siregar, mantan residen Tapanuli di era perang (sebelum gencatan
senjata jelang KMB) dan Mr. Daudsyah dari Atjeh. Mereka bertigalah yang
membidani lahirnya Sumatra Utara yang baru. Setelah semua berhasil dan mulai
normal, Sarimin Reksodiharjo ditarik kembali ke Jakarta dan sebagai
penggantinya Abdul Hakim Harahap.
Abdul Hakim Harahap |
Itulah
dinamika Sumatra Utara di awal pembentuk NKRI. Itu pula dinamika
pejuang-pejuang Republik dari Padang Sidempuan untuk memepertahankan
kemerdekaan Indonesia dan membentuk NKRI. Anda ingin menulis sejarah baru;
jangan lupa ada sejarah lama.
Untuk sekadar diketahui: Abdul Hakim Harahap penggagas didirikannya Universitas Sumatra Utara (USU) yang bertiindak sebagai Presiden pertama. Abdul Hakim Harahap dibantu antara lain Dr. Ildrem, Mr. Ani Manoppo Abbas, Mr. Madong Lubis dan Mr. Mahadi. Sementara Dr. Djabangoen Harahap dan Mr. Gb Josua setelah terbentuk NKRI di Sumatra Utara kembali ke fungsi awal masing-masing, Dr. Djabangoen melayani masyarakat di bidang kesehatan dan GB Josua melayani masyarakat di bidang pendidikan di Medan. Binanga Siregar diangkat menjadi Residen Sumatra Timur lalu kemudian diangkat menjadi Residen Tapanoeli tahun1956. Pada tahun 1957 Binanga Siregar menggagas didirikan Universutas Tapanuli (kini menjadi UGN Padang Sidempuan yang tengah proses penegerian). Sedangkan Bupati Tapanuli Selatan yang pertama menjadi Wali Kota Medan (kemudian menjadi Residen Sumatra Timur).
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe.
Baca juga, artikel terkait:
Sejarah Kota Medan (19): Dr. Muhammad Ildrem, Republiken yang Terjebak di Medan; Berperan Penting Normalisasi Antara Republik Indonesia dan Negara Sumatera Timur
Sejarah Kota Medan (37): Binanga Siregar dari Padang Sidempuan (1932); Tokoh Penting Terbentuknya Provinsi Sumatera Utara
Sejarah Kota Medan (54): Lapangan Merdeka Medan, 17-8-1951 dan Lapangan Medan Merdeka, 17-8-1950; Dua Lapangan Pertama di Indonesia Sukarno Pidato
Sejarah Kota Medan (22): Madong Lubis, Guru van Ophuijsen dari Padang Sidempuan; Peletak Dasar Tatabahasa dan Ejaan Indonesia
Sejarah Kota Medan (35):Mr. Abdul Abbas Siregar, Anak Medan; Residen Pertama Lampung (1945) dan Presiden Republik Indonesia Tapanuli (1949)
Sejarah Kota Medan (38): Haji Muda Siregar, Ditahan Belanda di Sibolga (1946); Menjadi Residen Sumatera Timur (1951) dan Walikota Medan (1954)
Sejarah Marah Halim Cup (14): GB Josua, Tokoh Pendidikan Medan dan Presiden Sahata Voetbal Club Sebagai Ketua Perayaan 17 Agustus 1945 dan Ketua Panitia PON III
Baca juga, artikel terkait:
Sejarah Kota Medan (19): Dr. Muhammad Ildrem, Republiken yang Terjebak di Medan; Berperan Penting Normalisasi Antara Republik Indonesia dan Negara Sumatera Timur
Sejarah Kota Medan (37): Binanga Siregar dari Padang Sidempuan (1932); Tokoh Penting Terbentuknya Provinsi Sumatera Utara
Sejarah Kota Medan (54): Lapangan Merdeka Medan, 17-8-1951 dan Lapangan Medan Merdeka, 17-8-1950; Dua Lapangan Pertama di Indonesia Sukarno Pidato
Sejarah Kota Medan (22): Madong Lubis, Guru van Ophuijsen dari Padang Sidempuan; Peletak Dasar Tatabahasa dan Ejaan Indonesia
Sejarah Kota Medan (35):Mr. Abdul Abbas Siregar, Anak Medan; Residen Pertama Lampung (1945) dan Presiden Republik Indonesia Tapanuli (1949)
Sejarah Kota Medan (38): Haji Muda Siregar, Ditahan Belanda di Sibolga (1946); Menjadi Residen Sumatera Timur (1951) dan Walikota Medan (1954)
Sejarah Marah Halim Cup (14): GB Josua, Tokoh Pendidikan Medan dan Presiden Sahata Voetbal Club Sebagai Ketua Perayaan 17 Agustus 1945 dan Ketua Panitia PON III
Tidak ada komentar:
Posting Komentar