Pembangunan masjid besar Masjid Istiqlal
sudah barang tentu tidak mudah: butuh dana besar dan daya upaya yang besar.
Untuk desain masjid juga butuh pemikiran besar untuk menghasilkan karya besar.
Pemenang desainnya telah bekerja keras dengan pemikiran besar, karena
desainernya sendiri beragama Kristen tetapi desain masjid itu harus sesuai
dengan aspek budaya Islam. Untuk pengumpulan dana, selain dana pemerintah juga
dilakukan sejumah cara mulai dari retribusi taman, pembuatan majalah hingga
pengadaan pasar malam.
Masjid Istiqlal adalah masjid semua umat,
tidak hanya untuk orang Batak, juga orang Jawa, Betawi, Sunda atau siapapun.
Masjid Istiqlal benar-benar masjid ala Indonesia, semua individu apapun
agamanya telah memberi kontribusi. Masjid Istiqlal telah meniru cara-cara yang
sudah sejak dari dulu dilakukan di Sipirok: Islam dan Kristen, pribumi dan
Tionghoa telah mengambil perannya selama proses pembangunan masjid di Sipirok.
Masjid Sipirok cukup toleran mempersilahkan membangun gereja di seberang jalan
masjid itu.
Pemenang
Sayembara Pembuatan Desain Masjid Istiqlal: F. Silaban
Pemenang sayembara pembuatan desain masjid
Istiqlal, bukan orang Jawa, Sunda atau Madura dan juga bukan orang Minang, Aceh
atau Melayu, tetapi justru orang Batak. Uniknya, pemenang desain masjid itu
yang bernama F. Silaban adalah beragama Kristen. F. Silaban bahkan dalam
sayembara mengalahkan para lulusan institut (universitas) dan arsitek-arsitek
Belanda. Padahal pendidikan formal F. Silaban hanya sampai pada tingkat SMA
saja.
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 06-07-1955: ‘Kontes Desain Berhadiah Masjid of Peace. Di Istana
Negara berlangsung Selasa malam pengumuman pemenang kompetisi untuk desain
untuk Masjid Istiqlal, yang akan dibangun di Jakarta di bekas Wilheknina Park.
Upacara ini untuk dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Menteri Agama, Haji Kiai
Masjkur. hadiah pertama dimenangkan oleh F. Silaban arsitek di Bogor, dengan
desain, yang disampaikan berdasarkan motto "Percaya pada Tuhan",
Upacara penghargaan akan berlangsung oleh Presiden Soekarno setelah kembali
dari Mekkah (5 Agustus). Selanjutnya, akan disajikan untuk menunjukkan tiga pemenang
pertama dan hadiah hiburan untuk lima mahasiswa dari departemen arsitektur
Fakultas Teknik di Bandung dan hanya membangun kanstruksi adalah kantor Asosiasi
Insinyur di Jakarta.
Kompas, 21 Februari 1978 pernah mewawancarai F
Silaban: ‘Arsitektur Istiqlal itu asli, tidak meniru dari mana-mana, tetapi
juga tidak tahu dari mana datangnya’. Lebih lanjut, F. Silaban mengatakan: ‘Patokan
saya dalam merancang hanyalah kaidah-kaidah arsitektur yang sesuai dengan iklim
Indonesia dan berdasarkan apa yang dikehendaki orang Islam terhadap sebuah
masjid’ (lihat Kompas.com). Pernyataan F. Silaban tampaknya sesuai dengan
keinginan Presiden Sukarno (lihat Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-12-1954).
Pada saat F. Silaban memenangkan desain Masjid Istiqlal,
Wakil Perdana Menteri adalah Zainul Arifin Pohan. Kedua orang ini sama-sama
berasal dari Tapanuli. Zainul Arifin Pohan adalah pemimpin politik tertinggi
NU, yang memulai pendidikan pesantren di Kotanopan (afdeeling Padang Sidempuan),
lalu menjadi Panglima Hisbullah di Jawa semasa agresi militer Belanda. Setelah
pengakuan kedaulatan RI, Zainul Arifin Pohan terjun ke bidang politik lalu
menjadi ketua komisi parlemen bidang pertahanan. Ketika NU keluar dari Masyumi,
Zainul Arifin Pohan menjadi tokoh terpenting Partai NU hingga akhirnya menjadi
Wakil Perdana Menteri. Zainul Arifin Pohan dan F. Silaban meski berkarir di
jalan yang berbeda, tetapi keduanya sama-sama telah memberi kontribusi besar
bagi umat Islam.
Yang akan membangun konstruksi Masjid Istiqlal
adalah Kantor Asosiasi Insiyur di Jakarta. Pada saat itu, konsultan terkenal di
Jakarta adalah Kantor Insinyur Penabatu yang beralamat6 di Menteng. Direktur Kantor
Insinyur ini adalah Ir. Tarip Abdullah Harahap, alumni Technische Hoogeschool
(kini ITB) alumni tahun 1939.
Soekarno Ingin Menjadi Masjid Abadi
Soekarno adalah seorang yang futuristic: memikirkannya
sekarang tetapi menempatkannya jauh di masa datang. Ini juga yang terjadi pada
pembangunan masjid agung Masjid Iseiqlal. Sukarno menginginkan Masjid Istiqlal
adalah bangunan abadi di Indonesia. Inspirasi ini muncul ketika Soekarno tengah
menjalankan ibadah haji di Mekah.
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 01-12-1955: ‘Presiden mengatakan bahwa "tiga
dimensi" semangat rakyat Indonesia mungkin sejak periode wali mulai
memudar, yang dapat dibuktikan dari kenyataan bahwa sejak saat itu seperti
konstruksi berkelanjutan Borobudur tidak dibangun oleh Indonesia. Mengenai
keinginannya untuk berkarya untuk bangunan masjid, ia menyatakan bahwa ia masih
bisa mengingat dengan baik bahwa ia bekerja selama bertahun-tahun mahasiswa di
pengasingan di Flores, di Bengkulu dan tempat-tempat lain untuk membangun
beberapa masjid. Masjid ini masih utuh sampai hari ini, menurut kepala negara.
Dalam hal ini, dia mengatakan sesuatu tentang penemuannya selama ziarah ke
Mekah. Presiden Soekarno mengatakan ia menangis seperti anak kecil, ketika ia
berada di makam Nabi dan sejak saat itu pikiran presiden lagi menjadi hidup
untuk bekerja sama pada pembangunan masjid. Memiliki daya tiga dimensi, menurut
kepala negara merupakan syarat mutlak agar mampu membangun konstruksi
berkelanjutan yang besar, seperti masjid-masjid di Kairo, sudah berusia ribuan
tahun. Jadi, ini harus dengan membangun masjid Istiqlal di Jakarta, yang akan
dibangun dari ‘batu hidup’, beton dan marmer dan fitur akan menjadi pintu dari
spesies logam yang dapat menantang waktu’, lanjut Presiden Sukarno’.
Yang mendampingi Sukarno dalam menemukan
inspirasi abadi ini adalah Zainul Arifin Pohan. Presiden Sukarno dan Wakil
Perdana Menteri Zainul Arifin Pohan berangkat sama-sama untuk menunaikan ibadah
haji ke Mekkah tahun 1955. Keduanya, meski berbeda partai (Sukarno anggota
Partai PNI dan Zainul Arifin Pohan anggota Partai NU) tetapi dalam banyak hal
sangat akrab. Konon, Sukarno sangat mempercayai NU karena sangat mempercayai Zainul
Arifin Pohan. Perkawanan mereka tidak abadi di dunia politik karena Zainul
Arifin Pohan telah meninggal dunia setelah tertembak di Masjid Istiqlal ketika
sekelompok orang ingin membunuh Sukarno justru yang tertembak adalah Zainul
Arifin Pohan.
Siapa yang membimbing Sukarno untuk merealisasikan
gagasan pembangunan masjid agung tersebut? Gagasan pembangunan masjid besar di
Jakarta adalah orang-orang dari kalangan Masyumi (NU masih bagian dari
Masyumi). Untuk mempengaruhi Sukarno agar mendirikan masjid terbesar di
Indonesia adalah Zainul Arifin Pohan. Soekarno dan Zainul Arifin Pohan telah
mendiskusikan pendirian masjid itu, sejak gagasan, persiapan, peletakan batu
pertama hingga proses pembangunannya berlangsung. Sayang, keduanya tidak
melihat hasil akhirnya. Namun demikin, keduanya telah memikirkannya untuk bangsa
Indonesia hingga di masa yang akan datang.
Bersambung:
Sejarah Masjid Istiqlal, Ini Faktanya (3):
Pengumpulan Dana Masyarakat dan Proses Pembangunan yang Membutuhkan Waktu
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap dari berbagai sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar