Zainul Arifin Pohan, mantan Panglima Hisbullah terjun ke dunia politik bukan saja kehendaknya sendiri tetapi juga kehendak dari kalangan NU. Amanat itu sejauh ini dapat ditunaikan Zainul Arifin Pohan dengan baik. Namun dalam perkembangannya, NU mengharapkan hasil yang lebih baik dengan cara keluar secara baik-baik dari Masyumi dan NU lalu membentuk partai sendiri: Partai NU.
NU Keluar dari Masyumi
Secara resmi NU menarik diri dari Masyumi
pada 31 Juli 1952. Pada sidang parlemen 17 September 1952, tujuh anggota
parlemen dari NU menarik diri dari Masyumi. Di antaranya Wahab Chasbullah,
Idham Chalid, Zainul Arifin.
Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 10-03-1952: ‘Dewan
Nahdlatul Ulama, Zainul Arifin, melayani di dewan eksekutif Masyumi, Sabtu
mengatakan dalam sebuah wawancara telepon dengan Ancta bahwa pernyataan kiai
Wahab tidak mencerminkan posisi Nahdlatul Ulama lagi. Menurut dia, yang di
pertemuan terakhir memutuskan dengan suara bulat untuk meninggalkan semua
masalah politik kepada pimpinan Masyumi’.
De nieuwsgier,13-09-1952: ‘Posisi anggota parlemen dari
Nahdlatul Ulama, Zainal Arifin dari permintaan Nahdlatul Ulama dikomunikasikan
kepada PIA, bahwa dalam pertemuan Jumat antara Nahdlatul Ulama dan Masyumi akan
diselenggarakan pada status anggota NU di parlemen. Sekarang NU telah
dipisahkan sebagai anggota luar biasa dari Masyumi, status anggota NU di
parlemen tidak tentu. Namun, kedua belah pihak sepakat bahwa untuk masa
transisi tiga bulan - yang berakhir pada akhir Oktober - keanggotaan ganda
diperbolehkan. Anggota NU yang juga anggota Masyumi tetap menjadi anggota
fraksi Masyumi di parlemen. Mr Zainul Arifin menjelaskan lagi, bahwa masalah
ini dengan cara yang paling bersahabat dengan Masyumi akan dibahas. Hal ini
sangat mungkin bahwa sekarang, di masa mendatang akan membentuk kelompok mereka
sendiri’.
De nieuwsgier, 23-09-1952: ‘Nahdlatul Ulama membentuk
kelompok sendiri. Mr Zaiuul Arifin dari Nahdlatul Ulama dilaporkan PIA
mengumumkan bahwa partai yang telah membentuk fraksi sendiri di parlemen. Para
anggota Nahdlatul Ulama, sebelumnya bagian dari Masyumi "kelompok, datang
ke sana dan telah membentuk kelompok mereka sendiri. Kelompok NU terdiri dari dan
diketuai oleh Bapak Zainul Arifin. Permintaan ini, mengumumkan bahwa hubungan
antara kelompoknya dan yang dari Masyumi hubungan yang baik. Ada tingkat
kerjasama di mana kedua pihak dapat bertemu. Anggaran dasar Anggota Nahdatul
Ulama menunjuk Bapak Zainul Arifin, A. Alas dan Kiai Wahab’.
Parlemen melakukan pemilihan ketua komisi
untuk jabatan kedua tahun 1954. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 06-05-1953 Zainul Arifin menjadi ketua komisi
Pertahanan.
Ini untuk kali pertama ketua komisi di parlemen yang
berasal dari Sumatera Utara.
Wakil Perdana Menteri dan Pemberontakan di Aceh
NU makin popular setelah keluar dari Masyumi.
Langkah-langkah strategis Zainul Arifin sudah mulai menghasilkan. Pada
fase-fase akhir Kabinet Wilopo, NU yang dipimpin Zainul Arifin bertemu Presiden
Soekarno. Koalisi Liga Muslimin Indonesia, Nahdlatul Ulama, PSII dan Perti
menjadi mayoritas parlemen akan bisa menjamin pemerintahan yang kuat. Presiden
tampaknya akan mengajukan formatur baru untuk pemerintahan baru (lihat De
nieuwsgier, 09-06-1953).
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 13-07-1953: ‘Zainul Arifin dari NU setelah bertemu Burhanuddin
Harahap pihaknya dengan formatur banyak poin kesepakatan dalam program untuk
komposisi Kabinet’.
Java-bode, 30-07-1953
|
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 30-07-1953: ‘Desain formatur. Menurut informasi, formatur
yang telah dirancang kabinet, yang terdiri dari 21 kursi, termasuk dua pos
wakil perdana menteri. Pemerintah mengusulkan seperti ini: Perdana Menteri: Ali
Sastroamidjojo; (PNI); Wakil Perdana Menteri I: Wongsonegoro (PIR), Wakil
Perdana Menteri II: Zainul Arifin (NU).
Akhirnya, Zainul Arifin diangkat sebagai
Wakil Perdana Menteri RI. Nama Zainul Arifin langsung terangkat di Sumatera
Utara. Surat kabar Het nieuwsblad voor Sumatra yang terbit di Medan untuk kali
pertama melaporkan riwayat singkat Zainul Arifin sebagai kelahiran Baros,
Tapanoeli.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 06-08-1953: ‘Para anggota
pemerintah baru Indonesia (III). Zainul Arifin, lahir tahun 1909 di Baros
(Tapanuli) dan milik Nahdlatul Ulama, bertindak dalam kabinet baru sebagai
Wakil Perdana Menteri kedua. Selama pendudukan Jepang Zainul Arifin adalah
kepala departemen umum MPRS Sjura Muslimin Indonesia. Setelah pelatihan selama
tiga bulan, Zainul Arifin menjadi pemimpin Hisbullah. Selama revolusi Zainul
Arifin adalah komandan kelompok pertempuran. Ketika Hisbullah termasuk di dalam
TNI, Zainul Arifin menjadi sekretaris pimpinan TNI. Pada bulan Juli 1947 Zainul
Arifin menjadi anggota panitia kerja KNIP. Zainul Arifin adalah sebelum perang
secara resmi adala pegawi Kotamadya Batavia selama lima belas tahun’.
Ini dengan sendirinya Zainul Arifin Pohan
telah menambah daftar nama perdana menteri RI yang berasal dari Tapanuli.
Sebelum Zainul Arifin sudah ada dua orang: PM Amir Sjarifoedin Harahap dan Wakil
PM Abdul Hakim Harahap. Baik Amir maupun Hakim kabinetnya masih berada di
Jogjakarta. Abdul Hakim Harahap sebagai wakil PM adalah kabinet terakhir di
Jogjakarta (ketika Republik Indonesia menjadi bagian Republik Indonesia
Serikat).
- PM Amir Sjarifoedin Harahap 3 Juli 1947 s/d 29 Januari 1948
- Wakil PM Abdul Hakim Harahap dalam Kabinet Abdul Halim 21 Januari 1950 s.d 6 September 1950
- Wakil PM Zainul Arifin Pohan dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo 30 Juli 1953 s/d 12 Agustus 1955
- PM Burhanuddin Harahap 12 Agustus 1955 s/d 24 Maret 1956
- Wakil PM Abdul Haris Nasution dalam Kabinet Kerja Djuanda 6 Maret 1962 s/d 13 November 1963
- Wakil PM Adam Malik Batubara dalam Kabinet Dwikora Soekarno 22 Februari 1966 s/d 25 Juli 1966
- selanjutnya Adam Malik menjadi Wakil Presiden: 23 Maret 1978 s/d 11 Maret 1983
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar