Memang semua yang dilakukan harus dimulai dari nol. Demikian juga, semua pengetahuan yang terakumulasi juga dimulai dari nol. Apa saja yang harus diketahui dan apa saja yang harus dilakukan di awal pemerintahan RI harus dimulai dari nol. Memang pemerintahan RI adalah kelanjutan dari pemerintahan kolonial, tetapi kenyataannya ketika pemerintahan RI dimulai harus semuanya dimulai dari nol, karena berbeda visi dan misi, berbeda situasi dan kondisi, berbeda tujuan dan idiologinya. Khusus di bidang ekonomi, semua hal berbeda dan semua hal bersifat baru dan semuanya harus dari nol. Mr. Arifin Harahap, seorang ahli hokum, harus mengisi pekerjaan bidang ekonomi yang membutuhkan banyak orang. Mr. Arifin Harahap memulainya dengan learning by doing,
Bagaimana Negara Indonesia yang kita lihat sekarang ini terbentuk
dan bagaimana sistem pemerintahan terwujud dan bagaimana sistem ekonomi
nasional berjalan seperti sekarang: semuanya dimulai dari nol dengan try and
error. Mr. Arifin Harahap juga termasuk di dalamnya. Para pendahulu ini
kelihatannya lambat dan tenang tetapi tingkat kesalahannya rendah, berbeda
dengan yang sekarang: cepat dan ceroboh tetapi banyak kesalahannya. Itulah
pemerintahan RI di masa awal, itulah system ekonomi nasional Indonesia di masa
permulaan pemerintahan RI.
Dua bidang pemerintahan (kementerian luar
negeri dan kementerian ekonomi urusan perdagangan) sangat kerap bersentuhan
dengan asing (internasional), karena itu kedua bidang ini mendapat banyak
tantangan. Mr. Arifin Harahap dalam kesehariannya di bidang perdagangan sangat
banyak tantangan. Semuanya dapat teratasi dengan learning by doing. Hal ini
dimulai dari kebijakan kerjasama pedagangan dengan Negara lain (luar negeri),
kebijakan impor (domestic) dan lain sebagainya. Proses pembangunan dan
pengembangan ekonomi terus bergerak, kebijakannya juga terus dipikirkan secara
matang.
Ekonomi Tertutup vs Ekonomi Terbuka
Di era Kabinet Burhanuddin Harahap yang
dimulai 11 Agustus 1955 menerapkan ekonomi terbuka. Hal ini dilakukan karena
Indonesia kesulitan keuangan, kebutuhan rakyat belum sepenuhya teratasi dari
dalam negeri. Situasi dan kondisi saat itu sudah mulai stabil (kecuali masalah
Irian Barat yang masih tersisa), pemerintahan sudah mulai berjalan lancar. Kerjasama
luar negeri tidak terhindarkan, bahkan keinginan bekerjasama dengan Belanda (di
bidang ekonomi).
De nieuwsgier, 08-12-1955: ‘Zainul Arifin Pohan, pemimpin
Nahdlatul Ulama, menyatakan tidak berpartisipasi dalam delegasi untuk negosiasi
dengan Belanda, sebagai peringatan kepada pemerintah berarti tidak mengambil langkah-langkah,
yang bisa menyulitkan kerja sama dalam pemerintahan berikutnya. Zainul Arifin,
Wakil Perdana Menteri di pemerintah sebelumnya, mengatakan bahwa partainya
belum memberikan langkah tertentu, Perdana Menteri Burhanuddin Harahap telah
terganggu sikap NU. Dalam upaya Pemerintah
untuk melakukan pembicaraan dengan kerjasama dengan Belanda, menganggap NU
sebagai menabur perselisihan’,
Masyumi di bawah Perdana Menteri Burhanuddin
Harahap banyak yang mendukung tetapi ada juga yang menentang. NU dengan
pemimpin politiknya Zainul Arifin Pohan menolaknya dan tidak akan ikut berpartisipasi
dalam delegasi RI untuk mengirim ke Belanda. Isu ini menjadi salah satu yang
menyebabkan Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri. Akan tetapi penyebab
utamanya adalah dukungan terhadap Perdana Menteri Burhanuddin (Masyumi) kalah
di parlemen dengan aliansi PNI dan NU (yang gabungan keduanya telah menjadi
mayoritas di parlemen). Koalisi (lama) ini memunculkan pembentukan kabinet
baru: Kabinet Ali II (PNI dan NU). Kabinet Burhanuddin Harahap berakhir 3 Maret
1956.
Kinerja ekonomi Kabinet Burhanuddin Harahap tidak buruk,
malah lebih baik dari Kabinet Ali I (yang digantikan Kabinet Burhanuddin
Harahap). Indeks konsumen terus menerus. Harga tekstil telah turun tajam pada
masa pemerintahan Kabinet Boerhanoeddin Harahap, dan masih akan turun. Sebagai
contoh pada bulan Agustus 1955, harga poplin Rp 8.56 per meter; pada bulan
Februari tahun ini adalah Rp. 5.89 dan pada tanggal 17 April menjadi Rp 5.62. Indeks
untuk berbagai jenis kain 100 pada bulan Agustus tahun 1955, pada bulan
Februari tahun ini menjadi 61 dan 17 April menjadi 57. Angka-angka ini karena harga
sekarang lebih rendah pada saat pengunduran diri Kabinet Boerhanoeddin Harahap (lihat
Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-04-1956)
Pasang surut cabinet lebih dikarenakan
perebutan kekuasaan daripada hal yang disebabkan tinjauan ekonomi. Sementara
itu (apa pun kabinetnya), Mr. Arifin Harahap berpacu dengan waktu dalam
menyiapkan, studi dan memformulasikan kelompok barang impor. Pengelompokkan ini
tidak mudah karena harus dibuat komprehensif yang di satu sisi untuk memenuhi
kebutuhan domestic dan di sisi lain juga untuk melindungi industry domestic
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk sementara Kantor Impor belum
bisa mengeluarkan izin impor bagi pengusaha sebelum pengelompokkan barang ini
usai. Padahal Negara pemasok sudah antri dan melakukan kontak dengan berbagai
perusahaan importir di Indonesia.
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 13-08-1956: ‘BDP masih ditutup. Sementara itu, kami masih
tidak tahu apakah BDP (Kantor handelsviezen) alam melakukan tender lagi. Panitia
(komisi) untuk kelompok barang masih mengadakan pertemuan reguler. Seperti kita
ketahui, komite ini terdiri dari anggota sebagai berikut: Mr. Arifin Harahap, Sjarkawi,
Mr. Moehtar Osman Djajusman dan Amrin. Hal ini diduga bahwa setelah pengumuman
kelompok baru item (yang dirancang sesuai dengan Menteri) juga dimaksudkan untuk
melindungi industri’.
Pengurus
IPKI dan Karir Terus Naik
Di dalam aktivitas politik, Mr. Arifin
Harahap mulai intens di Partai IPKI (Ikatan Pejuang Kemerdekaan Indonesia).
Pada kepengurusan baru yang dibentuk pasca Pemilu 1955, Mr. Arifin Harahap
duduk sebagai Ketua Bidang Ekonomi. Sementara untuk urusan ekonomi, Mr. Arifin
Harahap mulai membenahi sistem impor di daerah. Setelah dua kota pelabuhan di
Jawa, pada gilirannya tiga kota pelabuhan di Sumatra, yakni Medan Padang dan
Palembang.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 24-05-1957: ‘Pembukaan kantor
perdagangan devisi di Medan, Sumatra Timur. Segera akan menjadi cabang dari BDP
(Biro Devisa Perdagangan) di Medan terbuka. Namun, cabang di Medan hanya sebatas untuk mengeluarkan TSPP (Keterangan Pemasukan Pabean). Terkait dengan lisensi untuk mengimpor, tetap di tangan
BDP di Jakarta. Tim dari Jakarta, Rabu melakukan
pertemuan dengan Dewan Ekonomi Sumatra
Utara yang diselenggarakan oleh
komunitas bisnis Indonesia di Medan. Begitu mereka memiliki kekuatan teknis
yang diperlukan dan cara mekanis, cabang di Medan akan ditinggikan, yang secara
umum dapat diproses semua dokumen yang terkait dengan proses impor di Medan.
Pembentukan cabang dari BDP di Medan bertahap kekuasaan untuk mengatur impor.
Meskipun kantor di Medan verlopig hanya memiliki kewenangan untuk mengeluarkan
KPP, ini akan melihat situasi
yang karenanya clearance
barang impor akan dipercepat, dan juga itu terserah kepada Dewan
Moneter untuk memutuskan. Sehubungan dengan itu, impor harus dibatasi
barang penting. Mr. Usman tiba Rabu sore oleh GIA di kota Medan bersama Mr. Arifin Harahap dan Amir Atmadja dari Departemen Perdagangan, Mr. M. Kusumaatmadja dari lembaga asing dan Mr. Djajakusuma dari Bank Indonesia-. Setelah Medan akan
melakukan perjalanan ha yang sama para pejabat ini ke Padang dan
Palembang, karena ada juga mempersiapkan cabang dari BDP’.
Mr. Arifin Harahap juga menjadi anggota Dewan
Moneter. Komposisi sekarang berbunyi
sebagai berikut: Ketua: Profesor Dr Sunardjo, Menteri Perdagangan, Wakil Presiden Pertama:. Ir F. J. Ingkiriwang. industri
hias Mini. Wakil Menteri ketua; Chaerul Saleh,
Menteri perawatan veteran. Para anggota adalah: dari
Departemen Keuangan, Mr Arifin Harahap (Departemen Perdagangan), dari Bank Indonesia, Deviezeninstiluut, Departemen Tenaga Kerja
(Het nieuwsblad voor Sumatra, 31-07-1957).
Pada tahun 1952 sebanyak empat orang delegasi
perdagangan Indonesia berkunjung ke Australia untuk melakukan negosisi yang
mana delgasi itu diantaranya Mr. Arifin Harahap (Het nieuwsblad voor Sumatra,
28-11-1952). Setelah lima tahun dalam gubungan dagang Indonesia-Australia,
untuk memperbarui hubungan dagang selama ini kini delegasi Australia yang
datang ke Indonesia. Delegasi Australia terdiri dari lima anggota yang dipimpin
oleh McLintok. Delegasi Indonesia terdiri dari wakil-wakil dari Direktorat
Ekonomi Internasional, perwakilan dari Bank Indonesia, Mr. Arifin Harahap dari
Departemen Perdagangan, dari het miniserie van scheepvaart dan dari het Handelsdevezenbureau (lihat Java-bode:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 04-09-1957). Dari
nama-nama wakil Indonesia ini hanya Mr. Arifin Harahap yang turut dalam
delegasi Indonesia ke Australia tahun 1952. Mr. Arifin Harahap yang kini
menjadi Kepala Direktorat Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) bersama Menteri
Perdagangan meakili Indonesia ke Sidang GATT di Geneva. Indonesia sendiri baru
kali ini berpartisipasi.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 24-10-1957: ‘Menteri
Sunardjo ke GATT Conference. Kemarin pagi, menteri perdagangan, Prof. Sunardjo berangkat
ke Jenewa untuk menghadiri sesi kedua belas dari Konferensi GATT. Dia dengan Kepala
Direktorat Perdagangan Luar Negeri, Mr. Arifin Harahap berangkat bersama-sama.
Ini adalah konferensi khusus dari GATT, karena kali ini untuk pertama kalinya dilakukan
oleh menteri perdagangan tersebut. Negara-negara anggota hadir. Dikatakan, konferensi
kehendak membahas masalah pembentukan pasar Eropa umum’.
Dipromosikan Menjadi Menteri Perdagangan RI
Mr. Arifin Harahap tidak hanya bekerja dari
awal di Kementerian Ekonomi Urusan Perdagangan (sejak 1949), tetapi karirnya
terus meningkat. Dalam Kabinet Kerja I (sejak 10 Juli 1959) yang mana sebagai Perdana
Menteri adalah Sekarno dan Menteri Pertama adalah Djuanda Kartawidjaja serta Menteri
Keamanan dan Pertahanan/Kepala Staf Angkatan Darat adalah Abdul Haris Nasution,
Mr. Arifin Harahap dipromosikan dan diangkat sebagai Menteri (Muda) Perdagangan.
Mr. Arifin Harahap selalu berada di kementerian
perdagangan sejak 1949, baik saat adanya posisi menteri maupun pada saat tidak
ada posisi menteri setiap kabinet. Dalam Kabinet Burhanuddin Harahap (12
Agustus 1955- 3 Maret 1956) terdapat
posisi Menteri Perdagangan. Pada masa Kebinet Ali II (24 Maret 1956-14 Maret
1957) posisi Menteri Perdagangan ditiadakan dan fungsi perdagangan berada di
bawah Kemnterian Ekonomi, Dalam Kabinet Djoeanda (9 April 1957-10 Juli 1959)
disediakan lagi posisi Menteri Perdagangan (Prof. Drs. Soenardjo). Selanjutnya,
pada Kabinet Kerja I yang menjadi Menteri Perdagangan adalah Mr. Arifin Harahap.
Dari daftar Menteri Perdagangan, hanya Mr.
Arifin Harahap yang berkarir di bidang perdagangan. Dengan demikian, Mr. Arifin
Harahap satu-satunya Menteri Perdagangan yang sangat menguasai bidangnya. Mr.
Arifin Harahap sangat kompeten di bidangnya tentu saja sangat kompoten sebagai
Menteri Perdagangan RI. Semua itu, karirnya dibangun dari bawah dengan cara
learning by doing.
Pada saat Mr. Arifin Harahap menjadi Menteri Perdagangan
yang menjadi Perdana Menteri adalah Ir. Soekarno (suatu jabatan yang tidak
pernah diperankannya selama ini). Ini berarti Soekarno selain Presiden RI juga
merangkap sebagai Perdana Menteri. Ini dengan sendirinya, Mr. Arifin Harahap
akan intens bersama Soekarno. Hubungan Soekarno-Arifin Harahap seakan
mengingatkan hubungan Soekarno-Amir Sjarifoeddin Harahap. Sebagaimana
Soekarno-Amir Sjarifoeddin Harahap mengembangkan karir politik dari bawah
(learning by doing), juga Mr. Arifin Harahap mengembangkan karir birokrat dari
bawah. Amir Sjarifoeddin Harahap kawan dekat Soekarno sejak era Belanda telah
tiada (pada tahun 1948), kini Ir. Soekarno memiliki teman dekat yang baru, Mr.
Arifin Harahap yang notabene adik kandung Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap.
Bersambuung:
Mr. Arifin Harahap (4): Mendirikan Akademi
Dinas Perdagangan; Dari Menteri Perdagangan Bergeser Menjadi Menteri Urusan
Anggaran Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar