Rabu, Juni 19, 2024

Sejarah Muara Takus (14): Sungai Batahan dan Sungai Batang Natal; Teluk Tempo Dulu, Nama Batang, Nama Batahan, Nama Batak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Muara Takus di blog ini Klik Disini

Sungai Batang Natal bermuara di kampong Natal, berhulu di gunung Sorik Marapi (Mandailing). Sungai Batang Batahan bermura di kampong Batahan, berhulu di gunung Malintang. Dua sungai ini saling berdekatan. Lantas apakah kedua sungai ini berkaitan satu sama lain di masa lampau?


Batahan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara berbatasan Sumatera Barat (Pasaman Barat). Kecamatan Batahan awalnya terdiri beberapa huta (desa) masuk kecamatan Natal, kabupaten Tapanuli Selatan. Kemudian pada tahun 1992 Kecamatan Natal dimekarkan menjadi tiga kecamatan yakni: Kecamatan Natal, Kecamatan Batang Gadis dan Kecamatan Batahan. Pada tahun 2007 kecamatan Batahan dimekarkan dengan membentuk kecamatan Sinunukan. Kecamatan Batahan terdiri kelurahan Pasar Baru Batahan dan desa-desa Banjar Aur, Batahan I, Batahan II, Batahan III, Batahan IV, Batu Sondat, Bintungan Bejangkar, Kampung Kapas I, Kampung Kapas II, Kuala Batahan, Kubangan Pandan Sari, Kubangan Tompek, Muara Pertemuan, Pasar Batahan, Pulau Tamang, Sari Kenanga Batahan, Wono Sari. Kecamatan Sinunukan terdiri desa-desa Airapa, Banjar Aur Utara, Bintungan, Bejangkar Baru, Kampung Kapas II, Pasir Putih, Sido Makmur, Sinunukan I, Sinunukan II, Sinunukan III, Sinunukan IV, Sinunukan VI, Suka Damai. Suka Damai II, Widodaren (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sungai Batahan dan sungai Batang Natal? Seperti disebut di atas, sungai Batahan dan sungai (batang) Natal sangat berdekatan. Teluk tempo doeloe, nama Batang, nama Batahan dan nama Batak. Lalu bagaimana sejarah sungai Batahan dan sungai Batang Natal? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Sungai Batahan dan Sungai Batang Natal; Teluk Tempo Doeloe, Nama Batang, Nama Batahan dan Nama Batak

Wilayah kota Natal dan kota Batahan pada masa ini tidak hanya tentang sungai (batang) Natal bermuara di kota Natal dan sungai Batahan bermuara di kota Batahan. Dua sungai ini dapat dikatakan masuk sungai besar yang bermuara ke pantai barat Sumatra. Wilayah kota Natal dan kota Batahan juga penting melihat dimana kedua sungai berhulu.


Seperti disebut di atas, sungai Batahan berhulu di gunung Malintang dan sungai Batang Natal berhulu di gunung Sorik Marapi. Kedua gunung ini berada di wilayah Mandailing. Salah satu cabang sungai Batang Batahan di hulu adalah sungai Batang Bangko yang mana sungai ini berhulu di dekat gunung Sorik Marapi. Sungai Ranto Baek yang berhulu di dekat gunung Malintang bermuara di sungai Batang Bangko di kampong Bangko. Sementara itu sungai Batang Natal juga memiliki cabang di hulu sebagai sungai Batang Parlampoengan (berhulu di Dolok Sidohar Dohar)..

Secara geomorfologis wilayah kampong Natal memilili ketinggian rata-rata 109 M. Sementara kampong Tapoes memilili ketinggian rata-rata 93 M dpl.  Mengapa Tapoes lebih rendah padahal jauh di pedalaman. Apakah dulunya wilayah sekitar kota Natal adalah suatu pulau atau suatu tanjung? Yang jelas di arah utara kampong Natal dan kampong Tapoes semakin tinggi elevasinya, sedangkan di sebelah selatan kampong Natal dan sebelah barat kampong Tapoes berupa dataran rendah yang basah dengan banyak rawa-rawa.


Tidak hanya di sisi selatan sungai yang dataran rendah basah, juga wilayah antara Natal dan Tapoes di sisi utara juga dataran rendah basah. Pada masa lampau diduga kuat sungai Batang Natal bermuara di kampong Tapoes. Artinya batas daratan (wilayah) Mandailing gingga kammpong di muara yang disebut kampong Tapoes. Jalur dimana terbentuk jalan antara Natal dan Tapoes diduga merupakan pulau-pulau awalnya dan seiring dengan terbentuknya sungai dari Tapoes ke Natal menjadi menjadi menyatu. Hal itulah yang menyebabkan baik di sisi utara dan sisi selatan sungai dataran berifat basah (rawa-rawa).

Pada era VOC saat mana Inggris membangun benteng di kampong Natal, disebut tentang keberadaan kampong Linggabajoe yang merupakan pemukiman orang Mandailing. Apakah kampong Linggabajoe tersebut adalah kampong Tapoes? Yang jelas pada masa ini nama Linggabayu dijadikan menjadi nama kecamatan (dengan ibu kota Simpang Gambir) yang Tapoes menjadi bagian wilayah kecamatan. Bagaimana dengan kampong Batahan dan sungai Batahan? Untuk memahaminya perlu memperhatikan daerah aliran sungai di wilayah hulu.


Seperti disebut di atas, sungai Bangko bermuara di sungai Batang Batahan. Tempo doeloe pertemuan sungai ini disebut Partomoean. Wilayah pertemuan sungai seakan membentuk suatu tanjung. Di sisi utara tanjung di daerah aliran sungai Bangko terdapat kampong Tanjoeng Kapal; di sisi selatan di daerah aliran sungai Batahan terdapat kampong Tandjoeng Poetoes yang diarah hulunya kampong Bandjar Aoer. Apakah nama-nama kampong yang menggunakan nama Tanjung telah mengindikasikan suatu tanjung di masa lalu?

Secara geomorfologis sungai Bangko dulunya bermuara ke pantai di kampong Pantai (seperti halnya kampoeng Tapoes di muara sungai Batang Natal). Sementara sungai Batahan bermuara di suatu teluk kecil dimana sungai Batahan bermuara di kampong Kapas.


Dalam proses sedimentasi jangka panjang, sungai Bangko dan sungai Batahan bertemu yang kemudian ke hilir dengan nama sungai Batahan. Hilir sungai Batahan ini yang awalnya perairan/laut lambat laun seiring dengan proses sedimentasi yang kemudian membentuk rawa-rawa. Dalam perkembangan sungai hilir sungai Batahan mencari jalannya senidiri menuju laut. Pertemuan hilir sungai Batahan ini dengan laut terbentuk daratan (dataran rendah) dimana kemudian terbentuk perkampongan yang disebut kampong Moeara Batahan. Kampong Moera Batahan inilah yang kini menjadi kota Batahan. Lantas dimana posisi kampong Batahan di masa lalu yang nama itu menjadi nama sungai? Yang jelas di sekitar kampong Moera Batahan dulunya banyak pulau-pulau termasuk pulau Tamang.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Teluk Tempo Doeloe, Nama Batang, Nama Batahan dan Nama Batak: Nama Linggabayu

Nama Batahan sudah terinformasikan pada era Portugis. Dalam peta-peta Portugis di pantai barat Sumatra nama Batahan diidentifikasi dengan nama Bathan. Nama Batahan ditandai sebagai suatu kota/kerajaan, yang mana di utara diidentifikasi kota/kerajaan Baroes. Kota Pasaman dan kota Pariaman berada di sekitar garis ekuator. Di pantai timur diidentifikasi nama keraajan Aru (d’Aru atau Daru).


Dengan memperhatikan secara cermat, dimana diidentifikasi kota/kerajaan Batahan tampak seakan berada di bagian dalam suatu teluk. Demikian juga dengan kota/kerajaan Pasaman berada di suatu teluk. Mengapa? Tetapi tidak demikian untuk kota/kerajaan Baroes dan kota/kerajaan Pariaman. Mengapa? Dalam peta juga diidentifikasi nama pulau Nias sebagai pulau Nia. Di pedalaman di sebelah timur Bathan diidentifikasi yang diduga gunung Malintang dan dan di timur Pasaman dengan gunung Pasaman. Dalam peta ini tidak teridentifikasi nama Natal. Apakah kampong Natal belum terbentuk?

Nama Batahan diduga adalah nama yang sangat tua. Suatu kampong pada masa lalu dimana sungai (yang kemudian disebut sungai Batahan) bermuara di pantai. Kampong Moera Batahan diduga adalah kampong baru, suatu kampung yang terbentuk kemudian sehubungan dengan terbentuknya daratan baru (hasil proses sedimentasi). Kampong Batahan terawan diduga berada di Kampng Kapas yang sekarang (sangat jauh di pedalaman). Dengan kata lain pada masa lampau sungai Batahan tidak sepanjang yang sekarang. Sungai Batahan di masa lalu adalah sungai besar, sungai yang bermuara ke suatu teluk. Sungai Batahan berhulu jauh di pedalaman.


Sebagai penanda navigasi sebagai berikut: Gunung Malintang dengan ketinggian 1983 M. Tepat berada di bawah puncak di sebelah timur danau Laut Tinggal. Wilayah seputaran gunung Malintang ke empat arah mata angin ini adalah wilayah populasi Mandailing. Pada tahun 1920an, saat mana Pemerintah Hindia Belanda ingin mengembangkan perekonomi wilayah, ditarik garis batas wilayah baru yang memisahkan wilayah Pasaman, Residentie Padangsce Bovenlanden denan wilayah Angkola Mandailing, residentie Tapanoeli. Garis batas tersebut tepat berada di puncak gunung Malintang; ke arah selatan menurun, semakin rendah dan ke arah utara juga semakin rendah. Denagn penarikan batas itu populasi Mandailing secara geografi menjadi terbelah (afdeeling Angkola Mandailing vs afdeeling Pasaman). Batas wilayah populasi Mandailing tempo doeloe di selatan hingga gunung Pasaman (Lubuk Sikaping, Mapat Tunggal dan Muara Takus). Penanda navigasi kedua adalah gunung Tor Pangolat (dengan titil tertinggi 1763 M) yang berada tidak jauh di sebelah timur laut gunung Malintang. Seperti halnya gunung Malintang Tor Pangolat juga menjadi batas wilayah Angkola Mandailing/Pasaman. Diantara dua puncak gunung inilah hulu sungai Batang Kanaikan. Yang ke hilir melalui kampong Rabi Djonggor. Lereng sebelah timur Tor Pangolat menjadi hulu sungai Batang Pasaman yang ke hilir melalui kampong Simpang Tonang, yang kemudian lebih kehilir melalui Kamping Kanaikan dimana sungai Batang Kenaikan bermuara. Perlu ditambahkan di lereng sebelah barat daya gunung Malintang adalah hulu sungai Batang Sikarbou (yang bermuara ke kampong Oedjoeng Gading dan Air Bangis).

Hulu sungai Batang Batahan di sebelah barat laut Tor Pangolat yang mengalir ke arah barat. Hulu sungai ini tepatnya berada diantara puncak Tor Pangolat dengan Tor Sibinoerang yang berada di sebalah utara puncak Tor Pangolat. Di lerang sebelah timur Tor Sibinoerang mengalir sungai Batang Poengkoet (yang berhulu di lereng utara Tor Pangolat).  Lereng sebelah utara Tor Pangolat ini juga hulu sungai Batang Gadis yang mengalir ke arah timur laut melalui kampong Pakantan, kampong Moeara Sipongi dan kampong Poengkoet (dimana sungai Batang Poengkoet bermuara).


Dalam hal ini Tor Pangolat menjadi penting karena hulu dari beberapa sungai yakni sungai Batang Poengkoet (ke utara), sungai Batang Gadis (ke timur laut) dan sungai Batahan (ke barat). Idem dito gunung Malintang menjadi hulu sungai Batang Sikarbou, sungai Batang Kanaikan dan sungai Batang Pasaman ke arah lereng selatan. Diantara gunung Malintang dan gunung Tor Pangolat ini terletak danau Laut Tinggal.

Sungai Batahan yang berhulu di Tor Pangolat mengalir di lereng sebelah utara gunung Malintang. Tidak jauh di arah utara gunung Malintang adalah hulu sungai Rato Baek, sungai Batang Bangko dan sungai Aek Na Ngali (dolok Sigala-gala). Sungai Ranto Baek bermuara ke sungai Batang Bangko di kampong Bangko (dan selanjutnya sungai Bangko bermuara di sungai Batahan). Wilayah pegunungan antara gunung Malintang dan Tor Pasngolat di selatan dan gunung Sorik Marapi adalah hulu sungai-sungai di Mandailing dan Natal. Secara khusus semua sungai yang bermuara ke pantai barat di Batahan dan Natal berhulu di wilayah Mandailing.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: