Senin, Juni 03, 2024

Sejarah Dolok Malea (17): Huta Bargot di Sisi Barat Sungai Batang Gadis; Binanga di Pertemuan Dua Sungai - Nama Panjaboengan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Dolok Malea di blog ini Klik Disini

Nama kampong Huta Bargot ada di Mandailing, juga ada di Angkola dan di Padang Lawas. Yang tengah dibicarakan adalah nama Huta Bargot dan nama desa Binanga di Mandailing. Nama Hutabargot kini juga menjadi nama kecamatan. Sungai Batang Gadis menjadi pemisah antara kecamatan Hutabargot dengan kecamatan Panyabungan. Bagaimana dengan Binanga?


Huta Bargot adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal. Di Kecamatan Huta Bargot terdapat 14 desa. Nama-nama desanya yakni: Hutabargot Dolok, Simalagi, Hutabargot Nauli, Hutabargot Setia, Hutabargot Lombang, Saba Padang, Pasar Hutabargot, Hutanaingkan, Hutarimbaru, Binanga, Bangun Sejati, Kumpulan Setia, Sayurmaincat, Mondan. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah nama Huta Bargot di sisi barat sungai Batang Gadis? Seperti disebut di atas, Huta Bargot diduga adalah nama kampong lama di sisi barat sungai Batang Gadis yang kini menjadi nama kecamatan. Binanga adalah pertemuan dua sungai dan bagaimana dengan nama Panjaboengan? Lalu bagaimana sejarah nama Huta Bargot di sisi barat sungai Batang Gadis? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Nama Huta Bargot di Sisi Barat Sungai Batang Gadis; Binanga Pertemuan Dua Sungai dan Nama Panjaboengan

Bagaimana sejarah Huta Bargot, mungkin tidak ada yang peduli. Huta Bargot hanya kampong kecil di sisi barat sungai Batang Gadis. Disebut namanya Huta Bargot, boleh jadi di kampong itu dulunya banyak tumbuh pohon bargot (pohon aren), Bagaimana dengan nama kampong Binanga? Kosa kata Binanga dalam kamus Angkola Mandailing oleh Eggink tahun 1936 diartikan sebagai pertemuan dua sungai.


Dalam teks Tambo Radja-Radja Madailing dan Batang Natal disebut nama Hoeta Bargot. Disebutkan ketika Si Barowar menikahi putri Soetan Poeloengan, lalu mendapat gelar Soetan Aroe dan kampong tempat tinggalnya disebut Panjaboengan. Soetan Aroe memiliki satu putra yang diberi gelar Toewan Natoras dan Toewan Natoras memiliki putra dengan gelar Toewan Moeksa.Toewan Moeksa memiliki dua putra, Baginda Tobing Na Indjang (menjadi radja di Tobing Na Indjang) dan Baginda Mangaradja Enda. Baginda Mangaradja Enda memilik empat istri; yang pertama Boroe Poeloengan Hoeta Bargot, Baroe Loebis Roboeran, Boroe Soeboewan dan Baroe Batoe Bara. Teks tambo tersebut tidak bertarih, ditulis tangan dengan memakai bahasa Melayu menggunakan askari Latin. Teks ditulis di kertas bergaris dengan pena/tinta. Singkatnya: keturunan tersebutlah yang menjadi raja-raja di Panjaboengan, Panjaboengan Tonga dan Panjabongan Djoeloe. Jauh sebelum adanya nama Panjaboengan sudah disebut nama Hoeta Bargot, Kota Siantar, Roboeran. Catatan: Meski teks tidak disebut tarihnya, tetapi apa yang menjadi isinya pernah dibuat TJ Willer bagan silsilah yang dimuat dalam Tij. N. J. 1846 (149-424) dengan judul Verzameling der Battasehe wetten on instellingen in Mandheling en Pertibie.

Ada nama tempat Hoeta Bargot, Panjaboengan dan Kota Siantar yang disebut dalam ambo Radja-Radja Mandailing dan Batang Natal. Seperti disebut di atas asal nama Hoeta Bargot adalah bargot (aren); sedangkan nama Binanga dari arti kata pertemuan dua sungai. Hoeta Bargot dan Binanga berada di sisi barat sungai Batang Gadis.


Secara geomorfologis posisi GPS Hoeta Bargot dan Kota Siantar berada di ketinggian yang kurang lebih sama. Hoeta Bargot dalam hal ini di sisi barat sungai Batang Gadis, sebaliknya Kota Siantar di sisi timur. Artinya apa? Elevasi Hoeta Bargot ke arah barat makin tinggi (pegunungan) dan ke arah timur ke arah sungai makin rendah. Elevasi Kota Siantar ke arah timur makin tinggi (pegunungan), sebaliknya makin rendah ke arah sungai. Kampong Panjaboengan berada di dataran rendah di sekitar sisi sungai (daerah aliran sungai) Batang Gadis. Besar dugaan Kota Siantar jauh lebih tua dari kampong Panjaboengan. Lantas apakah dulunya wilayah Panjaboengan pernah menjadi wilayah perairan/danau?

Kampong Hoeta Bargot dalam perkembangannya diduga telah dimekarkan (bertambahnya ripe) dengan terbentuknya Hoeta Bargot Tonga dan Hoeta Bargot Djae. Kampong (ripe) Hoeta Bargot Djae berada tepat di sisi (daerah aliran sungai) Batang Gadis. Hoeta Bargot Tonga dan Hoeta Bargot Djae adalah wilayah persawahan, sedangkan Hoeta Bargot (Djoeloe) sebagai wilayah persawahan dan sebagian wilayah perladangan. Idem dito dengan wilayah Panjaboengan di wilayah persawahan.


Sungai Simalagi mengalir di kampong Hoeta Bargot. Di hilir sungai Aek Simalagi betemu dengan sungai Aek Siapoer dimana kemudian terbentuk kampong Binanga. Seperti disebut di atas binanga dalam bahasa Angkola Mandailing adalah pertemuan sungai. Kampong Binanga ini cukup dekat dengan sungai Batang Gadis dimana sungai Aek Simalagi bermuara. Agak ke hilir kampong Binanga terdapat kampong Mondam. Boleh jadi nama kampong disebut demikian, karena dulunya adakalnya perkampongan yang terbentuk kerap terendam (mondam).

Penamaan nama geografi zaman doeloe, terutama di Angkola Mandailing umumnya merujuk pada nama itu sendiri, seperti Hoeta Bargot, Binanga dan Mondam. Bagaimana dengan nama Kota Siantar dan Panjaboengan? Kota Siantar sering dipertukarkan dengan nama Hoeta Siantar seperti halnya Kota Nopan dan Hoeta Nopan. Penyebutan kota diduga merujuk pada penyebutan orang luar dari wilayah Melayu (orang Eropa/Belanda). Kosa kata ‘hoeta’ bergeser menjadi ‘kota’.

 

Nama kampong Kota Siantar yang mana Kota merujuk pada hoeta dan Siantar merujuk pada awalan Si pada Antar. Awalan Si menunjukkan sesuai yang tepat dengannya. Lalu apa arti ‘antar’ dalam nama tersebut. Tidak diketahui secara pasti. Ada sejumlah nama dengan menggunakan awal Si tidak diketahui arti dan maknanya (lagi) seperti antar, regar, pagimbar, hapoeng, malagi dan lainnya. Apakah itu menunjukkan kosa kata yang sudah punah? Yang juga menggunakan nama Siantar adalah kampong Pematang Siantar di wilayah Simalungun. Nama kampong Panjaboengan mengacu pada awalam pa dan akhiran an, apakah merujuk pada kata saboeng atau samboeng? Kata saboeng adalah mengadu ayam, kata samboeng artinya memanjangkan. Dalam konteks toponimi nama-nama tempat di Angkola Mandailing umumnya dikaitkan dengan hal yang bersifat geografis. Dalam hal ini samboeng bersifat geografis. Lantas apakah nama (tempat) Panjaboengan merujuk pada kata samboeng? Panjamboengan dari Kota Siantar?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Binanga Pertemuan Dua Sungai dan Nama Panjaboengan: Bargot Sumber Gula Tradisi dan Danau Siabu

Bargot atau aren adalah pohon khas nusantara dengan berbagai nama (lihat De voeding in Nederlandsch-Indie, 1904). Sebagai nama tanaman nusantara, nama botaninya merujuk nama nusantara (Arenga pinnata). Nama kampong disebut Hoeta Bargot ada berbagai tempat di Mandailing, Angkola dan Padang Lawas, Demikian juga dengan nama Binanga (sebagaimana juga nama tempat ini disebut dalam prasasti Kedoekan Boekit abad ke-7). Nama Binanga juga ditemukan di wilayah Simalungun/Karo.


Seperti halnya aren sebagai sumber gula, kelapa adalah sumber santan dan minyak (goreng) kelapa dalam memasak masakan. Kelapa tersebar di berbagai belahan bumi, tetapi minyak kelapa adalah khas nusantara. Di dunia lain, gula diproduksi dari tebu dan minyak goreng dari biji-bijian dan hewan. Gula aren di Angkola Mandailing adalah bahan pemanis tradisi dalam pembuatan penganan seperti itak, sasagun dan kue. Kopi sendiri adalah sesuatu yang baru di nusantara. Pada awal era kopi, gula aren (juga) digunakan. Gula aren dan minyak kelapa adalah kearifan local.

Hoeta Bargot di Mandailing sudah dikenal tempo doeloe sebagai salah satu wilayah utama pertambangan (emas) di Mandailing di daerah aliran sungai Batang Gadis (sentra lainnya di daerah aliran sungai Batang Natal). Dalam hal ini wilayah Hoeta Bargot adalah wilayah kaya yang tidak hanya sebagai sentra gula aren juga sentra emas. Di wilayah Kota Siantar (hingga ke lereng gunung Malea) tidak ditemukan emas tetapi juga banya pohon aren. Dalam konteks inilah dari segi sumber daya alam wilayah sisi barat sungai Batang Gadis (mulai dari hulu di Pakantan/Poengkoet) hingga ke pantai barat lebih penting dari sisi timur (hingga ke Padang Lawas).


Nama Hoeta Bargot paling tidak sudah terinformasikan pada tahun 1846 (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1846). Laporan yang dimuat dalam jurnal ini dibuat oleh TJ Willer, asisten residen Angkola Mandailing (sejak 1843). Sebagaimana diketahui cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda dibentuk di wilayah Angkola Mandailing sejak 1840 (pasca perang Padri). Ibu kota afdeeling Angkola Mandailing di Panjaboengan.

Hoeta Bargot di Mandailing berada di hilir sungai Batang Gadis dimana sumber emas ditemukan. Nama Hoeta Bargot juga ditemukan di wilayah Pakantan yang menjadi hulu sungai Batang Gadis. Hoeta Bargot yang mana yang lebih dahulu eksis tidak diketahui secara pasti. Yang jelas sepanjang daerah aliran sungai Batang Gadis hanya di dua tempat itu Bernama kampong Hoeta Bargot. Perlu dicatat disini di dekat Hoeta Bargot di Pakantan terdapat kampong Bernama Hoeta Toea.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: