Sabtu, Juni 22, 2024

Sejarah Lubuk Raya (3): Muara Sungai Batang Toru di Pantai Barat Sumatra; Nama Kampong Hapesong, Kampong Muara Upu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lubuk Raya di blog ini Klik Disini

Sungai Batang Toru adalah sungai besar berhulu di wilayah Silindung/Toba dan wilayah Sipirok dan bermuara di pantai barat Sumatra di Hapesong tempo doeloe. Mengapa nama sungai disebut Toru? Yang jelas kuni muara sungai Batang Toru tidak lagi di Kuala Batang Toru tetapi telah bergeser di Batu Mundom. Mengapa? Besar dugaan telah terjadi proses sedimentasi jangka panjang yang menyebabkan terbentuknya daratan baru (wilayah kecamatan Muara Batang Toru) yang sekarang.


Batang Toru sebuah kecamatan di kabupaten Tapanuli Selatan, ibu kota di Batang Toru. Kecamatan Batang Toru berbatasan dengan kecamatan Sibabangun, Tapanuli Tengah dan kecamatan Purba Tua, Tapanuli Utara. Kecamatan Batang Toru terdiri kelurahan Aek Pining, Perkebunan Batang Toru, Wek I Batang Toru, Wek II Batang Toru serta desa Aek Ngadol Nauli, Batu Horing, Batu Hula, Hapesong Baru, Hapesong Lama, Hutabaru, Huta Godang, Garoga, Napa, Padang Lancat, Perkebunan Hapesong, Sianggunan, Sigala-gala, Sipenggeng, Sisipa, Sumutan, Telo, Wek III Batang Toru dan Wek IV Batang Toru. Kecamatan Muara Batang Toru ibu kota di Huta Raja, kecamatan satu-satunya di kabupaten Tapanuli Selatan yang berada di tepi laut. Kecamatan berbatasan dengan kabupaten Tapanuli Tengah dan kabupaten Mandailing Natal. Kecamatan Muara Batang Toru terdiri kelurahan Huta Raja, Muara Ampolu dan Muara Manompas serta desa-desa Bandar Hanipis, Muara Huta Raja, Muara Upu, Pardamean, Simarlelan dan Terapung Raya (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah muara sungai Batang Toru di pantai barat Sumatra? Seperti disebut di atas muara sungai Batang Toru diduga telah berbeda di masa lalu dengan di masa kini. Bagaimana dengan mama kampong Hapesong dan kampong Muara Upu. Lalu bagaimana sejarah muara sungai Batang Toru di pantai barat Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Muara Sungai Batang Toru di Pantai Barat Sumatra; Nama Kampong Hapesong dan Kampong Muara Upu

Pada masa lalu sungai Batang Toru bermuara di laut di Kuala Batang Toru. Elevasi di sekitar muara adalah 5 M dpl. Namun, seperti disebut dalam artikel sebelumnya, muara sungai Batang Toru telah bergeser ke sungai Sangkunur yang bermuara di Batu Mundom. Mengapa? Yang jelas diantara Kuala Batang Toru dengan Batu Mundom terdapat kampong bernama Muara Upu. Disebut demikian karena kampong tersebut berada di sekitar muara sungai Muara Upu. Dengan demikian ada tiga sungai di sungai yang bermuara di laut di kecamatan Muara Batang Toru yang sekarang, yakni sungai Batang Toru (di barat laut), sungai Sangkunur (di tenggara) dan sungai Muara Upu (di tengah).


Dimana kampong Muara Upu terbentuk, diduga kuat adalah suatu pulau di dalam teluk besar (sebut saja pulau Upu). Yang mana sungai Batang Toru bermuara di teluk ini di sekitar kampong Malombu; dan juga sungai Sangkoenoer bermuara di teluk di kampong Sangkoenoer. Posisi kampong Upu di dalam pulau Upu menghadap laut. Titik tertinggi di pulau yang memanjang dari utara ke selatan berada di tengah pulau 263 M dpl (Dolok Si Moelak Andjing). Di sebelah timur pulau Upu juga awalnya diduga suatu pulau yang memanjang dari utara ke selatan; di utara dengan elevasi 89 M (Dolok Batoe Poeloet), di tengah 174 M (Dolok Tolping); di selatan 165 M (Dolok Laba Godang). Sehubungan dengan proses sedimentasi jangka panjang di teluk, diantara dua pulau terbentuk sungai diantara rawa-rawa (sungai Muara Upu) yang tepat bermuara di ujung selatan pulau Upu (dimana terbentuknya kampong).

Pada masa lampau muara sungai Batang Toro diduga berada di kampong Hapesong. Nama Hapesong sudah dicatat dalam catatan Tiongkok pada abad ke-6 sebagai Pi-song. Seiring dengan proses sedimentasi jangka panjang di perairan/laut, sungai Batang Toru mencari jalannya sendiri menuju laut di Kuala Batang Toru; demikian juga dengan sungai Sangkoenoer yang bermuara di (pulau) Batu Mundom). Dalam proses yang sama tejadi pembentukan sungai baru diantara pulau Upu dan pulau di sebelah timurnya.


Ada beberapa pulau antara pulau Upu dan pulau Batu Mundom. Danau Siais dan kampong-kompong lainnya seperti Sangkoenoer, kampong Malomboe dan kampong Hapesong berada di wilayah daratan. Di sebelah barat Kuala Batang Toru juga terdapat pulau-pulau ke arah daratan (wilayah Lumut). Salah satu pulau di dekat kampong Malombu adalah suatu pulau yang mana sungai Batang Toror di arah timur. Sungai Malombo yang awalnya bermuara ke teluk menemukan jalan sendiri bermura ke sungai Batang Toru di dengat pulau. Di pulau ini terbentuk kampong yang disebut kampong Sipisang. Titik tertinggi di pulau Si Pisang ini adalah 144 M (Tor Si Pisang). Nama kampong Sipisang disebut Charles Miller tahun 1772 ketika melakukan ekspedisi dari Pulau Pintjang melalui sungai Loemoet dan menyeberang sungai Batang Toru melalui rambin terus ke Angkola. Saat pulang dari Angkola, Miller tidak melalui Loemoet tetapi menyisiri sisi barat sungai hingga ke kampong Sipisang, yang kemudian naik perahu ke pulau Pontjang. Tidak disebutkan apakah hilir sungai Batang Toru di Si Pisang dalam bentuk sungai atau masih bentuk perairan/laut.

Lantas mengapa terjadi proses sedimentasi di teluk, dimana sungai Batang Toru bermuara? Seperti disebut di atas di tengah teluk terdapat sejumlah pulau, seperti pulau Upu, pulau Sipisang dan sebagainya. Pulau-pulau menjadi pengikat di dalam teluk seiring dengan peningkatan dasar perairan/laiu (terbentuk rawa-rawa dan kemudian menjadi daratan baru) karena endapan massa padat (lumpur dan sampah vegetasi) yang terbawa oleh sungai Batang Toru dari pedalaman. Arah ombak dari lautan juga mendorong kembali massa padat yang hanyut ke arah laut. Hal itulah yang menyebabkan garis pantai (terbentuknya daratan lebih awal) antara Kuala Batang Toru hingga Batu Mundom terlihat lurus.


Dengan terbentuknya daratan sebagai garus pantai, dan telah terbentuknya hilir (arus) sungai Batang Toru, maka wilayah perairan/laut (berupa rawa-rawa dan tanah basah) di dalam teluk seakan terjebak, yang kemudian terjadi proses sedimentasi yang lebih cepat sehingga seluruh teluk menjadi daratan baru. Danau Siais yang dulu begitu dekat ke pantai kini seakan berada jauh di pedalaman. Idem dito kampong Sipisang atau kampong Hapesong yang berada dekat laut kini seakan jauh di pedalaman.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Nama Kampong Hapesong dan Kampong Muara Upu: Muara Sungai Batang Toru Tempo Doeloe dan Sekarang

Seperti disebut di atas, Muara Upu merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Muara Batang Toru, kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Lantas apa pentingnya nama kampong ini dalam sejarah? Sebagaimana dideskripsikan di atas, kampong Muara Upu adalah satu-satunya kampong di garis pantai di wilayah kecamatan Muara Batang Toru yang sekarang. Kampong lainnya yang juga sudah eksis sejak lama adalah kampong Batoe Moedom (masuk wilayah kecamatan Muara Batang Gadis, kabupaten Mandailing Natal).


Kampong Muara Upu yang Namanya sejak dulu dipertukarkan dengan nama Muara Opu sudah pernah dituli dalam blog ini, 13 tahun lalu pada tahun 2011 dengan judul Muara Opu: Akses Satu-Satunya Kabupaten Tapanuli Selatan Menuju Laut. Pada tahun 2008, desa ini dihuni oleh sebanyak 83 keluarga dengan jumlah penduduk sebanyak 413 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 210 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 203 jiwa. Dari seluruh keluarga di desa ini sebanyak 18 persen merupakan keluarga pertanian (tidak ada buruh tani) dengan komoditi/sub-sektor yang diusahakan adalah perikanan tangkap. Sumber air untuk minum/memasak pada umumnya dari sumur. Penduduk desa ini berasal lebih dari satu suku/etnis. Secara keseluruhan luas desa Muara Opu adalah 2.000 Ha yang terdiri dari lahan pertanian sawah 50 Ha (semuanya non teknis), lahan pertanian bukan sawah (ladang, tambak, kebun, hutan rakyat, peternakan) 1.946 Ha. Sisanya seluas empat hektar digunakan sebagai perkampungan/perumahan. Kualitas bangunan rumah semua (83 rumah) tidak permanen.

Garis pantai Muara Opu sudah dipetakan angkatan laut Pemerintah Hindia Belanda (lihat Zeemansgids voor den Oost-Indischen Archipel, 1912). Disebutkan Air (sungai) Batoe Moendom dan pulau Ilir dan (sungai) Batang Toroe sekitar 10 mil laut. Ombak yang deras, yang juga selalu menjadi penghalang di sini, membuat akses masuk (ke pedalaman) menjadi sangat sulit dan oleh karena itu transportasi reguler tidak mungkin dilakukan. Berbeda dengan pantai bagian lainnya Taboejoeng dan Teluk Tapanoeli.


Area (kampong) Moeara Opoe diukur dengan elevasi 3.5 M (lihat Driehoeksnet van Sumatra's Westkust de coördinaten der driehoekspunten, 1900). Seperti disebut di atas, untuk elevasi (kampong) Koeala Batang Toroe sekitar 4.8 M (lihat Peta 1907). Tidak terinformasikan berapa elevasi (kampong) Batoe Moendom, yang diidentifikasi adalah, bukit yang berada di arah barat seberang sungai, dengan tinggi 60 M.

Seperti disebut di atas, muara sungai Batang Toroe yang dulunya di kampong Koeala Batang Toroe kini telah bergeser ke kampong Batoe Moendoem (mrengikuti aliran sungai Aek Si Ais/sungai Batoe Moendom). Dalam hal ini, kampong Muara Opu berada diantara muara sungai Batang Toroe, sebelumnya di sebelah barat, tetapi kemudian di sebelah timur. Apa dampak pergeseran muara sungai Batang Toroe ini? Wilayah yang kini menjadi kecamatan Muara Batang Toru yang dulunya penuh dengan rawa-rawa menjadi cepat kering dan kini menjadi wilayah pertanian yang luas (perkebunan).


Perubahan dan pergeseran muara sungai, terutama sungai-sungai besar banyak di temukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Papua. Mengapa? Muara sungai Bengawan Solo pernah berubah/bergeser di masa lalu, demikian juga denga sungai Musi, sungai Barito dan sungai Kapuas dan sungai Mahakam. Semuanya karena akibat proses sedimentasi jangka panjang. Di pantai barat Sumatra, tampaknya hanya muara sungai Batang Toru yang pernah berubah/bergeser. Mengapa?

Apa akibat dari pergeseran muara sungai Batang Toru dari posisi awal tempo doeloe (kampong Koeala Batang Toroe) ke posisi baru masa kini (kampong Batu Mundom)? Yang jelas muara sungai Sangkoenoer/sungai Aek Siais/sungai Batu Moendom telah banyak berubah yang diduga seiring dengan pergeseran muara sungai Batang Toru ke Batoe Moendom (bandingkan peta tempo doeloe dengan peta satelit masa kini).


Posisi GPS kampong Muara Upu tampaknya telah berubah jika dibandingkan tempo doeloe dengan masa kini. Tempo doeloe kampong Moeara Oepoe berada di dalam yakni sebelum berbelok ke tenggara sepanjang pantai. Pada masa ini area kampong Muara Opu berada di pesisir pantai di arah eks muara sungai Batang Toru (menjadi lebih dekat ke kampong Batu Mundom dan semakin jauh dari Koeala Batang Toroe).

Sebelum proses sedimentasi meliputi seluruh wilayah (kecamatan) Muara Batang Toru yang sekatang, Batoe Moendom adalah suatu pulau di tengah laut (jauh dari danau Siais). Di pulau inilah kemudian terbentuk kampong Batoe Moendom (sesuai nama pulau). Sementara kampong Moeara Opu juga berada di suatu pulau (sisi selatan pulau ke arah lautan). Sedangkan kampng Koeala Batang Toru adalah suatu daratan baru yang terbentuk.


Seperti disebut di atas pulau Batu Mundom dengan elevasi dengan titik tertinggi Dolok Batoe Moendom 60 M. Tidak seperti nama Koeala Batang Toroe dan nama Moeara Opoe yang merujuk nama geografis sungai, nama Batoe Moendom merujuk pada kata ‘batoe’ dan kata ‘moendom’, Dalam bahasa Angkola Mandailing oleh Eggink (1936) batu diartikan batu yang keras dan juga buah dari tanaman; sedangkan mundom diartikan sesuatu yang muncul (timbul) dari bawah permukaan air atau terapung. Boleh jadi dulunya oleh penduduk di daratan (sekitar danau Siais) melihat pulau ini timbul/muncul Ketika air laut surut dan terbenam pada saat pasang.  

Pada masa lampau, sebelum terbentuknya daratan yang menjadi wilayah kecamatan Muara Batang Toru yang sekarang, pulau terjauh di dalam teluk adalah pulau Batoe Moendom dan pulau Ilir (pulau Ilik). Pulau Ilik dengan elevasi 52 M. Besar dugaan kedua pulau ini awalnya terbentuk dari proses pembentukan karang. Lalu dalam perkembangannya di atas kedua pulau karang ini muncul vegetasi yang kemudian lambat laun terbentuk lapisan tanah yang menutupinya.


Seperti halnya pulau Batoe Moendom yang telah menyatu dengan daratan (suatu tanjung) yang kemudian membentuk garis pantai, lalu apakah pulau Ilik suatu waktu nanti akan menyatu dengan daratan? Boleh jadi tidak. Mengapa? Yang terjadi adalah kemungkinan pulau Ilik akan lenyap (tergerus dari waktu ke waktu akibat abrasi). Pulau Batu Mundom yang sudah menjadi bagian daratan, sebenarnya telah terus terkikis dari sisi lautan karena abrasi. Namun demikian, proses meluasnya daratan di garis pantai tetap terjadi, sangat lambat, percepatannya lebih kecil (semakin dalamnya laut ke arah lautan) jika dibandingkan percepatan tergerusnya pulau Ilik.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: