Senin, Juni 10, 2024

Sejarah Muara Takus (5): Siak Indarapoera Tempo Dulu, Pekan Baroe di Daerah Sungai Siak Masa Kini; Pulau Gontong Era VOC


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Muara Takus di blog ini Klik Disini

Kota Pekan Baru di Riau daratan di daerah alian sungai Siak adalah kota baru. Kota yang sudah lebih dulu eksis tempo doeloe adalah kota Siak (Indrapoera) yang menjadi nama sungai. Sejak awal era Republik Indonesia kota Pekan Baroe berkembang pesat hingga menjadi ibu kota provinsi. Bagaimana dengan masa lalu kampong Pekan Baroe? Yang jelas di wilayah hulu sungai Siak sudah banyak kampong-kampong besar, yang jauh lebih besar dari Pekan Baroe.


Kabupaten Siak di provinsi Riau ibu kota di Siak Sri Inderapura (eks wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura). Pada awal kemerdekaan wilayah menjadi Kewedanan Siak di Kabupaten Bengkalis (kemudian menjadi Kecamatan Siak). Pada tahun 1999 statusnya ditingkatkan menjadi Kabupaten Siak dengan ibu kotanya Siak Sri Indrapura. Secara geografls kawasan pesisir pantai. Bentang alam sebagian besar dataran rendah di bagian timur dan sebagian dataran tinggi di barat. Struktur tanah terdiri tanah podsolik merah kuning dan batuan dan alluvial serta tanah organosol dan gley humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah. Sungai Siak membelah wilayah kabupaten, yang mana terdapat banyak tasik/danau. Sungai Siak sendiri terkenal sebagai sungai terdalam di Indonesia. Banjir terdapat pada daerah sepanjang Sungai Siak. Batas wilayah utara kabupaten Bengkalis; timur kabupaten Kepulauan Meranti; selatan kabupaten Pelalawan; barat Kabupaten Kampar (termasuk) Kota Pekanbaru.
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Siak Indarapoera tempo doeloe, Pekan Baroe di daerah sungai Siak masa kini? Seperti disebut di atas Pekab Baroe adalah kota baru. Kota lama sejatinya adalah kota Siak Indrapoera. Bagaimana dengan pulau Bengkalis dan sungai terdalam. Lalu bagaimana sejarah Siak Indarapoera tempo doeloe, Pekan Baroe di daerah sungai Siak masa kini? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Siak Indarapoera Tempo Doeloe, Pekan Baroe di Daerah Sungai Siak Masa Kini; Sungai Terdalam dan Pulau Bengkalis

Berbeda dengan (pola) terbentuknya kota Bangkinang di hulu sungai Siak, kota Siak (Indrapoera) jauh di hilir (mendekati pantai) terbentuk di dua sisi sungai. Mengapa? Yang jelas wilayah di luar kampong Siak Indrapoera (sejauh mata memandang) adalah rawa-rawa. Selain kampong Siak (elevasi 5 M), kampong-kampong lainnya terbentuk di daerah aliran sungai, yang satu sama lain berjauhan. Mengapa?


Di masa lampau, terbentuknya sungai mengindikasikan terbentuknya daratan di kedua sisi sungai. Proses terbentuknya sungai biasanya diawali dari wilayah perairan dangkal/rawa-rawa lalu sungai sendiri mencari jalan ke laut (terbentuknya sungai). Proses terbentuknya sungai (area perairan yang menyempit karena arus) bersmaan dengan terbentuknya daratan di kedua sisi.

Di daerah aliran sungai Siak termasuk cabang-cabangnya di hulu (sungai Tapoeng) kampong yang memiliki populasi besar adalah kampong Siak. Pada tahun 1860 populasi kampong Siak (Indrapoera) dicatat sebanyak 1500 jiwa. Angka ini jika dikoversi, jika satu keluarga/rumah terdiri lima orang, kampong Siak diperkirakan sekitar 500 buah tempat tinggal keluarga. Jumlah ini tentu saja sangat kecil. Kampong Pekan Baroe hanya terdiri dari 300 jiwa (sekitar 60 buah tempat tinggal).


Populasi hanya terdapat di kampong-kampong yang terbentuk di daerah aliran sungai. Di daerah aliran sungai Siak, diduga kampong pertama yang membentuk kampong besar (kota) adalah kampong Siak. Jika ada serangan dari luar dari arah pantai (hilir) maupun dari arah pegunungan (hulu) populasi kampong tidak memiliki jalur escape (karean luasnya daratan basah (rawa-rawa atau lahan basah). Hal ini berbeda di wilayah daratan kering, terutama di wilayah pedalaman yang kaya dengan vegetasi (termasuk hutan). Tidak teridentfikasi sawah. Mengapa? Tampaknya kampong Siak dan kampong-kampong lainnya di sepanjang daerah aliran sungai Siak untuk kebutuhan beras sangat tergantung dari luar. Mungkin di masa lampau ada sagu. Ketergantungan dari luar tersebut secara alamiah menyebabkan kekuatannya ada di aspek perdagangan. Untuk komoditi alamiah seperti kamper, hasil hutan lainnya diimpor dari pedalaman dan diteruskan kepada para pedagang yang datang ke kampong Siak. Kampong Siak sendiri dapat dinavigasi dengan baik bahkan hingga jauh ke wilayah hulu.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sungai Terdalam dan Pulau Bengkalis: Kesultanan Johor vs Kerajaan Pagaroejoeng

Apakah ada selat Guntung? Ada di kabupaten Siak di kecamatan Sabak Auh sebagai suatu nama desa. Yang dimaksud adalah apakah selat Gantung adalah suatu selat (diantara dua daratan) yang dinamai Gantung. Kita tidak sedang membicarakan Selat Panjang (selat yang memisahkan daratan dengan Pualau Padang.


Di daerah aliran sungai Siak di wilayah muara di kabupaten Siak antara lain kecamatan Sabak Auh, kecamatan Sungai Apit, kecamatan Siak Kecil dan kecamatan Bukit Batu. Kecamatan Sabak Auh di kabupaten Siak, saat ini dibagi atas 8 (delapan) desa, yaitu Bandar Pedada, Bandar Sungai, Sabak Permai, Selat Guntung, Sungai Tengah, Belading, Rempak dan desa Laksamana. Bandar Sungai merupakan Ibu kota kecamatan Sabak Auh.

Berdasarkan peta satelit masa kini di area muara sungai Siak teridentifikasi satu pulau di tengah sungai Siak (dekat kampong Soengai Apit). Pulau ini pada era Pemerintah Hindia Belanda diidentifikasi sebagai pulau Sabak. Dalam pet aini di arah hilir pulau Sabak diidentifikasi Poelau Goentoeng dan Selat Goentoeng. Selat ini begitu sempit (seperti saluran air/sungai) sehigga hampir menyatu Pulau Goenoeng dengan daratan. Jadi, Selat Goentoeng benar-benar ada tempo doeloe sebagai suatu selat. Bagaimana dengan nama Pulau Goentoeng?


Orang Eropa pertama ke pedalaman pantai timur Sumatra di wilayah Riau yang sekarang adalah Thomas Dias. Itu terjadi pada tahun 1683. Thomas Dias sebagai perwakilan VOC berangkat dari Malaka dengan memasuki muara sungai Kampar. Lalu menyusuri sungai ke pedalaman melalui Kampar Kanan. Tujuannnya adalah ibu kota Pagaraoejoeng dengan maksud sehubungan VOC/Belanda ingin membuka perdagangan di Siak ingin mengkofirmasi Raja Pagaroejong sehubungan dengan klaim Raja Johor atas wilayah Siak. Radja Pagaroejoeng menolak klaim tersebut.  Setelah itu Thomas Dias kemudian ditindaklanjuti ke dalam kontrak. Seperti biasa, (pemerintah) VOC biasanya membuat kontrak atas dasar persetujuan pemimpin lokal (sebagai dasar legitimasi). Dasar legitimasi ini penting karena akan membuat situasi dan kondusif di wilayah perdagangan (ketika bertransaksi dengan penduduk). Laporan Thomas Dias tersebut bersesuaian dengan catatan Kasteel Batavia tahun 1684 yang menyatakan adanya surat dari Radja Pagaroejoeng serta adanya kontrak antara Thomas Dias dan Radja Pagaroejoeng (lihat Daghregister 25 Desember 1684). Lalu disepakati bahwa VOC diizinkan membuka pos perdagangan di daerah aliran sungai Siak. Pada tahun 1686 dibuat kontrak di Malaka antara VOC dan Kerajaan Pagaroejoeng tentang pasokan timah dengan para pemimpin penduduk di Ajer Tiris, Bangkenang, Salo dan Kuwon. Dalam catatan Kasteel Batavia (Daghregister) pembuatan kontrak tersebut dari pihak VOC diwakili Jacob van Naerssen dengan empat pemimpin penduduk di Patapahan, Aijer Tiris, Bangkinang, Sala dan Kuwon. Empat wilayah ini sudah pernah dikunjungi oleh Thomas Dias pada tahun 1684 maupun sebelumnya.

Thomas Dias dalam ekspedisi 1682 tidak mengidentifikasi nama kampong Pekan Baroe maupun kampong Siak, Hanya menyebut nama sungai Siak dan sungai Kampar serta nama-nama tempat Ajer Tiris, Bangkenang, Salo dan Kuwon. Besar dugaan kampong Siak dan kampong Pekan Baroe belum terbentuk, Mengapa?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: