Jumat, Juni 21, 2024

Sejarah Lubuk Raya (2): Danau Siais, Sungai Aek Dano dan Aek Batu Mundom; Rianiate dan Nama Hapesong Sangkunur Tempo Dulu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lubuk Raya di blog ini Klik Disini

Danau Siais berada di desa Rianiate dan di desa Malombu. Kedua desa masuk wilayah kecamatan Angkola Sangkunur. Tidak jauh dari danau ini terdapat nama tempat Hapesong dan Sangkunur. Desa Hapesong masuk wilayah kecamatan Batangtoru. Nama Sangkunur kini digunakan menjadi nama kecamatan.


Danau Siais sebuah danau luas 45 Km² terletak di kecamatan Angkola Sangkunur, kabupaten Tapanuli Selatan, provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Angkola Sangkunur ibu kota di Simataniari. Kecamatan terdiri kelurahan Rianiate dan Sangkunur serta desa Aek Pardomuan, Bandar Tarutung, Batu Godang, Malombu, Perkebunan, Simataniari, Simatohir, Tindoan Laut. Sementara kecamatan Angkola Selatan (sebelumnya dengan nama Siais, 2007) ibu kota di Simarpinggan. Kecamatan Angkola Selatan terdiri dari kelurahan/desa: Napa, Pardomuan (termasuk Siondop), Simarpinggan, Tapian Nauli, Aek Natas, Dolok Godang, Gunung Baringin, Perk Marpinggan, Pintu Padang, Siamporik Dolok, Siamporik Lombang, Sibongbong, Sihopur, Sihuik Kuik, Sinyior, Situmbaga dan Tandihat. Sedangkan kecamatan Angkola Barat ibu kota di Sitinjak. Sebelumnya, kecamatan ini bernama Kecamatan Padang Sidempuan Barat. Kecamatan Angkola Barat terdiri kelurahan/desa berikut: Simatorkis Sisoma, Sitinjak, Aek Nabara, Lembah Lubuk Raya, Lobu Layan Sigordang, Panobasan, Panobasan Lombang, Parsalakan, Sialogo, Sibangkua, Sigumuru, Sisundung, Sitaratoit, Siuhom (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah danau Siais, sungai Aek Dano dan Aek Batu Mundom? Seperti disebut di atas di dekat danau Siais terdapat nama-nama Rianiate dan nama Hapesong dan Sangkunur tempo doeloe. Lalu bagaimana sejarah danau Siais, sungai Aek Dano dan Aek Batu Mundom? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. 

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Danau Siais, Sungai Aek Dano dan Aek Batu Mundom; Rianiate dan Nama Hapesong dan Sangkunur Tempo Doeloe

Dari arah mana sejarah danau Siais dimulai? Bisa dari Rianiate/Sangkunur/Hapesong (utara), atau dari sungai Aek Dano/sungai Aek Batoe Moendom (barat), atau juga dari sungai Aek Malomboe (timur). Mengapa? Mari kita mulai dari pedalaman di pegunungan yang berpusat di gunung Dolok Tangga Batoe (776 M).


Di sebalah utara gunung Tangga Batoe adalah gunung Dolok Malomboe (927 M). Sebelah timur Dolok Malomboe adallah gunung Dolok Badoar (843 M) dan gunung Dolok Tjindjoan Laoet (876 M). Di sebelah barat Dolok Tanggabaroe adalah Dolok Sianggoena 636 M) dan sebelah timur adalah Dolok Kamoening (788 M). Di selatan Dolok Tangga Batoe adalah Dolok Tapalan (856 M) yang mana di sebelah baratnya Dolok Tor Na Godang (704 M). Dari kumpulan gunung-gunung yang berpusat di gunung Dolok Tanggabatoe menjadi hulu dari beberapa sungau yang penting. Sungai Batang Angkola berhulu di gunung Lubuk Raya yang mengalir ke selatan melewati kampong Sigoemoero dan kampong Sisoendong lali berbelok ke tenggara. Sungai Batang Angkola bertemu dengan sungai Batang Gadis di Siaboe yang ke hilir disebiut sungai Singkoeang/sungai Batang Gadis. Sungai Aek Sisoendong berhulu di Dolok Kamoening bermuara di sungai Batang Angkola; Gunung Dolok Tanggabatoe adalah hulu dari sungai Aek Malomboe dan sungai Aek Sangkoenoer. Aek Malomboe mengalir ke barat melalui kampong Maloemboe yang bermuara ke sungai Batangtoroe. Bagaimana dengan hilir sungai Aek Sangkoenoer? Dolok Badoar adalah hulu sungai Aek Parsaritan yang mengalir ke utara/barat laut ke sungai Batangtoroe; Sungaii Salai berhulu di Dolok Tanggabatoe dan Dolok Kamoening yang mengalir ke timiu di selatan Simarpinggan dan berbelol ke selatan (Siondop). Dolok Tapalan adalah hulu sungai Aek Simaronop yang mengalir ke selatan bermuara di sungai Aek Salai di kampong Siondop. Sungai Sabatang Na Godang berhulu di Dolok Tor Na Godang yang bermuara di ke selatan di sungai Salai (di hili kampong Siondop). Sungai Aek Salai ini ke hilir di arah selatan bertemu dengan sungai Singkoeang/sungai Batang Gadis.

Seperti kita lihat nanti, Hapesong dan Sangkoenoer diduga kuat adalah nama kuno (sudah disebut dalam catatan Tiongkok pada abad ke-6). Kampong Hapesong tepat berada di sisi timur sungai Batangtoroe. Dari kampong Hapesong ke selatan ada jalan darat ke kampong Malomboe (menyeberangi sungai Malomboe) dan terus ke selatan ada jalan darat ke kampong Sangkoenoer (menyerberangi sungai Sangkoenoer). Lalu dari kampong Sangkoenoer ada jalan darat ke selatan ke kampong Rianiate di sisi utara danau Siais.


Jalan darat ini sejajar dengan sungai Aek Rianiate yang berhulu di utara (Dolok Hajoe Haboer, 411 M) dan bermuara di di sisi utara danau Siais. Kampong Rianiate adalah satu-satunya kampong (kecil) di seoutar danau Siais. Bentuk danau dari arah barat laut ke tenggara seperti piramida. Selain sungai Aek Rianite (di utara danau), yang bermuara ke danau ini adalah sungai Aek Marlelan di tenggara. Di sisi barat laut danau adalah wilayah rawa-rawa (daerah aliran sungai Batangtoror). Sedangkan sisi barat daya dan selatan danau adalah daerah perbukitan dengan puncak-puncak Dolok Laba Batoe (360 M), Tor Bahoeng (465 M), dan Dolok Marlelan (383 M). Di sebelah timur Dolok Marlelan mengalir sungai Sabatang Na Godang.

Gunung Dolok Tanggabatoe dan danau Siais dalam hal ini dapat dikatakan dua episentrum di wilayah. Dolok Tanggabatoe menjadi episentrum hulu dari banyak sungai ke segala arah yang bermuara ke sungai Batangtoroe di barat, sungai Batang Angkola di timur dan sungai Aek Salai di selatan. Sungai Batang Angkola yang bertemua sungai Batang Gadis di Siaboe yang di hilir yang disebut sungai Singkoeang bertemu dengan sungai Aek Salai. Bagaimana dengan episentrum danau Siais.


Air permukaan danau Siais mengalir ke luar ke arah barat daya danau melalui Aek Dano/Aek Si Ais yang bermuara di sungai Aek Sangkoenoer. Ke arah hilir muara sungai Aek Siais ini disebut sungai Aek Batoe Moendom. Dalam hal ini sungai Aek Batoe Moendoem mengalir di sisi barat daratan (lereng Dolok Batoe Pati, 387 M), Dolok Matoetoeng (481 M). Dolok Pangjoetangan (177 M), Dolok Ranto Pandjang 141 M dan Dolok Batoe Peti (124 M) yang mana di sisi lain sungai adalah (daratan) Dolok Batoe Moendom (60 M) yang kemudian sungai bermuara ke laut. Seperti disebut dalam artikel sebelumnya kampong Batoe Moendoem dulunya diduga suatu pulau (Dolok Batoe Moendom). Lalu bagaimana dengan sungai Batangtoroe?

Danau Siais hanya bisa dihubungkan dengan sungai Aek Sangkoenoer dan sungai Aek Batangtoroe. Di satu sisi sumber air danau Siais seperti disebut di atas antara lain dari sungai Aek Rianiate dan sungai Aek Si Marlelan. Tidak banyak debit air masuk, hanya danau kecil, air permukaan yang keluar danau langsung mengalir ke bawah melalui sungai Aek Dano di sungai Batang Sangkoenoer.


Pada masa ini terkesan hilir sungai Batangtoroe adalah hilir sungai Sangkoenoer. Mengapa? Seperti disebut di atas sungai Sanfkoenoer berhulu di gunung Dolok Tanggabatoe yang mengalir ke barat melalui kampong Sangkoenoer, yang sejatinya lalu mengalir kea rah selatan sepanjang di sisi lekukan lereng bukit di lembah/rawa hingga ke (pulau) Batoe Moendom. Daerah aliran sungai Batangtoroe berada jauh di sebelah barat, yang mana jauh di utara sungai Malombu bermuara di sungai Batangtoru. Artinya sungai Aek Sangkoenoer tidak bermuara di sungai Batangtoroe. Dengan kata lain sungai Sangkoenoer dan sungai Batangtoroe adalah dua sungai berbeda, berhulu beda dan muara beda. Seperi ditunujuk dalam peta satelit di atas, mengapa aliran sungai Batangtoroe di barat bergeser mengikuti aliran sungai Sangkoenoer di timur?

Sungai Batangtoroe berhulu di wilayah Silindoeng/Toba dan sejatinya bermuara di pantai di Koeala Batang Toroe melalui kampong Hapesong. Dalam hal ini sungai Batangtoroe dalam posisi sejajar di sebelah timur dengan Aek Sangkoenoer (yang bermuara di kampong Batoe Moendom). Lantas mengapa kini hilir sungai Batangtoru bergeser mengikuti hilir sungai Sangkoenoer?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Rianiate dan Nama Hapesong dan Sangkunur Tempo Doeloe:  Danau Siais dan Gunung Lubuk Raya di Wilayah Angkola

Nama Angkola diduga kuat sudah lama eksis. Dalam peta Ptolomeus (abad ke-2) di pantai barat Sumatra di arah barart laut diidentifikasi nama Tacola. Nama Sumatra sesuai peta Ptolomeus disebut Aurea Chersonesus. Dalam catatan geografis Ptolomeus juga disebut kamper (baca: kapur Barus) diimpor dari suatu tempat di pantai barat Sumatra.


Aurea dalam bahasa Yunani kuno diartikan sebagai emas (Emas Chersonesus). Dalam bahasa Yunani kuno kata ‘nesus’ diartikan sebagai pulau. Lantas apa arti Cherso dalam pulau emas Cherso? Apakah kata ‘cherso’ adalah merujuk dalam bahasa local (bahasa Batak) sebagai ‘chereso’ atau ‘sere’? Lalu dalam nama tempat Tacola adalah nama Angkola yang sekarang?

Dalam catatan Eropa pada abad ke-5 disebut kamper diekspor dari nama pelabuhan Baroesa. Nama Baroesa ini diduga kuat adalah nama Barus yang sekarang, yang kerap nama itu diasosiasikan dengan kapur Barus (baca: kamper). Dalam catatan Tiongkok dinasti Leang (502-556) disebut nama-nama tempat di pulau emas Kin-lin, Tu-k'un, Pien-tiu of Pan-tiu, Kiu-li of Ktu-tchiu dan Pi-song serta Mo-chia-man


Dalam catatan Tiongkok berdasarkan perjalanan I’tsing mengunjungi Sumatra pada tahun 671 (lihat A record of the Buddhist religion as practised in India and the Malay Archipelago (671-695) ed. J Takakusu, Oxford 1896 dan Prof. P. Pelliot ‘Deux itinéraires de Chine en Inde a la fin du VHF siècle’ di dalam Bulletin Ec. frang. d’ Extr-Or., IV, 1904). I’tsing menyebut Kin-lin sebagai Kin-tchiu (lihat JWJ Wellan, 1934). I’tsing selain menyebut nama Kin-tchiu juga menyebut nama Po-lu-sse dan nama Mo-lo-yu. Dimana tempat Moloyu diperdebatkan, tetapi Po-lu-sse menurut Prof Kern sebagai Baros (I’tsing menyebut Po-lu-sse, yang terletak paling barat, dan berlanjut ke pantai timur).

Nama-nama tempat yang disebut dalam catatan Tiongkok pada abad ke-6 mirip dengan nama-nama tempat dipantai barat Sumatra seperti Tu-k'un sebagai Tiku, Pien-tiu of Pan-tiu sebagai Panti, Kiu-li of Ktu-tchiu sebagai Puliu dan dan Pi-song sebagai Sipisang atau Hapesong serta Mo-chia-man sebagai Pasaman. Dalam abad ke-7 disebut nama Po-lu-sse sebagai Barus dan Seng-ho-lo sebagai Sangkilon atau Sangkunur.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: