Minggu, Mei 26, 2024

Sejarah Dolok Malea (9):BatangLubu Sutam; Sungai Si Oetam dan Sungai Batang Loeboe; Riwayat Candi Manggis dan Orang Lubu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Dolok Malea di blog ini Klik Disini

Wilayah perabatasan dengan Riau dan Sumatra Barat. kecamatan Batang Lubu Sutam, kecamatan Sosa dan kecamatan Mandailing Timur kurang terinformasikan. Wilayah kecamatan Batang Lubu Sutam tepat berada di perbatasan tiga provinsi (Sumatra Utara, Riau dan Sumatra Barat). Wilayah kecamatan Batang Lubu Sutam kini seakan terpinggirkan ke pinggir, tetapi di masa lampau diduga kuat sebagai salah satu pusat peradaban yang penting.  


Batang Lubu Sutam adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Kecamatan Lubu Sutam terdiri dari desa-desa: Aek Sorik, Botung, Hatongga, Huta Baru, Hutanopan, Manggis, Muara Malinto Baru, Muara Malinto Lama, Pagaran Dolok Pinarik, Pagaran Manggis, Pagaran Tayas, Pinarik, Siadam, Siojo, Tamiang, Tandalon, Tangga Batu, Tanjung Barani, Tanjung Baru, Tanjung Botung Pinarik. Kecamatan Batang Lubu Sutam berbatasan langsung dengan kecamatan Tambusai, kabupatan Rokan Hulu, Riau. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Batang Lubu Sutam, sungai Si Oetam dan sungai Batang Loeboe? Seperti disebut di atas wilayah ini kini seakan kurang terinformaskan. Bagaimana pada masa lampau? Riwayat candi Manggis dan Orang Lubu. Lalu bagaimana sejarah Batang Lubu Sutam, sungai Si Oetam dan sungai Batang Loeboe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Batang Lubu Sutam; Sungai Si Oetam dan Sungai Batang Loeboe; Riwayat Candi Manggis dan Orang Lubu

Permukaan bumi tidak datar. Bergunung-gunungm diantaranya ada lembah dan sungai. Lalu apakah secara geografis telah membentuk peradaban penduduk berbeda-beda? Pulau Sumatra dikenal dengan rantai pegunungan Bukit Barisan dari ujung utara di Aceh hingga di ujung selatan di Lampung. Wilayah pegunungan (termasuk lembah) telah memisahkan penduduk di pantai barat dan di pantai timur. Lembah-lembah diantara pegunungan diduga kuat sejak zaman kuno telah terbentuk jalan darat (yang tidak lain jalan trans Sumatra bagian tengah yang sekarang).


Secara geomorfologis pulau Sumatra dulunya tidak segemuk sekarang. Pulau Sumatra boleh jadi seramping batas-batas pegunungan. Pulau Sumatra telah melebar di pantai timur akibat dari proses sedimentasi jangka panjang. Daratan baru yang terbentuk secara geografis datar, berawa dengan arus sungai yang lebih tenang, yang memungkinkan dapat dinavigasi dari pantai hingga jauh ke pedalaman.

Di lembah-lembah pegunungan wilayah Angkola, Mandailing dan Rao, akses dari pantai barat antara lain dapat melalui Batangtoru, (Batang) Natal, (Batang) Batahan dan Air Bangis/Ujung Gading. Bagaimana dengan pantai timur? Akses yang paling mudah hanya melalui Pargarutan (dari Angkola ke Padang Lawas). Tiga akses lainnya, tetapi sangat sulit: (1) melalui jalan setapak Pijor Koling di Angkola ke Batang Onang di Padang Lawas; (2) melalui jalan setapak Siabu di Mandailing ke Pagaran Bira di Padang Lawas; (3) melalui jalan setapak Kotanopan, Rao ke Kotanopan Batang Lubu Sutam, Padang Lawas.


Wilayah Rao adalah pertemuan tiga sungai: (1) sungai Sumpur yang berhulu di Lubuk Sikaping melalui Panti. (2) sungai Sibinail yang berhulu di Muara Sipongi. (3) sungai Batak Asik yang berhulu di selatan sungai Batang Lubu. Ketiga sungai yang bersatu ini mengalir ke arah pantai timur melalui celah pegunungan yang terjal melalui kampong Rokan (sungai ini mendapat nama menjadi sungai Rokan). Daerah aliran sungai Batang Asik menjadi jalur lintas dari Rao ke Padang Lawas dengan menyeberangi sungai Batang Lubu, sungai Batang Si Oetam (kini disebut sungai Sutam) dan sungai Batang Sosa. Sungai Batang Sosa berhulu di gunung Dolok Malea. Sungai Sutam bermuara di sungai Batang Sosa di perbatasan Padang Lawas dan Tambusai. Sungai Batang Lubu bermuara di sungai Batang Sosa di hilir Daloe-Daloe (Kapenuhan). Sungai Batang Sosa yang disebut sungai Rokan Kanan kemudian bertemu dengan sungai Rokan di arah timur mendekati pantai.  

Pasca perang Padri (1838) Penmerintah Hindia Belanda memisahkan wilayah Tambusasi/Rokan (Sumtara’s Ooskust) dari wilayah Sosa/Padang Lawas, Tapanoelo (Sumatra’s Wesrkust). Pada masa kini, dalam pembentukan kabupatenm Padang Lawas, kecamatan Sosa dimekarkan dengan membentuk kecamatan baru yang diberi nama Kecamatan Batang Lubu Sutam. Nama ini diberikan diduga karena di wilayah kecamatan baru ini mengalir sungai Batang Sutam dan sungai Batang Lubu.


Sungai Batang Sutam berhulu di wilayah Rao dan bermuara di sungai Batang Sosa di perbatasan kecamatan Sosa/kecamatan Batang Lubu Sutam dengan kecamatan Tambusai. Sungai Batang Lubu berhulu di kecamatan Panyabungan Timur melalui wilayah Rao. Sungai Batang Lubu mengalir ke arah timur melalui Pasir Pangaraian yang kemudian bertemu dengan sungai Batang Sosa di Kapenuhan yang ke hilir disebut sungai Rolan Kanan.

Lantas apa keutamaan kecamatan Batang Lubu Sutam dalam sejarah? Seperti disebut di atas, kecamatan Batang Lubu Sutam tidak hanya dialir sungai Batang Lubu dan sungai Si Oetam (kini Sutam), tetapi juga penghubung sejarah Rao di daerah aliran sungai Batak Asik dengan Padang Lawas di daerah aliran sungai Batang Sosa. Untuk melintasi harus menyeberangi sungai Batang Lubu dan sungai Si Oetam. Tentu saja menyeberang dengan menggunakan jembatan suspensi yang terbuat dari rotan (rambin). Nama sungai Si Oetam dan sungai Batang Lubu terinformasikan pada tahun 1885 (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1885).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Riwayat Candi Manggis dan Orang Lubu: Dunia Lama vs Dunia Baru

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: