Jumat, Mei 24, 2024

Sejarah Dolok Malea (7): Rokan dan Daerah Aliran Sungai Rokan; Jalan Darat via Candi Sangkilon Candi Manggis Candi MuaraTakus


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Dolok Malea di blog ini Klik Disini

Lain di hulu, lain di hilir. Rokan Hilir di pesisir, Rokan Hulu di pegunungan. Rokan sendiri adalah nama kampong tua yang berada di Rokan Hulu, nama yang diambil untuk nama sungai. Yang dibicarakan dalam hal ini adalah wilayah Rokan Hulu yang berbatasan dengan wilayah Padang Lawas, Mandailing dan Rao. Apa pentingnya? Penting untuk menjelaskan keberadan situs-situs seperti candi.


Sungai Rokan adalah sebuah sungai yang terletak di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Sungai Rokan merupakan sungai terbesar di Riau yang melintas sejauh 350 kilometer dari Pegunungan Bukit Barisan, di Rokan Hulu hingga ke hilirnya di Rokan Hilir, sampai bermuara di Selat Malaka. Sebagai sungai terbesar, Sungai Rokan memainkan peranan penting sebagai lalu lintas penduduk dan sumber ekonomi masyarakat. Sungai-sungai lainnya adalah Sungai Kubu, Sungai Daun, Sungai Bangko, Sungai Sinaboi, Sungai Mesjid, Sungai Siakap, Sungai Ular dan lainnya. Sungai Rokan ini juga sering dilalui oleh pengarang asal Riau, yaitu Suman HS. Dia melewati sungai Rokan menuju Pasirpangaraian untuk menyebarkan ilmu agama dan juga ilmu sastra. Sungai ini mengalir di wilayah tengah pulau Sumatra (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Rokan dan daerah aliran sungai Rokan? Seperti disebut di atas, ada Rokan di hilir dan ada Rokan di hulu. Rokan hulu adalah dunia lama di daerah aliran sungai Rokan. Candi Sangkilon, candi Manggis dan candi Muara Takus dalam satu garis jalan darat. Lalu bagaimana sejarah Rokan dan daerah aliran sungai Rokan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Rokan dan Daerah Aliran Sungai Rokan; Jalan Darat Candi Sangkilon, Candi Manggis dan Candi Muara Takus

Pada dasarnya sungai Rokan berhulu di wilayah Padang Lawas, Mandailing dan Rao. Sungai Rokan di wilayah hulu bercabang dua: sungai Rokan Kiri dan sungai Rokan Kanan. Sungai Rokan Kanan berhulu di Padang Lawas dan Mandailing; sungai Rokan Kiri berhulu di Mandailing dan Rao. Dalam konteks inilah penting wilayah Padang Lawas, wilayah Mandailing dan wilayah Rao di hulu sungai Rokan.


Sungai Rokan Kanan di wilayah hulu disebut sungai Batang Sosa yang merupakan gabungan dari sejumlah sungai antara lain sungai Oeloe Soetam dan sungai Loeboe. Kedua sungai ini berhulu di wilayah Mandailing (Panyabungan Timur dan Kotanopan). Sungai Rokan Kanan di hulu disebut sungai Batang Sumpur. Di wilayah Rao sungai Batang Sumpur merupakan gabungan dari sungai Sibinail (di barat), sungai Rao (di utara) dan sungai Panti/Lubuk Sikaping (di selatan). Sungai Sibinail berhulu di wilayah Muara Sipongi/Mandailing.

Secara geomorfologis, pulau Sumatra, 1000 tahun yang lalu pada abad ke-7 tidak segemuk sekarang. Sangat ramping. Proses sedimentasi jangka panjang, terutama di pantai timur Sumatra, telah menyebabkan lebar pulau Sumatra semakin membengkak ke arah timur. Sungai Rokan yang sekarang abad ke-7 tidak sepanjang sekarang. Sungai Rokan Kiri dan sungai Rokan Kanan belum menyatu saat itu. Sungai Rokan Kiri dan sungai Rokan Kanan sama-sama bermuara di laut di pantai yang berbeda.


Awal peradaban baru di pulau Sumatra bermula di pantai barat. Hal itu karena terjadinya interaksi penduduk asli Sumatra ke barat dengan orang Indo Eropa dan Dravida India dalam hubungannya dengan perdagangan komoditi zaman kuno seperti emas, kamper, kemenyan dan gading. Jalan darat di pedalaman terbentuk yang menghubungkan satu pusat perdagangan dan pusat perdagangan lainnya. Nama-nama yang dicatat dalam catatan Tiongkok pada abad ke-6 antara lain Puli di Siabu dan Panti di Rao.

Semakin meningkatnya intensitas perdagangan di Sumatra ke timur, Tiongkok dan Jawa, pelabuhan-pelabuhan di pantai timur Sumatra terbentuk seperti Minanga/Binanga (di muara sungai Barumun) dan Moloyu/San-fo-sai/Tambusai (di muara sungai Sosa/Rokan Kanan) dan Ujung Batu (di muara sungai Rokan/Rokan Kiri). Seperti disebut pada artikel sebelumnya, I’tsing pada abad ke-7 (tahun 670) berlayar dari Bhoya (Kamboja) ke Moloyu dalam 15 hari. Moloyu yang dimaksud diduga kuat adalah Tambusai di muara sungai Sosa (kini Rokan Kanan).


Moloyu/San-fo-sai/Tambusai diduga kuat salah satu pelabuhan yang berkembang pesat. Oleh karenanya moda transportasi yang awalnya melalui sungai kemudian terbentuk jalan darat dari pedalaman ke Moloyu/San-fo-sai/Tambusai melalui Sibuhuan dan Dalu-Dalu. Lalu dalam perkembanganya terbentuk jalan darat dari Ujung Batu (di muara sungai Rokan/Rokan Kiri) ke Moloyu/San-fo-sai/Tambusai.

Dalam peta masa kini daerah aliran sungai Rokan, kabupaten Rokan Hulu seakan batas yang jelas antara dunia lama, sejarah lama dengan kabupaten Rokan Hilir sebagai dunia baru. Dalam peta-peta lama, wilayah Rokan Hulu relative stabil jika dibandingkan dengan wilayajh Rokan Hilir yang terus mengalami perkembangan secara geomorfologis. Hal itu pula yang menjelaskan mengapa banyak kota-kota di pantai barat Sumatra dibandingkan di pantai timur.


Pada Peta 1598 muara sungai Rokan masih berada di belakang pulau, tetapi pada Peta 1750 daratan Rokan telah menyatu dengan pulau. Sungai Rokan digambarkan sebagai sungai besar yang jauh memasuki wilayah pedalaman. Nama Rokan sendiri sudah terinformasikan dalam teks Negarakertagama (1365). Nama-nama lainnya yang dicatat adalah Aru. Mandailing dan Pane di utara dan Siak dan Kampar di selatan. Nama Mandailing dan Pane sudah dikenal sejak lama, paling tidak kedua nama itu dicatat dalam prasasti Tanjore (1030).

Pada peta terbaru (Peta 1750) di sekitar daerah aliran sungai Rokan diidentifikasi dua nama yang diduga adalah nama Mandailing dan nama Binuang. Dalam hal ini Mandailing berada di hulu sungai Rokan (sungai Rokan Kanan) dan Binuang berada di hilir sungai Rokan. Sebagaimana disebut di atas, hulu sungai Rokan (Kanan) berada di wilayah Padang Lawas/Mandailing (sebagai sungai Sosa dimana sungai Oeloe Soetam yang bertemu dengan sungai Batang Lobo). Sungai Sosa melalui Daloe-Daloe dan sungai Loeboe melalui Pasir Pangaraian.Ketiga sungai tersebut berhulu di gunung Malea. Lalu bagaimana dengan nama Binuang sendiri?


Nama mirip Binuang disebut dalam prasasti Laguna (900) sebagai Binwangan. Nama tersebut juga mirip dengan Minanga (kini Binanga) yang dicatat dalam prasasti Kedoekan Boekit (682). Minanga sendiri terletak di muara sungai Batang Pane di sungai Barumun, yang mana di hilir Binangan terdapat Huristak. Dalam konteks masa ke masa, sungai Barumun/Pane dan sungai Sosa/Rokan sangatlah penting.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Jalan Darat Candi Sangkilon, Candi Manggis dan Candi Muara Takus: Lalu Lintas Jalan Darat Melintasi Sungai-Sungai Zaman Kuno

Pada peta-peta Portugis sudah diidentifikasi nama Aru, Rokan dan Siak (dan Bengkalis). Sementara di pantai barat sudah banyak diidentifikasi nama-nama tempat. Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, wilayah pantai timur belum terpetakan. Mengapa?


Pada Peta 1830 di pantai barat Sumatra nama-nama yang diidentifikasi adalah Natal, Tapanoeli, Baroes dan Singkil di sebelah utara. Di sebelah selatan antara lain Air Bangis, Pasaman, Tiku, Pariaman dan Padang. Pada Peta 1830 telah teridentifikasi nama Siak (di daerah aliran sungai Siak). Di bagian pedalaman diidentifikasi wilayah lanskap Padri, wilayah lanskap Tambusai dan wilayah lanskap Batak. Sebagai nama wilayah, Batak sudah diidentifikasi pada peta-peta Portugis. Nama Tambusai baru teridentifikasi pada Peta 1830. Nama Tambusai diduga terinformasikan sejak orang Eropa pertama Charles Miller memasuki wilayah Batak tahun 1772. Charles Miller berangkat dari pulau Pontjang memasuki sungai Lumut, terus ke Huta Lambung, Hutaimbaru, Simasom, Morang dan Batang Onang serta Pangkal Dolok (hulu sungai Barumun).

Pada tahun 1838 saat mengepung sisa Padri di Daloe-Daloe yang masuk wilayah Tambusai, militer Pemerintah Hindia Belanda menyusun peta ekspedisi. Peta ini dapat dikatakan adalah peta pertama tentang wilayah Angkola, Mandailing, Rao, Padang Lawas dan Tambusai. Peta ini dimulai dari pantai barat hingga pantai timur Sumatra.


Dalam peta eskpedisi 1838 ini hanya ada dua jalur utama antara barat dan timur. Jalur pertama dari teluk Tapanoeli melalui Pidjor Koling ke Padang Lawas (Batang Onang, Portibi. Jalur kedua adalah dari Rao ke Portibi melalui Oeloe Soetam, Mondang, Aek Nabara dan Portibi. Jalur ke Daloe-Daloe di Mondang.

Di pantai timur Sumatra diidentifikasi nama Kota Pinang di sisi utara sungai Barumun yang bermuara ke laut. Nama Pasir Pangaraian, Ujung Batu dan Binuang tidak/belum diidentifikasi dalam peta. Dalam peta diidentifikasi muara sungai Rokan Kanan dan sungai Rokan Kiri di perairan yang luas (pantai atau rawa-rawa).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: