Kamis, Mei 16, 2024

Sejarah Dolok Hole (11): Batang dan Nama Pohon dan Nama Sungai di Tanah Batak; Pamatang dan Asal Nama Batak dan Angkola


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Saipar Dolok Hole di blog ini Klik Disini 

Bahasa Batak tidak mengenal kata emas. Bahasa Batak memiliki kosa kata sendiri tentang emas yakni sere. Orang Indo-Eropa dalam bahasa Sanskerta menyebut Pulau Emas sebagai Suvarna Dvipa. Prolomeus, seorang Yunani abad ke-2 dalam petanya menyebut Pulau Emas sebagai Aurea Chersonesus. Emas dalam bahasa Yunani adalah aurea. Bagaimana dengan chersonesus? Terdiri dari cherso dan nesus. Nesus dalam bahasa Yunani adalah pulau. Lalu apakah cherso berasal dari kata sere? Apakah Pulau Emas adalah Pulau Sere atau Cherso Nesus?                                                                


Bahasa Batak tidak mengenal kosa kata emas, tetapi mengenal kata perak dan kata tembaga. Emas dalam bahasa Batak adalah sere (bahasa Yunani adalah chryse); perak adalah pirak (bahasa Yunani adalah argyre); tembaga adalah tumbaga (bahasa Yunani adalah cuprum). Pulau Andalas (berasal dari Andalusia); Pulau Perca (pohon-pohon penghasil getah seperti getah pohon damar dan getah pohon puli). Mengapa banyak nama tempat disebut Puli di Angkola Mandailing. Jenis pohon getah yang lainnya adalah pohon hapur (kapur Barus) dan pohon haminjon (kemenyan). Kapur Barus dalam bahasa Arab adalah kafura dan dalam bahasa Yunani adalah champer; haminjon dalam bahasa Yunani adalah benzoin. Pohon kemenyan hanya ditemukan di Tanah Batak, tetapi kemenyan banyak digunakan di Jawa. Kosa kata mana lebih tua haminjon atau kemenyan?

Lantas bagaimana sejarah batang nama pohon dan nama sungai di Tanah Batak? Seperti disebut di atas emas dalam bahasa Batak disebut sere dan batang tidak hanya mengindikasikan pohon tetpi juga sungai serta bagaimana dengan pamatang? Asal usul nama Batak dan nama Angkola. Lalu bagaimana sejarah batang nama pohon dan nama sungai di Tanah Batak? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Batang Nama Pohon dan Nama Sungai di Tanah Batak; Pamatang dan Asal Usul Nama Batak Nama Angkola

Bahasa menunjukkan bangsa. Demikian kata pepatah lama. Dalam studi masa kini, bahasa, secara linguistik semakin banyak digunakan dalam studi-studi tentang zaman kuno. Hal itu karena bahasa sendiri adalah warisan, suatu data yang dapat dijadikan sebagai bukti untuk menjelaskan fakta-fakta yang benar-benar ada atau kejadian-kejadian yang pernah terjadi pada masa lampau. Tentu saja aspek bahasa hanya bermakna jika didukung aspek lainnya, seperti geogreafis, geomorfologis dan catatan-catatan sejarah. Salah satu kosa kata bahasa Batak di Angkola yang memiliki makna penting adalah kosa kata ‘batang’.


Kamus Angkola Mandialing oleh Eggink tahun 1936: BATANG diartikan (1) batang, bagian utama; batang ni hajoe, batang pohon; batang aek, sungai; batang boban, hal yang paling penting atau perlu tentang apa yang harus dikenakan; batanganna, titik dukungan utama. (2) kotak luar (batang rapoton) satu bagian dari tiga dimana mayat dikuburkan; membawa peti mati; bagian dalam disebut abal-abal dan bagian tengahnya disebut hombung. ANGKOLA diartikan sebagai nama lanskap (bentang alam) di selatan Tapanouli; Angkola Djoeloe, Angkola Hulu; Angkola Djae, Angkola Hilir, Angkola Dolok, Angkola Atas; Batang Angkola atau Batangkola, namanya sungai, yang mengalir melalui lanskap. 

Penggunaan kata ‘batang’ dalam bahasa Batak mengerucut pada tiga hal penting: batang pohon, batang sungai dan batang rapotan (kini peti mati). Pohon adalah sumber kehidupan yang menghasilkan produk berharga yang diperdagangkan seperti kapur, kemenyan, damar, puli, dan hulim (hulit manis), koje (gota perca); menghasilkan kayu-kayu seperti kayu yang kuat seperti hole dan tapus; pohon besar atau rimbun seperti bania dan baringin. Kata batang juga mengindikasikan sungai sungai mengalir (batang aek) yang berfungsi penanda navigasi dan lalu lintas air di pedalaman atau dari dan ke muara/pantai, seperti Batang Toru, Batang Pane, Batang Angkola dan Batang Gadis. Dalam hal ini batang mengindikasikan sungai yang lebih besar, sedangkan sungai yang lebih kecil biasanya disebut aek.


Penggunaan batang untuk pohon dan sungai boleh jadi digunakan di tempat/bahasa lain, tetapi penggunaan batang untuk rapotan (batang rapotan) besar dugaan hanya ditemukan di Tanah Batak. Mengapa? Batang pohon dan batang sungai menjadi symbol kehidupan, dan batang rapotan menjadi symbol kematian. Seorang yang berpengaruh, tetua yang menjadi leluhur dimakamkan dengan batang rapotan. Seperti dikutip di atas batang rapotan adalah bagian luar peti mati berupa kotak yang dibentuk dari batang pohon. Pada bagian dalam batang rapotan ini disebut abal-abal; lalu di bagian tengah abal-abal disebut holbung dimana jasad yang mati diletakkan. Pada masa ini batang rapotan ini adakalanya digantikan dengan holbung rapotan (merujuk bagian tengah batang rapotan). Jadi dalam hal ini, batang rapotan adalah symbol penghormatan dalam kematian terhadap orang yang dihormati sebagai leluhur.

Kata batang begitu penting dalam bahasa dan peradaban di Tanah Batak.  Kata batang seakan melingkupi semua kehidupan masyarakat di Tanah Batak. Lantas bagaimana dengan kosa kata ‘pamatang’. Dalam Kamus Angkola Mandailing oleh Eggink, pamatang diartikan secara harfiah adalah badan (badan manusia) dan secara kiasan digunakan seperti ‘denggan pamatagna’ yang mengindikasikan seorang perempuan yang sedang hamil.


Pamatang merupakan kata dasar batang yang mendapat awalan pa. Jika batang adalah batang pohon atau batang sungai, maka pamatang menjadi badan (manusia). Jika kata dasar batang mendapay akhir i menjadi batangi yang artinya tanggul di sawah, yang bentuknya kotak persegi (bisa tempat berjalan), yang dibedakan dengan goli-goli dan barat-barat (berbentuk bulat yang lebih besar dan lebih kecil). Jika mendapat akhiran an menjadi batangan yang artinya titik tumpuan utama.

Kata batang di Tanah Batak begitu penting. Sejatinya orang Batak tidak menamai dirinya orang Batak, tetapi menamai diri sesuai marganya. Nama Batak berasal dari orang luar, untuk menyebut kelompok populasi (penduduk asli) di Tanah Batak. Lalu apakah dalam hal ini nama Batak berasal dari kata Batang?


Di pantai barat Sumatra, pada peta-peta VOC masih diidentifikasi nama-nama kuno seperti Batang atau Batahan. Pada masa VOC penyebutan Batang dan Batahan saling dipertukarkan. Disebutkan pada zaman kuno, pelaut/pedagang India menyebut Batah, sedangkan pelaut/pedagang Arab menyebut dengan Batang. Lalu kemudian orang Eropa menuliskannnya dengan nama Batech, Bata, Batta, Battah dan Batac. Penulisan dengan nama Batak baru muncul belakangan yang diduga merujuk pada penulisan dengan nama Batac. Peta 1750

Pengertian batang dalam bahasa Angkola juga hayu. Penggunaan kata hayu ini pada nama pohon adalah hayuara (pohon beringin). Nama pohon hayuara ini juga dipertukarkan dengan nama pohon haruaya. Hayu mengindikasikan kayu dan haru mengindikasikan batang. Haru dalam hal ini yang lebih singkat disebut aru adalah sungai. Barumun (B-aru-mun) dalam hal ini menunjukkan sungai Barumun.


Pada masa lampau nama kerajaan di Tanah Batak disebut Kerajaan Batang, Kerajaan Batah dan Kerajaan Batahan. Pada era Kerajaan Majapahit di Tanah Batak yang cukup dikenal adalah Kerajaan Haru atau Kerajaan Aru. Dalam teks Negara Kertagama (1365) dicatat nama-nama Aru/Haru, Pane dan Barus. Dalam laporan seorang Portugis, Mendes Pinto yang pernah ke Tanah Batak (1537) menyebut nama kerajaan sebagai Kerajaan Aroe Batak Kingdom. Jika dulu kerajaan Batak (pohon/kayu) lalu kemudian kerajaan Aru (sungai). Kerajaan Aru juga disebut Kerajaan Sungai atau dulu Kerajaan Batang dan kemudian Kerajaan Batak. Catatan: Dalam pergeseran bahasa Batangangkola menjadi Batangkola; Batang Aru diduga menjadi Barumun. Lantas mengapa ada nama sungai di Sumatra Barat disebut Batang Arau dan di Jambi disebut Batang Ari/Hari. Apakah dalam hal ini aek, aru, arau dan ari adalah sungai? Oleh karena sedang memperhatikan sejarah zaman kuno, perhatikan pergeseran bahasa berikut: aek, aru, arau, ari, aik, aie dan air.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pamatang dan Asal Usul Nama Batak Nama Angkola: Pulau Sere, Pulau Emas, Aurea Chersonesus dan Kota Tacalo, Angkola

Sejarah masa kini adalah kelanjutan sejara masa lampau yang berjenjanh sesuai masa. Semakin jauh ke masa lampau semakin sulit mendapatkan data. Dalam hal ini data adalah bukti tentang keberadaan atau suatu kejadian yang pernah terjadi (fakta). Seperti disebut di atas, minimnya data masa lampau, dapat diperkayat dengan data masa kini yakni bahasa. Dalam hal ini bahasa adalah elemen kebudayaan/peradaban yang diwariskan. Seperti kosa kata batang (pohon atau sungai) masa kini diduga sudah eksis sejak masa lampau di zaman kuno. Nama Batak diduga berasal dari kata batang. Bagaimana dengan nama Angkola?


Seperti disebut di atas, Angkola adalah nama lanskap (bentang alam) di Tanah Batak dimana sungai Batang Angkola mengalir. Nama sungai Batang Angkola ini juga adakalanya disingkat menjadi Batangkola. Pada masa lampau disebut Raja Rajendra Chola di Indua dengan pasukannya menyerang Sumatra (lihat prasasti Tanjore 1030). Lalu apakah Angkola di pantai barat Sumatra berkaitan dengan Raja Chola di India? Di dalam prasasti Tanjore disebut nama Takkolam, nama kerajaan yang juga turut diserang di Sumatra. Apakah nama Takkolam adalah nama Angkola? Bagaimana dengan nama Coca-Cola pada masa ini? Itu adalah hal lain.

Dalam peta Ptolomeus abad ke-2 mengindentifikasi suatu wilayah di sebelah timur India dengan nama Aurea Chersonesus. Pada bagian barat Aures Chersonesus ini di arah barat laut diidentifikasn nama Tacola. Apakah nama Tacola dalam hal ini adalah Angkola? Orang Indo-Eropa dalam bahasa Sanskerta menyebut Pulau Emas sebagai Suvarna Dvipa.


Ada yang menyebut bahasa Sanskerta adalah yang menurunkan bahasa-bahasa di Eropa. Ibu dalam bahasa Sanskerta adalah motr dan ayah sebagai part. Dalam bahasa-bahasa di Eropa termasuk Inggris motr menjadi mother dan part menjadi farther. Bagaimana dengan hapur dalam bahasa Batak? Hapur (kapur Barus) menjadi kafura (bahasa Arab) dan menjadi campher dalam bahasa Yunani. Hapur/kapur dalam hal ini bukan kapur tulis (chalk) tetapi kamper kapur Barus. 

Ptolomeus, seorang Yunani abad ke-2 dalam petanya menyebut Pulau Emas sebagai Aurea Chersonesus. Emas dalam bahasa Yunani adalah aurea. Bagaimana dengan chersonesus? Terdiri dari cherso dan nesus. Nesus dalam bahasa Yunani adalah pulau. Lalu apakah cherso berasal dari kata sere? Apakah Pulau Emas adalah Pulau Sere atau Cherso Nesus? Selama ini dimana letak Aurea Chersonesus masih terus diperdebatkan.                   


Yang diperdebatkan tidak hanya Aurea Chersonesus tetpai juga dimana letak pulau Taprobana. Para peneliti Eropa ada yang berpendapat di Semenanjung Malaya, sementara pulau Taprobana adalah pulau Sumatra. Seperti pernah saya tulis beberapa tahun lalu bahwa pulau Taprobana adalah pulau Kalimantan. Lalu pada artikel ini saya menyimpulkan bahwa Aurea Chersonesus adalah pulau Sumatra. Mengapa? Semenanjung Malaya tidak ditemukan emas, emas justru ditemukan di Sumatra. 

Jika Aurea Chersonesus adalah Pulau Emas atau Pulau Sere atau Cherso Nesus, lantas mengapa ada nama tempat di Eropa bernama Chersonesus Taurica di Ukraina? Yang jelas di Ukraina tidak ditemukan emas, karena itu hanya disebut Chersonesos Taurica Chersonesos Taurica. Lalu mengapa ada nama kota disebut Chersonesus?


Pada dasarnya Chersonesus adalah nama yang diberikan kepada beberapa tempat yang berbeda di zaman kuno. Dalam baasa Yunani chersos diartikan ‘dry land’ dan nesos diartikan sebagai ‘island’ Dalam hal ini Chersonesus duartikan sebagai Pulau Tanah Kering. Lalu para peneliti menyebut nama-nama (1) Chersonesos Taurica di Semenanjung Crimea, Ukraina; (2) Chersonesus Aurea di Semenanjung Malaya; (3) Chersonesus Cimbrica di Jutlandl (4) Syrian Chersonese. Jadi nama Aurea Chersonesus adalah nama yang diberikan kepada suatu tempat. Dalam hal ini Ptolomeus memberikan nama Aurea Chersonesus. Pertanyaannya: Mengapa Ptolomeus memberikan nama seperti itu? Nama Chersonesus sebagai Tanah Kering adalah nama generic. Hanya ada satu dari Tanah Kering yang diberi nama Tanah Kering Emas (Aurea Chersonesus) yang kemudian dipetakan Prolomeus di pulau Sumatra yang sekarang. Lantas darimana Ptolomeus mendapat nama atau memberi nama Chersonesus? Apakah Ptolomeus menerjemahkan Tanah Sere dengan Tanah Kering (Chersonesus). Namun demikian Ptolomeus tetap menegaskan nama itu dengan emas menjadi Aurea Chersonesus. Nama Chersonesus yang diartikan sebagai Tanah Kering ini kemudian dipakai oleh ahli geografi berikutnya misalnya dengan memberi nama seperti Chersonesos Taurica di Semenanjung Crimea, Ukraina; 

Sangat masuk akal Ptolomeus memberikan nama tempat Aurea Chersonesus karena sudah mengetahuai informasinya bahwa tempat yang dimaksud penghasil emas (Pulau Sere). Nama Pulau Sere ini kemudian dialihbahasakan ke bahasa Yuinani menjadi Sere Nesus yang kemudian bergeser menjadi Chersonesus tetapi diartikan kemudian sebagai Tanah Kering (padahal aslinya adalah Tanah Sere).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: