Sabtu, Mei 25, 2024

Sejarah Dolok Malea (8): Daludalu di Daerah Aliran Sungai Sosa; Benteng Dalu-Dalu di Tambusai Era Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Dolok Malea di blog ini Klik Disini

Sebelum dikenal nama Pasir Pangaraian, sudah dikenal Dalu Dalu sebagai nama tempat dimana terdapat benteng Tuanku Tambusai dan pengikutnya bertahan (dalam perang melawan Pemerintah Hindia Belanda). Benteng ini berhasil ditaklukkan pada tahun 1838.  Penyerangan ke benteng Dalu Dalu dilakukan setelah benteng Bonjol ditaklukkan pada tahun 1837. Basis penyerangan dpusatkan di benteng Portibi (Padang Lawas).


Daludalu adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Kecamatan Tambusai terduri kelurahan Tambusai Tengah dan desa-desa Batang Kumu, Batas, Lubuk Soting, Rantau Panjang, Sialang Rindang, Suka Maju, Sungai Kumango, Tali Kumain, Tambusai Barat, Tambusai Timur dan Tingkok. Kecamatan Tambusai Utara terdiri desa-desa Bangun Jaya, Mahato, Mahato Sakti, Mekar Jaya, Pagar Mayang, Payung Sekaki, Rantau Sakti, Simpang Harapan, Suka Damai, Tambusai Utara dan Tanjung Medan. Ibu kota kabupaten Rokan Hulu berada di Pasir Pangaraian. Jarak dari (benteng) Dalu Dalu ke Pasir Pangaraian sekitar 37 Km. Kecamatan Tambusai (berbatasan langsung dengan kecamatan Huta Raja Tinggi, kabupaten Padang Lawas, provinsi Sumatera Utara). Ibu kota kabupaten Padang Lawas berada di Sibuhuan. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Daludalu di daerah aliran sungai Sosa? Seperti disebut di atas, Daludalu di daerah aliran sungai Sosa; Benteng Dalu-Dalu di Tambusai pada era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Daludalu di daerah aliran sungai Sosa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Daludalu di Daerah Aliran Sungai Sosa; Benteng Dalu-Dalu di Tambusai Era Pemerintah Hindia Belanda

Dalu-dalu adalah bahasa Batak. Dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia tidak ditemukan kasa dalu-dalu. Yang ada dalam KBBI adalah dalu dalam bahasa Jawa: 1. ranum; terlampau masak (tentang buah-buahan); 2 larut malam; jauh malam. Dalu-dalu dalam bahasa Batak adalah nama pohon. Jika hanya dalu saja diartikan sebagai beruang dan jika indalu atau andalu adalah alat penumbuk padi. Jadi dalu-dalu ada dalam bahasa Batak.


Dalu-dalu sebagai nama tempat pertama kali terimformasikan pada peta ekspedisi militer Pemerintah Hindia Belanda sebagai Daloe-Daloe. Dalam peta ini Daloe-Daloe menandai suaru titik yang menjadi sasaran pengepungan militer dimana kekuatan Padri yang tersisa berada. Tidak terinformasikan apakah Daloe-Daloe sebagai nama tempat atau nama suatu benteng. Di dalam majalah Militaire spectator; tijdschrift voor het Nederlandsche leger, no. 6, 1840 disebutkan ‘dengan penghukuman Tamboesy dan penaklukan Daloe-Daloe’. Neêrlands souvereiniteit over de schoonste en rijkste gewesten van Sumatra, 1846: ‘Setelah Bondjol, dominasi Padarian hanya memiliki satu tempat persembunyian yang terlihat jauh di timur laut pulau itu’,

Pada Peta 1850 Daloe-Daloe diidentifikasi sebagai benteng militer Pemerintah Hindia Belanda di lanskap Tamboesei. Daloe-Daloe sebagai nama kampong yang menjadi ibu kota lanskap Tamboesai (lihat Militaire spectator; tijdschrift voor het Nederlandsche leger, jrg 9, 1841). Nama-nama kampong yang diidentifikasi adalah Kapoemoean (Kapenuhan?) di pertemuan sungai Rokan Kanan dan sungai Batang Sosa. Bagian hulu sungai Rokan Kanan adalah sungai Batang Lobo dimana diidentifikasi nama kampong Pasir Terong (Pasir Pangaraian?) dan kampong Rambah. Di arah hulu benteng Daloe-Daloe di sungai Sosa diidentifikasi nama kampong Mahompang.


Lanskap (bentang alam Tamboesai) adalah suatu wilayah kerajaan Tamboesai yang memiliki raja sendiri. Pasca penaklukkan pusat Padri di Bondjol, banyak pengikut Padri melarikan diri ke Tambusai, yang kemudian memperkuat kekuatan Taoeankoe Tamboesai. Daloe-Daloe kemudian dikepung militer Hindia Belanda dari Portibi (lima hari perjalanan

Pertibie-Daloe-Daloe).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Benteng Dalu-Dalu di Tambusai Era Pemerintah Hindia Belanda: Padri Memisahkan Dalu Dalu dari Padang Lawas

Daloe-Daloe adalah nama yang sudah tua. Demikian juga nama Tambusai sudah lama adanya. Namun kedua nama tersebut baru terinformasikan pada era Padri. Lantas bagaimana dengan sebelum itu? Tambusai disebut nama wilayah, sedangkan Daloe-Daloe adalah nama kampong. Tentu saja banyak nama kampong lainnya di wilayah (lanskap) Tambusai. Nama Tambusai diduga kuat sudah eksis sejak masa lampau.


Nama-nama geografis mencakup nama tempat, nama sungai dan nama gunung/bukit. Selain nama Tambusai, salah satu nama geografis terpenting lainnya di wilayah Tambusai adalah sungai yang mengalir melalui wilayah Tambusai di Daloe-Daloe adalah sungai Batang Sosa. Tidak ada gunung/bukit di wilayah Tambusai. Di selatan sungai Sosa mengalir sungai Batang Loeboe. Nama-nama sungai menjadi penanda navigasi terpenting di wilayajh Tambusai sejak masa lampau, apakah dari pesisir/pantai atau dari pegunungan di pedalaman. Nama dalu-dalu diduga merujuk pada tanaman dalu-dalu yang dulu banyak di sekitar kampong.

Kondisi topografi wilayah Daloe-Daloe adalah dataran basah dan berawa. Hal ini ditunjukkan di sisi selatan sungai Sosa terdapat sungai mati. Besar dugaan kampong Daloe-Daloe ini dulunya terbentuk karena simpul perdagangan sepanjang daerah aliran sungai. Suatu simpul perdagangan antara wilayah hulu dan wilayah hilir sungai Batang Sosa.


Dalam hubungannya dengan Padri (1838), benteng Daloe-Daloe berada di pangkal suatu tanjung yang dapat melihat langsung ke dua arah sungai. Satu yang penting dalam area Daloe-Daloe pada masa ini ditemukan suatu kanal yang menghubungkan tanjung (benteng Daloe-Daloe) dengan tikungan sungai di arah hulu sungai Sosa. Dikatakan kanal karena dibangun lurus melalui sungai mati. Kanal ini diduga adalah jalur escape. Dalam hal ini wilayah Daloe-Daloe (Tambusai) wilayah datar yang mulai berawa dan ke arah hilir mudah dinavigasi.  

Ketinggian wilayah Daloe-Daloe hanya sekitar 50 M dpl (kurang lebih sama dengan Binanga di daerah aliran sungai Barumun). Suatu ketinggian yang rendah dalam suatu wilayah geografi yang luas. Selain Binanga dan Daloe-Daloe ketinggian yang kurang lebih sama adalah wilayah kampong Pasir Pangaraian (di daerah aliran sungai Batang Loeboe) dan kampong Ujung Batu di daerah aliran sungai Rokan (Kiri).


Sedikit lebih tinggi di hulu sungai Batang Sosa adalah Ujung Batu (nama yang sama dengan kampong di sungai Rokan). Demikian juga di hulu kampong Ujung Batu di daerah aliran sungai Rokan (Kiri) terdapat kampong Rokan (nama kampong yang diadopsi di masa lampau sebagai nama sungai Rokan). Secara toponimi mengapa disebut kampong-kampong Ujung Batu? Boleh jadi di dua area perkampungan di daerah aliran sungai (Batang Sosa dan sungai Rokan/Kiri) merupakan batas terakhir adanya batu gunung di dalam sungai. Ujung Batu adalah ibu kota kecamatan Sosa (kabupaten Padang Lawas). Bagaimana dengan nama kampong Pasir Pangaraian di daerah aliran sungai Batang Loeboe? Dulu Namanya Pasir Terong (Pasir Terang?). Yang jelas tetap menggunakan nama pasir dengan nama kampong yang baru Pasir Pangaraian. Boleh jadi tidak ditemukan batu pegunungan di sungai tetapi hanya pasir (yang lebih terang) yang mengandung butiran emas (dimana dulunya marak pendulangan emas).  

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: