Kamis, Mei 09, 2024

Sejarah Dolok Hole (3): Batu Nanggar Jati di Huta Padang, Dolok Hole; Mengapa Ada Nama Nanggar di Berbagai Tempat Jauh?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Saipar Dolok Hole di blog ini Klik Disini 

Si Nanggar Tullo adalah nama lagu lama. Itu satu hal. Dalam hal ini adalah tentang Batu Nanggar Jati, suatu gunung (tor) batu di Huta Padang dekat Dolok Hole. M Joustra (1907) mencatat Batoe Nanggar Djati adalah gunung mitologis di Zuid Tapanoeli. palu pandai besi, palu godam; Dalam kamus bahasa Angkola-Mandailing oleh HJ Eggink (1936) nanggaradalah palu pandai besi (smidshamer). Bagaimana dengan nama Jati? Kata jati berasal dari bahasa Sanskerta.


Aek Silo dan Nanggar Jati. 15 Juli 2008 / Sondha Siregar. Aek Silo? Aek artinya air, arti yang lebih luas adalah sungai. Silo artinya mungkin silau, beningnya itu air jadi bisa bikin silau mata. Aek Silo adalah nama sebuah sungai yang berbatu yang terdapat di Hanopan. Tapi air di sungai ini gak sebening dulu. Aek Silo yang semakin dangkal dan tidak se’silo’ dulu. Lalu bagaimana dengan Nanggar Jati? Gunung Nanggar Jati, demikian orang-orang di daerah ini menyebutnya, adalah sebuah gunung yang bentuknya unik, seperti jari telunjuk. Lebih tepat disebut bukit, tapi itu sebutan masyarakat yang udah berpuluh tahun. Menurut hikayat setempat gunung ini merpakan salah satu stairway to heaven yang patah. (https://ceritasondha.com/2008/07/15/aek-silo-dan-nanggar-jati/)

Lantas bagaimana sejarah batu Nanggar Jati di Huta Padang, Dolok Hole? Seperti disebut di atas batu Nanggar Jati adalah bukit batu unik di desa Huta Padang dekat Dolok Hole. Mengapa ada nama Nanggar di berbagai tempat jauh? Lalu bagaimana sejarah batu Nanggar Jati di Huta Padang, Dolok Hole? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Batu Nanggar Jati di Huta Padang, Dolok Hole; Mengapa Ada Nama Nanggar di Berbagai Tempat Jauh?

Nama kampong Hoeta Padang paling tidak sudah terinformasikan pada tahun 1901 (lihat De zendingseeuw voor Nederlandsch Oost-Indie, 1901). Nama lain yang disebutkan adalah Somba-Debata, Galanggang, Sipagimbar dan Paroerean serta Simanosor. Lantas bagaimana dengan nama Naggar Jati?


Nama Dolok Batoe Nanggar telah dilaporkan dengan ketinggian 300 M (lihat Driehoeksnet van Sumatra's Westkust: de coördinaten der driehoekspunten, 1900). Nama dolok lain yang telah diukur koordinat dan ketinggiannya adalah Dolok Arse. Nama Dolok Batoe Nanggar juga ditemukan di kerajaan Pane di onderafdeeling Simaloengoen (lihat Advies nopens de Simeloengoensche rijkjes en de Karolanden, 1905). Catatan: kerajaan-kerajaan di Simaloengoen: Tanah Djawa, Siantar, Pane dan Raja (baca: Raya).

Nama Batoe Nanggar Djati telah dicatat Johannes Warneck (1906). Alb. C. Kruyt (1906) menyebutnya sebagai Toras Nanggar Djati yang memiliki pengertian yang sama: nama batu atau gunung dalam mitologi. Nama Batoe Nanggar tampaknya nama generic yang hanya ditemukan di Tanah Batak (juga di Simaloengoen).


Toras Nanggar Djati adalah sebuah batu di tengah bumi, yang ujungnya mencapai langit, merupakan jalan menuju tempat tinggal para dewa, dimana orang-orang istimewa, pahlawan, dan pendeta dapat mengunjungi dunia atas. Batuan ini dinamakan Toras Nanggar Djati. Di kerajaan surga tumbuh pohon beringin yang tegak (Het animisme in den Indischen Archipel, Alb. C. Kruyt 1906), Toras Nanggar Djati merupakan rantai Timbang Malaha, Si Hobingan (dengan Ba​​toe Nanggar Djati, gunung mitologis) tempat bumi dan surga dulunya terhubung),

Nama Batoe Nanggar Djati atau Toras Nanggar Djati hanya ditemukan di Saipar Dolok Hole. Lalu apa arti Djati dalam nama Batoe/Toras Nanggar? Dalam kamus bahasa Angkola-Mandailing oleh HJ Eggink (1936) djati adalah (1) pohon dengan kayu yang sangat bagus, (2) perkasa atau agung. Lalu apakah arti Toras Nanggar Djati adalah sebuah batu di tengah bumi, yang agung/perkasa ujungnya mencapai langit, merupakan jalan menuju tempat tinggal para dewa?


Kata 'jati' ditemukan dalam bahasa Sanskerta yang diartikan sebagai lahir atau sejak lahir. Sementara di dalam bahasa Jawa kata ‘jati’ diartikan sebagai tulen atau asli. Sedangkan dalam bahasa Batak Angkola-Mandailing kata ‘jati’ artinya perkasa atau agung. Penggunaan nama jati untuk kayu juga ditemukan dalam bahasa Batak dan bahasa Jawa (hayu/kayu jati). Dalam mitologi Batak Toras Nanggar Djati adalah jalan mencapai langit, menuju tempat tinggal para dewa. Lalu apakah Toras Nanggar Djati memiliki kaitan dengan Mulajadi Na Bolon?

Kata ‘toras’ dalam kamus bahasa Angkola-Mandailing oleh HJ Eggink (1936) diartikan sebagai hati, inti dari pohon; tua berusia bertahun-tahun; natoras=orang tua. Dalam hal ini toras, natoras terkait dengan leluhur. Kepercayaan (mitologi) orang Batak adalah tentang penghormatan terhadap orang tua, para leluhur. Dalam konteks inilah arti ‘nanggar’ penting dalam religi orang Batak. Gunung (Batoe) Nanggar Djati secara mitologi (kepercayaan masa lampau) sebagai jalan menuju surga tempat para dewa berada, sebaliknya melalui puncak nanggar (tor) datangnya roha (ruh) dan tondi (jiwa) menemui badan (pamatang) bagi yang lahir di dunia. Lalu sejak kapan religi orang Batak eksis?  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mengapa Ada Nama Nanggar di Berbagai Tempat Jauh? Silo, Pane, Raya, Binanga dan Lainnya

Batoe Nanggar ada di beberapa tempat di Tanah Batak, tetapi Batoe Nanggar dengan nama Djati hanya ada di Saipar Dolok Hole. Nama nanggar di Tanah Batak pada masa ini tidak hanya lestari di dalam nama gunung (tor), juga dilestarikan dalam nama lagu Si Nanggar Tullo. Nada dan nyanyian lagu Si Nanggar Tullo terkesan bersifat religi (seperti halnya lagu Kijom-Ijom ale ijom). Banyak lagu-lagu lama (NN) Angkola yang nada dan nyanyiannya bersifat religi. Mengapa? Yang jelas diwariskan. Bagaimana dengan nama Batoe Nanggar sendiri?


Nama mirip Nanggar ditemukan di pulau Bangka yakni Manggar. Lalu bagaimana dengan nama Manggarai di pulau Flores? Dalam hal ini yang dibicarakan adalah nama gunung Dolok Batoe Nanggar di kerajaan Panai di Simaloengoen dan nama kampong Batoe Nanggar di Batang Onang.

Nama Batoe Nanggar di wilayah Simaloengoen adalah gunung (tor) yakni Dolok Batoe Nanggar. Nama gunung lainnya di Simaloengoen antara lain Dolok Malela dan Dolok Silau. Di wilayah Simaloengoen juga ada nama tempat Raya (nama suatu kerajaan tempo doeloe), Binanga (terkenal dengan air terjun Binanga Bolon) dan nama Pane (nama suatu kerajaan tempo doeloe). Mengapa banyak kemiripan nama-nama di Simaloengoen dengan nama-nama geografis di Tapanuli (bagian) Selatan seperti gunung Lubuk Raya, gunung Malea, Aek Silo, sungai (Batang) Pane dan (kota) Binanga?


Dalam teks Negarakertagama (1365) di Sumatra bagian utara nama yang disebut adalah Panai, Aru, Mandailing dan Rokan serta Barus. Sementara pada ekspedisi Cheng Ho yang dilaporkan oleh Ma Huan (1430) hanya mengunjungi pelabuhan Pa-lim-pong (Palembang), A-lu (Aru), Su-man-tala (Sungaikarang) dan La-muri (Aceh). Sungaikarang (kini Sungai Ular) saat itu masih berada di pantai. Kerajaan A-lu berada di sungai Barumun (B-aru-mun). Penulis Ma-Huan yang juga mengunjungi (kerajaan) Na-gur di pedalaman menyerang Su-man-tala yang mana rajanya terbunuh. Dalam laporan seorang Portugis Mendes Pinto (1537) dua anak raja Aroe Batak Kingdom terbunuh di Nakur (Nagur) dan Lingau (Lingga) dari orang Atjeh. Kapan dua anak Raja Aroe terbunuh diduga antara kehadiran ekspedisi Cheng Ho dan sebelum kehadiran Portugis di Malaka. Antara kerajaan Aru dan kerajaan Atjeh berperang setelah kehadiran Portugis. Catatan: nama Nagur saat ini berada di wilayah Simaloengoen dan nama Lingga berada di wilayah Karo. Apakah dalam konteks ini telah terjadi hubungan nama-nama di Tapanuli Selatan dengan di Simalungun dan Karo?

Nama-nama yang sudah tua di Sumatra bagian utara diduga adalah Binanga di Padang Lawas, di muara sungai Batang Pane di sungai Barumun. Di dalam prasasti Tanjore (1030) disebut nama Pannai (Pane?), Ilangasogam (Binanga-Sunggam?) dan Madamalingam (Mandailing?), Takkolam (Angkola?) dan Maleyur (Malea?) dan Mappappalam (Sipalpal?). Nama-nama tersebut diduga berada di wilayah Padang Lawas dan sekitar. Besar dugaan dari nama-nama tersebut diduga yang tertua adalah Binanga. Mengapa? Nama Binwangan (Binanga?) disebut dalam prasasti Laguna (900).


Dalam prasasti Kedoekan Boekit (682) disebut Raja Dapunta Hiyam bersama pasukannya marlapas (berangkat) dari Minanga Tamuan (pertemuan sungai di Binanga?) banyaknya dua laksa. Sebelumnya Dapunta Hiyaṁ naik (mendaki) di Samvau (Somba?) maṅgalap (mengambil) siddhayātra (tondi) yang mana sebanyak duaratus cāra di Sāmvau dengan jālan kaki—yang akhirnya sarivu tlurātus sapulu dua (1312) banyaknya tiba di Mata Jap. Nama Minanga dalam hal ini diduga adalah nama Binanga di pertemuan sungai Barumun dan sungai Pane. Dalam teks, bahasa yang digunakan adalah bahasa Batak seperti marlapas dan mangalap (perhatikan juga awal mar) serta sebutan bilangan (seperti saribu, tolu ratus dan sapulu dua). Lantas dimana Samvau berada?

Satu nama penting yang disebut dalam prasasti Kedoekan Boekit abad ke-7 adalah nama Minanga (yang diduga Binanga). Nama lain yang disebut adalah nama (tempat) Samvau. Apakah Samvau dalam prasasti tersebut adalah Somba. Yang jelas pada masa ini nama desa Somba Debata tidak jauh dari gunung Batoe Nanggar Djati.


Nama-nama tua di sekitar Dolok Hole selain Somba Debata dan Nanggar Jati adalah Simanosor, Sipagumbar, Simangambat, Simotung, Arse, Aek Silo, Tapus, Tolang dan sebagainya, Nama yang juga unik adalah nama Pargumbangan, Sigiring-Giring dan Mandalasena dan Batara Wisnu. Besar dugaan, awal peradaban bermula di pedalaman diantara gunung-gunung yang kemudian berkembang ke arah dataran rendah di daerah aliran sungai Batang Pane dan sungai Barumun dimana terbentuk kota-kota baru seperti Binanga, Portibi. Tandihat, Surumambe, Sunggam dan sebagainya. Pada zaman dahulu, penduduk di daerah Padang Lawas (seperti di dalam prasasti abad ke-7) sebelum melakukan perjalanan jauh pulang kampung mengalap tondi (memuja para leluhur) di wilayah pegunungan di pedalaman.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: