*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini
*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini
Di Wilayah Angkola-Mandailing pada zaman kuno ada tiga danau: danau Siais dekat gunung [Lubuk] Raya, danau Laut Tinggal dekat gunung Kulabu dan danau Siabu diantara gunung Malea dan gunung Sorik [Marapi]. Danau Siabu pada zaman kuno menyusut (tinggal rodang) dan yang tetap eksis hanya gunung Malea dan gunung Sorik Marapi. Wilayah penduduk zaman kuno dekat danau-danau tersebut dihubungkan oleh dua sungai besar: sungai Batang Angkola (di Angkola) dan sungai Batang Gadis (di Mandailing) yang bertemu di danau Siabu.
Lantas bagaimana sejarah gunung, sungai dan danau di Angkola-Mandailing? Seperti disebut di atas tiga wujud geografi ini sudah ada (sejak) zaman kuno yang terhubnng satu sama lain dimana terdapat penduduk yang membentuk peradaban awal. Tiga wujud geografi ini juga sekaligus penanda navigasi (perjalanan) sejak zaman kuno. Hal serupa ini juga terdapat di wilayah lain di Indonesia. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Tiga Danau Berdekatan: Sungai Batang Angkola dan Sungai Batang Gadis
Batas sosiologis penduduk Angkola Mandailing pada dasarnya sejak zaman kuno bermula diantara antara daerah aliran sungai Batang Toru di utara dan daerah aliran sungai Batang Pasaman. Diantara dua daerah aliran sungai inilah terdapat tiga danau (Siais, Siabu dan Laut) dan dua sungai besar (Batang Angkola dan Batang Gadis). Batas sebelah barat adalah lautan (Hindia) dan sebelah timur adalah rantai pegunungan (Bukit Barisan).
Sungai Batang Pasaman kini masuk wilayah (kabupaten) Pasaman dan Pasaman Barat) di provinsi Sumatra Barat. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda wilayah ini dikenal sebagai district Air Bangis, Ophir dan Rao (semasa Resirentie Air Bangis). Pasca Perang Padri (1838), kebijakan pemerintah Hindia Belanda memasukkan tiga district Air Bangis, Rao dan Ophir ke wilayah Residentie Padangsche Benelanden (kemudian dimasukkan ke Residentie Padangsche Bovenlanden). Pada zaman kuno sebelum terbentuk kota Air Bangis (era VOC), kota pelabuhan Mandailing berada di Oedjoeng Gading dan )bagian dalam) Batahan. Kota-kota pelabuhan ini begitu dekat dengan danau pegunungan di gunung Kulabu. Hal itulah mengapa kini, khususnya di kabupaten Pasaman Barat populasi terbesar berasal dari Mandailing dan Angkola. Penduduk awal Mandailing, bukan merantau, tetapi memang dari zaman kuno sudah di situ. Hal serupa juga di sisi barat sungai Batang Toru (yang kini masuk wilayah kabupaten Tapanuli Tengah) dengan pelabuhan kuno di Sangkoenoer dan Loemoet. Pelabuhan Natal baru terbentuk pada era VOC.
Pengaruh Hindoe-Boedha pada penduduk Angkola Mandailing masuk dari pelabuhan-pelabuhan tersebut melalui pedagang-pedagang India yang membentuk koloni di pedalaman di dekat pusat penduduk di Angkola dan Mandailing (sekitar danau Siasis dan danau Laut). Pada saat kehadiran pedagang-pedagang India ke pedalaman diduga kuat danau Siabu telah menyusut (akibat dampak gempa besar tektonik atau vulkanik). Sungai Batang Angkola dan sungai Batang Gadis menjadi penanda navigasi bagi koloni India yang kemudian memusat di Siabu (candi Simangambat).
Seperti halnya danau Siais dan danau Laut, danau Siabu zaman kuno begitu dekat dengan pantai (laut). Jebolnya danau Siabu diduga kuat menyebabkan teluk Siabu menjadi daratan karena terjadi proses sedimentasi jangka panjang akibat endapan bahan material yang berasal dari danau Siabu dan daerah aliran sungai Batang Angkola dan daerah aliran sungai Batang Gadis. Pantai danau Siais juga terjadi proses sedimentasi dari bahan meterial padat melalui sungai Batang Toru, sedangkan lantai danau Laut (Ujung Gading) juga terjadi proses sedeintasi dari sungai Pasaman dan sungai Sikabau.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Gunung-Gunung di Angkola dan Mandailing
Seperti halnya di wilayah lainnya di Sumatra, sejak kehadiran (koloni) India (Hindoe-Boedha) di padalaman Mandailing dan Angkola, besar dugaan nama-nama geografi (penduduk asli: Mandailing dan Angkola) zaman kuno telah berganti dengan nama-nama yang merujuk pada nama-nama India seperti Malea (merujuk pada nama gunung Himalaya), Raya (Radja), Sorik (Sarik), Kulabu (Kelabu),
Memang sulit membedakan nama-nama geografi berdasar penduduk asli dan orang asing. Namun perubahan nama-nama geografi, dari penduduk asli yang kemudian merujuk pada nama India karena berbagai faktor yang selanjutnya didentifikasi pada peta orang asing sebagai penanda navigasi. Awalan Si (seperti Sibualbuali, Siabu dan Simangabat) diduga nama asli. Akan tetapi nama Malea, Sarik dan Raja serta Kulabu diduga kuat sebagai nama baru. Tentu saja nama Angkola dan Mandailing serta Gadis bukan nama asli. Nama-nama yang merujuk pada nama India tidak hanya di wilayah Mandailing dan Angkola tetapi hampir di seluruh (terutama) di Sumatra. Jawa dan Semenanjung. Nama Pasaman dan Agam serta Talamau juga nama India (kelak nama Talamau diidentifikasi dengan nama sendiri oleh pelaut-pelaut Portugis sebagai Ophir), demikian juga nama (danau) Toba sendiri. Nama Agam ada di Atjeh, sedangkan nama Raja dan Malea juga ada di Semenanjung yang diidentifikasi sebagai Raja dan Malaya. Sejauh ini kita belum berbicara dengan nama-nama Padang Sidempoean, Panjaboengan, Kotanopan, Gunung Tua dan Sibuhuan.
Nama-nama gunung kecil atau bukit umumnya masih nama-nama asli, seperti gunung Simardona Hanya nama-nama penting yang merujuk pada nama India seperti Melea dan Raja, Nama, Nama-nama sungai besar juga merujuk pada nama India, seperti Angkola, Gadis dan Baroemoen. Nama sungai B-aroe-moen diduga kuat merujuk pada nama aru yang dalam bahasa India Selatan (Ceylon) sebagai air atau sungai. Jadi sungai Barumun sebagai sungai Aru seperti halnya sungai (Batang) Arau di Kota Padang. Nama tempat Saroematinggi (kini Sayurmatinggi) merujuk pada nama aru yang agak tinggi (seperti disebut di atas sungai Batang Angkola bermuara di danau Siabu).
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar