(bagian keenam)
De
vrije pers: ochtendbulletin, 08-04-1950 melaporkan bahwa kemarin Dul Arnowo
ditunjuk untuk menjabat sementara Gubernur Jawa Timur. Tentang Radjamin, Arnowo
tidak bersedia menjawab, tetapi mengiyakan bahwa administrasi Pemerintah Kota
Surabaya menjadi tanggungjawabnya karena sebelumnya Gubernur Samadikun telah
mengambil alih sementara fungsi administrasi Pemerintah Kota Surabaya. Arnowo
hanya menjawab bahwa dia mendengar Radjamin sedang bersiap menemui yang
berwenang, Kementerian Dalam Negeri di Yogya.
***
Setelah
berita De Vrije Pers (8/4/50) di atas, tidak pernah muncul lagi pemberitaan
tentang posisi Radjamin gelar Sutan Kumala Pontas sebagai Walikota
Surabaya.Seakan hilang tertelan bumi. Seminggu kemudian, sebagaimana
diberitakan oleh koran De vrije pers: ochtendbulletin, 17-04-1950, RadjaminNasution terpantau berada di dalam
pembukaan kantin ALRIS (Angkatan Laut RIS). Radjamin Nasution terlihat disambut
hangat dan akrab oleh Kepala Departemen Informasi ALRIS, Kapten Sutan
Samsudin.Kapten Samsudin mengundang sejumlah pihak dalam acara pembukaan ini
selain relaksasi juga untuk memberi dorongan moral bagi pasukan angkatan
laut.Kolonel Nazir (Komando Laut di Surabaya) berpidato sekaligus membuka resmi
kantin ini.Turut hadir dalam acara ini Gubernur Sipil,Samadikun.
Radjamin
juga tampak hadir ketika ada pertemuan yang diprakarsai oleh Front Pemuda
Nasional sebagaimana dilaporkan koran De vrije pers: ochtendbulletin,
28-04-1950. Pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah partai politik, sarikat
buruh dan asosiasi pemuda untuk mendengarkan paparan beberapa pembicara yang
mengupas tema demiliterisasi dan demokrasi di Jawa Timur.Salah satu pembicara
adalah Iwan Simatupang.Dalam pertemuan ini dari pihak pemerintah diwakili oleh
wakil gubernur, Ruslan Wongsokusumo.Radjamin dalam forum pemuda ini diundang
sebagai tokoh pemuda kehormatan. Radjamin di masa mudanya di Stovia termasuk
aktivis mahasiswa yang pernah sama-sama dengan dr. Soetomo membentuk ‘Boedi
Oetomo’.
De
vrije pers: ochtendbulletin, 07-07-1950 melaporkan bahwa posisi defenitif
walikota Surabaya ternyata belum tuntas. Dul Arnowo yang menjabat Plt Gubernur
masih mengambil tanggungjawab administrasi Pemerintahan Kota Surabaya. Arnowo
juga mengatakan bahwa pengusulan
Gondowardojo sebagai walikota belum ada keputusan. Permasalahan ini
untuk sementara diendapkan hingga anggota Dewan Kota yang baru pada nantinya
sudah terpilih.
Radjamin menolak
jadi Ketua Dewan, Proposal lama bersemi kembali
Selanjutnya,
koran De vrije pers: ochtendbulletin, 04-12-1950 melaporkan bahwa telah
terjaring sebanyak 110 kandidat untuk dewan kota (DPRD Kota) dan juga telah
dipilih sebanyak 32 orang yang akan duduk di kursi dewan. Diantara kandidat
yang terpilih terdapat namaRadjamin dari Partai Parindra. Dalam koran ini juga,
diumumkan oleh Plt Walikota Surabaya, Dul Arnowo, pemilihan anggota Ketua DPRD
Kota Surabaya akan dilaksanakan tanggal 7 Desember 1950.
De
vrije pers: ochtendbulletin, 07-12-1950 melaporkan bahwa proses pemilihan ketua
dan wakil ketua dewan telah dilaksanakan. Dul Arnowo yang membuka sidang,
mengusulkan anggota dewan tertua yang akan memimpun sidang pemilihan Ketua
Dewan. Usul ini diterima forum.Setelah dicek dan verifikasi, ternyata anggota
dewan tertua adalah Radjamin.Mungkin Dul Arnowo dan Radjamin sama-sama tidak
menyangka hasilnya.Oleh karena itu, maka yang menjadi Ketua Formatur (Interim)
otomotis adalah Radjamin.Ini berarti untuk kali pertama antara Radjamin vs
Arnowo saling berhadapan secara formal di forum resmi.
Dalam
pembukaannya, Radjamin sangat senang menerima tugas sementara ini (maksudnya
Ketua Formatur), karena Radjamin teringat bahwa dewan sebelumnya (semasa
Radjamin menjadi anggota dewan sebelum perang (gemeenteraad) hanya ada 10
pribumi, tapi kini semuanya yang 32 orang adalah asli pribumi)).Dia meminta
bahwa di pundak para anggota dewan terdapat tanggungjawab yang besar untuk
kemajuan kota. Radjamin sendiri dalam pidatonya (yang juga dihadiri Arnowo)
tidak akan mencalonkan untuk memperebutkan kedudukan ketua dewan (mungkin
Arnowo sedikit lega dengan kalimat ini). Akan tetapi, Radjamin dalam pidatonya
akan membawakan proposal utamanya ketika Radjamin dulu kali pertama di hari
pertama duduk di dewan kota sebelum perang (Gemeenteraad) Surabaia (mungkin
Arnowo sedikit kaget, proposal apa itu?).
Jelas
terkesan dari situ, bahwa Radjamin sangat tenang dan berwibawa serta cerdik
(kata lain cerdas).Mungkin orang-orang kala itu melihat ada pertentangan dari
kedua tokoh ini.Tetapi mungkin juga antara keduanya sesungguhnya tidak ada
masalah pribadi. Oleh karenanya sejauh ini tidak ada pernyataan frontal antar
satu sama lain. Dalam pencalonan ketua dewan, Radjamin tidak berambisi benar
untuk menjadi figure ketua, tetapi sangat bergelora tentang proposal untuk
rakyat.Kalau untuk rakyat, Walikota Fuchter yang Belanda di era Belanda bisa
digertak oleh Radjamin, apalagi dengan Arnowo.Tapi Arnowo bukan tandingannya,
tantangan Radjamin sesungguhnya adalah meninggikari rakyat.Radjamin tampaknya
konsisten dengan apa yang dari dulu dipikirkannya. Ringkas berita, akhirnya
ketua terpilih Suprapto (Masyumi) dan wakil adalah R. Sanusi (PIR) plus enam
anggota komite.
***
De
vrije pers: ochtendbulletin, 08-02-1951 melaporkan bahwa kantor pemilu di
Surabaya telah menerima total 157 kandidat untuk parlemen Provinsi (DPRD
Provinsi).Dari jumlah tersebut, 110 orang dari partai politik, 19 orang dari
sarikat pekerja, sembilan organisasi tani, lima organisasi pemuda, dan tujuh
dari enam organisasi sosial
perempuan.Diantara kandidat terdapat minoritas Tionghoa, Mr Tan Germ Liong, dan
yang mewakili kelompok Indo, Mr HJP Hoyer.Dari 110 yang berasal dari partai
politik, ada 51 orang dari Partai Masyumi dan 22 orang dari PN1. Juga dalam
daftar kandidat ini termasukSoetomo
(Bung Tomo), Radjamin dari Parindra. Dari Koran ini diketahui diagendakan
tanggal 27 Februari akan dilakukan pemilihan untuk menyaring menjadi DPRD
Provinsi menjadi 72 orang kandidat terpilih.
Het
nieuwsblad voor Sumatra, 06-04-1951 melaporkan dari Dewan Kota, atas permintaan
walikota, supaya proposal yang diajukan Radjamin diuji. Ternyata ketika dewan
kota bersidang, hampir semua anggota dewan memberikan suara pada proposal
Radjamin. Berkas lama Proposal Radjamin ‘tumbuh mekar kembali’ yang mendapat 18
suara setuju dan dua abstein. [Proposal Radjamin ini pada prinsipnya terdiri
dari lima hal: perumahan, air bersih, kesehatan masyarakat miskin, pendidikan,
soal pengangguran].
Mosi tidak
percaya terhadap Dul Arnowo
Meski
posisi Radjamin di dalam struktural pemerintahan (eksekutif) telah lenyap dihembus angin, namun isi
proposal Radjamin justru semakin membahana di seluruh Surabaya dan
sekitarnya.Di parlemen, posisi Dul Arnowo mulai ‘goyang’.De vrije pers:
ochtendbulletin, 25-04-1951 melaporkan bahwa ketidakpercayaan terhadap Arnowo
memuncak ketika Mr Sjaichu bersikeras mengusulkan untuk mengadopsi agar
pemerintah pusat memberhentikan Mr Dul Arnowo dari walikota dan menggantinya
dengan yang lebih mampu dan jujur. Pernyataan ini muncul di dalam suatu sidang
yang membahas hasil dari pertemuan sebelumnya antara Dewan dengan Walikota.Para
anggota dewan mengaitkan ketidakmampuan Arnowo ketika tahun lalu Arnowo pernah
mau mengundurkan diri, tetapi tetap ditunjuk sebagai walikota.
Algemeen
Indisch dagblad: de Preangerbode, 27-04-1951 memberitakan bahwa permintaan
terhadap Dul Arnowo untuk mengundurkan diri semakin menguat. Banyak anggota
yang mengajukan mosi tidak percaya dan mengecam banyak hal tentang
kebijakan/program Dul Arnowo.Walikota ini "terlalu lemah" menurut Mr
Sjaichu. Dengan beberapa rekan Sjaichu, menandatangani mosi dan mendesak pemerintah
pusat untuk membebaskan Dul Arnowodari tugasnya dan digantikan oleh yang lebih
"jujur, mampu dan dapat diterima".
Sementara
mosi tak percaya berhembus semakin kencang di parlemen kota, De vrije pers:
ochtendbulletin, 31-05-1951 justru melaporkan keberadaan Radjamin yang lagi
‘nyekar’ ke kuburan Dr. Soetomo. Tampak bunga besar kemarin sore di kuburan
tulis koran ini. Dr. Soetomo juga adalah termasuk pendiri Parindra. Dalam acara
ini juga hadir Menteri R.P Suroso dan sejumlah pejabat pemerintah daerah yang
hadir pada makam Dr.Sutomo. Radjamin memberikan pidato singkat dalam upacara
itu. Radjamin adalah sahabat Dr. Soetomo dan pernah besama-sama menggagas
dibentuknya ‘Boedi Oetomo’—organisasi sosial di bidang pendidikan.
Dul Arnowo
Lengser
Mosi
tidak percaya terhadap Dul Arnowo tidak kunjung reda. Tampaknya Dul Arnowo
tidak kapabel memimpin Kota Surabaya, Arnowo tidak bisa membaca situasi dan
kondisi rakyat dan apa implikasi dari setiap kebijakan/program yang dibuat.
Roda pemerintahan tidak berjalan lancar, kebijakan/program pembangunan
tersendat, karena tidak sejalan dengan dewan. Situasi dan kondisi Surabaya saat
itu sangat rumit dan kompleks.
Bisa
dibayangkan bahwa pada Desember 1945 (saat Radjamin menjadi walikota) jumlah
penduduk Kota Surabaya tidak lebih dari 130.000 jiwa. Meski di Kota Surabaya
dan Residen Surabaya sudah mulai kondusif tetapi di luar kota terutama di
Sidoarjo masih ada perang gerilya hingga November 1950. Akibatnya banyak
penduduk di sejumlah daerah pindah ke Surabaya. Pada pertengahan 1950 penduduk
Kota Surabaya meningkat menjadi 633.000 jiwa. Masalah sosial ekonomi timbul. Di
berbagai tempat merebak tindakan-tindakan kriminal dan prostitusi makin
menjamur.
Situasi
dan kondisi Kota Surabaya dipahami betul oleh anggota Dewan Kota. Tidak
terdapat kesamaan visi dan misi antara eksekutif dan legislatif. Akibatnya
mosi tidak percaya terhadap Dul Arnowo yang makin lama makin menyudutkan Dul
Arnowo. Beberapa anggota dewan mengirim surat dan delegasi ke Jakarta agar Dul
Arnowo diganti dengan yang lebih baik.
Akhirnya
pusat merespon. Di awal 1952 Moestadjab, Residen Besuki, lahir di Tulungagung
ditunjuk Jakarta untuk Walikota. Dul Arnowo lengser dan menghilang dari
peredaran. Dul Arnowo ditunjuk sebagai walikota (yang seharusnya hak Radjamin)
hanya atas dasar figure revolusioner Arnowo selama perang semata, tetapi tidak
dalam kapabiliti sebagai walikota. Akibatnya penunjukan Arnowo lebih banyak
masalah saripada suksesnya. Sukses baru mulai terlihat ketika Moestadjab dalam
beberapa bulan memulai tugasnya. Kota menjadi tampak mulai normal. Pengalaman
Moestadjab dalam memimpin kota sudah terlihat ketika Moestadjab waktu itu masih
berumur 43 tahun pernah menjabat selama satu tahun jadi walikota di Madiun. Di
Surabaya, Moestadjab membawa
administrasi profesional terutama perumahan, dan kesehatan masyarakat miskin.
Program Moestadjab ini kurang lebih serupa dengan isi proposal Radjamin ketika
pertama kali menjadi duduk sebagai gemeenteraad saat walikota Fuchter menjabat.
Proposal ini juga yang diajukan Radjamin saat memulai tugas di dewan dimana
walikotanya Dul Arnowo. Akan tetapi Dul Arnowo tidak mengubrisnya meski semua
anggota dewan telah meloloskan proposal Radjamin tersebut.
***
Karir
Dul Arnowo tamat. Bagaimana dengan Radjamin Nasoetion? Radjamin tetap berkiprah
di dewan kota. Dalam pertemuan Dewan dengan Walikota baru-baru ini (De vrije
pers: ochtendbulletin, 21-05-1952) Pak Puger berbicara antara lain pentingnya
pendidikan. Usul ini diamini oleh Radjamin. Memang proposal Radjamin tidak
termasuk pendidikan, tetapi masih soal perumahan rakyat, air bersih, kesehatan
masyarakat miskin, pengangguran, tetapi dengan usulan pendidikan dari Puger
justru Radjamin berbunga-bunga. Sebab, Radjamin ketika di Stovia sudah
menggagas pendidikan rakyat ketika bersama dr. Soetomo mendirikan Boedi Oetomo.
Kunjungan
Radjamin dkk ke makam dr. Soetomo baru-baru ini rupanya menjadi wujud
terlaksananya ide itu di Kota Surabaya. Salah satu proposal Radjamin baru
terwujud pada bulan April 1953. De vrije pers: ochtendbulletin, 29-04-1953
melaporkan bahwa anggota dewan Mr J.R. Pesik, Radjamin, Sugiman dan Mo Kwee
Liang berhasil membuat kata sepakat dengan Walikota yang baru. Lengkap sudah
proposal Radjamin plus proposal pendidikan dari Puger diadopsi oleh eksekutif.
Tugas dan tanggungjawab Radjamin sebagai warga Surabaya tuntas sudah.
***
Di
akhir masa tugas Radjamin sebagai anggota dewan, kabar gembira datang dari
Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial di Jakarta (kini FHUI) bahwa anaknya yang bungsu
Sheherazade Radjamin Nasution lulus sebagai sarjana hukum. Sebagaimana diberitakan
koran De nieuwsgier, 11-03-1955, dalam wisuda anak Radjamin ini juga termasuk
Mochtar Koesoemaatmadja. Lengkap sudah, tugas Radjamin sebagai kepala keluarga.
Dua orang diantara delapan anaknya, mengikuti jejak ayahnya sebagai dokter.
Anak yang pertama di Tarempa saat Jepang mengebom Singapura dan sekitarnya
tengah bertugas, anaknya yang kedua juga dokter bernama Irsan.
Gedung Perwakilan Rakyat di Jakarta (foto 1950) |
(bersambung)
______
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber utama tempo doeloe. Sumber pendukung:
·
Yousri
Nur Raja Agam M.H, ‘Radjamin Nasution, Walikota Pertama Surabaya’.
·
Surabaya, City of Work: A Socioeconomic History,
1900-2000 by Howard W. Dick
Tidak ada komentar:
Posting Komentar