(bagian
keempat)
Di
Surabaya, Radjamin tiba-tiba mendapat surat dari anak perempuannya, seorang
dokter yang bersuamikan dokter yang sama-sama berdinas di Tarempa, Tandjong
Pinang, Kepulauan Riau. Surat ini ditujukan kepada khalayak dan cepat beredar,
karena termasuk berita penting masa itu. Surat kabar Soeara Oemoem yang terbit
di Surabaya mempublikasikan isi surat keluarga (anak kepada ayahnya) tersebut
menjadi milik public sebagaimana dikutip oleh koran De Indische Courant tanggal
08-01-1942. Berikut isi surat tersebut. Tandjong Pinang, 22-12-194l. Dear all.
Sama seperti Anda telah mendengar di radio Tarempa dibom. Kami masih hidup. Dan
seterusnya (lihat artikel bagian ketiga sebelumnya).
***
Tanggal
3 Februari 1942 perang benar-benar meletus di Kota Surabaya. Pasukan Jepang
selama satu bulan beberapa kali mengebom Kota Surabaya. Koran Soerabaijasch
Handelsblad yang menjadi salah satu sumber utama artikel tentang Radjamin ini,
lama tidak terbit. Baru terbit kembali pada tanggal 26-02-1942. Dalam terbitan
tersebut, dilaporkan terjadi perubahan di Dewan Kota. Radjamin diangkat sebagai
wakil ketua.
Pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintahan Belanda di Indonesia benar-benar takluk tanpa syarat kepada pasukan Jepang. Pada hari itu juga kekuasaan Gemeente (Pemerintahan Kota) Surabaya berpindah tangan kepada militer (pasukan tentara) Jepang. Lantas Dewan Kota dibubarkan. Namun demikian, pada fase konsolidasi ini, pihak Jepang masih memberi toleransi dua kepemimpinan di dalam kota. Walikota Fuchter masih dianggap berfungsi untuk kepentingan komunitas orang-orang Eropa saja. Sementara walikota di kubu Indonesia dibawah perlindungan militer Jepang ditunjuk dan diangkat Radjamin Nasoetion--Wethouder, mantan anggota senior dewan kota yang berasal dari bumiputra.
Jepang
memilih Radjamin dibandingkan yang lain karena Radjamin satu-satunya tokoh
pribumi di Surabaya yang memiliki portfolio paling tinggi. Radjamin selain
dikenal sebagai Wethouder (tokoh anggota dewan kota) yang pro rakyat (lihat
Radjamin, seorang pemberani yang mampu menggertak Futchter). Radjamin juga
diketahui secara luas sangat dekat dengan rakyat dan didukung tokoh-tokoh
‘adat’ di Surabaya (lihat kembali rekomendasi Koesmadi). Radjamin juga
berpengalaman dalam pemerintahan Belanda sebagai pejabat tinggi (eselon-1) Bea
dan Cukai. Jangan lupa, Radjamin juga seorang yang cerdas, dokter, lulusan
perguruan tinggi, Stovia di Batavia.
***
Koran
Soerabaijasch Handelsblad yang beberapa
minggu terakhir berhenti terbit, terbit kembali tanggal 27-04-1942. Disebutkan
bahwa Radjamin telah membentuk panitia peringatan ulang tahun Tenno Haika.
Panitia terdiri dari, ketua: Ruslan Wongsokoesoemo, dan sekretaris: Dr Angka
Nitisastro. Kegiatan menghormati Raja Jepang itu meliputi berbagai kegiatan, seperti
karnaval, hiburan rakyat, dan pertandingan sepakbola. Untuk pertandingan
sepakbola dilaksanakan tiga hari 28-30 April 1942 yang diikuti empat klub,
yakni: Persibaja (Persatuan Sepakbola Indonesia, Soerabaja), HBS, Tiong Hwa dan
Excelsior.
Hal-hal
lainnya dalam pemerintahan walikota Radjamin adalah tentang registrasi warga
sipil (pasukan Belanda sendiri sudah ditahan oleh pasukan Jepang). Dalam koran
Soerabaijasch handelsblad, 28-04-1942 terdapat sebuah maklumat dari Walikota
Radjamin, bahwa akan diadakan sensus untuk orang-orang Eropa antara tanggal 1
Mei hingga 10 Mei 1942. Sedangkan warga-warga asing lainnya dilakukan setelah
tanggal 10 Mei. Disamping itu, juga dilakukan penyelesaian masalah-masalah
perdata terkait dengan warga asing. Masa transisi ini akan berlangsung hingga
tanggal 31 Agustus 1942.
Koran
Soerabaijasch Handelsblad tanggal 30
April 1942 mengabarkan telah berlangsung karnaval kemarin. Setiap grup dalam
karnaval memberi penghormatan kepada tribun undangan. Dalam tribun ini tampak
Gubernur (bangsa Jepang); wakil gubernur Soewarso Tirtowiogjo dan Walikota
Surabaya, Radjamin.
Koran
Soerabaijasch Handelsblad tanggal 1 Mei
1942 memberitakan bahwa Radjamin hadir di stadion dalam partai final sepakbola
tanggal 30 April 1942. Radjamin memberikan hadiah kepada tim juara dan pemain
terbaik. Radjamin jelas berbunga-bunga di tengah rakyat ‘gibol’, sebab Radjamin
sendiri adalah juga seorang pemain sepakbola di Stovia, pendiri Deli Voetbal
Bond, pembina PSSI di Surabaya (saat itu NIVU yang diakui FIFA), dan pemain
sepakbola PBI Surabaya.
Soerabaijasch handelsblad, 30-05-1942 memuat
maklumat Radjamin bahwa pendaftaran orang asing akan ditutup dan selesai hari
Rabu tanggal 10 Juni 1942. Untuk sementara seperti diberitakan Soerabaijasch
handelsblad 21-05-1942 bahwa orang asing yang sudah terdata hingga 1 Mei baru
sebanyak 9.875 orang, yang terdiri dari Eropa. 2.401 laki-laki dan 4.426
perempuan, Cina, 1.566 laki-laki dan 932 perempuan, dan asing lainnya. 383
laki-laki dan 160 perempuan. Pendaftaran ini dimaksudkan untuk menghitung
seberapa banyak orang asing yang masih dianggap loyal. Militer Jepang memandang
khususnya orang Cina adalah bagian dari Asia, sehingga diperlakukan dengan baik
dan damai. Mereka orang asing Cina dianggap bisa memainkan peran dalam bisnis
sebagaimana sebelumnya. Disarankan kepada orang Cina yang kaya dapat membantu
orang Cina yang miskin untuk mendaftar, agar mereka tetap di Surabaya dan tidak
terbawa arus dalam proses deportasi bagi orang asing yang tidak menerima
kehadiran Jepang di Surabaya.
***
Sesuai
kebijakan Pemerintah Jepang di Indonesia, pada bulan September 1942 Jepang
menurunkan posisi walikota Radjamin menjadi Wakil Walikota, sementara Walikota
diisi dan diangkat dari bangsa Jepang sendiri. Walikota yang diangkat adalah
Takahashi Ichiro. Dalam hal ini, penurunan posisi Radjamin bukanlah karena
kualitasnya, tetapi semata-mata karena berubahnya misi dan kepentingan politik
Jepang di Indonesia. Sementara, Radjamin tetap bersedia karena ingin terus
mengontrol pemerintahan dari dalam dan mengawasi dan memastikan pembangunan pro
rakyat tetap pada relnya. Radjamin tidak terlalu mementingkan jabatan, tetapi
Radjamin membuktikan kualitasnya 1000 persen untuk rakyat Surabaya. Pada awal
karirnya di dunia politik di Surabaya, bukanlah kemauannya, melainkan
permintaan masyarakat dan dukungan tokoh-tokoh ‘adat’ di Surabaya. Sejauh ini, Radjamin
masih bisa membuktikan komitmennya.
(bersambung)
(bersambung)
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber utama tempo doeloe. Sumber pendukung: http://basundoro-fib.web.unair.ac.id/artikel_Sejarah
Pemerintah Surabaya Masa Kolonial Belanda Sampai Masa Penjajahan Jepang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar