Bagian Ketiga
Good news,
bad news
Keberhasilan Kweekschool Padang
Sidempoean tidak terbantahkan, tingkat kelulusan murid cukup signifikan—hal
yang bertolak belakang dengan pencapaian di Kweekschool Ford de Kock. Berita
bagus dari dunia pendidikan di Tapanoeli, ternyata tidak demikian dengan yang
terjadi di kweekschool yang terdapat di Bangjaermasin. Koran Algemeen Handelsblad,
07-01-1892 memuat editorial yang berisi bahwa Kweekschool Bandjermasin telah
ditutup pada April 1891. Ini berarti telah tiga kweekschool yang ditutup yang mana
sebelumnya adalah kweekschool di Magelang dan Tondano. Penutupan kweekschool di
Bandjermasin sangat disayangkan, karena ini satu-satunya kweekschool di
Kalimantan yang selama ini menjadi sumber guru untuk seluruh penjuru wilayah di
Kalimantan.
Alasan yang disebutkan tentang
penutupan itu adalah bahwa pemerintah melakukan pengetatan anggaran sebesar
16.000 Gulden per tahun. Mereka yang berada di Kalimantan diharapkan dapat
memenuhi guru dengan mengirim anak-anaknya ke Bandoeng atau Probolinggo. Namun
pihak-pihak yang pro dengan pendidikan, berpendapat bahwa bukan karena
kesulitan anggaran pemerintah dilakukan penutupan sekolah, melainkan adanya
faksi-faksi tertentu di negeri Belanda yang menginginkan penduduk asli tetap
bodoh, padahal menurut mereka yang pro ini dengan menyediakan pendidikan bagi
penduduk pribumi merupakan salah satu wujud ketenaran dari otoritas Belanda
sebagai kekuatan peradaban di Timur, juga di pulau Kalimantan, paling tidak
meningkat!
***
Kweekschool Padang Sidempoean
ternyata tidak aman dari penutupan—terbuka kemungkinan untuk ditutup. Koran Algemeen
Handelsblad, 07-01-1892 juga menyajikan hasil analisis, bahwa jika memang
masalah anggaran penyebab penutupan, maka Kweekschool Padang Sidempoean maka sekiranya
harus ditutup, tampaknya masih lebih rendah konsekuensinya jika dibandingkan
dengan penutupan Kweekschool Bandjermasin. Di pantai barat Sumatra masih ada
kweekschool di Ford de Kock—kapasitasnya masih memenuhi sekalipun anak-anak
Tapanoeli datang. Sementara itu, di Tapanoeli terdapat perguruan misi pada
Eijnsche Zendelinggeaootschap di Pansoer na Pitoe, di mana kini terdapat
sebanyak 35 murid. Kweekschool Padang Sidempoean menjadi terjepit.
Kweekschool Padang Sidempoean ditutup
Pada tahun 1892, sebagaimana diberitakan koran Algemeen
Handelsblad, 23-11-1892 di wilayah pendidikan Padang Sidempoean terdapat
sekitar 15 dari 18 sekolah negeri di Tapanoeli. Kweekschool Padang Sidempoean
yang terbilang berprestasi dan masih minimnya sekolah negeri di Tapanoeli, ternyata tidak menyurutkan usul untuk menutup sekolah guru ini. Koran De locomotief:
Samarangsch handels-en advertentie-blad, 21-01-1893 akhirnya memberitakan bahwa
Kweekschool Padang Sidempoean dipastikan akan ditutup, dimana kepala sekolah yang terakhir adalah D.
Pronk. Koran De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad, 13-03-1893
memberitakan pengumuman pemerintah bahwa salah satu guru yang tersisa di
Kweekschool Padang Sidempoean Ms HMD van Schuijlenburgh diminta membantu ke
Kweekschool Ford de Kock selama empat bulan. Koran Bataviaasch nieuwsblad,
03-05-1893 memberitakan bahwa jabatan guru dalam bahasa Batak, Si Panghoeloe
galar Dja Parlindoengan di Kweekschool Padang Sidempoean diberhentikan dengan
hormat.
Hal lain yang memberi konsekuensi
dengan adanya penutupan Kweekschool Padang Sidempoean sebagaimana diberitakan koran
Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
16-05-1893, adalah diberhentikannya dengan hormat dari pekerjaannya, kepala
sekolah (non aktif) L.K. Harmsen. Juga hal ini berlaku terhadap asisten guru,
J.G. Dammerboer (yang sebelumnya pernah mengajukan pengunduran diri).
Wisuda Terakhir di Kweekschool Padang Sidempoean
Kweekschool Padang Sidempoean sudah
lama ditutup, artinya tidak melakukan aktivitas penerimaan murid baru lagi.
Namun proses belajar mengajar masih berlangsung hingga semua murid yang masih
ada dapat menyelesaikan studinya. Koran Het nieuws van den dag : kleine
courant, 16-06-1893 memberitakan bahwa pada tanggal 21-24 Maret 1893 di
Kweekschool Padang Sidempoean dilakukan ujian akhir dimana jumlah yang
berpartisipasi tujuh kandidat dan semuanya sukses. Nama-nama murid yang lulus
adalah sebagai berikut:
- Si Loehoet galar Raja Enda Boemi datang dari Baringin.
- Si Julius galar Soetan Martoewa Radja, dari Si Pirok
- Si Tohir galar Marah Talang, dari Baroes
- Si Goenoeng galar Itadja Paloon Sotidijon, asal Pakantan Lombung
- Si Djaman galar Marah Alam, dari Si Toli (N'ias)
- Si Dangijang galar Radja Si Regar Indo Mora, dari Siala Goendi
- Si Tirem galar Dja Ali Saman, dari Si Pirok.
Namun ternyata tidak semua murid
yang tersisa dapat menyelesaikan studinya di Kweekschool Padang Sidempoean. Koran
Bataviaasch handelsblad, 21-07-1893 memberitakan persetujuan terhadap enam
siswa dari Kweekschool Padang Sidempoean untuk ditransfer ke Kweekschool Ford
de Kock.
Akhirnya, Kweekschool Padang
Sidempoean benar-benar ditutup sama sekali dan aktivitasnya berakhir di tahun
1893. Karena alasan penghematan anggaran pendidikan yang tidak seberapa,
hilanglah akses dan kesempatan bagi putra-putra Tapanoeli untuk menjadi guru di
kampungnya sendiri. Koran Bataviaasch handelsblad 28-10-1893
mengutip laporan anggaran pemerintah bahwa Kweekschool Padang Sidempoen hanya
menghabiskan 16.000 Gulden setiap tahunnya. Ini tidak sebanding dengan yang dihasilkan oleh orangtua dari anak-anak Tapanoeli antara lain di dalam
surplus kopi di Angkola dan Mandailing.
***
Dengan ditutupnya Kweekschool Padang
Sidempoean maka berakhir pula hasil jerih payah dari pendahulunya, Willem
Iskander. Ini berarti penutupan kweekschool yang sudah ada sebagai berikut:
Kweekschool Banjarmasin pada tahun 1891, Padang Sidempoean pada tahun 1893 dan
Makassar pada tahun 1895 sebagaimana dikutip koran Java-bode: nieuws,
handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-12-1897 dari sebuah
makalah pendidikan. Koran ini juga mengutip makalah tersebut bahwa kweekschool
yang masih ada hanya terdapat di Djogjakarta (50 siswa), di Bandung dan
Probolinggo masing-masing 25 siswa, serta di Fort de Kock dan Ambon,
masing-masing sebanyak 50 siswa. Dengka kata lain secara keseluruhan hanya 200
orang penduduk pribumi di Hindia Belanda yang mendapatkan kesempatan untuk
belajar di kweekschool--sekolah guru.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar