Senin, Juli 28, 2025

Sejarah Budaya (3): Bahasa, Kamus Bahasa Angkola Mandailing; Prasasti dan Riwayat Rumpun Bahasa Batak di Pulau Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Budaya dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Angkola adalah salah satu bahasa Batak yang dituturkan di wilayah Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Indonesia. Bahasa ini memiliki kemiripan dengan bahasa Batak Toba, namun dengan intonasi yang sedikit lebih lembut. Bahasa Angkola juga sering disebut sebagai Bahasa Batak Angkola. Bahasa Angkola terutama dituturkan di daerah Tapanuli Selatan, meliputi Padang Sidempuan, Batang Toru, Sipirok, dan seluruh bagian Kabupaten Tapanuli Selatan. Bahasa Angkola termasuk dalam rumpun bahasa Batak dan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan bahasa Batak Toba. Meskipun mirip, Bahasa Angkola memiliki perbedaan dengan Bahasa Mandailing, terutama dalam beberapa kata dan intonasi.


Bahasa Angkola dan Mandailing adalah dua dialek yang berkerabat dekat dari Bahasa Batak, yang digunakan di Tapanuli (bagian) Selatan, Sumatera Utara. Meskipun mirip, terdapat perbedaan kecil dalam kosakata dan pengucapan antara keduanya. Bahasa Angkola sering disebut sebagai Bahasa Batak Angkola (BBA) dan digunakan dalam percakapan sehari-hari serta upacara adat. Perbedaan Bahasa Angkola dan Mandailing: Perbedaan Kosakata: Beberapa kata mungkin berbeda meskipun maknanya sama. Contohnya, "tangkas" dalam Mandailing berarti "jelas," sedangkan dalam Angkola menjadi "takkas". Perbedaan Pengucapan: Perubahan konsonan dalam beberapa kata juga dapat membedakan kedua dialek ini, meskipun tidak selalu mengubah makna.  Kamus Bahasa Angkola Mandailing: Kamus Angkola Mandailing Indonesia: Terdapat kamus yang memuat kosakata dari kedua dialek ini ke dalam bahasa Indonesia, seperti yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Bahasa Angkola/Mandailing Indonesia: Buku ini juga tersedia dan bisa dicari di repositori.kemendikdasmen.go.id. Kamus Bahasa Angkola Mandailing Indonesia Edisi Kedua 2016: Tersedia di Scribd (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa dan kamus bahasa Angkola Mandailing? Seperti disebut di atas, bahasa Angkola mirip bahasa Toba, tetapi bahasa Angkola lebih mirip dengan bahasa Mandailing. Bahasa-bahasa subetnik tersebut terkait dengan prasasti dan riwayat rumpun bahasa Batak di pulau Sumatra. Lantas bagaimana sejarah bahasa dan kamus bahasa Angkola Mandailing? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Bahasa dan Kamus Bahasa Angkola Mandailing; Prasasti dan Riwayat Rumpun Bahasa Batak di Pulau Sumatra

Kapan bahasa Batak Angkola Mandailing mulai dicatat, itu sudah sejak lama, namun masih sangat terbatas jumlah kosa kata yang diketahui. Sebaliknya, penulisan kamus bahasa Batak baru mulai dirintis pada masa Pemerintah Hindia Belanda seiring dengan target NZG menjadikan wilayah yang masih independen di Silindoeng dan Toba (yang berbahasa Batak dialek Toba).


Catatan tertua bahasa Batak ditemukan dalam prasasti Kedoekan Boekit yang berasal dari abad ke-7. Beberapa kosa kata di dalam prasasti seperti t(olu), awalan mar, dan sebutan bilangan sapulu dua (12). Dalam prasasti itu juga disebut nama tempat Binanga. Dalam prasasti-prasasti di percandian Padang Lawas yang berasal dari abad ke-11 hingga ke-14 juga ditemukan bahasa Batak. Bahasa Batak mulai dilakukan pencatatan pada era VOC seiring dengan tahun 1778 di Batavia dibentuk perhimpunan peminat ilmu pengetahuan yang diberi nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang dipimpin oleh Radermacher. Catatan-catatan bahasa Batak dialek Angkola Mandailing mulai kerap muncul pada awal pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di afdeeling Angkola Mandailing. Dalam laporan TJ Willer (1846) sejumlah kota bahasa Angkola Mandailing ditemukan.

Dewan NZG kemudian bekerja sama dengan perguruan tinggi di Belanda yang lalu dikirim Dr HN van Tuuk ke Tanah Batak tahun 1850. Dr HN van Tuuk memulai kerjanya di Baroes. Dr HN van Tuuk sempat sakit. Dalam perkembangannya di Baroes, Dr HN van Tuuk kurang berhasil karena kesulitan mengakses wilayah Toba dari Baroes. Dr HN van Tuuk mulai berpikir untuk memasuki wilayah Toba dan Silindoeng melalui selatan di Angkola Mandailing dimana Dr FW Jung Huhn dan TJ Willer memulai kerjanya pada awal tahun 1840an. Dalam rangkaian ini termasuk laporan perjalanan Oscar von Kessel ke Klein Toba (baca: Sigompoelan) melalui Angkola/Sipirok pada tahun 1844 (diterjemahkan dari Das Ausland, 1854 yang dimuat dalam Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1856).


Pada tahun 1852 Ida Pfeiffer melakukan perjalanan dari Padang melalui wilayah Mandailing dan Angkola. Pada saat berada di Padang Sidempoean, Ida Pfeiffer berubah pikiran tidak melanjutkan perjalanan ke Sibolga tetapi ingin mengunjungi danau Toba. Controleur Hammers di Padang Sidempoean menyediakan pemandu ulung Dja Pangkat dari Saroematinggi untuk menemani Ida Pfeiffer. Hammers juga memberi surat untuk dibawa dan juga memberikan sejumlah kosa kata Batak untuk digunakan Ida Pfeiffer. Hammers sendiri pendiri sudah pernah mengunjungi danau Toba. Dja Pangkat adalah pemandu FW Hung Huhn ke wilayah Toba pada tahun 1840an.

Di Angkola Mandailing Dr HN van Tuuk banyak berdiskusi dengan Asisten Residen AP Godon dan penulisnya Si Sati (kelak dikenal Willem Iskander). Lagi-lagi, Dja Pangkat menjadi pemandu Dr HN van Tuuk ke wilayah Silindoeng dan Toba. Hasil kajian Dr HN van Tuuk di Angkola dan Mandailing dilampirkan pada tulisannya berjudul Over Schrift en Uitspraak Tobaschetaal yang dimuat dalam majalah ilmiah Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1856.


Pada tahun 1857 AP Godon berangkat cuti dua tahun ke Belanda, Si Sati ikut dalam pelayaran itu untuk melanjutkan studi keguruan di Belanda. Pada tahun 1860 Si Sati dengan nama Willem Iskander lulus ujian dan mendapat akta guru di Haarlem. Pada tahun ini G van Asselt di Sipirok mengirim Dja Ogot studi keguruan ke Belanda. Pada tahun 1861 diberitakan Dja Ogot meninggal dunia. Pada tahun 1861 ini juga Willem Iskander kembali ke tanah air. Sementara itu kamus bahasa Batak Toba yang ditulis oleh Herman Neubronner van der Tuuk diterbitkan dengan judul "Bataksch-Nederduitsch woordenboek". Teks: bahasa Angkola, Herman Neubronner van der Tuuk, 1856

Pada tahun 1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru di Tanobato, Mandailing. Bahasa pengantar di sekolah guru ini adalah bahasa Angkola Mandailing. Sejak inilah bahasa Batak dialek Angkola Mandailing semakin terdokumentasi seiring dengan penulisan buku pelajaran dan buku umum oleh Willem Iskander dan para mantan muridnya yang menjadi guru.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Prasasti dan Riwayat Rumpun Bahasa Batak di Pulau Sumatra; Perbedaan Dialek Bahasa Batak dan Bahasa Batak Menurunkan Bahasa Melayu

Kamus bahasa Batak Toba sudah diterbitkan pada tahun 1861. Lantas kapan kamus bahasa Batak Angkola Mandailing diterbitkan? Tidak terinformasikan. Yang jelas HJ Eggink pada tahun 1936 menulis kamus bahasa Angkola Mandailing dengan judul Angkola en Mandailing Bataksch-Nederlandsch Woordenboek yang diterbitkan penerbit AC Nix en Co di Bandoeng.


HJ Eggink berada di Angkola (Pargaroetan) selama 30 tahun, yang sedikit demi sedikit menyusun kamus. Membuatnya. Dalam kamus ini juga memasukkan kosa kata yang ditemukannya selama perjalanan ke Mandailing dan ke Padang Lawas. Penambahan dilakukan di Beland pada saat penyuntingan terakhir. HJ Eggink juga melengkapi data Mandailing (Zuid Mandailingsch karya HN van der Tuuk) dan juga mengadaptasi kamus Mandailingsche Woordenlijst karya CA van Ophuijsen. HJ Eggink menyebutkan Dr P Voorhoeve dan Dr W Kern bertanggung jawab atas persiapan manuskrip untuk penerbitan. Selama persiapan pencetakan, muncullah: Kamus Batak-Melayu karya St Pangoerabaan, Sipirok 1935. Sejumlah kata yang saya ketahui, tetapi masih hilang dari naskah, diambil darinya dan disertakan. Beberapa kata, yang tidak saya ketahui, tetapi masuk akal, disertakan dengan penunjukan (St. P.). Kata-kata yang sama sekali tidak saya ketahui, yang penjelasannya oleh St. P. tampak kurang jelas atau meragukan bagi saya, tidak disertakan. Oegstgeest, September 1936. HJ Eggink.

Dari keterangan HJ Eggink terinformasikan dari penulis-penulis terdahulu ada tiga nama yang telah berkontribusi dalam penulisan kamus bahasa Angkola Mandailing yakni HN van der Tuuk, CA van Ophuijsen dan Soetan Pangoerabaan (Pane). Kamus bahasa Angkola Mandailing karya HJ Eggink diterbitkan tahun 1936 tampaknya sangat lengkap dan konferehensif. Dalam kamus HJ Eggink ditemukan kosa kata ‘binanga’ yang diartikan sebagai ‘samenvloeiing van twee rivieren’ (pertemuan dua sungai). Kosa kata ‘binanga’ ini tampaknya termasuk satu kosa kata yang sudah kuno. Mengapa?


Kosa kata ‘binanga’ tersebut tampaknya bersesuaikan dengan nama ‘Minanka tamvan’ di dalam teks prasasti Kedoekan Baoekit yang berasal dari abad ke-7 sebagai ‘Binanga tomoean’, pertemuan sungai di kota Binanga yang sekarang. Dalam teks prasasti Kedoekan Boekit tersebut hampir semua kosa kata ditemukan (mirip) dalam bahasa Angkola Mandailing yang ditulis HJ Eggink: vulan=bulan (bulan); di=di (di); samvau=Somba (sembah), kini nama tempat Somba Debata di hulu sungai Batang Pane; awalan ma=ma (me); alap=alap=alap (jemput); nayik=naek (bangkit); awalan mar=mar (be); lapas=lopas (lepas, berangkat); tamvan=tomuan (temuan); mamava=mamowan (membawa); yam (?); dua=dua (dua); laksa=?; danan=dongan (dengan); ratus=ratus (ratus); cara=sara (berpencar); jalan=jalang (bebas); tlu=tolu (tiga); sapulu dua=sapulu dua (dua belas, 12); vanakna=bahat-na (banyak-nya); datam=datang (terlebih dahulu); di-ma-ta yap=di-matayap (berhasil dilumpuhkan); sukhacitta=? (sukacita); laghu=lagut (berkumpul); mudita=?; marvuat=mar-buat (mengambil); vanua=banua (wilayah, benteng). Berdasarkan terjemahan di Wikipedia (dalam bahasa Melayu), dengan terjemahan bahasa Batak Angkola Mandailing sebagai barikut. Dalam terjemahan bahasa Melayu: Selamat! Tahun Śaka telah lewat 604, pada hari ke sebelas; paro-terang bulan Waiśakha Dapunta Hiyang naik di; sampan mengambil siddhayātra. pada hari ke tujuh paro-terang; bulan Jyestha Dapunta Hyang marlapas dari Miṉāṅgā; tamwāṉ membawa bala dua laksa dengan lengkap perbekalan; dua ratus cara/peti di sampan dengan berjalan seribu; tiga ratus dua belas berjalan kaki datang ke mata jap (Mukha Upang); sukacita pada hari ke lima paro-terang bulan...; lega gembira datang membuat wanua....; Śrīwijaya jaya, siddhayātra sempurna...Dalam terjemahan bahasa Angkola Mandailing: Selamat! Tahun Śaka telah lewat 604, pada hari ke sebelas; paro-terang bulan Waiśakha Dapunta Hiyang naik di; Somba menjemput siddhayātra. pada hari ke tujuh paro-terang; bulan Jyestha Dapunta Hyang berangkat dari Binanga; temuan, membawa bala dua laksa dengan…; dua ratus berpencar di Somba dengan bebas, seribu; tiga ratus dua belas terlebih dahulu dilumpuhkan; sukacita pada hari ke lima paro-terang bulan...; berkumpul semuanya terlebih dahulu (kemudian) mengambil benteng...; Śrīwijaya siddhayātra subhikşa.

Pada masa ini kosa kata ‘binanga’ hanya ditemukan dalam bahasa Angkola Mandailing dan kosa kata ‘binanga’ ini mirip dengan nama kota Binanga yang sekarang di Padang Lawas (wilayah percandingan) tepat berada di pertemuan sungai Batang Sangkilon dan sungai Batang Pane, yang kehilir disebut sungai Batang Barumun. Juga ada nama tempat kampong Somba Debata di hulu sungai Batang Pane. Dalam imbuhan awalan ma dan mar juga hanya ditemukan dalam bahasa Batak (Angkola Mandailing) yang padanannya awalan me dan be dalam bahasa Melayu. Sudah barang tentu sebutan bilang tolu dan sapulu dua hanya ditemukan dalam bahasa Batak (Angkola Mandailing). Bandingkan dengan penyebutan bilangan belasan dalam bahasa Melayu, dalam bahasa Batak (Angkola Mandailing) bersifat biner seperti sapulu sada, sapulu dua, sapulu tolus, dst. Oleh karena itu, teks prasasti Kedoekan Boekit yang berasal dari abad ke-7 terkesan lebih mirip campuran bahasa Batak dan Sanskerta daripada campuran bahasa Melayu dan Sanskerta.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: