Selasa, Juni 19, 2012

Pertempuran ‘Benteng Huraba’ di Padang Sidempuan: Peran Laskar dan Rakyat Tapanuli Selatan dalam Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia

*Semua artikel Sumatera Tenggara di Asia Tenggara dalam blog ini Klik Disini


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap


Prakondisi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Benteng Huraba, latar hutan

Pembentukan pemerintahan dan pertahanan Republik Indonesia terjadi hampir bersamaan waktunya. Ini sangat mungkin, karena Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah (Jepang) dalam suasana euphoria pasukan Sekutu, dimana Belanda yang dikalahkan Jepang yang bernafsu kembali untuk menjajah telah datang kembali dengan memanfaakan kehadiran pasukan Inggris ketika tengah melucuti pasukan Jepang dan membebaskan tawanan perang yang ada di Indonesia. Dengan situasi dan kondisi tersebut, maka pembentukan dan penyusunan struktur pemerintahan RI dilaksanakan dari pusat ke daerah-daerah (top down), tetapi tidak demikian dalam proses terbentuknya struktur pertahanan RI, justru pertahanan rakyat sudah dimulai dan terbentuk dari kalangan rakyat (bottom up) yang kemudian disempurnakan dan dilegitimasi oleh pemerintah pusat..

Pada awalnya, inisiatif membentuk pertahanan rakyat muncul sporadis. Mereka yang dulunya eks pasukan militer/polisi penjajah (Jepang/Belanda) dan rakyat--pihak yang paling menderita selama penjajahan spontan mengangkat senjata dan mempersenjatai rakyat. Semua yang disebut para ‘pentolan’ rakyat ini bercermin pada pahlawan-pahlawan pendahulu dan tentu saja karena di depan mata adanya potensi ‘chaos’ karena kurang jelasnya estafet kaum penjajah, yang mana pasukan penjajah Jepang sudah ‘lesu darah’ sementara pasukan Inggris mewakili sekutu tampaknya kurang berminat terhadap keelokan bumi Indonesia—mungkin dengan dalih untuk menjaga rasa hormat terhadap mantan penjajah Belanda yang boleh jadi terus ‘merayu’ atau ‘dirayu’ untuk masuk kembali ke Indonesia. Situasi dimana Belanda ingin menjajah kembali dan pasukan Jepang sudah mati kutu di markas masing-masing, maka kesempatan inilah yang ingin diraih oleh rakyat untuk membentuk kekuatan bersenjata dimana-mana.

Sabtu, Juni 16, 2012

Laskar ‘Pelangi’ Sipirok, Letnan Sahala Muda Pakpahan dan Benteng Huraba di Padang Sidempuan: Lahirnya Tokoh-Tokoh Militer dari Tapanuli Bagian Selatan

*Semua artikel Sumatera Tenggara di Asia Tenggara dalam blog ini Klik Disin
 
Oleh Akhir Matua Harahap


Bagian-1: Laskar ‘Pelangi’ dari Sipirok Merantau Menuju Medan

Kafilah ‘Padati’ Trayek Sipirok-Sidimpuan

Seorang pemuda belia (lima belas tahun) kelahiran desa Sunge Durian, Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan. Kehidupan di desanya di jaman pendudukan Jepang tidaklah begitu sulit, bahkan berkecukupan, karena letak desa ini jauh dari jalan raya di tengah hutan (luat harangan). Akan tetapi pemuda ini selalu gelisah jika berdiam di huta, karena ia sendiri tidak ingin selalu disuruh ibunya ke sawah-ladang. Jika waktunya tiba hari poken (hari pasar) setiap hari kamis ia mendapat tugas untuk mengangkut hasil-hasil bumi dengan kuda beban ke suatu tempat di pinggir jalan raya Sipirok-Padang Sidempuan di desa Situmba.

Padati jaman 'doeloe' (Illustrasi/foto Basyral Hamidy Harahap) 
Hasil-hasil bumi ini ditampung oleh pedagang pengumpul untuk diteruskan ke pasar Padang Sidempuan. Pada masa Jepang transportasi mobil (truk dan bis) dari Sipirok ke Sidempuan digantikan dengan padati (pedati). Konon, bis-bis yang ada di Sipirok semuanya disita oleh militer/polisi Jepang untuk kebutuhannya sendiri. Karena itu, angkutan barang dan orang dilakukan dengan pedati. Jumlah pedati ini sangat banyak. Biasanya perjalanan Sipirok-Padang Sidempuan (dan sebaliknya) ditempuh dalam dua malam. Dari Sipirok/Situmba berangkat malam hari dan pagi hari tiba di Aek Pargarutan. Siang hari para kafilah ini beristirahat (memasak, tidur, mengumpulkan rumput dan memberi kesempatan kerbau untuk beristirahat juga). Malam hari kafilah berangkat lagi dan tiba di Kantin/Padang Sidempuan pagi hari. Pedati di parkir di dekat jembatan Siborang (kerbau di arahkan ke sungai, para crew padati beristirahat, memasak dan bongkar muat barang. Untuk sarana angkutan dari terminal padati ke pasar Sidempuan dilakukan oleh para kuli angkut dengan menggunakan osaka. Pada sore hari memuat barang dan malam hari perjalanan kembali ke Sipirok dilakukan lagi. Diharapkan pagi hari tiba di sub terminal di Aek Pargarutan dan malam harinya perjalanan dilanjutkan ke Sipirok.

Jumat, Mei 18, 2012

Sejarah Tata Ruang Padang Sidempuan: Suatu Esai Sosial-Ekonomi Kota di Masa ‘Doeloe’ Menuju Kota Masa Depan

*Semua artikel Sumatera Tenggara di Asia Tenggara dalam blog ini Klik Disini

Oleh Akhir Matua Harahap

Peta Padang Sidempuan 1843-1847 (Peta: KTILV.NL)
Kota Padang Sidempuan pada masa ini dapat didekati melalui tiga jalur utama, yakni: dari dan ke arah Tarutung/Rantau Prapat (utara), Bukit Tinggi (selatan), Sibolga (barat). Koneksi (interchange) tiga jalur utama ini terletak di Tugu Siborang pada masa ini. Pada masa lalu, jalur utara dan selatan di Siborang merupakan lalu lintas pergerakan pasukan dalam Perang Padri (1816-1833). Sebelah timur Siborang ini merupakan daerah pertanian/persawahan yang subur dan menjadi lumbung beras; sedangkan sisi sebelah barat sungai Batang Ayumi merupakan areal tegalan/kebun penduduk. Ke arah hulu kebun-kebun penduduk ini terdapat areal persawahan yang sangat luas: mulai dari Kampung Salak / Sigiring-Giring hingga wilayah Hutaimbaru/Siharangkarang. Saat itu, jalur dari dan ke Sibolga dari Siborang belum tersambung--jalur perdagangan Sipirok-Sibolga dilakukan via Batunadua-Hutaimbaru dan jalur Pijorkoling / Angkola Jae ke Sibolga dilakukan di hilir jembatan Siborang.

Ketika Belanda menduduki wilayah Padang Sidempuan (datang dari arah Mandailing / Air Bangis), pasukan Belanda membangun jembatan Siborang dan jembatan Sigiringgiring yang mengakibatkan daerah Siborang menjadi sebuah persimpangan utama yang menghubungkan lalu lintas utara, selatan dan barat dari dan ke benteng Padang Sidempuan. Sehubungan dengan pemindahan ibukota Keresidenan Tapanuli dari Air Bangis (daerah Pasaman) ke Padang Sidempuan pada tahun 1884--wilayah Kota Padang Sidempuan pada masa kini--wilayah ini sebelumnya adalah semacam tanah ulayat dari empat area komunitas marga Harahap: yang berada di arah utara adalah Batunadua/Pargarutan, di arah selatan adalah Pijor Koling, di arah barat adalah Hutaimbaru / Angkola Julu; dan satu lagi dan merupakan inti komunitas marga Harahap yakni di arah tenggara adalah Sidangkal / Simarpinggan. Penduduk asli marga Harahap di Sidangkal ini sudah sejak lama melakukan aktvitas berladang dan berburu  di areal yang kini menjadi pusat Kota Padang Sidempuan.

Rabu, Mei 16, 2012

Ayah


Dimana…akan kucari
Aku menangis seorang diri
Hatiku….s`lalu ingin bertemu
Untukmu…aku bernyanyi

Lihatlah…hari berganti
Namun tiada seindah dulu
Datanglah..aku ingin bertemu
Untukmu…aku bernyanyi

Untuk ayah tercinta, daku ingin bernyanyi
Dengan air mata di pipiku…
Ayah, dengarkanlah aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam mimpi…

Selasa, Mei 08, 2012

Chaidir Ritonga: ‘Mulak Tu Huta’ Untuk Membangun Kota Padang Sidempuan


Chaidir Ritonga
Siapa yang tidak kenal dengan Chaidir Ritonga di Provinsi Sumatera Utara? Dia adalah Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara. Siapa yang tidak kenal dengan Chaidir Ritonga di Kota Padang Sidempuan? Dia adalah calon walikota pada Pemilukada Kota Padang Sidempuan, Oktober 2012. Siapa yang tidak kenal dengan Chaidir Ritonga di kalangan pelajar dan mahasiswa  Tapanuli Bagian Selatan? Dia adalah alumni SD, SMP dan SMA di Kota Padang Sidempuan, alumni sarjana IPB Bogor, dan alumni pasca sarjana USU Medan. Siapa yang tidak kenal dengan Chaidir Ritonga diantara pemilih (voter) Pemilukada Kota Padang Sidempuan?

***

Chaidir Ritonga adalah tokoh nasional yang berkarir di Provinsi Sumatera Utara. Menurut rekan-rekannya dari Partai Golkar di DPD Sumatera Utara, Chaidir Ritonga  potensinya besar, dia pantas memimpin Sumatera Utara. Chaidir Ritonga lebih pantas jadi gubernur ketimbang walikota. Akan tetapi, kenyataannya dia tetap teguh hati untuk memimpin Kota Padang Sidempuan, tetap teguh ingin jadi walikota Padang Sidempuan.

Kamis, April 19, 2012

Bismar Siregar: Sang Pendekar Hukum Idealis

*Untuk melihat semua artikel Tokoh Tabagsel Masa Kini dalam blog ini Klik Disini 

Bismar Siregar
Bismar Siregar memang telah lama meninggalkan kursi pengadil, namun namanya masih terus akrab di telinga sebagian masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, sejumlah keputusan keras lahir dari balik pribadi yang lembut. Bagi beberapa orang, keputusan hukum yang dibuat Bismar terlihat kontroversial. Kini sang pendekar hukum yang idealis itu telah pergi untuk selamanya. Bismar meninggal pada hari ini (Kamis, 19 April 2012) setelah mendadak pingsan di rumahnya saat melukis pada Senin (16/4) lalu.

Yang paling dikenal dari sosok kelahiran Sipirok, Sumatera Utara, 15 September 1928, ini adalah ketegasannya bahwa dia tidak mau disuap dan tidak bisa dibeli. Prof Satjipto Rahardjo, Guru Besar Fakultas Hukum Undip, menilai Bismar sebagai orang yang lurus. Setiap memutus perkara Bismar selalu bertanya kepada hati nuraninya untuk tahu apakah orang yang akan divonisnya jahat atau tidak. Setelah itu, dia baru mencari pasal hukum untuk mendasari keputusannya. Tak hanya nurani dan UU, putusan yang dikeluarkan Bismar juga berpatok pada ajaran dan kitab suci agama terdakwa.

Rabu, April 11, 2012

Ir. Rusydi Nasution, MM : Tokoh Muda Enerjik Kota Padang Sidempuan

*Untuk melihat semua artikel Tokoh Tabagsel Masa Kini dalam blog ini Klik Disini 

**Untuk melihat artikel terkait dalam blog ini Klik Disini


Rusydi Nasution adalah salah satu contoh anak muda enerjik Kota Padang Sidempuan masa kini yang berjiwa enterpreunership. Rusydi yang kini berusia 39 tahun, lahir 05-05-1973 dan dibesarkan di Padang Sidempuan menyelesaikan pendidikan dasar hingga SMA di kota ini. Alumni SMA Negeri 1 Padang Sidempuan ini pada tahun 1992 melanjutkan pendidikan tinggi di Kota Bogor dan lulus 1996. Setelah lulus ia langsung hijrah untuk mengikuti karir professionalnya di bidang finance dan menetap di Jakarta hingga sekarang.

Selama mengikuti kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB), Rusydi Nasution adalah sosok mahasiswa kreatif yang bersahaja namun enerjik dan berjiwa modern. Ia tidak hanya mampu mengikuti kuliah dengan baik tetapi juga aktif di organisasi kemahasiswaan. Nilai plusnya, saat umumnya mahasiswa sangat tergantung dari keuangan orangtua, Rusydi Nasution justru sudah mampu menghasilkan uang dengan mengoptimalkan bakat kewirausahaannya.